Anda di halaman 1dari 41

DIABETES MELLITUS

TES GLUKOSA

Tes glukosa pada pasien DM


1. Tes saring
2. Tes diagnostik
3. Tes pengendalian

1.

Tes saring
A. Tujuan : Untuk mendeteksi kasus DM sedini
mungkin, dpt mencegah komplikasi
B. Indikasi : Bila terdapat sekurang2 satu faktor risiko
- Usia dewasa tua (>45 th)
- Kegemukan (BB >120% BB ideal)
- HT
- Riwayat keluarga DM
- Riwayat kehamilan dengan berat bayi lahir >4000gr
- Riwayat DM pd kehamilan
- Dislipidemi (kol, HDL dan TG meningkat)
- Pernah TGT

Sampel

Darah
a. Plasma atau serum
b. Darah kapiler
Urin
a. Urin post prandial (1,5 3 jam)
b. Urin sewaktu

Jenis tes / metode

Darah
a. Glukosa darah puasa (GDP) = hexokinase
b. Glukosa darah sewaktu (GDS) = hexokinase
Urin
a. Tes carik celup = hexokinase
b. Tes konvensional (met. Reduksi / benedict)

2. Tes diagnostik
A. Tujuan : Utk memastikan diagnosis DM pd individu
dgn keluhan klinis DM atau mereka yg terjaring pd tes
skrining
B. Indikasi
- Ada keluhan klinis khas DM (poliuri, polifagi, polidipsi,
lemah dan penurunan BB yg tdk jelas penyebabnya)
- Tes saring menunjukan hasil :
a. GDS : plasma vena : 110 199 mg/dl
darah kapiler : 90- 119 mg/dl
b. GDP : plasma vena : 110 125 mg/dl
darah kapiler : 90 109 mg/dl
c. Tes urin glukosa / reduksi positif

- Indikasi tes toleransi glukosa oral jika :


a. Keluhan klinis tidak ada
b. DM gestasi
C. Sampel : darah (plasma atau vena)
D. Jenis tes :
1. GDP
2. GDS
3. GD2PP
E. Metode : Enzimatik hexokinase
6

3. Tes pengendalian
A. Tujuan tes : memantau keberhasilan pengobatan utk
mencegah komplikasi kronik
B. Indikasi : Individu yg didiagnosa DM atau adanya
gangguan toleransi glukosa
C. Jenis tes / sampel
- GDP
- GD 2 jam PP
- HbA1c
- Kolesterol total
- LDL
- HDL
- TG

: plasma vena, darah kapiler


: plasma vena
: darah vena, darah kapiler
: plasma vena (puasa)
: plasma vena (puasa)
: plasma vena (puasa)
: plasma vena (puasa)

Definisi :
Diabetes Mellitus ( DM ) merupakan suatu
penyakit endokrin metabolik yang dalam
keadaan tidak dikelola diasosiasikan dengan
kenaikan kronis kadar glukosa darah
Beberapa resiko penyakit meningkat pada DM :
-Penyakit Koroner : 2-3 x lebih besar
-Penyakit Stroke : 2-3 x lebih besar
-Penyakit sumbatan pembuluh darah : 30 x
8

EPIDEMIOLOGI DM
Di negara industri maju, prevalensi 4-6%
Di AS : DM 6,6%, Intoleransi glukosa 11,2%
individu dengan I.g. ini dalam 5 tahun
30 % berkembang menjadi DM yang nyata.
Di Jerman : biaya tahunan untuk obat berkisar 8001500 DM (Rp 3,5-7,5 juta), yang dapat
meningkat menjadi 20000 DM (Rp 90 juta)
bila ada komplikasi
9

KLASIFIKASI DM
Menurut laporan WHO no. 727 Th 1985, DM
dibagi berdasar ketergantungan kepada insulin :
- IDDM ( Insulin Dependent DM )
- NIDDM ( Non Insulin Dependent DM )
- Tipe lain, termasuk : Malnutrisi DM, Gestational
DM, DM Sekunder, Gangguan toleransi glukosa

