Anda di halaman 1dari 5

Kondisi Citarum dalam konteks pengelolaannya memperlihatkan bahwa

pemanfaatannya telah melampaui batas-batas maksimal. Pencemaran di DAS


Citarum terbukti memberikan dampak nyata terhadap perubahan biologis
organisme air yang menghuninya dan kualitas air yang semakin buruk. Kondisi ini
menimbulkan beban pada pengolahan air Citarum sebagai bahan baku air minum,
sehingga masyarakat harus membayar biaya kerusakan lingkungan yang terjadi
dengan beban pembayaran harga air yang lebih mahal. Polluters pay principle
hanya berhenti pada tataran prinsip atau wacana tapi belum dapat direalisasikan
dalam tataran operasional.
Teknologi pengolahan air limbah sebagai salah satu alternatif solusi
merupakan upaya untuk mereduksi tingkat pencemaran air Citarum, misalnya
dengan mengoptimalkan proses pengolahan limbah secara kimiawi maupun biologi
dan peningkatan mutu limbah hasil olahan dengan menggunakan lahan basah
buatan (constructive wetlands).
1. Pengembangan Peraturan dan Kebijakan
Pengembangan peraturan dan kebijakan harus bersifat integratif (dari
bagian hulu hingga hilir sungai) mencakup : 1) pencegahan pencemaran
air, 2) penanggulangan kerusakan lingkungan (khususnya kerusakan
hutan sebagai daerah tangkapan air), 3) pemanfaatan air bawah tanah.
Pengembangan peraturan dan kebijakan yang integratif ini tidak hanya
mencakup tiga substansi di atas tapi juga harus dituangkan ke dalam
bentuk produk hukumnya baik Undang-undang, Peraturan Pemerintah
hingga Peraturan Daerah.

Harus dilakukan sinkronisasi antara Peraturan Daerah yang dikeluarkan


Kabupaten/Kota atau Propinsi dengan ketentuan UU dan Peraturan yang
berasal dari Pemerintah Pusat.

Perlu dibentuk forum Kabupaten/Kota untuk mengsinkronkan penyusunan


Peraturan Daerah khususnya untuk daerah-daerah yang dilalui satu DAS
yang sama.

Perlu dibentuk standarisasi baku mutu lingkungan antara Kabupaten/Kota


yang dilintasi satu DAS yang sama serta disusun standarisasi baku mutu
warna untuk limbah industri cair

Pengelolaan limbah domestik lebih diarahkan kepada kebijakan


pengembangan
infrastruktur dibandingkan pengembangan peraturan-peraturan.

2. Pemberian ijin
Pemberian ijin usaha untuk industri diharapkan mengacu pada rencana
tata ruang wilayah daerah masing- masing. Pemberian ijin pembuangan
limbah cair mencakup semua jenis industri baik industri lama maupun

industri yang baru dibangun.Perlu adanya pemungutan Environmental


Fee sebagai retribusi untuk limbah cair yang dikeluarkan oleh industri
yang dananya digunakan untuk pengelolaan badan air sungai dari hulu ke
hilir.

3. Pengawasan
Agar lebih efektif pengawasan terhadap kegiatan industri tidak hanya
ditekankan pada aparat pemerintah saja tetapi harus melibatkan
masyarakat. Oleh karena itu perlu dibentuk suatu forum pengawasan
yang terdiri dari masyarakat, industri, pemerintah (mencakup semua
unsur daerah).
Adanya mekanisme pelaporan yang jelas (disusun dalam Peraturan
Daerah, PP) mengenai pencemaran sehingga dapat ditindaklanjuti dan
diselesaikan.
4. Penegakan Hukum
Perlu dibuat revisi peraturan perundang-undangan yang dapat
memperkuat upaya penegakan hukum lingkungan
Perlu ditetapkan prosedur penegakan hukum.
Upaya Penegakan Hukum perlu memperhatikan adanya usaha
pengembangan kelembagaan meliputi LSM, penyedia dana, pemerintah.
Pengembangan Environmental Fund yang dapat dijadikan sebagai dana
lingkungan yang dihimpun untuk menyelesaikan masalah lingkungan.
Perlu dibentuk forum aparat hukum yang melibatkan masyarakat, swasta,
LSM, Pemerintah.

1. Rencana Strategis (STRATEGIC PLAN)


Pengelolaan Daerah Pengaliran Sungai (DPS) Citarum harus menganut
konsep "One River One Integrated Management Plan". Pelaksanaannya
secara holistik dengan melibatkan seluruh stakeholders (pemerintah,
pengusaha dan masyarakat luas).
Hasil-hasil studi yang ada perlu dimanfaatkan secara optimal dan disesuaikan
dengan perkembangan Otonomi Daerah serta mengacu kepada antara lain
"Basin Water Resources Management" dan "Basin Water Resources Planning"
Diusulkan agar dapat dibentuk suatu lembaga atau Dewan Pengelola Air
secara terpadu di tingkat propinsi.

