Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
I. Pneumotoraks
I.1. Definisi
Pneumotoraks adalah rongga pleura yang terisi udara.1
I.2. Epidemiologi
Pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar
40 tahun. Laki-laki lebih sering daripada wanita.1
I.3. Etiologi
Pneumotoraks dapat terjadi secara spontan atau traumatik. Pneumotoraks
spontan primer tidak diketahui penyebabnya sedangkan penumotoraks spontan
sekunder dapat disebabkan oleh penyakit dasar seperti tuberkulosis paru aktif,
tuberkulosis paru disertai fibrosis, bronkitis kronis dan emfisema. Selain itu,
pneumotoraks pada wanita dapat terjadi saat menstruasi dan sering berulang.
Keadaan

ini

disebut

pneumotoraks

katamenial

yang

disebabkan

oleh

endometriosis di pleura. Kematian akibat pneumotoraks lebih kurang 12%.2,3


I.4. Klasifikasi
Pembagian pneumotoraks bermacam-macam tergantung dari sisi pembuatan
klasifikasi tersebut. Di bawah ini beberapa pembagian pneumotoraks:1
I.4.1. Berdasarkan terjadinya
a. Artifisial
Pneumotoraks artifisial adalah pneumotoraks yang disebabkan oleh tindakan
tertentu atau memang disengaja untuk tujuan tertentu, misalnya untuk
diagnosis ataupun terapi. Untuk tujuan terapi, ada beberapa macam, seperti:
1) Terapi kolaps yang dilakukan untuk TB paru yang mengalami batuk darah
dengan tujuan untuk menghentikan perdarahan
2) Terapi kolaps paru dilakukan guna melindungi paru terhadap bahaya sinar
rontgen pada waktu dilakukan radiasi karsinoma payudara. Untuk maksud
ini tidak banyak manfaatnya.
Untuk diagnosia, pneumotoraks digunakan untuk membedakan tumor
perifer yang terletak di intrapulmoner dengan tumor perifer yang terletak di

dinding dada bagian dalam (pleura parietalis), dilakukan foto toraks PA


atau fluoroskopi setelah memasukkan udara dalam jumlah yang cukup ke
dalam rongga plerua, sehingga paru menjadi kolaps. Pada fluoroskopi atau
foto toraks PA akan kelihatan apakah tumor tadi menempel di dinding
toraks atau berada di parenkim paru yang kolaps.
b. Traumatik
Pneumotoraks traumatik, disebabkan oleh jejas yang mengenai dada, baik
berupa peluru yang menembus dinding dada dan paru, kecelakaan lalu lintas
yang menyebabkan trauma tumpul di dada ataupun ledakan yang menyebabkan
peningkatan tekanan udara dan terjadi tekanan pada dada yang mendadak,
menyebabkan tekanan di dalam paru meningkat.
c. Spontan
Pneumotoraks terjadi secara spontan tanpa didahului oleh kecelakaan atau
trauma seringkali didapatkan penyakit dasar berupa:
1)
Tuberkulosis paru yang prosesnya sudah lama, dengan multiple cavity,
2)
3)
4)
5)
I.4.2.

fibrosis, emfisema, TB milier.


Bronchitis kronis dengan eksaserbasi akut.
Emfisema
Asma bronkial kronis yang mengalami serangan batuk, influenza
Kanker paru
Berdasarkan lokalisasi
Berdasarkan lokalisasi pneumotoraks di ronggal dada, pneumotoraks

dibagi menjadi;
a. Pneumotoraks parietalis
b. Pneumotoraks medialis
c. Pneumotoraks basalis
I.4.3. Berdasarkan derajat kolaps
Berdasarkan derajat kolaps paru, pneumotoraks dibagi menjadi:
a. Pneumotoraks totalis
b. Pneumotoraks parsialis
Derajat kolaps paru pada penumotoraks totalis dapat dinyatakan dalam
persen dengan rumus sebagai berikut:
Luas hemitoraks (A x B) luas paru yang kolaps (a x b) : (A x B) x 100%.
I.4.4. Berdasarkan jenis fistel
Berdasarkan jenis fistel yang menghubungkan antara saluran pernapasan
dengan rongga pleura, pneumotoraks dibagi menjadi:
a. Pneumotoraks terbuka
Pneumotoraks terbuka yaitu suatu pneumotoraks di mana terdapat
hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan

bagian dari dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama
dengan tekanan barometer atau sama dengan tekanan udara luar. Pada
pneumotoraks terbuka tekan intrapleura sekitar nol.
b. Pneumotoraks tertutup
Pada pneumotoraks terteutup, rongga pleura tertutup sehingga tidak
ada hubungan dengan dunia luar. Udara yang berada di rongga pleura
tidak mempunyai hubungan udara luar. Tekanan di dalam rongga
pleura pada awalnya mungkin positif sedang/rendah, namun lambat
laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru di
sekitar. Pada kondisi tersebut, paru belum mengalami re ekspansi,
sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya
sudah kembali negatif.
c. Penumotoraks ventil
Pneumotoraks ventil yaitu pneumotoraks dengan tekanan intrapleura
yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel
di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara
masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya
terus menjuju pelura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara
di dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam
rongga pleura makin lama makin tinggi.

Gambar 1. Pneumotoraks4
I.5. Patogenesis
Pleura merupakan satu lapis sel mesotelial, ditunjang oleh jaringan ikat,
pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. Rongga pleura dibatasi
oleh lapisan tipis sel mesotelial, terdiri atas pleura parietalis dan pleura
viseralis. Pleura parietalis melapisi otot-otot dinding dada, tulang dan
kartilago, diafragma dan mediastinum, sangat sensitif terhadap nyeri. Pleura
viseralis melapisi paru dan menyusup ke dalam semua fisura dan tidak
sensitif terhadap nyeri. Rongga pleura individu sehat terisi cairan (10-20 ml)
berfungsi sebagai pelumas di antara kedua pelumas pleura.3
Pada waktu inspirasi tekanan intrapleura lebih negatif daripada tekanan
intrabronkial, maka paru mengembang mengikuti gerakan dinding toraks
sehingga udara dari luar dengan tekanan permulaan nol, akan terhisap masuk
melalui bronkus hingga mencapai alveol. Pada saat ekspirasi, dinding dada
menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi
daripada tekanan udara alveol maupun di bronkus, akibatnya udara akan
ditekan keluar melalui bronkus.1
Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran
pernapasan dan akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk,

bersin atau mengejan. Peningkatan tekanan intrabronkial akan mencapai


puncak sesaat sebelum batuk, bersin atau mengejan, pada keaan ini glottis
tertutup. Apabila di bagian perifer bronkial atau alveol ada bagian yang
lemah, maka kemungkinan terjadi robekan bronki atau alveol akan sangat
mudah. 1
Dengan cara demikian duggan terjadinya pneumotoraks dapat dijelaskan,
yaitu ada kebocoran di bagian paru yang berisi udara melalui robekan atau
pleura yang pecah. Bagian yang robek atau pecah ini berhubungan dengan
bronkus. Pelebaran alveol dan septa-septa alvoel yang pecah kemudian
membentuk suatu bula yang berdinding tipis di dekat daerah yang ada proses
nonspesifik atau fibrosis granulomatosa. Keadaan ini merupakan salah satu
penyebab yang paling sering menimbulkan pneumotoraks. Bula seringkali
merupakan bagian dari emfisema obstruktif. 1
I.6. Manifestasi Klinis
a. Keluhan
Berdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul pada
pneumotoraks adalah:3
1) Sesak napas, pada 80-100%
2) Nyeri dada, pada 75-90%
3) Batuk, pada 25-35%
4) Tidak menunjukkan gejala yang (silent) yang terdapat pada sekitar 5-10%
dan biasanya pada pneumotoraks spontan primer.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik toraks pada pneumotoraks dapat ditemukan tanda-tanda
seperti:2
1) Inspeksi
Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit. Pada waktu respirasi,
bagian yang sakit gerakannya tertinggal. Trakea dan jantung terdorong ke
sisi yang sehat.
2) Palpasi
Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar. Iktus
jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat. Fremitus suara melemah atau
menghilang pada sisi yang sakit
3) Perkusi

Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila
tekanan intrapleura tinggi.
4) Auskultasi
Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang. Suara
napas terdengar amforik bila ada fistel bronkopleura yang cukup besar
pada pneumotoraks terbuka. Suara vokal melemah dan tidak menggetar
serta bronkofoni negatif.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan foto dada garis pleura viseralis tampak putih, lurus atau
cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah
antara kedua garis pleura tersebut tampak lusens karena berisi kumpulan udara
dan tidak didapatkan corakan vaskulaer pada daerah tersebut. Pada tension
pneumotoraks gambaran foto dadanya tampak jumlah udara pada hemitoraks
yang cukup besar dan susunan mediastinum yang bergeser ke arah
kontralateral.3
I.7. Diagnosis Banding
Pneumotoraks dapat memberi gejala seperti infark miokard, emboli paru dan
pneumonia.3