10

Pembaharuan klasifikasi oleh ADA ( American Diabetes


Association ) th. 1997 yang disetujui WHO th. 1998
membagi DM berdasar mekanisme penyakit:
I. DM Tipe 1 : Kerusakan sel B atau adanya defisiensi
produksi insulin, baik karena proses autoimun
maupun idiopatik
II. DM tipe 2 : Resistensi Insulin atau adanya
defisiensi relatif insulin
III.Gestational DM

11

IV. DM Spesifik :
- Defek genetik fungsi sel B : Maturity onset of
Diabetes on the Young ( MODY )
- Defek Genetik kerja insulin : kelainan reseptor
- Penyakit eksokrin pankreas
- Endokrinopathi : sindr. Cushing, Hipertiroidi
- Induksi obat/bahan kimia : pentamidin, glukokortikoid,
thiazid, asam nikotin, interferon , diazoxide
- Infeksi : rubella, CMV, Coxsacki B, Mumps
- Immune mediated : antibodi anti reseptor insulin
- Sindroms genetik yang sering dikaitkan : Downs,
Klinefelter, Turner
12

ENDOKRIN

PANKREAS
Pankreas orang dewasa : 50-70 gram, bagian endokrin
hanya menempati 1-2 %, dikenal sebagai Insula
Langerhans yang tersusun dari 2 juta sel :
-Sel ( B ) : 80 %, produksi : insulin
-Sel ( A ) : 15 %, produksi : glukagon
-Sel ( D ) : 5 %, produksi : somatostatin
Insulin merupakan glikoprotein, disekresi dengan sekuen,
sbb : Preproinsulin ( BM 11500 ) Proinsulin ( BM
9000 ). Oleh enzim proteolitik proinsulin dipecah menjadi
insulin (51 asam amino) dan C-peptid (31 asam amino)
13

14

Kadar normal insulin : 30-50 mU/L, dengan waktu paruh


yang relatif pendek maka diperlukan sekresi pada orang
dewasa : 40-50 U perhari dengan puncak menjelang sore
dan paling rendah pada malam hari.
Sekresi insulin dipicu oleh :
- Glukosa, terutama bila > 70 mg %
- Arginin
- Benda keton
- Sulfonil urea
Enterohormon dapat meningkatkan sekresi insulin pada
intake melalui makanan.
Counter regulatory hormones : Glukagon, Kortisol,
Growth Hormon, Adrenalin
15

Kerja insulin
Aksi langsung insulin terutama pada hepar, otot
dan jaringan lemak, difasilitasi dengan banyaknya
reseptor di membran sel. Insulin memungkinkan
penetrasi glukosa kedalam sel dan mengatur
metabolisme seluler ( memacu anabolisme,
menghambat katabolisme ), terutama untuk menata
persediaan energi.
Inti dari DM adalah kesiapan insulin endogen
tidak adekuat dengan kebutuhan metabolisme
( dari segi cukupnya pencatuan dan kemampuan
aksi )
16

PERUBAHAN METABOLISME PADA DM


Dalam keadaan normal, insulin berperan :
Hepar :
* Sintesa glikogen ( glikogenesis )
* Sintesa trigliserid, kholesterol, VLDL
* Sintesa protein
Otot :
* Sintesa protein
* Sintesa glikogen
Jaringan Lemak :
* Penyimpanan trigliserid
* Menghambat lipolisis seluler
17

Dalam keadaan defisiensi, akan terjadi :


1.
Meningkatnya glikogenolisis dan
glukoneogenesis
hiperglikemia
2.
Berkurangnya utilisasi glukosa di organ sensitif
insulin
hiperglikemia
3.
Lipolisis tidak terhambat
terganggunya
metabolisme trigliserid dan oksidasi glukosa
terbentuknya benda keton ( asetoasetat, hidroksi
butirat, aseton )
4.
Gangguan metabolisme protein : penurunan
pengambilan asam amino kedalam sel otot,
peningkatan proteolisis dan utilisasi a.a
glikogenik untuk glukoneogenesis di hepar
balans nitrogen negatif
18

