Anda di halaman 1dari 17

SATUAN ACARA PENYULUHAN

(SAP)

Tema

: Chronic Kidney Disease (CKD)

Sasaran

: Keluarga pasien

Hari/Tanggal

: Jumat, 10 Juli 2015

Waktu

: 35 menit

Tempat

: Ruang Tunggu ICU Rumah Sakit Petrokimia Gresik

1.

Tujuan

1.1 Tujuan Umum :


Setelah diberikan pendidikan kesehatan, keluarga pasien diharapkan dapat
memahami dan melakukan pencegahan serta perawatan pada keluarga yang
mengalami Chronic Kidney Disease (CKD).

1.2 Tujuan Khusus :


Setelah dilakukan penyuluhan tentang Chronic Kidney Disease (CKD),
diharapkan pasien dan keluarga pasien mampu untuk :

2.

a.

Menjelaskan pengertian Chronic Kidney Disease (CKD)

b.

Menjelaskan penyebab Chronic Kidney Disease (CKD)

c.

Menjelaskan tanda dan gejala Chronic Kidney Disease (CKD)

d.

Menjelaskan pengobatan Chronic Kidney Disease (CKD)

e.

Menjelaskan komplikasi Chronic Kidney Disease (CKD)

f.

Menjelaskan pencegahan Chronic Kidney Disease (CKD)

Materi
a. Pengertian Chronic Kidney Disease (CKD)
b. Penyebab Chronic Kidney Disease (CKD)
c. Tanda dan gejala Chronic Kidney Disease (CKD)
d. Pengobatan Chronic Kidney Disease (CKD)
e. Komplikasi Chronic Kidney Disease (CKD)

f. Pencegahan Chronic Kidney Disease (CKD)

3.

Media
a. Slideshow
b. LCD
c. Leaflet

4.

5.

Metode
a.

Ceramah

b.

Diskusi

Pengorganisasian
a.

Pembimbing Akademik

: Deni Yasmara., Ns. M.Kep., Sp.KMB

b.

Pembimbing Klinik

: Lilik Wijayati, S.Kep., Ners.

c.

Moderator

: Moch Romadhon R.

d.

Penyaji

: Rudianto

e.

Fasilitator

: Masrusoh Vivianti
Mubarokah Isnaeni
Krisna Eka K.

f.

Observer

: Yayuk Debi Nilasari

6.

Kegiatan Penyuluhan

No

Komunikator

Komunikan

Pra Interaksi
1

Memberi

Waktu

PJ

5 menit

Moderator

25 menit

Penyaji

dan Menjawab salam

salam

memperkenalkan diri
2

Menjelaskan tema dan tujuan Mendengarkan


penyuluhan

Mengontrak

waktu

untuk Menyepakati waktu

penyuluhan

yang ditawarkan

Inti
1

Mengecek
dengan

persepsi
memberi

peserta Menjawab
pertanyaan pertanyaan

awal tentang Chronic Kidney


Disease (CKD)
2

Menjelaskan pengertian Chronic Memperhatikan dan


Kidney Disease (CKD)

Penyaji

mendengarkan

Menjelaskan penyebab Chronic


Kidney Disease (CKD)

Menjelaskan tanda dan gejala


Chronic Kidney Disease (CKD)

Menjelaskan

pengobatan

Chronic Kidney Disease (CKD)


6

Menjelaskan komplikasi Chronic


Kidney Disease (CKD)

Menjelaskan

pencegahan

Chronic Kidney Disease (CKD)


8

Tanya jawab

Moderator
Mengajukan
pertanyaan

Penutup
11

5 menit

Moderator

Memberikan pertanyaan akhir Menjawab


sebagai evaluasi

12

Menyimpulkan

hasil

kegiatan Mendengarkan

penyuluhan
13

Menutup

penyuluhan

dan Menjawab salam

mengucapkan salam

7.

Kriteria Evaluasi

7.1 Evaluasi Struktur


1) Peserta diharapkan duduk menghadap ke arah penyaji
2) Peserta turut serta dalam kegiatan
7.2 Evaluasi Proses
1) Peserta tidak ada yang meninggalkan tempat selama kegiatan berlangsung
2) Peserta dapat berperan aktif selama kegiatan berlangsung
3) Peserta dapat menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan penyaji
7.3 Evaluasi Hasil
1) Peserta mampu menjelaskan pengertian Chronic Kidney Disease (CKD)
2) Peserta mampu menjelaskan penyebab Chronic Kidney Disease (CKD)
3) Peserta mampu menjelaskan tanda dan gejala Chronic Kidney Disease
(CKD)
4) Peserta mampu menjelaskan pengobatan Chronic Kidney Disease (CKD)
5) Peserta mampu menjelaskan komplikasi Chronic Kidney Disease (CKD)
6) Peserta mampu menjelaskan pencegahan Chronic Kidney Disease (CKD)

