Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Intubasi Endotrakeal
Tindakan pembedahan terutama yang memerlukan anestesi umum
diperlukan teknik intubasi endotrakeal. Intubasi endotrakeal adalah suatu tehnik
memasukkan suatu alat berupa pipa ke dalam saluran pernafasan bagian atas.9
Tujuan dilakukannya intubasi endotrakeal untuk mempertahankan jalan
nafas agar tetap bebas, mengendalikan oksigenasi dan ventilasi, mencegah
terjadinya aspirasi lambung pada keadaan tidak sadar, tidak ada refleks batuk
ataupun kondisi lambung penuh, sarana gas anestesi menuju langsung ke trakea,
membersihkan saluran trakeobronkial. 9
Komplikasi akibat intubasi endotrakeal antara lain nyeri tenggorok, suara
serak, paralisa pita suara, edem laring, laring granuloma dan ulser, glottis dan
subglotis granulasi jaringan, trachealstenosis, tracheamalacia, tracheoesophagial
fistula.9,10
Pipa endotrakeal digunakan untuk menghantarkan gas anestesi langsung
ke trakea dan memfasilitasi ventilasi dan oksigenasi. Pipa endotrakeal terbuat dari
plastik Polyvinyl Chlorida yang merupakan cetakan dari bentukan jalan nafas.
Bahan dari ETT harus bersifat radioopaq untuk mengetahui posisi ujung distal ke
karina dan transparan agar dapat dilihat sekresi atau aliran udara yang dibuktikan
oleh adanya pengembungan uap air pada lumen pipa selama ekshalasi. Pipa
Murphy memiliki lubang (Murphy eye) untuk menurunkan resiko oklusi bagian
bawah pipa yang berbatas langsung dengan carina atau trakea.9,10

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1 : Murphy Tracheal tube


(Morgan Clinical Anesthesiology)

Faktor dari pipa endotrakeal seperti ukuran pipa endotrakeal, desain pipa
endotrakeal, desain kaf pipa endotrakeal, tekanan intrakaf, lubrikasi pipa
endotrakeal, zat aditif bahan pembuat pipa endotrakeal, pasien batuk saat masih
memakai pipa endotrakeal, suctioning faring yang berlebihan selama ekstubasi,
insersi pipa lambung (NGT), bahan pembersih pipa endotrakeal yang digunakan
dapat menyebabkan nyeri tenggorok dan suara serak.2,11,12,13
Keterampilan pelaku intubasi seperti intubasi yang dilakukan oleh orang
yang belum berpengalaman sering menyebabkan trauma pada bibir sering terjadi
di sisi kanan bibir atas terjepit diantara bilah laringoskop dan gigi atas.
Keberhasilan intubasi pada laringoskopi pertama juga dikatakan mempengaruhi
insiden komplikasi intubasi endotrakeal. Kesulitan intubasi / intubasi berulang
mempengaruhi timbulnya komplikasi intubasi endotrakeal. Pada pasien dengan
kesulitan intubasi, penatalaksanaan jalan napas menjadi lebih sulit sehingga lebih
mudah terjadi cedera pada jalan napas yang menyebabkan nyeri tenggorok.
Prosedur intubasi dengan menekankan krikoid selama laringoskopi memfasilitasi
visualisasi pita suara sehingga manuver ini bisa membantu menghindari
kerusakan sekitar pita suara yang disebabkan oleh intubasi yang dipaksakan.1,11,12

Universitas Sumatera Utara

2.2 Nyeri Tenggorok Akibat Intubasi Endotrakeal


Nyeri tenggorok akibat intubasi endotrakeal termasuk urutan ke-8 pada
daftar hasil akhir akibat operasi yang paling dihindari oleh pasien akibat mual,
tersadar selama operasi, batuk saat masih dengan pipa endotrakeal, menggigil,
muntah, kelemahan yang tersisa dan somnolen. Komplikasi minor ini belum dapat
dicegah sepenuhnya dan masih dicari cara penanganannya. Walaupun bukan suatu
yang gawat dan tidak menimbulkan kecacatan, nyeri tenggorok ini bisa menjadi
keluhan utama jika nyeri pada luka operasi bisa terkontrol dengan baik.
Komplikasi ini bisa menyebabkan ketidakpuasan dan ketidaknyamanan pasien
serta bisa memperlambat kembalinya aktifitas rutin pasien akibat pulang dari
rumah sakit.2
Nyeri tenggorok akibat intubasi endotrakeal adalah nyeri inflamasi yang
menyebabkan rasa tidak nyaman, rasa gatal di tenggorok dan dapat menimbulkan
rasa sakit pada saat menelan akibat intubasi endotrakeal. Hal ini terjadi karena
trauma pada tonsil, faring, lidah, laring dan trakea. Pada keluhan nyeri tenggorok
yang terjadi adalah trauma mukosa trakea akibat intubasi endotrakeal.1
Trauma merupakan faktor etiologi yang penting pada nyeri tenggorok dan
suara serak akibat intubasi, dan ditemukan adanya edema dan memar tenggorok
pada penderita yang mengeluh nyeri tenggorok akibat intubasi. Tenggorok dapat
luka waktu intubasi karena manipulasi. Trauma dapat terjadi waktu laringoskopi
langsung dan intubasi yang dilakukan karena kurang relaksasi otot. Sebab lain
trauma faring mungkin disebabkan karena pergeseran yang berlebihan antara pipa
endotrakeal dan mukosa faring. Gerakan kepala yang berlebihan ini dihubungkan
dengan lokasi pembedahan di kepala dan leher.1,14
Patofisiologi nyeri tenggorok dan suara serak disebabkan oleh berbagai
faktor yaitu:
1. Laringoskopi, pemasangan pipa lambung atau suctioning yang bersifat
traumatik yang bisa melukai mukosa faring-laring. 2, 14

