Anda di halaman 1dari 6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Skizofrenia
2.1.1 Pengertian Skizofrenia
Skizofrenia merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan
menyebabkan timbulnya persepsi, pikiran, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh
dan terganggu (Videbeck, 2008)
Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan
utama pada proses fikir dan ketidakharmonisan antara proses pikir, afek/emosi,
kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan
halusinasi; asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi (Direja, 2011).
Skizofrenia merupakan gangguan fungsi kognitif berupa disorganisasi. Jadi
gangguannya berhubungan dengan pembentukan arus serta isi pikiran (Nasir dan
Muhith, 2011)

2.1.2 Gejala Skizofrenia


Secara umum gejala skizofrenia dibagi menjadi gejala positif dan gejala
negatif (Videbeck, 2008; Yosep, 2010). Gejala positif skizofrenia menurut
Videbeck (2008), adalah sebagai berikut:
1. Waham adalah keyakinan yang salah dan dipertahankan yang tidak sesuai
atau tidak memiliki dasar dalam realitas
2. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi
yang tidak terjadi dalam realitas
3. Ekopraksia merupakan gejala dimana klien melakukan peniruan gerakan
dan gestur orang lain yang diamati
4. Perseverasi adalah saat klien menolak untuk mengubah topik atau gagasan
tertentu, terus menerus membicarakan topik tersebut dengan melakukan
pengulangan kata, frasa, atau kalimat secara verbal
5. Flight of ideas adalah aliran verbalisasi yang terus menerus saat klien
dengan cepat melompat dari satu topik ke topik lain
6. Asosiasi longgar merupakan pikiran atau gagasan yang terpecah-pecah

7. Ambivalensi adalah mempertahankan perasaan atau keyakinan yang


tampak kontradiktif tentang individu, peristiwa, atau situasi yang sama.
8. Gagasan rujukan adalah kesan yang salah bahwa peristiwa eksternal
memiliki makna khusus bagi individu
Gejala negatif skizofrenia antara lain (Videbeck, 2008; Yosep, 2010):
1. Apatis adalah perasaan tidak peduli terhadap individu, aktivitas, peristiwa
2. Alogia

merupakan

kecenderungan

sangat

sedikit

bicara

atau

menyampaiakan sedikit substansi makna


3. Anehodia adalah merasa tidak senang atau tidak gembira dalam menjalani
hidup, aktivitas, atau hubungan
4. Katatonia merupakan immobilisasi karena faktor psikologis, klien tampak
tidak bergerak, seperti dalam keadaaan setengah sadar
5. Kehilangan motivasi atau tidak adanya keinginan, ambisi atau dorongan
untuk bertindak atau melakukan tugas-tugas
6. Perasaan yang tumpul atau keadaan perasaan emosional yang terbatas
7. Afek datar merupakan tidak adanya ekspresi wajah yang akan menunjukkan
emosi/mood
8. Depresi
9. Menarik diri dari lingkungannya

2.1.3 Etiologi
Teori tentang etiologi atau penyebab skizofrenia masih berupa hipotesis
(Ibrahim, 2005), misalnya:
1. Somatogenik
Penyebab somatogenik meliputi keturunan, endokrin, metabolisme,
susunan syaraf pusat
2. Psikogenik
Penyebab psikogenik didasari pada teori berikut ini:
2.1 Teori Adolf Meyer
Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah sehingga menimbulkan
respon maladaptasi. Semakin lama seseorang dengan skizofrenia

menjauhkan diri dari kenyataan (autisme) dikarenakan timbulnya suatu


disorganisasi kepribadian.
2.2 Teori Sigmund Freud
Teori Sigmund Freud menjelaskan bahwa kelemahan ego karena
penyebab psikogenik atau somatik. Super ego sesuatu yang tidak ada
artinya karena tidak bertenaga, dan Id yang berkuasa mengalahkan ego
dan super ego.
3. Kombinasi
3.1 Konstitusi skizoid
Penderita skizofrenia pernah menunjukkan salah satu ciri berikut ini
isolasi diri, pendiam dan tidak komunikatif, pencuriga, mudah
tersinggung, sering tidak memperhitungkan akibat yang merugikan,
kejam dan dingin, sifat paranoid, pemalu dan menarik diri, fanatik, sulit
diarahkan, eksentrik.
3.2 Sindroma Skizofrenia
Penyebab sindroma skizofrenia adalah keturunan, maladaptasi,
pendidikan yang salah, tekanan jiwa, dan penyakit lain yang belum
diketahui.
3.3 Gangguan Psikosomatik
Skizofrenia merupakan gangguan psikosomatik, sedangkan gejala pada
fisik seseorang merupakan gejala sekunder, karena gangguan dasar yang
psikogenik atau merupakan gejala somatik dari gangguan psikogenik.
Menurut Videbeck (2008), etiologi dari skizofrenia adalah
1. Teori interpersonal
Ahli teori interpersonal berpendapat bahwa skizofrenia terjadi karena
adanya hubungan disfungsional pada masa kehidupan awal dan masa remaja.
2. Teori biologi
Teori biologi skizofrenia berfokus pada (1) Faktor genetik yaitu ada resiko
genetik namun hal ini bukan faktor tunggal. Kembar identik beresiko terkena
skizofrenia 50%. (2) Faktor neuroanatomi, penelitian menunjukkan bahwa individu
penderita skizofrenia memiliki jaringan otak yang relatif lebih sedikit, hal ini
memperlihatkan kegagalan perkembangan atau kehilangan jaringan selanjutnya;

faktor neurokimia, pada individu penderita skizofrenia, terlihat adanya perubahan


sistem neurotransmiter otak . (3) Faktor imunovirologi, diduga terdapat perubahan
patologi otak pada penderita skizofrenia yang disebabkan oleh virus atau respon
imun tubuh terhadap virus yang dapat mengubah fisiologi otak.

2.1.4 Klasifikasi
DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistic Standard Manual of Mental
Disorders Fourth Edition Text Revised) membagi tipe skizofrenia berdasarkan
gejala yang paling dominan (Videbeck, 2008). Pembagian tipe skizofrenia tersebut
meliputi:
1. Skizofrenia tipe paranoid, ditandai dengan waham kejar atau waham
kebesaran, halusinasi keagamaan yang berlebihan (waham agama), perilaku
agresif dan permusuhan.
2. Skizofrenia tipe tidak terorganisasi ditandai dengan afek datar atau afek
yang tidak sesuai secara nyata, inkoherensi, asosiasi longgar, dan
disorganisasi perilaku yang ekstrern
3. Skizofrenia tipe katatonik, ditandai dengan gangguan psikomotor yang
nyata seperti tanpa gerakan atau aktivitas motorik yang berlebihan,
negativisme yang ekstrem, mutisme, gerakan volunter yang aneh, ekolalia,
ekopraksia, katalepsi atau stupor. Aktivitas motorik yang berlebihan terlihat
tanpa tujuan dan tidak dipengaruhi oleh stimulasi eksternal
4. Skizofrenia tipe tidak dapat dibedakan, ditandai dengan gejala-gejala
skizofrenia campuran (atau tipe lain) disertai gangguan pikiran, afek, dan
perilaku
5. Skizofrenia tipe residual, ditandai dengan paling tidak satu episode
skizofrenia sebelumnya, tetapi saat ini tidak psikotik, menarik diri, afek
datar, serta asosiasi longgar (Videbeck, 2008)

2.1.5 Penatalaksanaan Medis


Terapi yang diprogramkan adalah antipsikotik atau juga dikenal sebagai
neuroleptik yang efektif mengurangi gejala psikotik. Obat-obat ini tidak
menyembuhkan skizofrenia, tetapi digunakan untuk mengatasi gejala tersebut.

Antipsikotik tipikal mengatasi tanda-tanda positif skizofrenia seperti waham,


halusinasi, gangguan pikiran, dan gejala psikotik lain, namun tidak memiliki efek
yang terlihat pada tanda-tanda negatif. Antipsikotik tipikal meliputi klorpromazin,
trifluoperazin, flufenazin, tioridazin, mesoridazin, tiotiksen, haloperidol, loksapin,
molindon, perfenazin, trifluoperazin. antipsikotik atipikal dapat mengurangi gejala
psikotik dan berguna untuk mengurangi gejala negatif seperti tidak memiliki
kemauan dan motivasi, menarik diri dari masyarakat, dan anhedonia (Littrell &
Littrell, 1998 dalam Videbeck, 2008). Antipsikotik atipikal meliputi klozapin,
risperidon, olanzapin, quetiapin (Videbeck, 2008)

2.1.6 Prinsip Implementasi Keperawatan


Prinsip perencanaan keperawatan pada klien dengan skizofrenia yang perlu
dipertimbangkan (Yosep, 2010):
1. Pentingnya perawatan di rumah sakit dan menumbuhkan kemandirian
2. Perawat melakukan identifikasi dan pemenuhan kebutuhan dasar klien
selama dirawat di rumah sakit
3. Terapi medis yang tuntas
4. Membuat rencana tindak lanjut dan proses rujukan klien dan peran serta
keluarga
5. Merencanakan keterampilan dan perangkat kehidupan setelah kembali ke
masyarakat seperti sumber keuangan dan ekonomi, dukungan sosial dan
hubungan kekeluargaan serta ketahanan apabila meenghadapi stress
6. Memberikan terapi modalitas dan terapi kerja
7. Pendidikan kepada masyarakat dalam mencegah stigma

2.1.7 Prognosis skizofrenia


Prognosis skizofrenia dahulu, apabila klien sudah terdiagnosis skizofrenia
maka kepribadiannya selalu akan menuju kemunduran mental atau berarti sudah
tidak ada harapan bagi klien. Apabila Klien skizofrenia sembuh, maka diagnosisnya
harus diragukan.
Sekarang dengan pengobatan modern apabila klien datang dalam tahun
pertama setelah serangan pertama, maka kurang lebih sepertiga dari klien akan

sembuh sama sekali. Sepertiga lainnya dapat dikembalikan pada masyarakat


meskipun ditemukan sedikit kecacatan dan klien masih harus sering diperiksa dan
diobati selanjutnya. Sepertiga terakhir, biasanya mempunyai prognosis yang jelek.
Klien tidak dapat berfungsi di dalam masyarakat dan menuju kemunduran mental,
sehingga kemungkinan menjadi penghuni tetap di rumah sakit jiwa (Maramis,
2009)
Prognosis skizofrenia ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor
berikut ini (Maramis, 2009):
1. Kepribadian prepsikotik: apabila schizoid dan hubungan antar manusia
kurang memuaskan maka prognosisnya lebih jelek
2. Skizofrenia yang timbul secara akut, maka prognosis lebih baik
3. Jenis; jenis katatonik prognosisnya yang paling baik dari semua jenis. Klien
dengan skizofrenia jenis paranoid dapat dikembalikan ke masyarakat.
Prognosis skizofrenia hebefrenik dan simpleks sama jelek dan menuju ke
arah kemunduran mental
4. Umur; semakin muda permulaan, semakin jelek prognosisnya
5. Pengobatan; prognosis semakin baik bila semakin cepat diberi pengobatan
6. Faktor pencetus seperti penyakit fisik atau stress psikologik mempengaruhi
prognosis
7. Faktor keturunan; apabila dalam keluarga terdapat seorang atau lebih yang
juga menderita skizofrenia, prognosis menjadi lebih berat.

Anda mungkin juga menyukai