KONSEKUENSI PATOLOGIS HIPERGLIKEMIA


Hiperglikemia prinsip dapat disamakan dengan adanya racun dalam
darah yang bila kronis ada resiko komplikasi walaupun lambat.
1.
Kerusakan Sel B :
Hiperglikemia merangsang proliferasi sel B dan biosintesis &
sekresi insulin. Karena pembelahan sel B terbatas, dalam
keadaan kronis akan kelelahan ( exhausted ). Pada orangtua
keadaan ini diperberat dengan adanya sklerosis dan fibrosis
pada Insula Langerhans.
2.
Jalan metabolik POLIOL :
glukosa dapat masuk secara bebas pada beberapa sel jaringan
tidak tergantung insulin ( saraf, glomerulus ginjal, lensa mata,
retina ).Kelebihan glukosa intraseluler akan dirubah menjadi
sorbitol oleh enxim aldose reduktase. Akumulasi sorbitol
intraseluler
hiperosmolaritas seluler
ganggunan enzim Na-K-AT Pase dan penurunan kadar
19
myoinositol

3. Proses glikasi dan glikosilasi protein jaringan: Glukosa dalam


bentuk aldehid, bereaksi dengan gugus amino bebas dari
protein membentuk gugus aldimin yang labil ( basa Schiffs )
berubah menjadi gugus ketoamin yang stabil
( reaksi Amadori ).
Secara umum proses glikasi ini mengenai semua protein
endogen, asam nukleat, gugus amino alkohol dan senyawa
yang terbentuk berbeda dengan glikosid dan glikoprotein.
Protein yang terglikasi akan berubah kemampuan fisik,
kimiawi maupun fungsi biologiknya. Produknya dapat
diklasifikasikan sbb :
20

A. Produk Glikasi Awal :


Yang terkenal HbA1c dan Fruktosamin
1. HbA1c ( GlikoHb) :
Reaksi ketoamin antara glukosa dengan N Terminal a.a. pada rantai
molekul Hemoglobin. Kadar tergantung pada fluktuasi glukosa dalam
kurun waktu 6-8 minggu.
Normal : 5-8 %, secara teknis terganggu pada keadaan hiperglikemia
akut, uremia dan adanya HbF.
2. Fruktosamin :
Albumin yang terglikasi, merupakan tolok ukur fluktuasi glukosa
selama 2-3 minggu.

B. Produk Glikasi Lanjut ( AGE = Advanced glication


end-product )
Terjadi terutama pada protein yang berumur panjang : kolagen,
kristalin lensa mata dan mielin. AGE bertanggungjawab pada
komplikasi lanjut pada DM : Nefropati, polineuropati dan
aterosklerosis.

21

Pemeriksaan Laboratorium DM
Sangat tergantung pada sejauh mana keadaan
fungsional yang akan dipantau :
1. Glukosa darah
2. Glukosa Urin
3. HbA1c
4. Benda keton Urin
5. Mikroalbuminuria
6. Insulin & C-peptid
7. Pemeriksaan lain
22