Universitas Sumatera Utara

2. Tekanan intrakaf dan desain kaf mengurangi perfusi kapiler mukosa trakea
sehingga menyebabkan iskemia pada mukosa trakea.2
RD Seegobin dalam tulisannya menilai aliran darah mukosa trakea dalam
hubungannya dengan tekanan kaf yang berbeda. Pada tekanan diatas 30
cmH2O sudah cukup menyebabkan perubahan histologi pada mukosa
trakea. Pada tekanan 30 cmH2O mukosa anterior di atas cincin trakea
lebih merah dibandingkan daerah interkartilago yang artinya sudah ada
daerah yang iskemik sehingga dapat menyebabkan nyeri tenggorok.
Dipertimbangkan 20 cmH2O dapat dibuat menjadi batas bawah tekanan
kaf untuk dewasa.
Kaf yang high pressure memiliki hubungan dengan iskemik dan kerusakan
mukosa trakea sehingga kurang cocok untuk intubasi yang lama.
Keuntungan dari kaf low pressure yaitu tekanan yang kira-kira sama
dengan tekanan pada dinding trakeal sehingga dengan pemantauan tekanan
kaf maka tekanan dinding trakeal dapat diatur sesuai dengan tekanan kaf
sehingga tipe ini lebih dianjurkan dalam pemakaiannya karena kurang
menyebabkan kerusakan mukosa trakea. 15,16
3. Kontak pipa endotrakeal dengan pita suara dan dinding faring bagian
posterior serta jaringan disekitarnya bisa mengakibatkan iritasi atau trauma
pada tonsil, faring, laring atau trakea.2,17
Difusi Nitrous Oxide (N 2 O) ke dalam kaf

pipa endotrakeal

mengakibatkan peningkatan tekanan intrakaf. Tekanan intrakaf

yang

berlebihan akan mengganggu perfusi mukosa meyebabkan kerusakan


trakea sehingga menimbulkan nyeri tenggorok. 18

Universitas Sumatera Utara

2.3 Suara serak


Definisi suara serak menggambarkan kelainan memproduksi suara ketika
mencoba berbicara, atau ada perubahan nada suara. Suaranya terdengar lemah,
terengah-engah, kasar dan serak.
Pada intubasi endotrakeal trauma pada laring menyebabkan inflamasi
laring sehingga menyebabkan suara serak. Peningkatan tekanan kaf karena difusi
N 2 O juga memberikan kontribusi terhadap kerusakan pita suara, terutama jika
posisi kaf tepat di bawah pita suara. Kompresi kaf pipa endotrakeal terhadap
nervus laringeus rekurens ke lamina kartilago tiroid. Posisi dari kaf pipa
endotrakeal tepat di bawah atau mengenai pita suara dapat meningkatkan insiden
tersebut. 1
Penyebab timbulnya suara serak salah satunya adalah paralisis pita suara.
Paralisis pita suara dapat terjadi bilateral atau unilateral. Paralisis pita suara yang
unilateral dapat menjadi penyebab terjadinya suara serak yang menetap akibat
ekstubasi. Paralisis pita suara bilateral dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas
atas. Paralisis pita suara ini berhubungan dengan timbulnya suara serak , yang
biasanya muncul segera setelah operasi. Biasanya paralisis pita suara terjadi
sekunder dari cedera nervus laringeus rekurens.1

2.4 Faktor yang mempengaruhi dan patofisiologi nyeri tenggorok dan suara
serak akibat intubasi endotrakeal.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya nyeri tenggorok dan suara serak
yaitu:
1. Jenis kelamin.
Dari beberapa penelitian didapatkan insiden pada wanita lebih besar
daripada laki-laki. Hal ini disebabkan karena lapisan mukosa pada wanita
lebih tipis sehingga lebih mudah mengalami edema.1,14,19
2. Umur.

