Anda di halaman 1dari 4

Penatalaksanaan

Yang harus dipahami sebelum membahas penatalaksanaan kraniosinostosis


ialah bahwa penutupan satu sutura dapat mempengaruhi seluruh bentuk
tengkorak. Karena itulah pembedahan tidak boleh hanya difokuskan pada sutura
yang menutup saja. Klinisi harus melihat perubahan-perubahan lainnya yang
bersifat kompensasi. Pembedahan harus menghasilkan bentuk yang normal.
Tindakan bedah untuk memperbaiki deformitas tulang kepala pada
kraniosinostosis pertama kali dilakukan oleh Lannelongue pada tahun 1892.
Kemudian Mohr dkk melakukan ttindakan bedah pada kraniosinostosis uang
melibatkan basis kranii dan melakukan rekonstruksi luas pada kalvaria. Pada
tahun 1978 Jane dkk menerbitkan teknik
dari

penonjolan

frontal.

Beberapa

untuk rekonstruksi cepat (imediate)


tahun

kemudian

Anderson

(1981)

mengemukakan penelitiannya tentang penatalaksanaan dari sinostosis koronal dan


metopik, sedangkan untuk teknik pembedahan pada sinostosis koronal unilateral,
termasuk teknik lipatan dura kembali diperkenalkan oleh Jane dkk (1984). Pada
tahun 1985, Albright menggambarkan koreksi sinostosis sagittal, dimana termasuk
extensive occipital circular, dan parietal wedge craniectomies. Hanya beberapa
tahun setelahnya Delashaw dkk (1986) melaporkan teknik bedah untuk
mengoreksi sinostosis metopik juga melakukan lipat dura. Selain itu, Greene dan
Winston melaporkan koreksi pada scaphocephaly dengan kraniotomi sutura
sagitalis dan biparietal morcellation. Persing dkk lalu menemukan teknik neartotal cranial vault reconstruction bersama-sama dengan memajukan fronto-orbital
untuk mengoreksi sinostosis koronal bilateral empat tahun setelahnya. Tidak lama,
Cohen dkk menggunakan teknik advancement-onlay untuk merekonstruksi frontoorbital pada pembedahan kraniosinostosis. Pada tahun yang sama pula, Shaffrey
dkk mengemukakan teknik rekonstruksi extensif dari sinostosis metopik. Jimenez
dan Barone mengemukakan teknik Sunrise pada koreksi occipital plagiocephaly
pada tahun 1995. Secara keseluruhan, koreksi kraniosinostosis telah berevolusi
dari suturektomi sederhana menjadi rekonstruksi extensiv kalvaria kranium.

Indikasi utama dilakukannya intervensi bedah pada kraniosinostosis


adalah untuk mencegah terjadinya gangguan neurologis dan memperbaiki
deformitas. Kenaikan tekanan intrakranial, hidrosephalus, retardasi mental,
gangguan visus dan gangguan belajar, keseluruhannya dapat berhubungan dengan
kraniosinostosis. Umumnya, semakin banyak sutura yang terlibat (misalnya pada
bentuk sindromik kraniosinostosis) akan semakin besar kemungkinan gangguan
neurologis. Jika didapati tanda-tanda terjadinya gangguan neurologis, interfensi
bedah sesegera mungkin sebaiknya dilakukan. Indikasi sekunder untuk
dilakukannya intervensi bedah adalah untuk estetika. Walaupun bagi kebanyakan
pasien, hal ini menjadi indikasi primer pembedahan. Deformitas tengkorak
sebagai hasil dari kraniosinostosis paling baik diterapi dengan cranial vault
reshaping terutama pada bayi, sebelum tulang kalvaria sepenuhnya mengalami
kalsifikasi.
Walaupun optimal untuk pembedahan yaitu segera sebelum penutupan
sutura yang non patologis. Terapi dini ini mengambil manfaat dari lunaknya
tengkorak bayi, yang nantinya akan mengeras seiring bertambahnya usia.
Tengkorak yang lunak tersebut dapat dibentuk ulang menggunakan osteotomi
radial atau barrel-stave digabung dengan fraktur terkontrol dan tessier rib
bender. Sehingga rekomendasi terbaru menyarankan pembedahan dilakukan pada
umur 3-6 bulan. Meskipun demikian, jika terjadi peningkatan tekana intrakranial
atau terjadi deformitas kraniofasial yang cepat dan progresif kurang dari rentang
waktu diatas, maka tindakan pembedahan dilakukan pada saat itu juga. Dan juga,
operasi yang dilakukan setelah anak berumur satu tahun akan memberikan resiko
retardasi mental yang lebih besar.
Pasien diposisikan supine untuk koreksi anterior, posisi prone untuk
koreksi posterior, dan posisi prone dimodifikasi untuk koreksi simultan anterior
dan posterior. Dalam rangka memperpendek prosedur operatif dan stress
pembedahan, dapat dilakukan koreksi anterior dan posterior bertahap, walaupun
hasilnya sering suboptimal. Posisi prone modifikasi merupakan koreksi yang
berguna untuk sinostosis sagital komplit dan sinostosis koronal bilateral.
Batasannya adalah pada posisi ini, akses terbatas pada lingkar orbitalis inferior.

Teknik pembedahan pada kraniosinostosis sagital


Walaupun kepustakaan yang telah diterbitkan menyebutkan bermacam
teknik pembedahan yang berbeda-beda pada kraniosinostosis sagital, semua
tindakan operasi digolongkan pada dua katagori yaitu cranial release dan cranial
reconstruction. Pilihan posisi pada kasus ini adalah modifikasi prone. Prosedur
cranial Release dilakukan dengan mengeksisi sutura yang mengalami sinostosis
secara longitudinal sepanjang tulang parietal pada bayi dengan umur sangat muda.
Cara lain yang dianjurkan adalah operasi dilakukan pada saat pasien berusia 8
minggu dengan cara menggunakan cara kraniektomi selebar 5 cm mid sagital
yang diperluas dari sutura koronaria hingga sutura lambdoidea, dengan eksisi
partial bilateral sutura lambdoid dan osteomi barrel stave bilateral.
Prosedur cranial reconstruction dilakukan untuk menormalkan bentuk
kepala dengan mengurangi jarak antero-posterior tengkorak dan melebarkan jarak
biparietal. Dilakukan kalvarektomi total, meliputi kraniektomi bifrontal, kedua
parietal dan ocipital. Dilanjutkan dengan reshaping dan rekonfigurasi dari seluruh
tulang.

Daftar pustaka
Jane JA Jr, Dumont AS, Lin KYK, Jane AJ Sr. Craniosynostosis. In: Moore AJ,
Newell DW, eds. Neurosurgery principle and practice. London: Sphringer-Verlag
2005.p.445-460.
Walker ML, Collins JJ. Nonsyndromic Craniosynostosis and abnormalities of
Head Shape, In: Winn HR, eds. Youmans Neurosurgical Surgery, 5th edn. Vol 3.
Philadelphia: Elsevier Saunder 2003.p.3300-3314
Jabs EW, Muller U, Li X, Ma L, Luo W, Haworth IS, Klisak I, Sparkes R,
Warman ML and Mulliken JB. A mutation in the homeodomain of teh human
MSX2 gene in a family affected with autosomal dominant craniosynostosis. Cell
1993;75:443-450
Crouzon O. Dysostose craniofaciale hereditaire. Bill Mem Soc Med Hosp (Paris)
1912;33:545-555
Lannelongue M. De la craniectomie dans la microcephalie. Comp Rend Seances
Acad Sci 1890;50:1382-1395
Mohr G, Hoffman HJ, munro IR, Hendrick EB, Humphreys RP. Surgical
Management of Unilateral and Bilateral coronal craniosynostosis: 21 years of
experience. Neurosurgery 1978;2(2):83-91

Anda mungkin juga menyukai