Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

1.

Definisi Eklampsia
Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita pre-eklamsia yang
disusul dengan koma. Kejang pada penderita eklampsia tidak terjadi akibat
dari kelainan neurologik dan pasien sebelumnya telah menunjukkan gejalagejala pre eklampsia.4
Eklampsia termasuk dalam Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK), yaitu
komplikasi kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi, disertai salah satu dari : edema, proteinuria, atau
keduanya.4,5
Batasan yang dipakai The Committee on Terminology of the American
College of Obstetrics and Gynecology (1972) adalah sebagai berikut :
1. HD sebagai penyulit yang berhubungan langsung dengan kehamilan :
a. Pre-eklamsia
Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau
edema akibat dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan, bahkan setelah 24 jam post partum.3
1. Hipertensi onset baru
Tekanan darah yang menetap 140 / 90 mmHg pada ibu yang
sebelumnya memiliki tekanan darah normal. Pengukuran tekanan
darah pertama dilakukan setelah istirahat duduk 10 menit.
Pengukuran tekanan darah ini harus dilakukan sekurang-kurangnya
2 kali dengan selang waktu 6 jam dan ibu dalam keadaan istirahat.
2. Proteinuria signifikan onset baru
Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin yang
kadarnya melebihi 0.3 gram/liter dalam 24 jam atau pemeriksaan
kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1 gram/liter atau lebih
dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang
diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam
3. Edema nondependent onset baru

Akumulasi cairan ekstra vaskuler secara menyeluruh, dengan


kriteria :
a.

Adanya pitting edema di daerah pretibia, dinding abdomen,

lumbosakral, wajah dan tangan setelah bangun pagi.


b. Kenaikan berat badan melebihi 500 gram/minggu atau 2000
gr/bulan atau 13 kg/seluruh kehamilan.
b. Eklampsia
Ialah timbulnya kejang pada penderita pre-eklamsia yang disusul
dengan koma. Kejang ini bukan akibat dari kelainan neurologik.
2. HDK sebagai penyulit yang tidak berhubungan langsung dengan
kehamilan :
Hipertensi kronik.
Hipertensi yang menetap oleh sebab apapun, yang ditemukan pada umur
kehamilan kurang dari 20 minggu, atau hipertensi yang menetap setelah 6
minggu pasca persalinan.4
3. Superimposed preeklamsia / eklamsia
Ialah timbulnya pre-eklamsia atau eklamsia pada hipertensi kronik.
4. Transient hypertension / hipertensi gestasional nonproteinurik.
lalah hipertensi dalam kehamilan pada wanita yang tekanan darahnya
normal sebelum hamil dan tidak mempunyai gejala-gejala hipertensi
kronik atau pre-eklamsia atau eklamsia. Gejala ini akan hilang setelah 10
hari pasca persalinan.4

Gambar 1 Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan1


2.

Epidemiologi Eklampsia
Eklampsia umumnya terjadi pada wanita kulit berwarna, nulipara, dan
golongan sosial ekonomi rendah. Insiden tertinggi pada usia remaja atau awal
20-an, tetapi prevalensinya meningkat pada wanita diatas 35 tahun.
Eklampsia jarang terjadi pada usia kehamilan dibawah 20 minggu, dapat
meningkat pada kehamilan mola. 4,5
Insiden eklampsia secara keseluruhan relatif stabil, 4-5 kasus /10.000
kelahiran hidup di negara maju. Di negara berkembang, insiden bervariasi
luas antara 6-100/ 10.000 kelahiran hidup.4,5
Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara yang
lain. Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya
pengawasan antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang
cukup, dan penanganan preeklampsia yang sempurna. Di negara-negara
berkembang frekuensi eklampsia berkisar antara 0,3% - 0,7%, sedangkan di
negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05% - 0,1%.4,5

3.

Faktor Risiko Eklampsia


a.
Primigravida atau nullipara, terutama pada umur reproduksi ekstrem, yaitu
b.

c.

d.
e.
f.
g.

remaja < 20 tahun dan umur 35 tahun ke atas.