DAFTAR HADIR
Peserta Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit
Di Ruang Tunggu Rumah Sakit Petrokimia Gresik
No

Nama

Alamat

Tanda Tangan

Lampiran Materi
1) Pengertian
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolism serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik
uremik) di dalam darah (Muttaqin, 2011).
Sedangkan menurut Smeltzer (2008), gagal ginjal kronis atau penyakit renal
tahap akhir (ERSD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolism
dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah). Ini dapat disebabkan oleh penyakit sistemik
seperti diabetes mellitus; glomerulonefritis kronis; pielonefritis; hipertensi yang
tidak dapat dikontrol; obstruksi traktus urinarius; lesi herideter, seperti penyakit
ginjal polikistik; gangguan vaskuler; infeksi; medikasi; atau agens toksik.
Lingkungan dan agens berbahaya yang mempengaruhi gagal ginjal kronis
mencakup timah, cadmium, merkuri, dan kromium. Dialysis atau transplantasi
ginjal kadang-kadang diperlukan untuk kelangsungan hidup pasien.

2) Penyebab
Menurut Muttaqin (2011), banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan
terjadinya gagal ginjal kronik, akan tetapi, apapun sebabnya, respons yang terjadi
adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang
memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal dan diluar
ginjal :
1. Penyakit dari ginjal
1) Kista di ginjal: polcystis kidney
2) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonefritis
3) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis
4) Batu ginjal: nefrolitiasis
5) Trauma langsung pada ginjal
6) Keganasan pada ginjal
7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.

2. Penyakit umum di luar ginjal


1) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
2) Dyslipidemia
3) SLE
4) Infeksi: TBC, paru, sifilis, malaria, hepatitis
5) Preeklampsia
6) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)
7) Obat-obatan :

3) Tanda dan Gejala


Menurut Smeltzer (2008) manifestasi klinis gagal ginjal kronis adalah sebagai
berikut:
1. Sistem pernapasan (B1/ Breathing)
1) Krekels
2) Sputum kental dan liat
3) Napas dangkal
4) Pernapasan kusmaul
2. Sistem Kardiovaskuler (B2/ Blood)
1) Hipertensi
2) Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)
3) Edema periorbital
4) Friction rub perikardial
5) Pembesaran vena leher
3. Sistem neurologi (B3/Brain)
1) Kelemahan dan keletihan
2) Konfusi
3) Disorientasi
4) Kejang
5) Kelemahan pada tungkai
6) Rasa panas pada telapak kaki
7) Perubahan perilaku
4. Sistem Perkemihan

Ditemukan oliguria sampai anuria.


5. Sistem pencernaan
1) Napas berbau amonia
2) Ulserasi dan perdarahan pada mulut
3) Anoreksia, mual dan muntah
4) Konstipasi dan diare
5) Perdarahan dari saluran GI
6. Sistem integument (B6 /Integumen)
1) Warna kulit abu-abu, mengkilat
2) Kulit kering, bersisik
3) Pruritus
4) Ekimosis
5) Kuku tipis dan rapuh
6) Rambut tipis dan kasar
7. Sistem muskuloskeletal (B6 /Bone)
1) Kram otot
2) Kekuatan otot hilang
3) Fraktur tulang
4) Foot drop
8. Sistem resproduksi
1) Amenore
2) Atrofi testikuler

4) Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostasis selama mungkin. Seluruh faktor yang berperan pada gagal ginjal
tahap akhir dan faktor yang dapat dipulihkan (mis. Obstruksi) diidentifikasi dan
ditangani (Smeltzer, 2008).
1. Terapi Pengganti Ginjal (TPG)/ Replacement Renal Teraphy (RRT)
a. Dialysis

Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan


cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
melaksanankan proses tersebut (Smeltzer, 2008). Menurut Muttaqin
(2008) dialysis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal
yand serius, seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialysis
memperbaiki abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan
natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan
perdarahan; dan membantu penyembuhan luka.
Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/ SMF Ilmu Penyakit Dalam
(2008) bahwa dialysis dapat diberikan pada pasien gagal ginjal dengan
stadium 5 yaitu GFR < 15 dan jika ada uremia.
Pemberian dialysis juga diklasifikasikan oleh Smeltzer (2008) menurut
waktu pemberiannya yaitu dialysis akut dan dialysis kronik.
1) Dialysis akut
Dialysis akut diperlukan bila kadar kalium yang tinggi atau yang
meningkat (kalium serum > 6 mEq/L), klebihan muatan cairan atau
edema pulmoner yang mengancam, asidosis yang meningkat,
perikarditis atau konfusi berat. Tindakan ini juga digunakan untuk
menghilangkan obat-obat tertentu atau toksin lain (keracunan atau
dosis obat yang berlebihan).
2) Dialysis Kronik
Sedangkan dialysis kronik dibutuhkan pada GGK (penyakit ginjal
stadium terminal) dalam keadaan sebagai berikut : terjadinya tandatanda dan gejala uremia (ureum darah > 200 mg/L) yang mengenai
seluruh sistem tubuh (mual, serta muntah, anoreksia berat,
peningkatan letargi, konfusi mental), kadar kalium serum meningkat
(> 6 mEq/L), muatan cairan berlebih yang tidak responsif terhadap
terapi diuretik serta pembatasan cairan, dan penurunan status
kesehatan yang umum. Disamping itu terdengarnya pericardial
friction rub mealalui auskultasi merupakan indikasi yang mendesak
untuk dilakukan dialisis.
Berdasarkan metode, dialysis dibagi menjadi dua yaitu (smeltzer, 2008) :

1) Hemodialysis (HD)
Hemodialisis adalah sebuah terapi yang menghilangkan sampah dan
cairan berlebih dari darah. Selama hemodialisis, darah dipompa
melalui selang lembut ke mesin dialisis yang akan menuju fliter
khusus yang disebut dialyzer (juga disebut ginjal buatan). Saat darah
difiltrasi, darah akan dikembalikan ke aliran darah. Untuk dapat
disambungkan dengan mesin dialisis, pasien harus mempunyai akses
atau pintu masuk ke aliran darah. Terapi ini biasanya dilakukan 3 kali
seminggu. Tiap terapi berlangsung selama 3-5 jam. Hemiodialisis
dapat dilakukan di rumah atau di pusat HD. Pusat HD berlokasi di
dalam rumah sakir atau layanan kesehatan. Syarat melakukan HD di
rumah antara lain pasien harus memiliki cukup ruangan untuk
peralatan dan cukup air dan listrik untuk mengoperasikan mesin
dialisis dan mesin purifikasi. Pasien juga membutuhkan pendamping
saat dialisis.
Indikasi Hemodialisis
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia
(2006) umumnya indikasi dialisa pada GGK adalah bila laju filtrasi
glomerulus (LFG < 15 ml/ menit) sehingga dialisis baru dianggap
perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal di bawah ini :
a) Keadaan umum buruk dan gejala klinin nyata
b) Kalium serum > 6 mEq/L
c) Ureum darah > 200 mg/L
d) Ph darah < 7,1
e) Anuria berkepanjangan (> 5 hari)
f) Fluid overloaded
g) dan peritoneal dialysis (PD).
2) Peritoneal Dialisis (PD)
Dalam Updates Clinical Practice Guidelines for Hemodialysis
Adequacy (2006) pada peritoneal dialisis (PD), darah dibersihkan di
daam tubuh bukan di luar tubuh pasien. Peritoneum bekerja sebagai
filter alami. Cairan pembersih yang disebut dialisat, dialirkan ke

dalam abdomen melalui selang lembut yang dinamakan kateter PD.


Kateter dipasang melalui pembedahan minor. Sampah dan kelebihan
cairan keluar dari darah ke dalam cairan dialisar. Setelah bebera jam,
pasien mengalirkan cairan dialisat yang sudah digunakan dari
abdomen dan mengisi ulang dengan cairan pembersih yang baru untuk
memulai proses kembali. Mengeluarkan cairan yang telah digunakan
dan mengisi cairan baru membutuhkan waktu setengah jam dan hal ini
disebut exchange. Peritoneal dialisis dapat dilakukan di rumah, saat
bekerja, di sekolah atau selama perjalanan. Peritoneal dialisis
merupakan terapi rumahan. Banyak pasien yang memilih terapi ini
merasa diberi fleksibilitas.
Indikasi (Smeltzer, 2008).
a) Pasien

yang

menjalani

hemodialisis

maintenance

yang

mempunyai masalah seperti : gangguan fungsi atau kegagalan alat


untuk akses vaskuler, rasa haus yang berlebihan, hipertensi berat,
sakit kepala pascadialisis, dan anemia berat yang memerlukan
transfusi.
b) Pasien yang menunggu operasi cangkok ginjal.
c) Penyakit ginjal stadium akhir akibat DM
d) Lansia

b. Transplantasi Ginjal
Dijelaskan dalam Smeltzer (2008) bahwa transplantasi ginjal telah
menjadi terapi pilihan bagi mayoritas pasien dengan penyakit renal tahap
akhir. Pasien memilih transplantasi ginjal dengan berbagai alasan, seperti
keinginan untuk menghindari dialisis atau untuk memperbaiki perasaan
sejahtera dan harapan hidup untuk hidup secara normal. Selain itu, biaya
transplantasi

ginjal

yang

sukses

dibandingkan

dialisis

adalah

sepertiganya. Transplantasi ginjal melibatkan menanamkan ginjal dari


donor hidup yang sesuai dan cocok bagi pasien (mereka dengan antigen
ABO dan HLA yang cocok) akan lebih baik daripada transplan yang
berasal dari donor kadaver.

Nefrektomi terhadap ginjal asli pasien

dilakukan untuk transplantasi. Ginjal transplan diletakkan di fosa iliaka


anterior sampai krista iliaka pasien. Ureter dari ginjal transplan
ditanamkan ke kandung kemih atau dianastomosikan ke ureter resipien.
2. Pengendalian keseimbangan air dan garam
Pemberian cairan disesuaikan dengan produksi urin. Yaitu produksi urin 24
jam ditambah 500 ml. Asupan garam tergantung evaluasi elektroolit,
umumnya dibatasi 40-120 mEq (920-2760 mg). Diet normal mengandung
rata-rata 150 mEq. Furosemide dosis tinggi masih dapat digunakan pada awal
PGK, akan tetapi pada fase lanjut tidak lagi bermanfaat dan pada obstruksi
merupakan kontraindikasi. Penimbangan berat badan, pemantauan produksi
urin serta pencatatan keseimbangan cairan akan membantu pengelolaan
keseimbanagn cairan dan garam (PDDT, 2008).
Jika transfusi darah diperlukan, maka dapat diberikan selama hemodialysis,
sehingga kelebihan kadar kalium dapat diatasi. Pada penderita dengan anemia
hemolitik atau gagal ginjal yang lama, jika kadar hemoglobin turun sampai di
bawah 7 g/L (70 g/L) darah harus diberikan. Pada penderita hipervolemik,
transfuse darah membawa resiko penambahan volume lebih lanjut, yang
dapat menyebabkan hipertensi, gagal jantung kongestif, dan edem paru.
Transfuse lambat (4-6 jam) dengan sel darah merah segar terpampat (untuk
meminimalkan pemberian jumlah kalium) (10 mL/kg) akan mengurangi
risiko hypervolemia. Bila ada hypervolemia berat, anemia harus dikoreksi
selama dialysis (Behrman, 2000)
3. Diet rendah protein dan tinggi kalori
Asupan protein dibatasi 0,6-0,8 gram/kgBB/hari. Rata-rata kebutuhan protein
sehari pada penderita GGK adalah 20-40 gram. Kebutuhan kalori minimal 35
kcal/kgBB/hari. Diet rendah protein tinggi kalori akan memperbaiki keluhan
mual, menurunkan BUN dan akan memperbaiki gejala. Selain itu diet rendah
protein akan menghambat progresivitas penurunan faal ginjal (PDDT, 2008).
Sedangkan menurut keluarga sehat hospital, diet rendah protein diberikan
untuk pasien penyakit ginjal kronik sebelum hemodialisis (pre-dialisis)
dengan jumlah protein yang boleh dikonsumsi adalah 0,6-0,75 g/kgberat
badan/hari. Asupan garam yang dianjurkan sebelum dialysis antara 2,5 5 gr

garam/hari, pembatasan asupan kalium dianjurkan bila kadar kalium dalam


darah > 5,5 meq dan asupan kalium yang dianjurkan adalah 40
mg/kgBB/hari. Bahan makanan yang tinggi kalium berupa umbi, buahbuahan, kacang-kacangan, tidak dianjurkan mengkonsumsi : kentang,
alpokat, pisang, mangga, tomat, daun singkong, rebung, bayam.
4. Pengelolaan hipertensi
Berbeda dengan pengendalian hipertensi pada umumnya, pada PGK masalah
pembatasan cairan mutlak dilakukan. Target tekanan darah 125/75 mmHg
diperlukan untuk menghambat laju progresivitas penurunan faal ginjal.
Penghambat ACE dan ARB diharapkan akan mengahambat progresivitas
PGK. Pemantauan faal ginjal secara serial perlu dilakukan pada awal
pengobatan hipertensi jika digunakan penghambat ACE dan ARB. Apabila
dicurigai adanya stenosis arteria renal, penghambat ACE merupakan
kontraindikasi (PPDT, 2008).
5. Pengendalian gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa
Gangguan keseimbangan elektrolit utama pada PGK adalah hyperkalemia
dan asidosis. Hyperkalemia dapat tetap asimptomatis walaupun telah
mengancam jiwa. Perubahan gambaran EKG kadang baru terlihat setelah
hyperkalemia membahayakan jiwa. Pencegahan meliputi :
a. Diet rendah kalium : menghindari buah (pisang, jeruk, tomat) serta
sayuran berlebih.
b. Menghindari

penggunaan

diuretic

K-sparring

furosemide,

spironolactone.
Pengobatan hyperkalemia tergantung derajat kegawatannya
Gawat : glukonas calcicus intravena (10-20 ml 10% Ca gluconate); glukosa
intravena (25-50 %); insulin 10-20 unit; natrium bikarbonat intravena (25-100
ml 8,4 % NaHCO3); dapat digunakan juga insulin kerja cepat 2 U yang
dicampur dextrose 40% 25 cc, diberikan bolus IV.
Meningkatkan : Furosemid
Ekskresi kalium : K-exchange resin; dialysis
Asidosis menyebabkan keluhan mual, lemah, air-hunger dan drowsiness.
Pengobatan intravena dengan NaHCO3 hanya diberikan pada keadaan

asidosis berat, sedangkan jika tidak gawat dapat diberikan secara per-oral
(PPDT, 2008).

5) Komplikasi
Komplikasi gagal ginjal kronis yang perlu menjadi perhatian perawat dan
memerlukan pendekatan kolaboratif untuk perawatan meliputi :
1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, metabolisme asidosis, katabolisme,
dan asupan yang berlebihan (diet, obat-obatan, cairan).
2. Perikarditis pada PD, efusi perikardial, dan tamponade perikardial karena
retensi produk limbah uremic dan dialisis tidak memadai.
3. Hipertensi akibat retensi natrium dan air dan kerusakan sistem reninangiotensin-aldosteron system.
4. Anemia akibat penurunan produksi erythropoietin, penurunan RBC umur,
perdarahan

di

saluran

pencernaan

dari

racun

menjengkelkan

dan

pembentukan ulkus, dan kehilangan darah selama hemodialysis.


5. Penyakit tulang dan kalsifikasi metastatik dan vaskular karena retensi fosfor,
kalsium serum rendah tingkat, metabolisme vitamin D abnormal, dan tinggi
tingkat aluminium

6) Pencegahan
Pencegahan Gagal ginjal kronik
a. Skrinning atau pemeriksaan kadar kreatinin serum dan ekskresi albumin dalam
urin dianjurkan untuk individu yang mempunyai faktor resiko penyakit GGK
seperti pasien dengan diabetes mellitus atau hipertensi, individu dengan obesitas
atau perokok, individu berumur lebih dari 0 tahun, individu dengan riwyat DM,
hipertensi dan penyakit ginjal dalam keluarga
b. Pengobatan hipertensi yaitu makin rendah tekanan darah makin kecil resiko
penurunan fungsi ginjal
c. Penghentian merokok
d. Peningkatan aktifitas fisik
e. Pengendalian berat badan
f. Hindari menahan kencing

g. Hindari minum alcohol


h. Makan dengan komposisi berimbang

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3. EGC : Jakarta.

Behrman, kliegman, Arvin. 2000. Ilmu kesehatan anak edisi 15. EGC : Jakarta.

Doenges, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed 3. EGC : Jakarta.
Firmansyah, Adi. 2010. Usaha Memperlambat Perburukan Penyakit Ginjal Kronik
ke Penyakit Ginjal Stadium Akhir. PPDS Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta.

Hidayati et al. (2008). Hubungan antara Hipertensi, Merokok dan Minuman


Suplemen Energi, dan Kejadian Penyakit Ginjal Kronik. Berita Kedokteran
Masyarakat, Volume 24 Nomor 2. Diakses 23 April 2014 dari http://beritakedokteran-masyarakat.org/index.php/BKM/article/view/139/64.

Jodhpur, Rajasthan. 2014. Management of Hypertension in CKD. Reed Elsevier


India Pvt. Lta.

Mutaqien & Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Salemba Medika : Jakarta.

Nursalam, 2000. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. Salemba Medika : Jakarta.

Smeltzer, Susanne C & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan MedikalBedah. EGC : Jakarta

Sudoyo, A. W dkk. 2009. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II. Edisi V. Pusat Penerbitan IPD FK UI : Jakarta.

Tambayong. 2001. Anatomi dan Fisiologi Untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai