TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini membahas tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait
dengan penelitian yang dilakukan, sehingga dapat menjadi landasan teoritis dalam
mendukung penelitian ini. Teori-teori yang terdapat dalam bab ini diantaranya
komitmen organisasi, selfefficacy, guru dan SMK. Diakhir bab ini, juga
dipaparkan hubungan antara komitmen organisasi dan self efficacy serta kerangka
berpikir.
Komitmen
organisasi
merupakan
sejauh
manaseorang
tujuan organisasi dan keinginan yang lebih besar untuk tetap dipekerjakan di
dalam organisasi.
Berdasarkan uraian teori dari para tokoh diatas, penulis menyimpulkan
komitmen organisasi sebagai kesediaan karyawan untuk meyakini dan
menunjukkan nilai-nilai yang ada pada perusahaan dalam dirinya dengan kemauan
yang kuat untuk memberikan sesuatu yang dapat mencapai tujuan organisasi.
2.1.2 Komponen komitmen organisasi
Menurut Meyer dan Allen (1997, dalam Kreitner & Kinicki, 2008) terdapat tiga
komponen dalam komitmen organisasi, yaitu:
1) Komponen affective
Komponen ini
ikatan
emosionalkaryawan
dalam
komitmen
afektifdianggap
kegiatanorganisasi,
kesediaan
merekauntuk
mengejartujuan
3) Komponen normative
Komitmen berdasarkan perasaan wajib sebagai anggota/karyawan untuk
tetap tinggal karena perasaan hutang budi. Disini terjadi juga internalisasi normanorma.
2.1.3 Penyebab (antecendent) Komitmen Organisasi
kebijakan
perusahaan.
Kedua,
karakteristik
pribadi
yang
2.2 Self-efficacy
2.2.1 Pengertian self-efficacy
secara emosional mampu melakukannya. Orang yang memiliki self efficacy yang
tinggi dapat menerima tantangan yang lebih besar, mengeluarkan usaha lebih, dan
mungkin lebih berhasil dalam mencapai tujuan sebagai hasil. Orang yang
memiliki self efficacy rendah tidak mendapat promosi ditempat kerja karena tidak
melibatkan dirinya untuk memberikan kontribusi yang baik kepada organisasi.
Menurut Schultz dan Schultz (2006) self efficacy adalah keyakinan
seseorang akan kemampuannya dalam mengerjakan tugas tertentu. Orang yang
memiliki self efficacy tinggi tidak terganggu oleh stress dibandingkan dengan
orang yang memiliki self efficacy rendah. Sementara Bandura (2001, dalam Feist
& Feist : 2008) mendefinisikan self efficacy sebagai keyakinan manusia pada
kemampuan mereka untuk melatih sejumlah ukuran pengendalian terhadap fungsi
diri mereka dan kejadian-kejadian di lingkungannya. Bandura (1997) menyatakan
bahwa self efficacy merupakan keyakinan individu bahwa ia dapat menguasai
situasi dan memperoleh hasil yang positif. Selain itu Bandura (1997, dalam
Luszczynska & Schwarzer, 2005) menjelaskan self efficacy merupakan keyakinan
seseorang untuk dapat menggunakan keterampilan yang dibutuhkan untuk
menahan godaan, mengatasi stress, dan mengerahkan sumber daya yang
diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasional.
Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa self efficacy
merupakan keyakinan seseorang akan kemampuan yang dimilikinya dirinya
dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas yang dihadapi, sehingga mampu
mencapai tujuan yang diharapkannya
Self efficacy terbagi menjadi dua bentuk yaitu self efficacy yang tinggi
danself efficacy yang rendah. Individu yang memiliki self efficacy yang tinggi
akan cenderung memilih untuk terlibat langsung dalam mengerjakan suatu tugas,
sementara individu yang memiliki self efficacy rendah cenderung menghindari
tugas tersebut.
Individu yang memiliki self efficacy yang tinggi cenderung mengerjakan
suatu tugas tertentu, sekalipun tugas-tugas tersebut merupakan tugas yang sulit.
Mereka tidak memandang tugas sebagai suatu ancaman yang harus mereka
hindari. Selain itu, mereka mengembangkan minat instrinsik dan ketertarikan
mendalam terhadap suatu aktivitas, mengembangkan tujuan, dan berkomitmen
dalam mencapai tujuan tersebut. Mereka juga mencegah kegagalan yang mungkin
akan terjadi. Mereka yang gagal dalam melaksanakan sesuatu, biasanya cepat
mendapatkan self efficacy mereka kembali setelah mengalami kegagalan tersebut
(Bandura, 1997).
Individu yang memiliki self efficacy tinggi menganggap kegagalan sebagai
akibat dari kurangnya usaha keras, pengetahuan, dan keterampilan. Sedangkan
individu yang memiliki self efficacy rendah, ragu akan kemampuan yang mereka
miliki sehingga menjauh dari tugas-tugas yang sulit karena tugas tersebut
dianggap sebagai suatu ancaman bagi mereka. Individu seperti ini memiliki
komitmen yang rendah dalam mencapai tujuan yang mereka pilih atau yang
ditetapkan. Individu yang memiliki self efficacy rendah tidak berpikir tentang
bagaimana cara yang baik dalam menghadapi tugas-tugas yang sulit. Saat
menghadapi tugas yang sulit mereka mengurangi usaha-usaha mereka dan cepat
1) Mastery experience
Sumber yang paling kuat atau berpengaruh bagi self efficacy adalah
pengalaman-pengalaman tentang penguasaan (mastery experience), menurut
Bandura (dalam Feist & Feist, 2008)yaitu kinerja yang sudah kita lakukan di masa
lalu. Biasanya, kesuksesan suatu kinerja akan membangkitkan harapan terhadap
kemampuan diri untuk mempengaruhi hasil yang diharapkan. Sedangkan
kegagalan cenderung merendahkannya (Feist & Feist, 2008).