I.8. Komplikasi
Pneumotoraks dapat mengakibatkan kegagalan respirasi akut, piopneumotoraks, hidro-pneumotoraks/hemo-pneumotoraks, henti jantung paru dan
kematian. Pneumomediastinum dan emfisema subkutan dapat muncul sebagai
komplikasi pneumotoraks spontan, biasanya karena pecahnya esophagus atau
bronkus.3
I.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumotoraks tergantung dari jenis pneumotoraks, derajat
kolaps dan berat ringannya gejala, penyakit dasar dan penyulit yang terjadi.2
a. Tindakan medis

Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur tekanan intrapleura, menghisap


udara dan mengembangkan paru. Tindakan ini terutama ditujukan pada
penderita pneumotoraks tertutup atau terbuka.
1) Pneumotoraks tertutup (simple pneumothorax)
Paru yang kolaps hanya sedikit, pada pengukuran tekanan intrapleura
negative atau positif kecil dan setelah dihisap dengan pneumometer 300500cc atau sampai 1000cc didapatkan tekanan intrapleura tetap negative
dan tidak berubah menjadi positif.
2) Pneumotoraks terbuka
Disebut pneumotoraks terbuka, bila rongga pleura mempunnyai hubungan
dengan bronkus dan dunia luar. Jadi ada lubang yang tetap terbuka.
3) Pneumotoraks ventil
b. Tindakan dekompresi
Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara:
1) Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena udara mengalir ke luar melalui jarum
tersebut.
2) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil:
- Menggunakan infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura,
kemudian pipa plastik/infus set yang telah dipotong pada pangkal
saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah itu klem
penyumbat dibuka dan akan tampak gelembung udara yang keluar.
eJarum abbotcath
- Pipa water sealed drainage (WSD)
c. Tindakan bedah
Dilakukan oleh spesialis bedah umum / bedah toraks.
I.10. Penyulit
Timbul cairan intrapleura, misalnya emfisema subkutis disertai darah
(hemotoraks), syok kardiogenik dan gagal napas.2
II. Tuberkulosis Paru
II.1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex. Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB.

Gejala umum TB paru adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu yang disertai
gejala pernapasan (sesak napas, nyeri dada, hemoptisis) dan/atau gejala tambahan
(tidak nafsu makan, penurunan berat badan, keringat malam dan mudah lelah).
Kasus TB adalah:5
a. Kasus TB pasti yaitu pasien TB dengan ditemukan Mycobacterium
tuberculosis complex yang diidentifikasi dari specimen klinik (jaringan, cairan
tubuh, usap tenggorok, dll) dan kultur. Pada Negara dengan keterbatasan
kapasitas laboratorium dalam mengidentifikasi M. tuberculosis maka kasus
TB paru dapat ditegakkan apabila ditemukan satu atau lebih dahak BTA
positif.
b. Seorang pasien yang setelah dilakukan pemeriksaan penunjang untuk TB
sehingga didiagnosis TB oleh dokter maupun petugas kesehatan dan diobati
dengan paduan dan lama pengobatan lengkap.
II.2. Epidemiologi
WHO menyatakan bahwa 1/3 penduduk dunia telah terinfeksi kuman
Tuberkulosis. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB
baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB
dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 di Indonesia, penyakit
pada sistem pernapasan merupakan penyebab kematian kedua setelah sistem
sirkulasi. TB merupakan penyebab kematian pertama pada golongan penyakit
infeksi. WHO memperkirakan di Indonesia setiap tahunnya terjadi 175.000
kematian akibat TB dan terdapat 550.000 kasus TB.5,6
II.3. Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh infeksi bakteri M. tuberculosis, dan kadangkadang oleh M. bovis dan M. africanum. Mikroorganisme ini disebut juga sebagai
basil tahan asam. Penularan terjadi melalui udara (airborne spreading) dari
droplet infeksi. Sumber infeksi adalah penderita TB paru yang membatukkan
dahaknya, di mana pada pemeriksaan apusan dahak umumnya ditemukan BTA
positif. Batuk akan menghasilkan droplet infeksi (droplet nuclei). Pada sekali

10

batuk, dapat dikeluarkan 3000 droplet. Penularan umumnya terjadi dalam ruangan
dengan ventilasi kurang. Sinar matahari dapat membunuh kuman dengan cepat,
sedangkan pada ruangan gelap kuman dapat hidup. Risiko penularan infeksi akan
lebih tinggi pada BTA (+) dibandingkan BTA (-).5
II.4. Klasifikasi
Kasus TB diklasifikasikan berdasarkan:6
a. Letak anatomi penyakit
1) Tuberkulosis paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru.
Tuberkulosis milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena lesinya yang
terletak di dalam paru.
2) TB ekstraparu adalah kasus TB yang mengenai organ lain selain paru
seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen traktus genitourinarius,
kulit, sendi, tulang dan selaput otak.
b. Hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi
1) Tuberkulosis paru BTA positif, apabila:
a) Minimal satu dari sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan dahak
menunjukkan hasil positif pada laboratorium yang memenuhi syarat
quality external assurance (EQA). Sebaiknya satu kali pemeriksaan
dahak tersebut berasal dari dahak pagi hari.
b) Pada negara atau daerah yang belum memiliki laboratorium dengan
syarat EQA, maka Tb paru BTA positif adalah:
- Dua atau lebih hasil pemeriksaan dahak BTA positif, atau
- Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif dan didukung hasil
pemeriksaan foto toraks sesuai dengan gambaran TB yang
-

ditetapkan oleh klinisi, atau


Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif ditambah hasil kultur M.

tuberculosis positif.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif, apabila:
a) Hasil pemeriksaan dahak negatif tetapi hasil kultur positif. Setidaknya
dua hasil pemeriksaan dahak BTA negatif pada laboratorium yang
memenuhi syarat EQA dan dianjurkan pemeriksaan kultur pada hasil
pemeriksaan dahak BTA negatif untuk memastikan diagnosis terutama
pada daerah dengan prevalensi HIV > 1% atau pasien TB dengan
kehamilan 5%.

11

b) Jika hasil pemeriksaan dahak BTA dua kali negarif di daerah yang
belum memiliki fasilitas kultur M. tuberculosis, maka harus memenuhi
kriteria yaitu hasil foto toraks sesuai dengan gambaran TB aktif dan
-

disertai salah satu di bawah ini:


Hasil pemeriksaan HIV positif atau secara laboratorium sesuai HIV
Jika HIV negatif atau status HIV tidak diketahui atau prevalens HIV
rendah dan tidak menunjukkan perbaikan setelah pemberian
antibiotik spectrum luas (kecuali antibiotik yang mempunyai efek

anti TB seperti fluorokuinolon dan aminoglikosida.


3) Kasus Bekas TB
a) Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau
foto serial (dalam 2 bulan) menunjukkan gambaran yang menetap.
Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.
b) Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan tetapi pada foto toraks ulang tidak ada
perubahan gambaran radiologi.
c. Riwayat pengobatan sebelumnya
1) Pasien baru adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan
TB sebelumnya atau sudah pernah mendapatkan OAT kurang dari satu
bulan. Pasien dengan hasil dahak BTA positif atau negatif dengan lokasi
anatomi penyakit di manapun.
2) Pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang sudah
pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya minimal satu bulan, dengan
hasil dahak BTA positif atau negatif dengan lokasi anatomi di manapun.
II.5. Patogenesis
Secara umum, perjalanan infeksi tuberkulosis terjadi melalui 5 tahap, yaitu:5
a. Infeksi dimulai dari masuknya kuman tuberkulosis ke alveoli. Kuman
difagositosis oleh makrofag alveolar dan umumnya dapat dihancurkan. Bila
daya bunuh makrofag rendah, kuman tuberkulosis akan berproliferasi dalam
sitoplasma dan menyebabkan lisis makrofag. Pada umumnya pada tahap ini
tidak terjadi pertumbuhan bakteri.
b. Pada tahap 2 (simbiosis), bakteri tumbuh secara logaritmik dalam nonactivated macrophage yang gagal mendestruksi bakteri tuberkulosis hingga

