Anda di halaman 1dari 12

BAB II

GEOMORFOLOGI

2.1. Geomorfologi Regional


Secara regional seluruh pulau Jawa memiliki perkembangan tektonik yang
sama, namun karena pengaruh dari jejak tektonik yang lebih tua mengontrol struktur
batuan dasar khususnya yang lebih muda maka terdapat perbedaan antara daerah
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Untuk daerah Jawa Tengah terbagi
menjadi empat zona fisiografi yaitu : Dataran Pantai Selatan, Pegunungan Serayu
Selatan, Pegunungan Serayu Utara, dan Dataran Pantai Utara (Van Bemmelen, 1949).
Karangsambung berada pada zona fisiografi Pegunungan Serayu Selatan.
Zona ini pada sistem konvergensi antara Lempeng Hindia - Australia dengan Tepi
Benua Erasia selama Zaman Tersier adalah merupakan Wilayah Retro Arc Fold
Thrust Belt. Fisiografi zona ini sama dengan Zone Kendeng (Pringgoprawiro, 1976),
dan Zone Bogor (Martodjojo, 1985). Zona tersebut berperan dalam pembentukan dan
proses Melange Lok Ulo pada umur Kapur - Paleosen.

16

Gambar 2.1. Morfologi Karangsambung


2.2. Geomorfologi Daerah Penelitian
Geomorfologi daerah penyelidikan umumnya dapat dikelompokkan
menjadi dua satuan morfologi yaitu :
1. Dataran
2. Perbukitan monoklin
Satuan morfologi dataran, terdapat pada bagian barat daya lokasi
penelitian, yang menempati sekitar 23 % daerah penyelidikan, terdapat di bagian
utara daerah penelitian, yaitu disekitar bantaran aliran anak Sungai Lok Ulo, yang
tediri dari endapan aluvial dan undak sungai, umumnya merupakan lahan
persawahan dan tempat pemukiman penduduk.
Satuan morfologi perbukitan Monoklin yang menempati sekitar 77 %
daerah penyelidikan, terdapat di barat, timur, utara, daerah penyelidikan,
membentang dari barat timur, utara - selatan. Terdapat adanya area persawahan
terasering dan pemukiman penduduk. Mempunyai rata-rata ketinggian sekitar 75
sampai 375 meter dari permukaan laut.

17

Gambar 2.2. Morfologi Dataran Aluvial daerah penelitian

Gambar 2.3. Morfologi Perbukitan Monoklin Daerah telitian

18

Gambar 2.4. Morfologi Area Persawahan ( Dataran ) Daerah telitian


2.2.1. Satuan Geomorfologi
Pembagian satuan geomorfologi daerah telitian mengacu konsep
dan klasifikasi A. K. Lobeck (1931 ), yaitu berdasarkan :
1. Morfologi yang mempelajari relief secara umum, yaitu :
a. Morfologi, merupakan aspek-aspek yang bersifat pemerian
suatu daerah, missal : perbukitan lemah, punggungan, daratan
b. Mikrometri, merupakan aspek-aspek yang bersifat kuantitatif
dari suatu satuan geomorfologi seperti : kemiringan lereng,
bentuk lereng, ketinggian, bentuk lembah dan relief.
2. Morfogenesa, yaitu studi mengenai proses geomorfologi, yakni proses
yang mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk geomorfologi,
mencakup :

19

a. Morfo struktur aktif, berupa tenaga endogen dan struktur


geologi, seperti : sinklin, antiklin, sesar.
b. Morfo struktur pasif, meliputi litologi dan proses pelapukan.
c. Morfo dinamik, berupa tenaga eksogen yang berhubungan
dengan proses proses air, proses angin, proses sungai dan lain
sebagainya.
Tabel 2.1. Dasar pembagian geomorfologi dan hubungan antara proses struktur
geologi
Satuan
Geomorfologi

Sub Satuan

Pemerian

Dataran

Dataran Alluvial

Merupakan hasil endapan dari


litologi sebelumnya.

Dataran Banjir
Dataran Rawa - rawa
Pegunungan
Lipatan

Lipatan Sinklin
Lipatan Antiklin

Struktur geologi sangat


berpengaruh padapembentukan
geomorfologi.