2. Rencana Tindak (ACTION PLAN)

Review Rencana Tata Ruang DPS Citarum, yang telah ada di tingkat propinsi
dan Kabupaten/Kota perlu disesuaikan kembali dengan kebutuhan pelestarian
dan perlindungan kualitas air sungai.
Pemerintah Propinsi dan Kabupatan/Kota melaksanakan pengendalian tata
ruang sesuai dengan rencana yang telah ada.
Mengkaji kembali kesesuaian pelaksanaan program rehabilitasi lahan dan
konservasi tanah untuk meningkatkan efektifitasnya.
Peninjauan kembali sistem perizinan yang terkait dengan perlindungan air
dan sumber air. Untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaannya, antara lain
perlu kajian terhadap perizinan pengambilan air, penambangan galian C,
pembuangan limbah, dll.
PROKASIH perlu dilaksanakan lebih intensif. Pemantauan pencemaran yang
bersifat lintas wilayah perlu dilakukan untuk menunjang upaya penegakan
hukum.
Peningkatan pembangunan sarana pengolahan limbah domestik sebagai
salah satu sumber pencemar terbesar setelah industri.
Pemanfaat air perlu memberi insentif untuk upaya perlindungan air dan
sumber air di daerah hulu sungai (Access to Cost and Benefit Sharing).
Pembentukan sistem informasi lingkungan terpadu di tingkat Propinsi dan
Kabupaten/Kota.
Sosialisasi penerapan peraturan-peraturan yang terkait dengan perlindungan
air dan sumber air kepada seluruh stakeholders, termasuk Baku Mutu Air dan
Baku Mutu Limbah Cair. Peran serta masyarakat dalam pengawasan perlu
ditingkatkan.
Ketegasan dalam penegakan hukum.

Hasil Diskusi Kelompok C. Teknologi Pengolahan Air Limbah, Baku Mutu


Limbah dan
Environmental Fee

1. Mengacu pada berbagai kasus pencemaran Sungai Citarum, antara lain


oleh kegiatan industri, dimungkinkan juga oleh keberadaan jaring apung
serta kegiatan domestik lainnya yang dikhawatirkan akan mengubah fungsi
dari
ketiga waduk, maka dalam lokakarya ini diusulkan suatu model
penanggulangan pencemaran lingkungan dalam konsep Environmental Fee.
2. Konsep environmental fee disusun dengan mempertimbangkan hal-hal
berikut:

Perlu meninjau kembali PERDA yang dikeluarkan oleh Pemda propinsi Jawa
Barat Nomor 10 Tahun 1995 dan PERDA Nomor 5 Tahun 2001 yang
dikeluarkan oleh Pemda Kabupaten Bandung
Penetapan environmental fee didasarkan pada baku mutu limbah cair bagi
kegiatan industri yang berlaku mulai bulan Januari 2000 sesuai dengan
klasifikasi jenis industri.
3. Environmental fee diusulkan untuk diterapkan di semua sektor kegiatan
yang komersial, antara lain: industri, hotel dan rumah sakit, sedangkan untuk
pemukiman (domestik) akan diberlakukan secara bertahap (misalnya akan
diterapkan sekitar tahun 2003 atau 2005).
4. Besaran environmental fee ditetapkan atas dasar acuan berikut:

Baku mutu limbah cair, ditinjau dari kadar maksimum dan beban pencemaran
maksimum
Peninjauan dilakukan terhadap setiap parameter, mengingat bahwa tingkat
purification setiap parameter berbeda
Biaya operasi instalasi pengolahan air limbah dapat dijadikan sebagai acuan
dalam menetapkan environmental fee
Dalam penetapan environmental fee dapat dilakukan studi banding dengan
pengelolaan IPAL terpadu, antara lain IPAL Cisirung, PT. SIER dan PT.
JABABATEK.
5. Penetapan environmental fee diusulkan diprakarsai oleh Gubernur dengan
legislatifnya dan
dikoordinasikan dengan Kabupaten maupun
Kotamadya. Gubernur
membentuk Tim Koordinasi dengan anggota tim yang meliputi instansi
terkait, industri, asosiasi dan LSM.

6. Apabila environmental fee dapat diterapkan/diberlakukan, maka fee yang


terkumpul diusulkan untuk pendanaan kegiatan yang berkaitan untuk
mengatasi masalah lingkungan, khususnya yang berkaitan dengan DAS
Citarum.

7. Perumusan environmental fee diusulkan melalui panitia lokakarya untuk


disampaikan ke Kantor Lingkungan Hidup (LH) untuk selanjutnya
ditindaklanjuti oleh Gubernur.

8. Disamping perumusan konsep environmental fee, juga diusulkan beberapa


aspek yang berkaitan dengan peningkatan penanggulangan pencemaran
lingkungan, antara lain:

Perlu kontrol terhadap pemantauan perijinan industri dengan meninjau


kembali dokumen AMDAL
Untuk meningkatkan kinerja sistem pengolahan air limbah diusulkan agar
operator pengelola IPAL harus bersertifikat
Karena tidak adanya keseimbangan antara retribusi pemakaian air tanah
dibandingkan dengan biaya pengolahan air limbah, maka diusulkan untuk
meninjau kembali biaya retribusi air untuk pemakaian air di bawah tanah.

Anda mungkin juga menyukai