12

makrofag hancur dan bakteri tuberkulosis difagositosis oleh makrofag lain


yang masuk ke tempat radang karena faktor kemotaksis komponen
komplemen C5a dan monocyte chemoatractant protein (MPC-1). Lama
kelamaan makin banyak makrofag dan bakteri tuberkulosis yang berkumpul di
tempat lesi.
c. Pada tahap 3, terjadi nekrosis kaseosa, jumlah bakteri tuberkulosis menetap
karena pertumbuhannya dihambat oleh respons imun tubuh terhadap
tuberculin-like antigen. Pada tahap in, hipersensitivas tipe lambat merupakan
respons imun utama yang mampu menghancurkan makrofag yang berisi
bakteri TB. Respons ini terbentuk 4-8 minggu dari saat infeksi. Dalam solid
caseous center yang terbentuk, kuman ekstraseluler tidak dapat tumbuh,
dikelilingi non-activated macrophage dan partly activated macrophage.
Pertumbuhan kuman TB secara logaritmik terhenti, namun respons imun DTH
ini menyebabkan perluasan pusat kaseosa dan progresifitas penyakit. Kuman
TB masih dapat hidup dalam solid nekrosis kaseosa tetapi tidak dapat
berkembangbiak karena keadaan anoksia, penurunan pH dan adanya
inhibitory fatty acid. Pada keadaan dorman ini metabolism kuman minimal
sehingga tidak sensitive terhadap terapi. Nekrosis kaseosa ini merupakan
reaksi DTH yang berasal dari limfosit T, khususnya T sitotoksik (Tc) yang
mengakibatkan clotting factor, sitokin TNF, antigen reaktif, nitrogen
intermediate, kompleks antigen-antibodi, komplemen dan produk-produk
yang dilepaskan bakteri mati. Pada reaksi inflamasi, endotel vaskuler menjadi
aktif menghasilkan molekul-molekul adesi (ICAM-1, ELAM-1, VCAM-1),
MHC kelas I dan II. Endotel yang aktif mampu mempresentasikan antigen
tuberculin pada sel Tc sehingga menyebabkan jejas pada endotel dan memicu
kaskade koagulasi. Tombrosis lokal menyebabkan iskemia dan nekrosis di
dekat jaringan.
d. Pada tahap ini, respons imun cell mediated immunity (CMI) memegang peran
utama di mana CMI akan mengaktifkan makrofag sehingga mampu
memfagositosis

dan

menghancurkan

bakteri.

Activated

macrophage

menyelimuti tepi nekrosis kaseosa untuk mencegah terlepasnya bakteri


II.5.1. Tuberkulosis primer5

13

Infeksi primer terjadi setelah seseorang menghirup mikobakterium


tuberculosis. Setelah melalui barrier mukosilier saluran napas, basil TB akan
mencapai alveoli. Kuman akan mengalami multiplikasi di paru, disebut focus
Ghon. Melalui aliran limfe, basil mencapai kelenjar limfe hilus. Focus ghon dan
limfadenopati hilus membentuk kompleks primer. Melalui kompleks primer basil
dapat menyebar melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh. Respons imun
seluler/hipersensitivitas tipe lambat terjadi 4-6 minggu setelah infeksi primer.
Banyaknya basil TB serta kemampuan daya tahan tubuh host akan
menentukan perjalanan penyakit selanjutnya. Pada kebanyakan kasus, respons
imun tubuh dapat menghentikan multiplikasi kuman, sebagian kecil menjadi
kuman dorman. Pada penderita dengan daya tahan tubuh yang buruk, respons
imun tidak dapat menghentikan multiplikasi kuman sehingga akan menjadi sakit
pada beberapa bulan kemudian. Sehingga kompleks primer akan mengalami
salah satu hal sebagai berikut:
1) Penderita akan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat
2) Sembuh dengan meninggalkan bekas, seperti sarang Ghon, fibrotik,
kalsifikasi.
3) Menyebar dengan cara:
a) Perkontinuitatum ke jaringan sekitarnya. Contohnya pembesaran kelenjar
limfe di hilus sehingga menyebabkan penekan bronkus lobus medius,
berakibat atelektasis. Kuman akan menjalar sepanjang bronkus yang
tersumbat menuju lobus yang atelektasis, menimbulkan peradangan pada
lobus yang atelektasis, disebut sebagai epituberkulosis. Pembesaran
kelenjar limfe di leher, dapat menjadi abses disebut scrofuloderma.
Penyebaran ke pleura menyebabkan efusi pleura.
b) Penyebaran bronkogen ke jaringan paru yang bersangkutan atau paru
sebelahnya atau tertelan bersama dahak sehingga terjadi penyebaran di
usus.
c) Penyebaran secara hematogen dan limfogen ke organ lain seperti
tuberculosis milier, meningitis, tulang, ginjal dan genitalia.
II.5.2. Tuberkulosis post primer5
Tuberkulosis post primer dapat terjadi karena reaktivasi atau reinfeksi.
Reaktivasi terjadi akibat kuman dorman yang berada pada jaringan selama
beberapa bulan/tahun setelah infeksi primer, mengalami multiplikasi. Hal ini