Multigravida dengan kondisi klinis :
a) Kehamilan ganda dan hidrops fetalis.
b) Penyakit vaskuler termasuk hipertensi esensial kronik dan diabetes
mellitus.
c) Penyakit-penyakit ginjal.
Hiperplasentosis :
a) Molahidatidosa,kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi besar, diabetes
mellitus.
Riwayat keluarga pernah pre-eklamsia atau eklamsia.
Obesitas dan hidramnion.
Gizi yang kurang dan anemi.
Kasus-kasus dengan kadar asam urat yang tinggi, defisiensi kalsium,
defisiensi asam lemak tidak jenuh, kurang antioksidan.5,6

4.

Etiologi Eklampsia

Penyebab eklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara


pasti. Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia eklampsia adalah :
1. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul
lagi pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dijelaskan bahwa pada
kehamilan pertama terdapat pembentukan Blocking Antibodies terhadap
antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak
menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan
berikutnya, pembentukan Blocking Antibodies akan lebih banyak akibat
respos imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.6
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung
adanya sistem imun pada penderita Preeklampsia-Eklampsia :
a) Beberapa

wanita

dengan

Preeklampsia-Eklampsia

mempunyai

komplek imun dalam serum.


b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen
pada Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat
menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi
pada Preeklampsia-Eklampsia, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem
imunologi bisa menyebabkan Preeklampsia-Eklampsia.2
2. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang
pada

kehamilan

normal

meningkat,

aktivasi

penggumpalan

dan

fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin


akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin.
Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan
serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.5
3. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan
terjadinya Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan

Molahidatidosa. Teori ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa


keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.6
4. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron
antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldosteron yang
menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan
Edema.2
5. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia
bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang
menunjukkan peran faktor genetic pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia
antara lain:
a)

Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.

b)

Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekwensi PreeklampsiaEklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita PreeklampsiaEklampsia.

c)

Kecendrungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia-Eklampsia pada


anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan
bukan pada ipar mereka.5

6. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi

yang kurang

mengandung asam lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai


precursor sintesis Prostaglandin akan menyebabkan Loss Angiotensin
Refraktoriness yang memicu terjadinya preeklampsia.6
5.

Kriteria Diagnostik Eklampsia


Diagnosis eklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan laboratorium. Eklampsia ditandai oleh gejala
preeklampsia berat dan kejang
a.
b.
c.

Kejang dapat terjadi dengan tidak tergantung pada beratnya hipertensi


Kejang bersifat tonik-klonik, menyerupai kejang pada epilepsy grand mal
Koma terjadi setelah kejang dan dapat berlangsung lama (beberapa jam).3

Dari pemeriksaan preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan


yaitu;
7

1. Pre-eklampsia Ringan
a. Tekanan darah > 140/90 mmHg atau tekanan darah sistolik naik > 30
mmHg atau kenaikan tekanan darah diastolik > 15 mmHg tetapi <
160/110 mmHg.
b. Edema dan / atau
c. Proteinuria, setelah kehamilan 20 minggu.
2. Pre-eklampsia Berat
6,7
Table
A 1. Gejala dan tanda Pre-eklamsia berat

Gejala
Tanda
gejala-gejala
peningkatan tekanan
disfungsi system
darah yang berat (
saraf pusat (sakit
160/110 mmHg pada 2
kepala berat,
kali pengukuran
penglihatan
dengan jarak
kabur)
setidaknya 6 jam) dan
tidak dalam keadaan
gejala-gejala
his.
peregangan
Edema paru
kapsul hati
(nyeri perut
Pertumbuhan janin
kuadran kanan
intra uterin yang
atas dan/atau
terhambat (IUGR)
epigastrium)

Temuan Laboratorium
Proteinuria (>5
g/24 jam) disertai
kenaikan
kreatinin plasma
Oliguri (< 500
ml/24 jam)
Cedera
hepatoseluler
(kadar
transaminase
serum 2 x
normal)
Ttrombositopenia
(< 100.000
trombosit/mm3)
HHELLP
(Hemolysis,
Elevated Liver
enzymes,Low
Platelet counts)

Apabila pada preeklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal,


skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri daerah epigastrium, mual atau
muntah-muntah sering merupakan petunjuk terjadinya impending eklampsia.

Jika keadaan ini tidak segera ditanggulangi maka akan timbul kejang. Kejang
pada eklampsia dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu:
a.

Tingkat awal atau aura


Keadaan ini berlangsung sekitar 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa
melihat, kelopak mata dan tangan bergetar dan kepala diputar ke kanan
atau ke kiri.

b.