Dalam pekerjaan, menurut Gist & Mitchell (dalam Avey, Luthans &
Jensen, 2009) keberhasilan dalam melakukan suatu tugas (performa/kinerja)
sebelumnya akan meningkatkan selfefficacy mengenai tugas tersebut, dan
kesalahan yang berulang saat melakukan suatu tugas maka membuat harapannya
menjadi lebih rendah. Dengan kata lain, selfefficacy sangat mempengaruhi kinerja
seseorang dalam melakukan tugas.
2) Social modelling
Social modelling yaitu berbicara mengenai pengalaman-pengalaman tidak
terduga (vicarious experiences) yang disediakan atau dilakukan oleh orang lain.
Selfefficacy akan meningkat ketika seseorang mengamati pencapaian orang lain
yang setara kompetensinya, tetapi akan menurun ketika melihat kegagalan
seorang rekan kerja (Feist & Feist, 2008).
Menurut Bandura (dalam Feist & Feist, 2008 ), social modelling adalah
pemodelan perilaku orang lain yang telah berhasil menyelesaikan suatu tugas.
Dengan mengamati dan mengobservasi orang lain yang berhasil menyelesaikan
tugasnya, observer dapat meningkatkan atau memperbaiki.
3) Social persuasion
Menurut Bandura (dalam Feist & Feist, 2008), Self Efficacy dapat juga
diraihatau dilemahkan melalui persuasi sosial. Efek persuasi sosial agak terbatas,
namun apabila dalam kondisi yang tepat akan sangat berdampak dalam
meningkatkan atau menurunkan selfefficacy. Kondisi yang dimaksud ialah
seseorang harus percaya kepada sang pembicara (persuader). Bandura (1986,
dalam Feist & Feist, 2008)berhipotesis bahwa efek sebuah nasihat bagi self
efficacy berkaitan erat dengan status dan otoritas dari pemberi nasihat.
Social persuasion terjadi ketika seseorang memberitahu kepada seorang
individu bahwa mereka dapat menyelesaikan tugas dengan berhasil. Bentuk
umum dari social persuasion yaitu; dorongan verbal, coaching dan menyediakan
performance feedback (Bandura dalam Avey, Luthans & Jensen, 2009).
4) Physical and emotion States
Sumber terakhir dari selfefficacy adalah kondisi fisik dan emosi
(Bandura,1997). Emosi yang kuat biasanya menurunkan tingkat performa/kinerja
seseorang. Ketika mengalami rasa takut yang besar, kecemasan yang kuat dan
tingkat stres yang tinggi, seseorang akan memiliki selfefficacy yang rendah.
(dalam Feist & Feist, 2008).
Pengertian Guru
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2008), guru adalah orang yang
2.4
Direktorat
Pembinaan
Sekolah
Menengah
Kejuruan
2.
3.
4.
5.
2.6
-
Kerangka Berpikir
Absensi
Keterlambatan datang ke
sekolah
Menunda masuk ke dalam
kelas
Kekosongan jam pelajaran
(tidak ada yang menggantikan)
Guru SMK
Level
Tingkat kesulitan dalam
menghadapi kewajiban
sebagai seorang guuru
Strength
Tingkat kekuatan diri
dalam menjalankan
kewajiban sebagai
soerang guru
Generality
Tingkat keyakinan guru
dalam menjalankan
Afektif
Keinginan secara
emosional untuk terikat
dengan organisasi
Continuance
Kesadaran akan biaya atau
keuntungan jika tidak
bergabung dengan
orgnisasi
Normative
Perasaan wajib untuk tetap
tinggal di organisasi karena
perasaan hutang budi
Keterangan Bagan
Seorang guru dalam pekerjaannya diminta untuk dapat berkomitmen
terhadap sekolah dan hendaknya dapat menginternalisasikan nilai-nilai yang ada
pada organisasi kedalam dirinya. Hal tersebut penting untuk mencapai tujuan
bersama dalam dunia pendidikan maupun organisasi dimana tempat guru tersebut
mengajar. Dalam perjalanannya banyak dijumpai pelanggaran yang dilakukan
oleh guru tersebut sehingga menghambat proses belajar mengajar, antara lain
absensi yang tinggi, keterlambatan datang ke sekolah, menunda-nunda untuk
masuk ke dalam kelas saat pergantian jam pelajaran, dan jam pelajaran kosong
(tidak ada yang menggantikan).
Upaya peningkatan hendaknya dilakukan oleh kepala sekolah dengan
adanya pembinaan kepada guru yang bersangkutan agar membentuk suatu kondisi
yang mendukung keyakinan diri guru tersebut dalam melakukan pekerjaanya.
Peneliti akhirnya menduga bahwa dengan self efficacy yang tinggi yang
dimiliki seorang guru mampu membuat guru tersebut memiliki komitmen yang
tinggi pula kepada sekolah sebagai organisasi sehingga dapat menghasilkan
kegiatan belajar mengajar yang efektif.