Universitas Sumatera Utara

Semakin bertambahnya umur kemungkinan timbulnya kelainan atau


penurunan fungsi organ tubuh makin meningkat, seperti adanya diabetes
mellitus atau penyakit vaskuler. Berdasarkan penelitian Ahmed dkk
mendapatkan bahwa insiden nyeri tenggorok lebih sering ditemukan pada
usia yang lebih tua (>60 tahun) daripada usia di bawahnya (18-60
tahun).1,13
3. Pasien dengan penyakit kronis yang berat
Pada hal ini terjadi penurunan perfusi jaringan, sehingga intubasi pada
pasien ini mudah sekali mengalami trauma jaringan, mudah terjadi
nekrosis dan ulserasi jaringan.1,20,21
4. Kebiasaan merokok.
Merokok meningkatkan resiko terjadinya komplikasi jalan nafas pada
pasien akibat operasi.1,22
5. Hal - hal yang berhubungan dengan intubasi endotrakeal seperti prosedur,
intubasi, keterampilan pelaku intubasi, kesulitan intubasi, pipa endotrakeal
dan obat -obatan anestesi.1,11,13,21
6. Faktor pembedahan.
Christensen dkk melaporkan insiden nyeri tenggorok lebih besar akibat
operasi tiroid disebabkan oleh pergerakan yang lebih besar dan pipa
endotrakeal dalam trakea.2,13,19,20,22

2.5. Pencegahan Nyeri Tenggorok dan Suara Serak Akibat Intubasi


Endotrakeal.
Berbagai macam usaha pencegahan telah dilakukan baik nonfarmakologik
maupun farmakologik untuk mengurangi insiden dan derajat nyeri tenggorok dan
suara serak dengan hasil yang bervariasi.
Metode nonfarmakologik yang dilakukan untuk mengurangi insiden nyeri
tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal seperti
1. Menghindari trauma baik yang terjadi pada saat laringoskopi, intubasi, dan
selama pipa endotrakeal terpasang maupun pada saat ekstubasi.

Universitas Sumatera Utara

Trauma yang timbul karena pergeseran pipa yang berlebihan dengan


mukosa jalan nafas mungkin dapat dikurangi dengan memakai pipa
endotrakeal yang licin, pipa endotrakeal sesuai ukuran, dan fiksasi pipa
endoktrakeal

yang baik, tidak menggunakan stylet,

dan mencegah

ekstensi atau fleksi kepala dan leher yang berlebihan. 2,11,12,13


2. Tekanan kaf yang menetap dan kuat pada dinding trakea dapat dicegah
dengan kaf tekanan rendah yang diinflasi di bawah kartilago krikoid.
Kaf harus dikempiskan tiap jam dan pipa endotrakeal yang digunakan
tidak terlalu besar sehingga iskemia yang timbul pada dinding trakea dapat
dicegah.2,15,16,17,18
3. Sebelum ekstubasi suctioning orofaring dengan hati-hati, meminimalkan
tekanan intrakaf dan ekstubasi apabila kaf pipa endotrakeal benar-benar
kempes.2,11,12
4. Untuk pasien perokok berat perlu persiapan pra anastesi yang baik karena
komplikasi pada jalan nafas atas, insidennya 6 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tidak merokok.1,20,21
5. Intubasi endotrakeal dilakukan oleh orang yang berpengalaman.1,13
Metode farmakologik yang dilakukan untuk mengurangi insiden nyeri
tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal seperti :
1. Menghindari pemakaian obat-obat premedikasi golongan antikolinergik,
karena dapat menyebabkan berkurangnya sekresi kelenjar sehingga
mukosa tenggorok menjadi lebih kering. Memperhatikan kelembaban gas
anestesi karena jika kelembabannya kurang dapat mengakibatkan
keringnya mukosa.1
2. Menghindari pemakaian pelumas maupun semprot yang mengandung
lidokain dengan tujuan untuk mengurangi trauma waktu intubasi.
Beberapa peneliti menganjurkan untuk menghindari pemakaian pelumas
maupun semprot yang mengandung lidokain karena lidokain spray
mengandung adiktif etanol dan mentol yang bisa menyebabkan nyeri
tenggorok dan tidak ada kemampuan antiinflamasi intrinsik. Christine

Universitas Sumatera Utara

menganjurkan untuk mengurangi insiden nyeri tenggorok dan suara serak


sebaiknya tidak digunakan pelumas.1,23,24,25

3. Menggunakan obat pelumpuh otot saat intubasi endotrakeal. Hal yang


perlu diperhatikan yaitu bila pasien mengedan/melawan pada saat pipa
endotrakeal terpasang perlu induksi yang cukup sebelum intubasi,
pemberian pelumpuh otot yang adekuat sehingga relaksasi penuh pada
waktu intubasi dan selama pemeliharaan. Combes dkk mendapatkan
penggunaan pelumpuh otot untuk intubasi endotrakeal mengurangi insiden
keluhan efek samping jalan nafas atas dan membuat kondisi intubasi lebih
bagus. Pada penelitian yang lain insiden dan derajat nyeri tenggorok tidak
berbeda secara signifikan antara penggunaan pelumpuh otot suksinilkolin,
rokuronium dan atrakurium.2,24,26