Struktur Homoklin / Monoklin


Sumber : A. K. Lobeck, 1931

2.3. Pola aliran dan Jenis Sungai


`Kegiatan erosi dan tektonik yang menghasilkan bentuk - bentuk lembah
sebagai tempat pengaliran air, selanjutnya akan membentuk pola - pola tertentu
yang disebut sebagai pola aliran. Pola aliran ini sangat berhubungan dengan jenis
batuan, struktur geologi kondisi erosi dan sejarah bentuk bumi. Sistem pengaliran
yang berkembang pada permukaan bumi secara regional dikontrol oleh
kemiringan lereng, jenis dan ketebalan lapisan batuan, struktur geologi, jenis dan
kerapatan vegetasi serta kondisi iklim.
20

Pola pengaliran sangat mudah dikenal dari peta topografi atau foto udara,
terutama pada skala yang besar. Percabangan - percabangan dan erosi yang kecil
pada permukaan bumi akan tampak dengan jelas, sedangkan pada skala menengah
akan menunjukkan pola yang menyeluruh sebagai cerminan jenis batuan, struktur
geologi dan erosi. Pola pengaliran pada batuan yang berlapis sangat tergantung
pada jenis, sebaran, ketebalan dan bidang perlapisan batuan serta geologi struktur
seperti sesar, kekar, arah dan bentuk perlipatan.
Howard (1967) membedakan pola pengaliran menjadi pola pengaliran
dasar dan pola pengaliran modifikasi. Definisi pola pengaliran yang digunakan
adalah sebagai berikut:
1. Pola pengaliran adalah kumpulan dari suatu jaringan pengaliran di suatu
daerah yang dipengaruhi atau tidak dipengaruhi oleh curah hujan, alur
pengaliran tetap pengali. Biasanya pola pengaliran yang demikian
disebut sebagai pola pengaliran permanen (tetap).
2. Pola dasar adalah salah satu sifat yang terbaca dan dapat dipisahkan dari
pola dasar lainnya.
3. Perubahan (modifikasi) pola dasar adalah salah satu perbedaan yang
dibuat dari pola dasar setempat.
Hubungan pola dasar dan pola perubahan (modifikasi) dengan jenis batuan
dan struktur geologi sangat erat, tetapi tidak menutup kemungkinan dapat
ditambah atau dikurangi.Van der Weg (1968) membuat klasifikasi pola pengaliran
menjadi pola erosional, pola pengendapan dan pola khusus. Pola dendritik (sub
dendritik), radial, angular (sub angular), tralis dan rektangular termasuk pola
erosional, sedangkan pola - pola lurus (elongate) , menganyam ( braided),
berkelok (meandering), yazoo, rektikular dan pola dikhotomik termasuk pola
pengendapan. Klasifikasi pola khusus dibagi menjadi pola pengaliran internal
seperti pola "sinkhole" pada bentuk lahan karst (gamping) dan pola "palimpset"
atau "berbed" untuk daerah yang dianggap khusus.

21

Tabel 2.2. Pola pengaliran dasar


Pola Pengaliran
Karakteristik

Dasar

Dendritik

Paralel

Trallis

Rektangular

Radial

Anular

Perlapisan batuan sedimen relatif datar atau paket


batuan kristalin yang tidak seragam dan memiliki
ketahanan terhadap pelapukan. Secara regional
daerah aliran memiliki kemiringan landai, jenis pola
pengaliran membentuk percabangan menyebar
seperti pohon rindang.
Pada umumnya menunjukkan daerah yang berlereng
sedang sampai agak curam dan dapat ditemukan pula
pada daerah bentuklahan perbukitan yang
memanjang. Sering terjadi pola peralihan antara pola
dendritik dengan pola paralel atau tralis.
Bentuklahan perbukitan yang memanjang dengan
pola pengaliran paralel mencerminkan perbukitan
tersebut dipengaruhi oleh perlipatan.
Batuan sedimen yang memiliki kemiringan
perlapisan (dip) atau terlipat, batuan vulkanik atau
batuan metasedimen derajat rendah dengan
perbedaan pelapukan yang jelas. Jenis pola
pengaliran biasanya berhadapan pada sisi sepanjang
aliran subsekuen.
Kekar dan / atau sesar yang memiliki sudut
kemiringan, tidak memiliki perulangan lapisan
batuan dan sering memperlihatkan pola pengaliran
yang tidak menerus.
Daerah vulkanik, kerucut (kubah) intrusi dan sisa sisa erosi. Pola pengaliran radial pada daerah
vulkanik disebut sebagai pola pengaliran multi
radial.
Catatan : pola pengaliran radial memiliki dua sistem
yaitu sistem sentrifugal (menyebar ke luar dari titik
pusat), berarti bahwa daerah tersebut berbentuk
kubah atau kerucut, sedangkan sistem sentripetal
(menyebar kearah titik pusat) memiliki arti bahwa
daerah tersebut berbentuk cekungan.
Struktur

kubah

kerucut,

cekungan

dan
22

Multibasinal

kemungkinan retas (stocks)


Endapan berupa gumuk hasil longsoran dengan
perbedaan penggerusan atau perataan batuan dasar,
merupakan daerah gerakan tanah, vulkanisme,
pelarutan gamping dan lelehan salju (permafrost)

Sumber : van Zuidam, 1985


Tabel 2.3. Pola pengaliran ubahan
Pola Pengaliran
Karakteristik

Modifikasi

Perlapisan batuan sedimen relatif datar atau paket batuan


kristalin yang tidak seragam dan memiliki ketahanan
terhadap pelapukan. Secara regional daerah aliran
Sub Dendritik

memiliki kemiringan landai, jenis pola pengaliran


membentuk

Pinnate

percabangan

menyebar

seperti

pohon

rindang Umumnya struktural.


Tekstur batuan halus dan mudah tererosi

Anastomatik
Menganyam(Dikhotomik)
Sub Paralel

Dataran banjir, delta atau rawa


Kipas aluvium dan delta
Lereng memanjang atau dikontrol oleh bentuklahan

Kolinier

perbukitan memanjang.
Kelurusan bentuklahan bermaterial halus dan beting

Sub Trallis
Direksional Trallis
Trallis Berbelok
Trallis Sesar
Angulate
Karst

pasir.
Bentuklahan memanjang dan sejajar
Homoklin landai seperti beting gisik
Perlipatan memanjang.
Percabangan menyatu atau berpencar , sesar paralel
Kekar dan / atau sesar pada daerah miring
Batugamping

Sumber : van Zuidam, 1985

23

2.3.1.

Macam-Macam Arah Aliran Sungai


Berdasarkan arah aliran yang dilaluinya, sungai dibedakan sebagai

berikut:
1. Sungai Konsekuen
Adalah sungai yang memeiliki arah aliran yang sesuai dengan
kemiringan batuan daerah yang dilewatinya.
2. Sungai Subsekuen
Adalah sungai yang alirannya tegak lurus pada sungai
konsekuen dan pada sungai konsekuen, Adalah sungai yang mengalir
mengikuti arah strike batuan atau arah jurus perlapisan batuan pada
daerah dengan batuan yang kurang resisten, atau sungai yang mengalir
mengikuti kekar kekar dan sesar pada daerah dengan batuan yang
kristalin. misalnya sungai opak di yogyakarta.
3. Sungai Obsekuen
Adalah sungai yang mengalirnya berlawanan dengan arah
kemiringan lapisan batuan daerah tersebut dan merupakan anak sungai
subsekuen. Merupakan sungai yang arah alirannya berlawanan arah
dengan arah kemiringan perlapisan batuan, dan juga berlawanan arah
dengan arah sungai konsekuen. Sungai obsekuen umumnya hanya
pendek dengan gradien sungai yang curam, umumnya berupa anak
sungai yang mengalir melewatitebing gunung yang curam atau
escarpments.
2.3.2. Stadia Sungai
Hakekatnya aliran sungai terbentuk oleh adanya sumber air (hujan,
mencairnya es, dan mata air) dan adanya relief dari permukaan bumi.
Sungai-sungai juga mengalami tahapan geomorfik yaitu perioda muda,
dewasa, dan tua. Sungai muda dicirikan dengan kemampuan untuk
mengikis alurnya, dimana hal ini dapat terjadi jika gradien sungai cukup
terjal. Sungai muda biasanya sempit, dengan tebing terjal yang terdiri dari
24

batuan dasar. Gradien sungai yang tidak teratur (seragam) disebabkan oleh
variasi struktur batuan (keras- lunak).
Sungai pada stadium dewasa akan mengalami pengurangan gradien
sungai sehingga kecepatan aliran dan daya erosi (pengikisan) berkurang,
sehingga mulai terjadi pengendapan. Sungai demikian disebut dengan
graded. Jika sungai utama mengalami graded berarti telah tercapai
kedewasaan awal, dan jika cabang-cabang sungai tersebut juga telah
mengalami graded maka telah mencapai kedewasaan lanjut, dan jika aluralur sungai juga telah mengalami graded, maka sungai tersebut telah
mencapai perioda tua.
Pada sungai yang telah mencapai stadium dewasa terdapat dataran
banjir yang terbentuk dari pengendapan material klastis yang diendapkan
pada daerah di dekat sungai membentuk point bar. Pada sisi kiri kanan
sungai sering terbentuk akumulasi yang tebal sedimen sepanjang sungai
dan membentuk tanggul alam (natural levees). Jika arus aliran sungai
makin melemah, material klastis yang terbawa oleh aliran sungai akan
terendapkan pada tekuk lereng, sisi dalam meander, pertemuan antara dua
aliran sungai, dan perubahan gradien. Jika endapan aluvial sungai yang
telah terbentuk kemudian terkikis kembali oleh aliran sungai akan
terbentuk undak-undak sungai, dan merupakan peremajaan sungai pada
masa dewasa atau tua.
Jika aliran sungai dari mulut lembah di daerah pegunungan dan
kemudian memasuki wilayah dataran, maka material klastis yang
dibawanya akan terendapkan dan kemudian menyebar meluas dengan
sudut kemiringan makin melandai. Fraksi kasar akan terakumulasi di dekat
mulut lembah dan fraksi halus akan terdapat pada dataran, dan dikenal
dengan kipas aluvial. Kipas aluvial dapat terjadi pada kaki-kaki gunung
api, kaki tebing dari gawir, dll.

25

Selanjutnya material klastis yang terbawa oleh aliran sungai hingga


laut, dan membentuk delta. Bentuk-bentuk delta dipengaruhi oleh banyak
faktor antara lain bentuk sungai, gradien sungai, besarnya beban, kuat arus
laut, arah arus laut, dsb.
2.3.3. Pola aliran daerah penelitian

Gambar 2.5. Pola Aliran Daerah Telitian


Jenis Pola Aliran di Daerah Telitian termasuk dalam kategori Sup
Dendritik, karena struktur aliran sungai berbentuk menyerupai akar pohon dan
telah terpengaruh karena adanya Struktur Antiklin di bagian tengah nya. Selain
ciri itu, dijumpai pula banyak struktur kekar di batuan yang berada di sekitar alur
sungai tersebut dan mayoritas batuan yang berkembang di sekitar alur sungai
tersebut adalah Batuan Sedimen.
Berdasarkan arah aliran yang dilaluinya, sungai di daerah penelitian ini
adalah :

26

1. Sungai Subsekuen
Adalah sungai yang alirannya tegak lurus pada sungai konsekuen
dan bermuara pada sungai konsekuen, Adalah sungai yang mengalir
mengikuti arah strike batuan atau arah jurus perlapisan batuan pada daerah
dengan batuan yang kurang resisten, atau sungai yang mengalir mengikuti
kekar kekar dan sesar pada daerah dengan batuan yang kristalin.
misalnya sungai opak di yogyakarta.
2. Sungai Obsekuen
Adalah sungai yang mengalirnya berlawanan dengan arah
kemiringan lapisan batuan daerah tersebut dan merupakan anak sungai
subsekuen. Merupakan sungai yang arah alirannya berlawanan arah
dengan arah kemiringan perlapisan batuan, dan juga berlawanan arah
dengan arah sungai konsekuen. Sungai obsekuen umumnya hanya pendek
dengan gradien sungai yang curam, umumnya berupa anak sungai yang
mengalir melewati tebing gunung yang curam atau escarpments.

Gambar 2.6. Sungai Lok Ulo

27

Anda mungkin juga menyukai