1. Glukosa darah :
Hasil Pengukuran tergantung dari jenis bahan pemeriksaan dan
metoda yang dipakai :
a. Darah arteri/kapiler 5-10 % lebih tinggi
daripada darah vena
b. Serum/Plasma 10-15 % lebih tinggi daripada
darah utuh
c. Metode dengan deproteinasi 5% lebih tinggi
daripada metode tanpa deproteinasi.
Beberapa hal yg harus diperhatikan :
a.Pemisahan serum/plasma harus segera dilakukan ( jam ) karena
adanya glikolisis dan konsumsi oleh eritrosit dan lekosit, dapat
dicegah dengan antikoagulan NaF
b.Variasi intraindividual ( Non DM:5-10% ) tergantung : ritme
sirkadian, intake makanan & kerja otot
23

c. Reaksi fase akut : pada pembedahan , trauma yang berulang, cidera


otak, infrak miokard, infeksi & stress mental dapat menstimuli
counter regulatory hormones
hiperglikemia
d. Strategi pengambilan : gula darah puasa ( gdp ), gula darah 2 jam
sesudah makan ( post prandial ) gula sesaat/sewaktu
( ad random ).
Normal : gdp - < 120 mg %,
post prandial - < 140 mg %
e. Uji Pembebanan Glukosa ( Glukosa Toleransi Test=GTT):
pemeriksaan lab. yg dilakukan dengan pemberian minum 75 gram
glukosa. Dilakukan bila hasil pem. Glukosa darah meragukan.
Darah diambil pada waktu puasa, jam sesudah pemberian, 1 jam
dan 2 jam. Normal seperti diatas( ad.d ) dengan puncak pada jam
atau 1
f. Metode rujukan : hexokinase dengan cara basah. Yang banyak
dipakai di RS : glukose oxidase ( GOD ). Untuk pemantauan
dirumah : dry chemistry dengan test carik
24

2. Glukosa Urin :
95 % glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah
> 160-180 % maka sekresi dlm urin akan naik secara
eksponensial uji dlm urin : + Nilai ambang ini akan
naik pada orang tua.
metode yang poluler : carik celup memakai GOD.
3. HbA1c :
bahan pemeriksaan berupa darah kapiler/ vena
dengan pengawet EDTA, metode yang dipakai
dengan cara kromatografi.
4. Benda keton dalam urin :
bahan pemeriksaan berupa urin yang segar, karena
asam asetoasetat cepat didekarboksilasi menjadi
aseton. Metode yang dipakai : Na-nitroprusid, 325
hidroksibutirat tidak terdeteksi.

26

5. Mikroalbuminuria :
Ekskresi albumin urin dalam jumlah sedikit ( mikro ), sehingga
dengan pemeriksaan rutin tidak terdeteksi : untuk mengetahui
secara dini komplikasi DM pada ginjal.
Metode : imunologi dengan antibodi thd. Human globulin

6. Insulin dan C-peptid :


penetapan insulin tunggal tidak mempunyai makna dalam
pengelolaan DM, harus disertai dengan pengukuran ratio
insulin-glukosa. Penetapan insulin dalam cairan amnion penting
untuk pengelolaan DM kehamilan.
Penetapan C-peptid sering diperlukan pada DM tipe 1 untuk
melihat kapasitas sekresi insulin endogen dan DM tipe 2 yang
gagal dengan pengobatan sulfonilurea
Pemeriksaan dilakukan dengan metode RIA, EIA dan
imunoluminesen
27

7. Pemeriksaan Lain :
diperlukan untuk menunjang DM, seperti :
a. Fungsi ginjal : ureum, kreatinin
b. Lemak darah : kholesterol, HDL, LDL, Trigliserid
c. Fungsi hati
d. Antibodi anti sel insula Langerhans ( Islet cell
antibody )

28

DIABETES MELLITUS TIPE 1


Dulu dikenal sebagai Juvenile onset DM, banyak diderita
oleh individu < 25 th. Insidensi di Eropa dilaporkan 10-15
kasus pada tiap 100.000 anak dan ada kecenderungan
meningkat 3,6 % per tahun terutama pada umur < 4 th.
Predisposisi genetik lebih lemah daripada tipe 2: antar
saudara kandung 7% (vs.38%) dan antar saudara kembar 40
% ( vs.90% ). Sebaliknya sebagaimana penyakit autoimun
didapatkan asosiasi dengan tipe HLA
DR 3 dan DR 4.
Konsep etiologi yang banyak dianut adalah beberapa faktor
lingkungan seperti infeksi virus ( coxsacki, CMV, rubella,
mumps ), bahan kimia dipercayai dapat merupakan trigger
29
proses autoimun.