Tingkat kejangan tonik


Berlangsung 30 detik. Pada tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajah
kelihatan kaku, tangan menggenggam dan kaki bengkok ke dalam.
Pernafasan berhenti, wajah menjadi sianotik dan lidah dapat tergigit.
Stadium ini akan disusul oleh tingkat kejangan klonik.

c.

Tingkat kejangan klonik


Berlangsung antara 1-2 menit. Spasme tonik menghilang, semua otot
berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut
membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol.
Dari mulut keluar lidah yang berbusa, wajah menunjukkan kongesti dan
sianotis. Setelah kejang terhenti, pasien bernafas dengan mendengkur.

d.

Tingkat koma
Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara perlahan penderita
biasa menjadi sadar lagi. 3

Gambar 2 Alur Penilaian Klinik1


6.

Patofisiologi Eklampsia
Preeklamsia adalah suatu sindrom yang menyerang seluruh organ pada
ibu hamil. Penyebab dari patofisiologi kelainan yang terjadi (kerusakan
endotel ginjal, otak dan plasenta) karena kelainan dari plasenta, yakni
abnormalitas dari invasi jaringan tropoblas ke dinding rahim ibu saat usia
kehamilan 12-13 minggu. 9,10
Saat kehamilan yang normal, sel endotel dari lamina elastik interna dan
lapisan muscular media dari arteri spiralis menyuplai kebutuhan nutrisi
plasenta dengan digantikan oleh tropoblas dan matriks yang berisi fibrin.
Sehingga suplai arteri spiralis memiliki resistensi yang rendah dan aliran
darah meningkat. Ibu dengan preeklamsia sel ekstravilli tropoblas gagal
berimplantasi ke lapisan desidua, sehingga arteri spiralis masih memiliki
resistensi yang tinggi dan aliran darahnya tidak maksimal, yang berakibat
10

terjadinya hipoperfusi dan hipoksia pada plasenta. Penurunan respon sistem


imun dari ibu yang diakibatkan rendahnya konsentrasi oksigen dan faktor
angiogenik ikut berperan dalam kegagalan invasi dari sel tropoblas itu
sendiri.9,10
Hipoksia maupun hipoperfusi plasenta mengakibatkan pengaktivan faktor
imunologi, yakni pelepasan sitokin dan faktor inflamasi (TNF-) oleh sel
tropoblas, sehingga terjadi kerusakan sel endotel pada ibu. Sel endotel
mempunyai fungsi yang sangat penting, yakni mengatur komposisi cairan
intravaskuler, mencegah koagulasi intravaskuler, mengatur respon imun dan
respon inflamasi serta mengatur kontraksi otot polos vaskuler.9,10,11
Kerusakan endotel inilah yang merupakan patofisiologi dari preeklamsia
(HELLP, kerusakan vaskular dan hipertensi) serta berakibat pada ketidak
seimbangan antara tromboxan dan prostasiclin, yakni menurunkan sensitivitas
prostasiclin dan meningkatkan sekresi tromboxan dan serotonon, kedua hal
ini akan mengaktifkan platelet (prokoagulan) sehingga memicu agregasi serta
menginisiasi sistem renin angiotensin aldosteron (vasokonstriktor) uteroplasenta dan mitogen. Pembuluh darah pasien dengan preeklamsia memiliki
peningkatan permeabilitas dan respon berlebihan terhadap angiotensin II
(vasokonstriktor), sehingga akan mengakibatkan vasospasme dan hipoperfusi
jaringan. Kerusakan endotel juga akan merangsang aktivasi dari neutrofil
untuk melepaskan elastase yang akan memperparah kerusakan sel endotel.
Pasien dengan preeklamsia juga terdapat peningkatan radikal bebas yang akan
merusak sel (terutama sel endotel).9,10
Faktor genetik juga berpengaruh pada terjadinya preeklamsia. Wanita
keturunan pertama dari ibu dengan preeklamsia berisiko terkena preeklamsia.
Suami yang lahir dari ibu dengan preeklamsia juga sering berhubungan
dengan terjadinya preeklamsia pada istrinya.