2.6. Penilaian Nyeri Tenggorok dan Suara Serak


Penilaian nyeri tenggorok dapat dilakukan dengan anamnesis secara
langsung maupun tidak langsung, atau dari keluhan spontan penderita postoperative. Penilaian dapat dilakukan dengan Visual Analogue Score (VAS). Skala
yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948 yang merupakan
skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak ada nyeri dan
akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta untuk membuat tanda
digaris tersebut untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan. Penggunaan skala
VAS lebih gampang, efisien dan lebih mudah dipahami oleh penderita
dibandingkan dengan skala lainnya.VAS juga secara metodologis kualitasnya
lebih baik, dimana juga penggunaannya mudah hanya menggunakan beberapa
kata sehingga kosa kata tidak menjadi permasalahan.Willianson dkk juga
melakukan kajian pustaka atas tiga skala ukur nyeri dan menarik kesimpulan
bahwa VAS secara statistik paling kuat rasionya karena dapat menyajikan data
dalam bentuk rasio. Nilai VAS antara 1 4 cm dianggap sebagai tingkat nyeri
yang rendah dan digunakan sebagai target untuk tatalaksana analgesia. Nilai VAS

Universitas Sumatera Utara

> 4 dianggap nyeri sedang menuju berat sehingga pasien merasa tidak nyaman
sehingga perlu diberikan obat analgesik penyelamat (rescue analgetic). 27,28

Gambar 2. Visual Analogue Score


(Williamson A, a review of three commonly used Visual Analogue Score)

Derajat Nyeri Tenggorok Akibat Intubasi Endotrakeal.2


Nilai 0 :

Tidak ada nyeri tenggorok (VAS 0).

Nilai 1 :

Nyeri tenggorok ringan adalah dijumpai nyeri tenggorok, rasa tidak


nyaman,

gatal di tenggorok namun tidak nyeri saat menelan

(VAS 1 3).
Nilai 2 :

Nyeri tenggorok sedang adalah dijumpai nyeri tenggorok dan nyeri


saat menelan (VAS 4 6).

Nilai 3 :

Nyeri tenggorok berat adalah dijumpai nyeri tenggorok disertai susah


atau tidak dapat menelan (VAS 7 10).

Penilaian terhadap suara serak :1


Nilai 0 : Tidak didapatkan suara serak.
Nilai1 : Suara serak ringan hanya dirasakan oleh penderita, namun tidak terdengar
oleh pemeriksa.
Nilai 2 : Suara serak sedang dapat didengar oleh pemeriksa.

Universitas Sumatera Utara

Nilai 3 : Suara serak berat yaitu afonia

2.7. Ketamin
Ketamin merupakan molekul yang larut dalam air dengan pKa 7,5.
Ketamin tersedia dalam larutan cair dengan konsentrasi 1%, 5% dan 10% dan
mengandung pengawet benzetonium klorida. Molekul ketamin mengandung atom
karbon asimetrik sehingga mengakibatkan adanya 2 isomer optikal yaitu S(+) dan
R(-) isomer dalam jumlah yang seimbang dan saling berhubungan dengan
rangsangan yang spesifik. Isometri yang S(+) menghasilkan analgesia yang 2 3
kali lebih poten, kesadaran lebih cepat, dan lebih rendahnya insiden reaksi
terbangun dibandingkan isomer R(-). Kedua isometri ketamin mampu
menghalangi pengambilan kembali katekolamin ke saraf simpatik postganglion.

2.7.1. Farmakokinetik
Pada pemberian intravena, mulai masa kerja adalah dilihat dalam 30 detik,
1- 5 menit jika disuntikkan intramuskuler, 5 10 menit per nasal dan 10 15
menit per oral. Masa kerja ketamin biasanya berlangsung 30 45 menit bila
diberi intravena, per nasal 45 60 menit, dan 1 2 jam akibat pemberian peroral.
Ikatan ketamin dengan protein plasma tidak bermakna dan dengan cepat
meninggalkan darah untuk didistribusikan ke jaringan. Pada awalnya ketamin
didistribusikan ke jaringan dengan perfusi yang tinggi seperti otak, dengan
konsentrasi puncaknya sekitar 4-5 kali konsentrasi dalam darah. Ketamin
diredistribusi dari otak dan jaringan dengan tingkat perfusi tinggi ke jaringan
dengan perfusi yang rendah seperti otot dan lemak. Metabolisme ketamin di hepar
secara ekstensif oleh enzim sitokrom P-450 melalui proses demetilasi membentuk
norketamin. Metabolit ini mempunyai potensi 1/3-1/5 ketamin dan dapat
menyebabkan pemanjangan efek ketamin terutama bila diberikan secara dosis
bolus berulang atau infus kontinyu. Ketamin mempunyai rasio pengambilan obat