Adanya induksi sitokin seperti interleukin 1


(IL-1), tumor necrosis factor ( TNF- ) dan
interferon ( INF - ) akan merangsang radikal
bebas dan bersama IL2 akan menyebabkan
stimuli T-helper 1 ( Th-1) aktivasi
makrofag dan infiltrasi lekosit merusak
sel B dengan jalan sitolisis dan proses
apoptosis. Parameter agresivitas perusakan sel
B dapat ditegakkan dengan deteksi antibodiantibodi : ICA, Anti-insulin (tu. Anak-anak ),
anti glutamic acid decarboxylase (anti GAD).
30

GEJALA KLINIS :
- Poliuria, polidipsi dan polifagi yang
menyolok
- Berat badan turun drastis
- Gejala lebih akut
- Kelelahan dan kelemahan otot
- Hiperosmolar dengan resiko ketoasidosis

31

Pemeriksaan laboratorium :
Glukosa darah :
harus sering dikontrol, karena kadar sangat fluktuatif dianjurkan home
monitoring dengan metode kimia kering ( point of care ). Kontrol adekuat bila
gdp : 91-120 mg %, gdpp: 136-160 mg %
2. Urinalisa :
glukosa urin mengikuti kadar dalam darah.
Pemeriksaan benda keton akan negatif bila kadar insulin cukup untuk menekan
lipolisis
3. HbA1c :
tolok ukur sudak adekuat bila dalam batas normal, untuk DM-1 sebaiknya
diantara 7-8 %.
4. Pemeriksaan insulin dan C-peptid :
tidak berperan pada penegakan diagniosis DM, tetapi dalam pemilihan terapi
diperlukan.
5. Pemeriksaan penunjang lain :
Tergantung keadaan.
.
1.

32

6. Pemantauan Hipoglikemia :
Pada DM-1 yang selalu mendapat insulin harus
diwaspadai adanya resiko hipoglikemia dan Dawn
phenomenon. Hipoglikemia akan ditandai dengan
gejala autonomik seperti gelisah, keringat
berlebihan, tremor dan rasa lapar. Untuk
memantau keadaan ini semua sering diperlukan
pem. Glukosa jam 3 pagi, ideal > 65 mg %.
.
Dawn phenomena merupakan aksi counter
regulatory hormones, adanya lonjakan GH pada
malam hari disertai pelepasan kortisol akan
menyebabkan glukosa akan naik pagi hari.
33

DIABETES MELLITUS TIPE 2


Merupakan 80 % kasus DM, prevalensi akan
meningkat sesudah umur 40 tahun ( maturity
onset DM ) sehingga dapat mencapai 14-20 %
pada umur > 65 tahun.
DM tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial
yang berkembang secara lambat, kadang tidak
terdeteksi sampai bertahun-tahun, sehingga
komplikasi mikro dan makroangiopati
didapatkan langsung bersama penegakan
diagnosis DM
34

Patogenitas didominasi adanya defek pasca


reseptor (Insulin Resistance Syndrome). Tubuh
berusaha kompensasi dengan kenaikan kadar
insulin (Hiperinsulinemia). Berkurangnya
sensitivitas terhadap insulin di jaringan otot,
lemak dan hepar menyebabkan sintesa VLDLtrigliserid hepatik meningkat LDL kholesterol
meningkat dan HDL kholesterol turun
(Metabolic-vascular syndrome).
Bila kompensasi hiperinsulin terus berlangsung
dan kadar glukosa pasca prandial yang
meningkat akan disusul kenaikan glukosa puasa.
35

Akibat lebih lanjut dapat disusul oleh adanya efek hiperinsulin yang
lain :
- retensi Na
hipertensi
- Produksi VLDL
hipertrigliseridemi
- Proliferasi sel endotel & otot polos vaskuler (aktivasi
reseptor growth hormone) aterosklerosis
- Gabungan ini disebut sindroma CHAOS (coronary
disease, hypertension, adult-onset DM, obesity, stroke)
Gejala klinis :
-DM 2 dibedakan Obese dan non Obese. Untuk non obese sering
tidak ada hal yang spesifik, sedang yang obese sering disertai
hipertensi.
-Poliuri, polifagi, polidipsi <
-Neuropati, gangguan visus, dermatitis >
-Resiko hiperosmolar non ketoasidosis
36

Pemeriksaan Laboratorium :
1. Glukosa darah :
kenaikan tidak sedrastis DM-1, pengelolaan
diusahakan ke nilai normal, tetapi acceptable bila
kadar gdpp < 200 mg %
2. Urinalisa :
Glukosa urin mengikuti kadar dalam darah
3. HbA1c :
Pengelolaan mengarah kenilai normal
4. Lemak darah :
Lebih ketat daripada DM-1, karena adanya resiko
hipertrigliserid terutama pada penderita dengan
hipertensi
37

MODY ( Maturity Onset DM of the Young )


DM yang diderita individu < 25 th yang
disebabkan adanya penurunan sekresi ringan
insulin dengan sensitivitas yang masih memadai.
Gejala mirip DM-2, tidak mutlak membutuhkan
insulin.
LADA ( Latent Autoimmune DM in Adults )
DM pada individu usia pertengahan yang
berkembang secara cepat membutuhkan insulin
eksogen. Pada penderita ini ditemukan kadar Cpeptid yang rendah, dan anti GAD & ICA yang
positif.
38

Type 1
History of diabetes in the family
Common age of manifetation
Obesity
Manifestation
Hyperglycemia
Ketosis ( keto-acidosis )
ketonuria
Insulin subtitution
Auto antibodies ( -ceil specific)
Fasting and 2-hour insulin level
(oGTT)
Early phase of insulin response
in glucose administration

Type 2

rare

common

< 25 years
rare

> 40 years
Common (>85 %)

Sudden, with metabolic


decompensation
Pronounced

gradual
Moderate, primary
post prandial at first

common
Required immediately in LADA
patients after a few months or years
Common before and in the first of the
disease
Low or non-existent
Low or non-existent

rare
After longer duration of
diabetes
Rare (comparable to
non diabetics)
Usually elevated

reduced

39

Daftar Bacaan :
Fuci, AS, Braunwald, F; Isselbacher, KJ,et.al. Harrisons.
Principles of Internal Medicine, 14th ED. Mc Graw Hill,
New York, 1988
Flecher, RF. Lecture Notes on Endocrinology, 3rd ED.
Blackwell Scientific Pub Oxford, 1983
Greenspan, FS & Baxter, JD. Basic & Clinical
Endocrinology, 4th ED. Prentice-Hall Internet, Inc
Philadelphia, 1994
Suhl, HF. Fundamentals in Laboratory Medicine : DM &
Metabolic Sydrome. Roche Diagnostic GmBH, 2000
Walmsley, RN; Watkinson, LR; & Cain, HJ. Cases in
Chemical Pathology, 4th ED. World Scientific,
Singapore 1999
40

3. Tes pengendalian
A. Tujuan tes : memantau keberhasilan pengobatan utk
mencegah komplikasi kronik
B. Indikasi : Individu yg didiagnosa DM atau adanya
gangguan toleransi glukosa
C. Jenis tes / sampel
- GDP
- GD 2 jam PP
- HbA1c
- Kolesterol total
- LDL
- HDL
- TG

: plasma vena, darah kapiler


: plasma vena
: darah vena, darah kapiler
: plasma vena (puasa)
: plasma vena (puasa)
: plasma vena (puasa)
: plasma vena (puasa)

41

Anda mungkin juga menyukai