11

Gambar 3. Dampak dari iskemia plasenta 9

Gambar.4. Kerusakan multi organ yang dapat terjadi pada


preeklamsia. GFR: glomerular filtration rate, ATN:
acute tubular necrosis, SVR: systemic vascular
resistance, AP: arteial pressure, PCWP: pilmonary
capillary wedge pressure, CVP: central venous
pressure. IUGR: intrauterine growth restriction, HT:
hypertensive, LFT: liver funstion test, ARDS: adult
respiratory distress syndrom.9

7.

Penatalaksanaan Eklampsia

12

1.

Gambar 5. Alur penetalaksanaan Eklampsia

Hipertensi dalam Kehamilan tanpa Proteinuria 9

Jika kehamilan < 35 minggu, lakukan pengelolaan rawat jalan:


a. Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria dan kondisi janin
setiap minggu
b. Jika tekanan darah meningkat, kelola sebagai preeklampsia
c. Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin yang
terhambat, rawatdan pertimbangkan terminasi kehamilan
2.

Pre-eklampsia Ringan
Jika kehamilan < 35 minggu dan tidak terdapat tanda perbaikan,
lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan 9:
a. Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria, refleks dan kondisi
b.
c.
d.
e.

janin
Lebih banyak istirahat
Diet biasa
Tidak perlu pemberian obat
Jika tidak memungkinkan rawat jalan, rawat di rumah sakit:
1) Diet biasa
2) Lakukan pemantauan tekanan darah 2 kali sehari, proteinuria 1 kali
sehari
3) Tidak memerlukan pengobatan

13

4) Tidak memerlukan diuretik, kecuali jika terdapat edema paru,


dekompensasi jantung atau gagal ginjal akut
5) Jika tekanan diastolik turun sampai normal, pasien dapat
dipulangkan:
a) Nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda preeklampsia
berat
b) Periksa ulang 2 kali seminggu
c) Jika tekanan diastolik naik lagi rawat kembali
6) Jika tidak terdapat tanda perbaikan tetap dirawat
7) Jika terdapat tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan
terminasi kehamilan
8) Jika proteinuria meningkat, kelola sebagai preeklampsia berat
Jika kehamilan > 35 minggu, pertimbangkan terminasi kehamilan
f. Jika serviks matang, lakukan induksi dengan Oksitosin 5 IU dalam 500
ml RingerLaktat/Dekstrose 5% IV 10 tetes/menit atau dengan
prostaglandin
g. Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau
kateter Foley,atau lakukan terminasi dengan bedah Caesar
3.

Pre-eklampsia Berat dan Eklampsia


Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali
bahwa persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang
pada eklampsia.9,10
Tujuan dari terapi eklampsia yaitu :
a.Menghentikan berulangnya serangan kejang
b.Menurunkan tensi, dengan vasosporus.
c.Mengusahakan hemokonsentrasi
d.Mengusahakan supaya O2 cukup dengan mempertahankan kebebasan
jalan nafas.
Pengelolaan kejang meliputi:
a. Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
b. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap
lendir, masker oksigen,oksigen)
c. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
d. Aspirasi mulut dan tenggorokan
e. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk
mengurangi risiko aspirasi

14

f. Berikan O2 4-6 liter/menit


Penanganan umum meliputi :
a. Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai
tekanan diastolic antara 90-100 mmHg
b. Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
c. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
d. Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan
proteinuria
e. Infus cairan dipertahankan 1.5 - 2 liter/24 jam
f. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin
g. Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam
h. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi
merupakan tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan
pemberian cairan dan berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg IV)
i. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak
terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati
j. Anti konvulsan
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan
mengatasi kejang pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain
adalah Diazepam, dengan risiko terjadinya depresi neonatal.
Table 2. Magnesium Sulfate untuk Preeklampsia dan eklampsia

15

Pemberian MgSO4 dihentikan bila terdapat tanda-tanda keracunan


yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung
terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan
kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10 U
magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis
menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi
kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian
jantung.11,12
Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat :
a.

Hentikan pemberian magnesium sulfat

b.

Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV


dalam waktu 3 menit.

c.

Berikan oksigen.

d.

Lakukan pernapasan buatan.


Diazepam digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian

MgSO4 tidak dipenuhi. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada
perbaikan, rawat di ruang ICU.
Tabel 3. Diazepam untuk Preeklampsia dan eklampsia

k. Diuretika
Diuretika antepartum : Manitol, Diuretika postpartus :
Spironolakton, Furosemid (40mg/I.M). Diuretikum tidak diberikan
kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau
edema anasarka.14

l. Anti hipertensi

16

Obat-obat anti hipertensi diberikan jika tekanan darah sistolik >


160 mmHg, diastolik > 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara
bertahap. Obat pilihan adalah Nifedipin, yang diberikan 5-10 mg oral
yang dapat diulang sampai 8 kali/24 jam.4 Jika respons tidak membaik
setelah 10 menit, berikan tambahan 5 mg Nifedipinsublingual. Dapat
juga diberikan adrenolitik sentral :15-17
- Dopamet 3 x 125 500 mg
- Catapres drip 0,3 mg/500ml D5/6 jam. Oral 3 x 0,1 mg/hari.
Pada post partum dapat diberikan ACE inhibitor :
-.

Captopril 2 x 2,5-25 mg Ca

m. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung,
diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
n. Lain-lain
a. Antipiretik, jika suhu > 38,5 0C
b. Antibiotik
c. Analgetik
d. Anti agregasi platelet : Aspilet 1 x 80 mg/hari syarat
trombositopeni (< 60.000/cmm)
Sikap persalinan pada eklampsia
1. Sikap dasar pengelolaan eklampsia : semua kehamilan dengan eklampsia
harus diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan
keadaan janin. Berarti sikap terhadap kehamilannya adalah aktif.
2. Saat pengakhiran kehamilan ialah bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan)
hemodinamika dan metabolisme ibu.
3. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya : 4-8 jam, setelah salah satu atau
lebih keadaan, yaitu setelah :
a. Pemberian obat anti kejang terakhir
b.

Kejang terakhir

c. Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir

17

d.

Penderita mulai sadar (dapat dinilai dari Glasgow-Coma-Scale yang


meningkat).

Cara persalinan
Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap
kehamilannya, maka dipilih cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat
tersebut. Perawatan pascapersalinan :
a. Tetap dimonitor tanda vital
b. Pemeriksaan laboratorium lengkap 24 jam pascapersalinan.
Penanganan obstetrik
1. Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan
pada eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul
2. Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 6 jam
(pada eklampsia), lakukan bedah Caesar
3. Jika bedah Caesar akan dilakukan, hal-hal yang perlu diperhatikan antara
lain:
a. Tidak terdapat koagulopati. (koagulopati merupakan kontra indikasi
anestesi spinal).
b. Anestesia yang aman / terpilih adalah anestesia umum untuk
eklampsia dan spinal untuk PEB. Dilakukan anestesia lokal, bila
risiko anestesi terlalu tinggi.
4. Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi dengan
Oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml Dekstrose 10 tetes/menit atau dengan cara
pemberian prostaglandin /misoprostol
Pada post partum anti konvulsan tetap diteruskan sampai 24 jam
postpartum atau kejang yang terakhir Terapi hipertensi diteruskan jika
tekanan diastolik masih > 90 mmHg dan jumlah urin dipantau.
8.

Komplikasi Eklampsia
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin, usaha utama
ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Berikut

18

adalah beberapa komplikasi yang ditimbulkan pada preeklampsia berat dan


eklampsia 17
1. Solutio Plasenta, Biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut
dan lebih sering terjadi pada preeklampsia.
2. Hipofibrinogemia, Kadar fibrin dalam darah yang menurun.
3. Hemolisis, Penghancuran dinding sel darah merah sehingga menyebabkan
plasma darah yang tidak berwarna menjadi merah.
4. Perdarahan Otak Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian
maternal penderita eklampsia
5. Kelainan mata, kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung
selama seminggu.
6. Edema paru, pada kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena penyakit
jantung.
7. Nekrosis hati, nekrosis periportan pada preeklampsia, eklamsi merupakan
akibat vasopasmus anterior umum. Kelainan ini diduga khas untuk
eklampsia.
8. Sindrome Hellp, Hemolysis, elevated liver enymes dan low platelete.
9. Kelainan

ginjal,

kelainan

berupa

endoklrosis

glomerulus,

yaitu

pembengkakkan sitoplasma sel endotial tubulus. Ginjal tanpa kelainan


struktur lain, kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal
ginjal.
10. Komplikasi lain, lidah tergigit, trauma dan faktur karena jatuh akibat
kejang-kejang preumania aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascular
Coogulation)
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uteri.

19

Anda mungkin juga menyukai