Universitas Sumatera Utara

oleh hepar yang tinggi 1 L/menit dan volume distribusi yang besar 3 L/kgBB yang
menyebabkan waktu paruh yang singkat 2 3 jam, sehingga perubahan aliran
darah hepar dapat mempengaruhi kecepatan bersihan ketamin. Produk
hidroksinorketamin terkonjugasi dengan derivat glukoroid menjadi senyawa yang
tidak aktif dan larut dalam air selanjutnya diekskresikan melalui ginjal.2,29,30,31

2.7.2. Mekanisme Kerja


Ketamin berinteraksi dengan reseptor NMDA, merupakan neurotransmiter
pemacu terbesar dalam Susunan Saraf Pusat. Ketamin juga dilaporkan dapat
berinteraksi dengan reseptor opioid yakni antagonis pada reseptor mu, delta dan
agonis pada reseptor kappa. Toleransi silang antara ketamin dan opioids suatu
reseptor umum untuk induksi analgesia ketamin. Efek antinosiseptif mungkin juga
akibat penghambatan jalur monoaminergik. Fakta bahwa ketamin menghasilkan
gejala

antikolinergik

(delirium,

bronkodilatasi,

reaksi

simpatomimetik)

menunjukan bahwa ketamin menyebabkan efek antagonis pada reseptor


muskarinik. Ketamin pada konsentrasi subanestetik merupakan analgetik poten.
Efek anestesia ketamin secara parsial dapat dihilangkan oleh obat-obat
antikolinesterase. 2,29,30,31

2.7.3. Efek Ketamin pada Berbagai Organ


Efek pada Sistem Saraf Pusat yaitu ketamin dapat menimbulkan anestesia
disosiatif yang ditandai dengan katatonia, amnesia dan analgesia. Pasien yang
mendapat ketamin tampaknya berada pada status kataleptik, dimana pasien akan
mendapatkan analgesia yang kuat namun matanya tetap terbuka dan refleks
kornea, batuk dan menelan yang masih positif. Efek amnesianya tidak sekuat
benzodiazepin. Kelarutan lemak yang sangat tinggi membuatnya dapat melewati
sawar darah otak dengan cepat. Ditambah lagi dengan peningkatan aliran darah
otak yang disebabkan oleh ketamin dapat memfasilitasi penghantaran obat dan
meningkatkan kecepatan tercapainya konsentrasi dalam otak yang tinggi. Ketamin
meningkatkan konsumsi oksigen serebral (CMRO2), aliran darah otak dan
tekanan intrakranial. Namun pada penelitian-penelitian terbaru dilaporkan adanya

Universitas Sumatera Utara

efek neuroprotektif dari ketamin. Efek ketamin pada sistem kardiovaskular yaitu
ketamin

memperlihatkan

stimulasi

kardiovaskular

akibat

sekunder

dan

perangsangan langsung dari sistem saraf simpatis, pelepasan katekolamin dan


hambatan pengambilan kembali norepinefrin. Induksi anestesia dengan ketamin
memperlihatkan peningkatan tekanan darah, denyut jantung dan curah jantung.
Perubahan variabel hemodinamik ini menyebabkan kerja jantung dan konsumsi
oksigen jantung meningkat. Pemberian obat golongan benzodiazepin sebagai
premedikasi dapat mengurangi efek ketamin pada sistem kardiovaskular. Efek
ketamin pada sistem respirasi yaitu ketamin mempunyai efek yang minimal
terhadap pusat pernapasan. Ketamin adalah bronkodilator poten, menjadikannya
sebagai agen induksi yang baik untuk pasien asma bronkial. Ketamin untuk
induksi dan pemeliharaan anestesia yaitu pasien dengan resiko tinggi dengan
gangguan respirasi (gangguan jalan napas bronkospastik) dan kardiovaskular
(gangguan hemodinamik baik akibat hipovolemia atau kardiomiopati, bukan
penyakit arteri koroner), merupakan sebagian besar kandidat untuk induksi cepat
ketamin. Ketamin untuk sedasi dan analgesia yaitu ketamin yang diberikan secara
oral atau intranasal cukup berhasil untuk premedikasi anestesia yang memberikan
efek sedasi dan analgesia yang memuaskan. Premedikasi ketamin intranasal dosis
3mg/kgBB memberikan efek sedasi dalam waktu 10 15 menit. Dosis ketamin
intranasal untuk mengobati nyeri sedang sampai berat rerata 1/6 dosis induksi
ketamin intravena. Mula kerja ketamin intranasal 2 10 menit dan lama kerja 60
90 menit. Pemberian ketamin intranasal ini juga terbukti mengurangi nyeri
dengan cepat, aman dan efektif. Ketamin dosis kecil (dosis subanestetik) secara
intravena dengan dosis 0,1- 0,5mg/kgBB atau intramuskuler 2-4 mg/kgBB dapat
mengurangi nyeri akibat pembedahan. Saat ini ketamin dengan dosis subanestetik
merupakan pilihan ketiga akibat obat golongan opioid dan NSAID untuk
mengatasi nyeri akibat pembedahan.2,29,30,31

Universitas Sumatera Utara

2.7.4 Ketamin Kumur Untuk Mencegah Nyeri Tenggorok dan Suara Serak
Akibat Intubasi Endotrakeal.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa ketamin memegang peranan
sebagai protektif terhadap lung injury, karena kemampuan antiinflamasi yang
dimilikinya. Ketamin bekerja dengan mengurangi aktifitas TNF kappa B,
mengurangi produksi TNF-alpa dan mengurangi sintesis nitric oxide. Penelitian
Zhu dkk pada binatang yang menderita asma mendapatkan bahwa inhalasi
ketamin mengurangi beberapa komponen sentral dan inflamasi. Penelitian Zhu
dkk pada tikus yang lain melaporkan efek protektif

ketamin pada trauma

inflamasi jalan napas yang disebabkan oleh alergen dan reaktifitas jalan napas
yang tinggi pada asma. Penelitian pada pemberian ketamin secara nasal, oral dan
rektal juga diyakini bahwa penggunaan lokal obat ini efektif dan memungkinkan.2
Saat ini ada peningkatan jumlah data eksperimental yang menunjukan
bahwa reseptor NMDA ditemukan tidak hanya di Sistem Saraf Pusat tetapi juga
di saraf perifer. Penelitian eksperimental menunjukkan bahwa pemberian secara
perifer antagonis reseptor NMDA seperti ketamin melibatkan kaskade
antinosisepti dan antiinflamasi.2
Berkaitan dengan potensi efek protektif dan efek anti inflamasi yang
dimiliki ketamin, Cabay dkk melakukan penelitian pada populasi orang Turkey
untuk mengurangi nyeri tenggorok dan mendapatkan bahwa berkumur dengan
ketamin kumur efektif mengurangi insiden dan derajat nyeri tenggorok. Walaupun
mekanisme yang pasti dari ketamin kumur ini belum diketahui, namun diduga
karena efek anitinflamasi dan analgetik yang dimiliki ketamin. Dalam penelitian
ini dosis ketamin yang digunakan adalah 40 mg yang diencerkan dengan NaCl
0,9% sebanyak 30 ml.2

Universitas Sumatera Utara

2.8. Aspirin (Asam Asetil Salisilat)


Ilmuwan Yunani Hipokrates menulis pada abad ke 5 sebelum Masehi
mengenai sejenis serbuk berasa pahit berasal dan kulit pohon yang dapat
mengurangi sakit dan nyeri dan menurunkan demam. Sintesis dan aspirin
digolongkan dan reaksi ester, dimana golongan alkohol dan asam salisilat bereaksi
dengan asam (acetyl anhydride) membentuk ester. Asam salisilat sangat iritatif,
sehingga hanya digunakan sebagai obat luar. Aspirin digunakan sebagai
analgesik, antipiretik dan antiinflamasi. Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan
efektif sebagai antipiretik. Aspirin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg untuk
anak-anak dan 500 mg untuk dewasa. Di luar negeri terdapat sediaan soluble
aspirin 300 mg dan dapat digunakan sebagai obat kumur. Dosis obat kumur untuk
dewasa 300-600 mg setiap 6 jam.5,32,33

2.8.1 Farmakokinetik
Secara umum, dosis oral solid aspirin diabsorbsi sebesar 80-100%.
Larutan air dan aspirin atau salisilat lainnya secara oral memperlihatkan absorbsi
yang sempurna. Salisilat terdeteksi di serum selama 5-30 menit akibat pemberian
secara oral dengan bentuk yang cepat diserap (larutan air, uncoated tablet) dengan
konsentrasi puncak antara 1-3 jam dan menetap 3-6 jam. Pada pemberian obat
kumur aspirin memiliki waktu paruh 8-12 jam. Melalui pemberian secara rectal
aspirin suposituria, efek antipiretik secara umum dimulai antara 1-2 jam dengan
puncak 4-5 jam dan menetap 4 jam atau lebih.5,33