14

dapat terjadi akibat daya tubuh yang lemah. Reinfeksi diartikan adanya infeksi
ulang pada seseorang yang sebelumnya pernah mengalami infeksi primer. TB post
primer umumnya menyerang paru, tetapi dapat pula di tempat lain di seluruh
tubuh umumnya pada usia dewasa. Karakteristik TB post primer adalah adanya
kerusakan paru yang luas dengan kavitas, apusan dahak BTA positif, pada lobus
atas, umumnya tidak terdapat limfadenopati intratoraks.
Tuberkulosis post primer dimulai dari sarang dini yang umumnya pada segmen
apikal lobus superior atau lobus inferior. Awalnya berbentuk sarang pneumonik
kecil. Sarang ini dapat mengalami salah satu keadaan sebagai berikut:
1) Diresorbsi dan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat.
2) Sarang meluas, tetap segera mengalami penyembuhan berupa jaringan fibrosis
dan perkapuran. Sarang dapat aktif kembali membentuk jaringan kaseosa dan
bila dibatukkan menimbulkan kaviti.
3) Sarang penumonik meluas, membentuk jaringan kaseosa. Kaviti awalnya
berdinding tipis kemudian menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti akan
mengalami:
a) Meluas dan menimbulkan sarang penumonik baru
b) Memadat dan membungkus diri (tuberkuloma). Tuberkuloma dapat
mengapur dan sembuh, tapi dapat aktif kembali dan mencair menimbulkan
kaviti kembali.
c) Menyembuh (open healed cavity) atau menyembuh dengan membungkus
diri akhirnya mengecil. Kaviti dapat menciut dan tampak sebagai bintang
(stellate shape).
II.6. Diagnosis
II.6.1. Gejala Klinis
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratori dan
gejala sistemik.5
a. Gejala respiratori
1) Batuk 2 minggu
2) Batuk darah
3) Sesak napas
4) Nyeri dada
b. Gejala sistemik
1) Demam
2) Malaise, keringat malam, anoreksia dan berat bada menurun
II.6.2. Pemeriksaan Fisik

15

Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.
Pada permulaan perkembangan penyakit umumnya sulit sekali menemukan
kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama
daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior
(S6). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan suara napas napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma dan mediastinum.5
II.6.3. Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman TB sangat penting dalam
menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal
dari dahak, cairan pleura, bilasan bronkus, kurasan bronkoalveolar dan jaringan
biopsi. Dahak diambil sebanyak 2 kali dengan minimal satu kali dahak pagi hari.
Pemeriksaan dapat dilakukan secara mikroskopis dan biakan.5
II.6.4. Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan foto toraks, TB dapat memberi gambaran bermacam-macam
bentuk. Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah:1
a. Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah.
b. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan.
c. Bayangan bercak milier
d. Efusi pleura unilateral umumnya atau bilateral (jarang)
Gambaran yang dicurigai lesi TB inaktif:
a. Fibrotik
b. Kalsifikasi
c. Schwarte atau penebalan pleura
II.7. Pengobatan
Obat anti tuberkulosis (OAT) harus diberikan dalam bentuk kombinasi
beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OATKombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih menguntungkan dan sangat
dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang
Pengawas Menelan Obat (PMO).6

16

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.


a. Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan
tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien
TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
b. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Pengobatan TB standar dibagi menjadi:5
a. Pasien baru
Panduan obat yang dianjurkan 2HRZE/4HR dengan pemberian dosis setiap
hari. Bila menggunakan OAT program, maka pemberian dosis setiap hari pada
fase intensif dilanjutkan dengan pemberian dosis 3 x seminggu dengan DOT
2HRZE/4H3R3.
b. Pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji kepekaan secara individual.
Selama

menunggu

2HRZES/HRZE/5HRE.

hasil

uji

kepekaan

diberikan

panduan

obat

Anda mungkin juga menyukai