2.8.2. Mekanisme Kerja Aspirin


Keefektifan
menghambat

aspirin

biosintesis

terutama
prostaglandin,

disebabkan
kerjanya

oleh

kemampuannya

menghambat

enzim

siklooksigenase secara menetap yang mengkatalisis perubahan asam arakidonat


menjadi senyawa endoperoksida (prostaglandin dan tromboksan). Reaksi
siklooksigenase dihambat oleh obat-obat antiinflamasi nonsteroid, terdapat 2

Universitas Sumatera Utara

siklooksigenase (COX 1 dan COX2). Aspirin jauh lebih kuat menghambat COX1
dibandingkan dengan COX2.5
2.8.3. Efek Aspirin sebagai Analgesia dan Antiinflamasi
Efek analgesia aspirin adalah hasil dari penghambatan sintesis
prostaglandin. Prostaglandin tampaknya mensensitisasi reseptor nyeri terhadap
stimulasi mekanik atau mediator kimia lainnya seperti bradikinin, histamin. Efek
analgesia salisilat berperan terutama di perifer. Efek antiinflamasi aspirin dapat
bekontribusi terhadap efek analgesia. Efek antiinflamasi salisilat dapat berperan
dalam menghambat sintesa prostaglandin dan dikeluarkan selama proses
inflamasi. Efek antiinflamasi salisilat dan antiinflamasi nonsteroid lainnya secara
umum

menunjukkan

secara

positif

berkorelasi

dengan

kemampuannya

menghambat sintesis prostaglandin. Selain menghambat sintesis prostaglandin,


aspirin juga menghambat perlekatan mediator kini sistem kalikrein, akibatnya
aspirin menghambat perlekatan granulosit pada pembuluh darah yang rusak.
Menstabilkan

membrane

lisosom,

dan

menghambat

migrasi

leukosit

polimorfonuklear dan makrofag ke tempat peradangan. Meskipun aspirin dan


salisilat lainnya menghambat siklooksigenase dan oleh karenanya menurunkan
produksi prostaglandin, nampaknya tidak menghambat pembentukan leukotrien.
Peran yang pasti dari leukotrien pada inflamasi belum terungkap sepenuhnya
namun berkontribusi tehadap respon inflamasi. Penghambatan sikloosigenase oleh
aspirin dan salisilat lainnya, selama menurunkan sintesis prostaglandin, dapat
menghasilkan peningkatan formasi leukotrien. Prostaglandin ada di jaringan dan
cairan tubuh, dan mempunyai efek yang bermacam-macam terhadap pembuluh
darah, ujung saraf dan terhadap set yang terlibat dalam inflamasi. Prostaglandin
ini memudahkan vasodilatasi dengan mengaktifkan adenilsiklase. Pada kondisi
demam, PGE1 dan PGE2 meningkatkan suhu tubuh. Pirogen melepaskan
interleukin 1 yang memacu sintesis dan pelepasan PGE2. Sintesis ini dihambat
oleh aspirin. Pada neurotransmisi, senyawa PGE2 menghambat pelepasan
norepinefrin dan ujung-ujung saraf simpatis presinaptik, kemudian obat-obat
antlinflamasi nonsteroid meningkatkan pelepasan norepinefrin. Vasokonstriksi
yang terjadi akibat pengobatan dengan penghambat siklooksigenase disebabkan

Universitas Sumatera Utara

peningkatan pelepasan norepinefrin serta hambatan terhadap sintesis vasodilator


endotel (PGE2 dan PGI2). 5,34
2.8.4. Efek Aspirin Terhadap Berbagai Organ
Efek aspirin terhadap pernafasan yaitu salisilat merangsang pernafasan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan dosis tinggi salisilat
mempertinggi konsumsi oksigen dan produksi CO 2 . Peninggian PCO 2 akan
merangsang pernafasan sehingga pengeluaran CO 2 melalui alveoli bertambah dan
PCO 2 dalam plasma menurun. Lebih lanjut salisilat yang mencapai medula,
merangsang langsung pusat pernafasan sehingga terjadi hiperventilasi dengan
pernafasan yang dalam dan cepat. Pada keadaan intoksikasi, hal ini berlanjut
menjadi alkalosis respirasi yang dapat berpengaruh pada keseimbangan asam
basa. Efek aspirin terhadap saluran pencernaan yaitu komplikasi saluran
pencernaan (dispepsia, gangguan perut). Untuk menolong menghindari masalah
ini aspirin diberikan saat atau sesudah makan atau diberikan dalam bentuk enteric
coated. Pasien yang menerima dosis tinggi dan atau terapi jangka lama diberikan
obat pencegahan pada lambung dengan dosis tinggi seperti antasida, ranitidin atau
omeperazol. Efek aspirin terhadap Susunan Saraf Pusat bila diberikan dosis tinggi
seperti tinitus, vertigo, kehilangan pendengaran, gangguan penglihatan mediasentral, sakit kepala, pusing, berkeringat bila diberikan dosis tinggi. Efek aspirin
terhadap hati, ginjal dan kulit yaitu pemakaian jangka lama dengan dosis tinggi
sering meningkatkan enzim hati tanpa gejala dan bersifat reversibel. Nepritis
kronik pada pemakaian jangka lama, biasanya digunakan bersama dengan obat
analgetik yang lain. Kondisi ini dapat menyebabkan gagal ginjal kronik. Reaksi
alergi kulit, angioedema dan bronkospasme tidak sering terjadi.5,32,33,34

Universitas Sumatera Utara

2.8.5 Aspirin sebagai obat kumur


Ditinjau dari farmakokinetik, aspirin memiliki onset dengan konsentrasi
plasma terdeteksi dalam waktu 5 menit dan memiliki konsentrasi puncak 1 3
jam serta lama kerja 8 12 jam. Absorpsi yang cepat dari aspirin menunjukkan
onset analgesia yang lebih cepat untuk mengatasi nyeri. Pengurangan nyeri
diakibatkan oleh intervensi pemberian obat kumur aspirin yang diberikan sebelum
intubasi endotrakeal dapat memblok stimulasi nosiseptif selama dan pascaoperasi.
Akibatnya proses modulasi menuju selsel kornu dorsalis medula spinalis
terhambat dan transmisi ke otak (talamus) tidak tercapai sehingga nyeri tidak
terjadi.
Aspirin sebagai obat kumur topikal berperan dalam:
a. Proses penghambatan nyeri oleh aspirin akibat dari penghambatan
sintesis prostaglandin, sehingga terjadi hambatan sensitisasi nyeri
terhadap stimulus mekanik atau dengan mengurangi sensitisasi
mediator kimia lainnya yang terlibat pada proses nyeri seperti
bradikinin dan histamin.
b.

Obat kumur aspirin juga bersifat anti inflamasi dengan menghambat


sintesis prostaglandin dan tromboksan, menghambat sistem kalikrein
sehingga terjadi penghambatan perlekatan granulosit pada pembuluh
darah yang rusak, dan menstabilkan membran lisosom, menghambat
migrasi leukosit polimorfonuklear dan makrofag ke tempat peradangan
yang dapat dicapai dengan pemberian obat topikal.

Pemberian obat topikal adalah langsung pada tempat kerjanya seperti


pemberian topikal obat antiinflamasi pada membran mukosa atau kulit. Pemberian
obat topikal membuat konsentrasi menjadi maksimum pada tempat kerja dan
menghindari efek firstpass.5

Universitas Sumatera Utara

2.9 KERANGKA TEORI


-

Ukuran,tekanan intrakaf
Umur
Jenis kelamin
Penyakit Kronis berat
Operasi tiroid
Insersi pipa lambung (NGT)
Suctioning
ekstubasi

Lama operasi/ETT eksposure

Intubasi
Endotrakeal

- pelaku intubasi
- prosedur intubasi
- kesulitan intubasi

Cedera mukosa:
Iskemia dan
inflamasi mukosa

Obat kumur ketamin:


Efek analgetik:
Bekerja pada reseptor NMDA
Efek antiinflamasi:
Mengurangi aktifitas TNF alpha,
sintesis nitric oxide, kappa B

ObatKumurAspirin

Nyeri tenggorok

Menghambat
biosintesis
prostaglandin dan
enzim COX 1

Suara serak

Universitas Sumatera Utara

2.10 KERANGKA KONSEP

Obat Kumur Ketamin

General Anestesi
Intubasi
Endotrakeal

Obat Kumur Aspirin

Nyeri tenggorok
Suara Serak

Universitas Sumatera Utara

2.11 KERANGKA KERJA


Populasi
Kriteria inklusi

Kriteria eksklusi
Sampel

masuk kamar operasi dipasang alat monitoring TD,HR,EKG,SpO 2


Kumur Ketamin 40mg dalam
NaCl 0,9% 30ml

atau

Kumur Aspirin 300mg dalam


NaCl 0,9% 20ml

(berkumur dgn kepala tengadah selama 30 detik)

Premedikasi :Midazolam 0,05 mg/kgBB dan fentanil 2ug/kgBB


5 Menit

Induksi Propofol 2mg/kgBB, Rocuronium 1mg/KgBB


1 Menit

Intubasi endotrakeal
(ETT sdh dilubrikasi dgn water soluble jelly dan diukur tekanan intracuff)

Pemeliharaan : Isofluran O,5 1 %, O2 : N2O = 2 : 2

Operasi selesai
Ketorolac 30 mg , suction, kaf dikempiskan

Ekstubasi

Penilaian nyeri tenggorok konversi dengan VAS dan suara serak pada jam ke 0, 2, dan 24

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai