Anda di halaman 1dari 16

1

PENGARUH PENAMBAHAN FeCl3 TERHADAP PERTUMBUHAN


Spirulina platensis YANG DIKULTUR PADA MEDIA
ASAL BLOTONG KERING

ARTIKEL

Oleh :
LUTHFIANA APRILIANITA SARI
KARANGANYAR JAWA TENGAH

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2009

PENGARUH PENAMBAHAN FeCl3 TERHADAP PERTUMBUHAN


Spirulina platensis YANG DIKULTUR PADA MEDIA
ASAL BLOTONG KERING

Artikel Ilmiah Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Perikanan pada Program Studi S-1 Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Oleh :
LUTHFIANA APRILIANITA SARI
NIM. 060510193 P

Menyetujui,
Komisi Pembimbing

Pembimbing Pertama

Pembimbing Kedua

Ir. Woro Hastuti Satyantini, M. Si


NIP. 080 100 556

Akhmad Taufiq Mukti, S.Pi., M.Si


NIP. 132 295 672

Mengetahui,
Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga
Dekan,

Prof. Dr. Drh. Hj. Sri Subekti B. S., DEA


NIP. 130 687 296

PENGARUH PENAMBAHAN FeCl3 TERHADAP PERTUMBUHAN


Spirulina platensis YANG DIKULTUR PADA MEDIA
ASAL BLOTONG KERING
Endang Dewi Masithah, Luthfiana Aprilianita Sari, Woro Hastuti Satyantini dan
Akhmad Taufiq Mukti. 2009. 14 hal
Abstrak
Spirulina platensis merupakan salah satu jenis pakan alami yang dapat
digunakan dalam usaha pembenihan. Kestabilan produksi S. platensis dapat
ditunjang dengan kelimpahan nutrient. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh dan dosis terbaik pemberian FeCl3 pada media kultur
terhadap pertumbuhan populasi dan berat biomas S. platensis. Rancangan
penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dilanjutkan
dengan Uji Jarak Berganda Duncan. S. platensis dikultur pada botol kaca 500 mL
dengan delapan perlakuan dan tiga ulangan. Media kultur yang digunakan
mengandung blotong kering 0,5 ppm dan vitamin B12 10 g/L. Konsentrasi FeCl3
yang diberikan dalam penelitian, yaitu A (9 M FeCl3), B (10 M FeCl3), C (11
M FeCl3), D (12 M FeCl3), E (13 M FeCl3), F (14 M FeCl3), G (15 M
FeCl3) dan H (tanpa FeCl3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan
FeCl3 yang dikultur pada media blotong kering dapat meningkatkan pertumbuhan
populasi S. platensis. Penambahan FeCl3 sebesar 12 M pada media kultur dapat
menghasilkan pertumbuhan populasi S. platensis tertinggi sebesar 46873,69
unit/ml dengan berat biomassa 1,22 g/L pada hari keenam.
Kata Kunci : Spirulina platensis, FeCl3, vitamin B12, blotong kering

The Effect of Addition FeCl3 on Growth of Spirulina platensis in Culture


Media from Dried Blotong
Endang Dewi Masithah, Luthfiana Aprilianita Sari, Woro Hastuti Satyantini and
Akhmad Taufiq Mukti. 2009. 14 pp.
Spirulina platensis is the one kinds of live feed which it is as food in
hatcheries and as material of healthy supplement. The stability of S. platensis
production can supporting with nutrient supply. The purpose of this research was
to know the effect of addition FeCl3 to S. platensis population and biomass growth
and FeCl3 dosages at culture media were could give the highest S. platensis
population growth. Experimental design used Completely Randomized Design
and continued by Duncans Multiple Range Test. S. platensis experiment
treatment were cultured by using glass bottle volume 500 mL. Culture media used
0,5 ppm dried blotong and 10 g/L vitamin B12. Dosages of the experiment are A
(9 M FeCl3), B (10 M FeCl3), C (11 M FeCl3), D (12 M FeCl3), E (13 M
FeCl3), F (14 M FeCl3), G (15 M FeCl3) and H (non FeCl3). The result of the
research shows that addition FeCl3 in culture media could increasing S. platensis
population and biomass growth. The addition 12 M FeCl3 in culture media could

increasing the highest population of S. platensis as much 46873,69 unit/ml with


1,22 g/L biomas at sixth day.
Keywords : Spirulina platensis, FeCl3, vitamin B12, dry blotong
PENDAHULUAN
Spirulina platensis merupakan jenis alga hijau biru yang sering dijumpai di
Indonesia sebagai pakan alami untuk usaha pembenihan. Isnansetyo dan
Kurniastuty (1995) menyatakan bahwa S. platensis memiliki dinding sel yang
tipis serta inti tidak berselaput. Hal tersebut membuat benih ikan mampu
mencerna S. platensis dengan baik.
Manfaat dari S. platensis sebagai pakan alami memacu meningkatnya
permintaan konsumen, sehingga para produsen berusaha semaksimal mungkin
untuk meningkatkan hasil produksinya. Hal yang dapat mendorong peningkatan
produksi Spirulina adalah peningkatkan pertumbuhan (Isnansetyo dan Kurniastuti,
1995). Harrison and Berges (2005) menyatakan bahwa salah satu cara untuk
meningkatkan pertumbuhan fitoplankton adalah mengontrol kandungan nutrien
baik makro maupun mikro pada lingkungan budidaya.
Hasil penelitian Oktafiana (2007) menyatakan, blotong kering dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk dalam budidaya S. platensis sebab mengandung
nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium dan sulfur. Blotong kering dapat
dijadikan media kultur S. platensis dengan mengeringkan dan mengambil hasil
saringan suspensis. Blotong tidak mengandung vitamin B12 (Kuswurj, 2009).
Harrison and Berges (2005) menyatakan bahwa vitamin B12 berperan penting
dalam pertumbuhan alga. Vidiana (2009) mengemukakan bahwa penambahan
vitamin B12 pada media kultur asal blotong kering dapat meningkatkan
pertumbuhan populasi S. platensis.
Vitamin B12 berperan untuk regenerasi methionin (Droop, 1962). Tanpa
adanya vitamin B12 regenerasi methionin tidak dapat terjadi sehingga jumlah
methionin yang ada di dalam sel sangat terbatas. Ohwada and Taga (1972)
mengemukakan bahwa methionin merupakan asam amino essensial yang akan
bergabung dengan asam amino lainnya membentuk protein yang penting untuk
pertumbuhan.

Methionin memiliki rumus kimia C5 H11NO2S terbentuk dari penggabungan


karbon dioksida (CO2), air (H2O), SO42- dan ammonium (NH4+) yang ada di dalam
media blotong kering (Matthews and Banerjee, 1990). Media kultur asal blotong
kering mengandung unsur nitrogen yang dapat berupa senyawa nitrat (NO3-), nitrit
(NO2-) dan ammonium (NH4+). Ammonium diperlukan dalam jumlah besar untuk
meningkatkan jumlah methionin yang akan berdampak pada peningkatan
pembentukan protein sehingga pertumbuhan S. platensis meningkat. Ammonium
telah tersedia dalam media kultur blotong kering, namun karena dibutuhkan dalam
jumlah yang besar maka ammonium harus tersedia dalam jumlah yang besar pula,
salah satu caranya adalah dengan mereduksi nitrat dan nitrit menjadi ammonium.
Kaplan et al., (1986) menyetakan bahwa nitrat (NO3-) tereduksi menjadi
nitrit (NO2-), kemudian nitrit (NO2-) tereduksi menjadi ammonium (NH4+). Proses
tersebut dapat terjadi karena adanya kerja enzim nitrat reduktase dan besi (FeCl3).
Besi yang merupakan salah satu mikro nutrien ada dalam blotong, namun
jumlahnya sangat kecil yaitu 0,04 persen (Oktafiana, 2007). Berdasarkan hal ini,
perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh dan dosis penambahan FeCl3
terhadap pertumbuhan S. platensis yang dikultur pada media asal blotong kering.
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah pemberian FeCl3
dapat mempengaruhi pertumbuhan S. platensis yang dikultur pada media asal
blotong kering? Berapakah dosis FeCl3 yang dapat menghasilkan pertumbuhan
S. platensis tertinggi yang dikultur pada media asal blotong kering? Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan FeCl3 dan dosis
FeCl3 yang dapat menghasilkan pertumbuhan S. platensis tertinggi yang dikultur
pada media asal blotong kering.

MATERI DAN METODE PENELITIAN


Waktu dan Tempat
Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 25 Juni - 10 Juli 2009 di
Laboratorium

Pendidikan

Perikanan,

Universitas Airlangga Surabaya.

Fakultas

Perikanan

dan Kelautan,

Materi Penelitian
Materi penelitian yang akan digunakan terdiri atas bahan dan alat penelitian.
Bahan penelitian yang digunakan adalah S. platensis, FeCl3, blotong kering,
vitamin B12, air laut dan air tawar, aquades, alkohol, khlorin dan Na Thiosulfat.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah toples kaca, aerator, selang
aerator, gelas ukur, erlenmeyer, pipet tetes, pipet volume, mikroskop, Sedgewich
Rafter (50 mm x 20 mm x 1 mm), Handtally Counter, autoclave, oven,
refraktometer, kertas pH, termometer, timbangan digital analitik, lampu TL,
kapas, gabus, corong air, kasa, aluminium foil dan kertas saring.
Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL), sebab dalam penelitian ini semua dikondisikan sama, kecuali perlakuan
yaitu konsentrasi FeCl3 (Kusriningrum, 2008). Penelitian ini menggunakan media
kultur dengan konsentrasi blotong kering 0,5 ppm yang ditambah dengan vitamin
B12 10 g/L. Perlakuan FeCl3 A (9 M FeCl3), B (10 M FeCl3), C (11 M FeCl3),
D (12 M FeCl3), E (13 M FeCl3), F (14 M FeCl3), G (15 M FeCl3) dan H
(tanpa penambahan FeCl3). Setiap perlakuan mendapat ulangan sebanyak tiga
kali.
Prosedur Kerja
A. Persiapan Penelitian
Rusyani dkk. (2007) menyatakan, kultur skala laboratorium merupakan kultur
yang murni atau monospesies sehingga harus diawali dengan proses sterilisasi.
Air laut yang akan digunakan untuk kultur disterilisasi menggunakan larutan
khlorin. Air laut terlebih dahulu disaring dengan kapas yang diletakkan dalam
corong air, kemudian disterilkan dengan khlorin 60 ppm selama 24 jam. Sisa-sisa
bau khlorin dapat dihilangkan dengan menggunakan Na Thiosulfat 20 ppm. Air
laut yang sudah steril disimpan dalam wadah yang tidak tembus cahaya dan
tertutup rapat.
Peralatan kultur yang akan digunakan dicuci sampai bersih kemudian
dibilas air tawar dan dikeringkan. Peralatan yang terbuat dari kaca tahan panas
harus ditutup dengan kapas dan kasa, kemudian peralatan tersebut dibungkus

dengan aluminium foil. Setelah peralatan terbungkus, disterilisasi menggunakan


autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit. Peralatan yang tidak tahan panas
disterilkan dengan larutan klorin 150 ppm selama 24 jam, kemudian peralatan
tersebut dibilas dengan air tawar hingga bersih dan bau khlorin hilang.
B. Persiapan Pembuatan Stok Larutan Blotong Kering
Blotong yang akan digunakan sebagai pupuk dalam penelitian diperoleh dari
Pabrik Gula Candi Sidoarjo. Konsentrasi larutan blotong kering yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 0,5 ppm dengan volume penggunaa 1 ml/L.
Konsentrasi larutan blotong kering tersebut merupakan konsentrasi terbaik
penelitian Oktafiana (2007). Proses pembuatan stok larutan blotong kering
dimulai dengan pengeringan blotong menggunakan oven dengan suhu berkisar
antara 60 - 70oC selama 24 jam. Blotong yang sudah kering kemudian digiling
menjadi serbuk. Serbuk tersebut kemudian ditimbang sebanyak 50 mg lalu
dilarutkan dalam 100 ml aquades. Larutan blotong kemudian dimasukkan ke
dalam erlenmeyer sambil disaring dengan kertas saring. Erlenmeyer yang berisi
larutan blotong kemudian ditutup dengan gause (kapas yang balut dengan kasa)
dan aluminium foil lalu disterilkan menggunakan autoclave. Pembuatan larutan
blotong kering untuk kultur S. platensis menggunakan rumus (Rosales, 1982):
Q =

V
K
P

Keterangan:
Q = berat bahan yang dilarutkan (mg, gram)
V = volume pelarut/ aquadest (ml, L)
P = volume penggunaan dalam media kultur (ml/L)
K = konsentrasi pupuk yang akan digunakan (ppm, mg/L)

C. Persiapan Pembuatan Stok Vitamin B12


Vitamin B12 yang akan digunakan dalam penelitian berupa vitamin B12 cair
murni. Vitamin B12 tersebut dikemas dalam tube yang berisi 1 ml dengan
kandungan 1000 g. Tube vitamin B12 tidak dapat ditutub kembali, sehingga
diusahakan dalam pembuatan stok 1 tube vitamin B12 habis terpakai.
Konsentrasi vitamin B12 yang akan digunakan dalam penelitian adalah 10
g/L (0,01 ppm) dengan volume penggunaan 1 ml/L. Konsentrasi vitamin B12
tersebut merupakan konsentrasi terbaik penelitian Vidiana (2008). Pembuatan stok

larutan vitamin B12 dengan cara melarutkan 1000 g vitamin B12 ke dalam 100 ml
aquades yang telah disterilkan terlebih dahulu. Hasil pembuatan stok larutan
vitamin B12 didapatkan kandungan vitamin B12 sebesar 10 ppm.
D. Persiapan Pembuatan Stok Larutan FeCl3
FeCl3 yang digunakan berupa bubuk FeCl3 dan merupakan bahan kimia
komersil. Konsentrasi FeCl3 dalam stok larutan FeCl3 tiap 1 ml jika dilarutkan
dalam 1 L media kultur mengandung 10 M. Jika konsentrasi FeCl3 yang
digunakan dalam penelitian sebesar 9 M maka volume penggunaan stok lautan
FeCl3 sebesar 0,9 ml, begitu pula penggunaan stok lainnya. Penghitungan berat
FeCl3 yang akan digunakan dalam penelitian berdasarkan rumus (Kuswati dkk.
2004):
M

n
Mr
V

Keterangan:
M
: Molar
n
: Massa (gram)
Mr
: Massa Atom Relatif
V
: Volume (L)

Hasil penghitungan diketahui bahwa, setiap 1 M FeCl3 berisi 0,1625 mg


FeCl3 dalam 1 L, sehingga dalam 1 M FeCl3 setara dengan 0,1625 ppm.
Pembuatan stok larutan FeCl3 dengan cara melarutkan 162,5 mg FeCl3 ke dalam
100 ml aquades. Stok larutan FeCl3 kemudian dimasukkan ke dalam erlenmenyer
lalu ditutup menggunakan gause dan aluminium foil setelah itu disterilisasi
menggunakan autoclave. Hasil pembuatan stok larutan FeCl3 didapatkan
kandungan FeCl3 sebesar 1625 ppm.
E. Lingkungan dan Media Kultur S. platensis
Media kultur yang digunakan dalam penelitian adalah air laut (30 ppt)
sebanyak 0,5 liter yang dimasukkan dalam toples kaca kemudian ditambahkan
blotong (0,5 ppm), vitamin B12 10 g/L dan FeCl3 sesuai dengan konsentrasi yang
ditentukan. Selanjutnya, media kultur diletakkan di rak kultur lalu diberi aerasi
dan siap dimasukkan bibit S. platensis dengan kepadatan yang diinginkan. Rak

kultur ditutupi dengan plastik hitam, agar suhu ruang stabil dan untuk
menghindari kontaminan.
Lingkungan kultur dapat mempengaruhi pertumbuhan S. platensis, oleh
karena itu lingkungan dikondisikan sama untuk setiap perlakuan. Lingkungan
kultur S. platensis yang diharapkan dalam penelitian adalah suhu 28 - 32oC,
salinitas 30 ppt, pH 8 - 9, intensitas cahaya 1800 - 1900 lux dan photoperiod 12
jam dalam keadaan terang dan 12 jam dalam keadaan gelap. Weng et al. (2008)
mengemukakan, photoperiod yang baik dalam pertumbuhan Dinophyceae adalah
12 jam dalam keadaan terang dan 12 jam dalam keadaan gelap.
F. Penebaran Bibit S. platensis
S. platensis murni diperoleh dari Balai Besar Budidaya Air Payau
Situbondo. Bibit S. platensis dimasukkan ke dalam toples kaca dengan kepadatan
10.000 unit/ml. Suryati (2002) mengemukakan, kepadatan optimum untuk kultur
Spirulina sp. adalah 10.000 unit/ml. Unit Spirulina sp. yaitu satu panjang
gelombang (satu lembah satu gunung). Jika dalam akhir penghitungan terdapat
jumlah pecahan maka dibuat patokan bahwa pecahan di atas 0,5 dibulatkan
menjadi satu dan pecahan di bawah 0,5 tidak ikut dihitung. Penghitungan jumlah
bibit S. platensis untuk kultur menggunakan rumus (Edhy dkk., 2003):

V1 =

N 2 V 2
N1

Keterangan:
V1 = Volume bibit untuk penebaran awal (ml)
N1 = Kepadatan bibit/ stock S. platensis (unit/ ml)
V2 = Volume media kultur yang dikehendaki (L)
N2 = Kepadatan bibit S. platensis yang dikehendaki (unit/ ml)

G. Perhitungan Pertumbuhan Populasi S. platensis


Pertumbuhan populasi dihitung dengan cara menghitung jumlah unit
S. platensis, tidak menghitung jumlah sel sebab sel S. platensis sulit diamati
(ukuran kecil dan saling bertumpuk-tumpukan). Penghitungan dilakukan dengan
menggunakan Sedgewick Raffter dan Handtally Counter untuk memudahkan
perhitungan. Pengamatan pertumbuhan S. platensis dilakukan setelah 24 jam
penebaran awal setiap hari. Weng et al. (2008) menyatakan bahwa pengamatan

pertumbuhan Dinophyceae dilakukan 24 jam setelah penebaran awal setiap hari.


Perhitungan dilakukan dengan rumus (Ekawati, 2005):
N =

1000
n
3,14 ( d / 2 ) 2

Keterangan:
N = Kepadatan S. platensis (unit/ ml)
d = Diameter bidang pandang (mm)
n = Jumlah rata-rata S. platensis per bidang pandang (unit/ ml)

H. Perhitungan Berat Biomas S. platensis


Berat biomas adalah jumlah berat dari suatu populasi pada periode waktu
tertentu dan dinyatakan dalam satuan berat. Perhitungan berat biomass dilakukan
setiap hari setelah penebaran awal. Perhitungan dilakukan dengan cara mengambil
3 ml sampel kemudian disaring dengan kertas saring. Sampel tersebut dibilas
dengan aquades untuk menghilangkan bahan kimia yang disebabkan nutrien dari
medium. Sampel dan kertas saring tersebut dikeringkan dalam oven 105oC selama
dua jam (Lodi et al., 2005). Setelah itu, sampel dan kertas saring ditimbang
dengan timbangan digital kemudian berat sampel dikurangi dengan berat kertas
saring yang sebelumnya juga dikeringkan dalam oven 105oC selama dua jam.
Hasil akhir dari berat sampel tersebut merupakan berat biomas S. platensis.
Parameter Pengamatan
A. Parameter Utama
Parameter utama dalam penelitian adalah populasi dan biomas S. platensis.
Penghitungan populasi S. platensis dilakukan setiap hari selama 7 hari.
Pertumbuhan populasi dihitung dengan menggunakan Sedgewich Rafter dengan
bantuan mikroskop dan Handtally Counter.
B. Parameter Pendukung
Parameter pendukung dalam penelitian adalah suhu, pH, dan salinitas.
Pengukuran suhu menggunakan termometer, pengukuran pH menggunakan pH
paper dan pengukuran salinitas menggunakan refraktometer. Pengukuran terhadap
suhu, pH, dan salinitas dilakukan setiap hari. Parameter pendukung digunakan
untuk mendukung data dari parameter utama.

Analisis Data
Pengaruh penambahan FeCl3 dengan konsentrasi yang berbeda pada media
blotong kering terhadap pertumbuhan S. platensis dapat dianalisis dengan
menggunakan analisis ragam (ANAVA) dengan tingkat kesalahan 5 % kemudian
dilanjutkan Uji Jarak Berganda Duncan (Kusriningrum, 2008).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Data pertumbuhan dan hasil analisis varian (ANAVA) pada hari keenam
yang ditunjukkan pada tabel 1 menunjukan bahwa masing-masing perlakuan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap pertumbuhan
populasi S. platensis. Pertumbuhan populasi terus meningkat mulai hari pertama
hingga hari keenam dan menurun pada hari ketujuh. Hari pertama hingga hari
ketujuh populasi tertinggi S. platensis diperoleh pada perlakuan D (12 M FeCl3)
dan terendah pada perlakuan H (tanpa FeCl3).
Tabel 1. Data pertumbuhan populasi S. platensis (unit/ml) setelah penambahan
FeCl3 yang dikultur pada media asal blotong kering hari pertama
hingga hari ketujuh
Perlakuan

Hari ke-0

A (9 M FeCl3)
B (10 M FeCl3)
C (11 M FeCl3)
D (12 M FeCl3)
E (13 M FeCl3)
F (14 M FeCl3)
G (15 M FeCl3)
H (Tanpa FeCl3)

10.000
10.000
10.000
10.000
10.000
10.000
10.000
10.000

Hari ke-1
18.343,95
19.363,06
20.573,25
23.312,1
22.547,77
20.573,25
19.681,53
15.477,71

Hari ke-2
19.363,06
22.802,55
24.883,23
25.074,31
24.670,91
21.019,11
20.403,4
15.626,33

Hari ke-3
25.881,1
26.794,06
28.110,4
31.932,06
31.210,19
30.785,56
30.382,17
21.953,29

Hari ke-4
37.176,22
39.299,36
40.063,69
43.121,02
39.150,74
39.044,59
35.944,8
34.564,76

Hari ke-5
38.216,56
42.006,37
42.866,24
44.076,43
40.191,08
39.299,36
36.369,43
30.679,41

Hari ke-6
d

40.828,03
45.753,72ab
46.326,96a
46.873,69a
46.008,49a
43.184,71c
41.847,13c
34.862e

Hari ke-7
29.426,75
36.242,04
37.813,16
46.157,11
31.910,83
31.422,51
30.849,26
24.012,74

Data pertumbuhan dan hasil analisis varian (ANAVA) pada hari keenam
yang ditunjukkan pada table 2 menunjukan bahwa masing-masing perlakuan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap pertumbuhan
populasi S. platensis. Pertumbuhan populasi terus meningkat mulai hari pertama
hingga hari keenam dan menurun pada hari ketujuh. Hari pertama hingga hari
ketujuh populasi tertinggi S. platensis diperoleh pada perlakuan D (12 M FeCl3)
dan terendah pada perlakuan H (tanpa FeCl3).

Tabel 2. Data berat biomassa S. platensis (gram*/L) setelah penambahan FeCl3


yang dikultur pada media blotong kering hari pertama sampai hari
ketujuh
Perlakuan
A (9 M FeCl3)
B (10 M FeCl3)
C (11 M FeCl3)
D (12 M FeCl3)
E (13 M FeCl3)
F (14 M FeCl3)
G (15 M FeCl3)
H (tanpa FeCl3).

Hari ke-0
0,133
0,133
0,133
0,133
0,133
0,133
0,133
0,133

Hari ke-1
0,3133
0,5633
0,6667
0,8667
0,79
0,67
0,41
0,2933

Hari ke-2
0,43
0,63
0,71
0,9167
0,8233
0,73
0,56
0,41

Hari ke-3
0,6533
0,7
0,8167
1,04
0,8623
0,7333
0,5633
0,47

Hari ke-4
0,91
0,9233
1,03
1,04
0,9
0,75
0,69
0,48

Hari ke-5
0,9133
0,94
1,0467
1,1633
0,9967
0,9667
0,7267
0,62

Hari ke-6
1,05c
1,1933a
1,2133a
1,22a
1,2033a
1,0933b
1,0567bc
0,7467d

Keterangan: * Berat kering

Hasil analisis varian (ANAVA) pada hari keenam menunjukan bahwa


masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05)
terhadap berat biomassa S. platensis. Hari pertama hingga hari ketujuh populasi
tertinggi S. platensis diperoleh pada perlakuan D (12 M FeCl3) dan terendah
pada perlakuan H (tanpa FeCl3), kecuali pada hari kelima dan hari ketujuh.
Kualitas Air
Pertumbuhan S. platensis selain dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien juga
dipengaruhi faktor lingkungan. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap hari
selama penelitian. Pengukuran suhu air selama penelitian berkisar antara 2626,83 oC, suhu ruangan berkisar antara 27-29oC, salinitas berkisar antara 30-34,33
ppt, dan pH 9.
B. Pembahasan
Hasil ANAVA menunjukkan bahwa penambahan FeCl3 (besi) dengan dosis
yang berbeda dalam media kultur menghasilkan pertumbuhan populasi dan berat
biomassa S. platensis yang berbeda nyata pada masing-masing perlakuan
(p<0,05). Hasil tersebut diduga disebabkan adanya pengaruh yang nyata terhadap
penambahan (FeCl3). Hardie et al. (1983) mengemukakan bahwa Fe yang ada di
dalam FeCl3 merupakan salah satu nutrien yang mempengaruhi pertumbuhan
cyanobakteria.
Kaplan et al. (1986) menyatakan bahwa FeCl3 (besi) memiliki kemampuan
untuk mereduksi nitrat menjadi nitrit kemudian mereduksi nitrit menjadi
amonium. Amonium merupakan sumber nitrogen yang mampu diserap oleh

Hari ke-7
0,9033
0,95
0,9533
1,21
1,1267
1,0367
0,9933
0,7433

S. platensis. Nitrogen merupakan nutrien yang dibutuhkan paling banyak untuk


pertumbuhan fitoplankton (Wijaya, 2006), yaitu sebagai unsur penting dalam
pembentukan klorofil a dan protein (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
Peningkatan pertumbuhan populasi dan berat biomassa pada perlakuan
dengan penambahan FeCl3 lebih baik dibandingkan perlakuan tanpa penambahan
FeCl3. Hal tersebut disebab Fe yang terdapat dalam FeCl3 mampu diserap dengan
baik oleh S. platensis mulai jam 24 setelah inokulan (pemasukan bibit)
dimasukkan ke dalam media kultur (Nishio et al., 1985). Fe bekerja sama dengan
enzim nitrat reduktase dalam mereduksi nitrat menjadi nitrit, kemudian nitrit
menjadi amonium. Amonium merupakan sumber unsur nitrogen yang dapat
terserap habis oleh S. platensis sebab memiliki bilangan oksidasi -3.. Proses
reduksi nitrat tersebut terjadi saat nitrat yang memiliki bilangan oksidasi nitrogen
+5 tereduksi menjadi nitrit yang memiliki bilangan oksidasi nitrogen +3 kemudian
nitrit tereduksi menjadi amonium yang memiliki bilangan oksidasi nitrogen -3
(Kaplan et al., 1986).
Amonium (NH4) yang terserap oleh sel S. platensis akan digunakan untuk
membentuk methionin dan klorofil a. Methionin merupakan asam amino essensial
yang akan bergabung dengan asam amino lainnya membentuk protein. Methionin
memiliki rumus kimia C5H11NO2S terbentuk dari penggabungan CO2, H2O, SO4
dan NH4 yang ada di dalam media blotong kering. Methionin berperan dalam
mensintesis sistein sehingga methionin yang ada di dalam sel dapat habis untuk
dirombak menjadi sistein. Namun jika di dalam sel terdapat vitamin B12 maka
methionin dapat teregenerasi kembali. Proses regenerasi methionin terjadi saat
methionin dapat diubah menjadi homosistein jika bereaksi dengan ATP dan
methiltransferase. Homosistein dapat menghasilkan mensintesis sistein jika
bereaksi dengan sistathionin sinthase dan dapat meregenerasi methionin jika
bereaksi dengan methionin sintase dan vitamin B12 (Scott, 1999).
Hari pertama hingga hari ketujuh pertumbuhan populasi dan berat biomassa
pada perlakuan A, B, C, E, F dan G lebih rendah dibandingkan perlakuan D. Hal
tersebut disebabkan pada perlakuan A, B dan C diduga dosis FeCl3 yang
ditambahkan pada media kultur kurang, sehingga belum mencukupi kebutuhan
nutrien yang diperlukan S. platensis untuk tumbuh lebih baik dibandingkan

perlakuan D, sedangkan pada perlakuan E, F dan G diduga mengandung dosis


FeCl3 yang lebih banyak, sehingga menghambat pertumbuhan.
Pertumbuhan S. platensis yang baik selain dipengaruhi oleh kandungan
nutrisi juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di dalam media pemeliharaan.
Faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan S. platensis adalah suhu air,
suhu ruangan, salinitas dan pH (Vonshak, 1986). Hasil pengukuran selama
penelitian menunjukkan suhu air berkisar antara 26 - 26,83oC, suhu ruangan
berkisar antara 27 - 29oC, salinitas berkisar antara 30 - 34,33 ppt dan pH 9.
Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) menyatakan, suhu optimal untuk Spirulina
skala laboratorium adalah 25 - 35oC. Richmond (1986) menyatakan bahwa
salinitas yang optimal untuk pertumbuhan S. platensis adalah berkisar antara
20 70 ppt. Suryati (2002) menyebutkan bahwa pH yang baik untuk pertumbuhan
Spirulina berkisar antara 8,5-9,5. Kesimpulannya bahwa, suhu air, suhu ruangan,
salinitas dan pH selama pemeliharaan masih dalam kondisi optimal untuk
pertumbuhan Spirulina.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penambahan FeCl3 yang dikultur pada media asal blotong kering
berpengaruh terhadap pertumbuhan populasi S. platensis. Penambahan FeCl3
sebesar 12 M yang dikultur pada media asal blotong kering dapat menghasilkan
pertumbuhan populasi S. platensis tertinggi sebesar 46873,69 unit/ml dengan
berat biomas 1,22 g/L pada hari ke-6.
Saran
Pertumbuhan populasi S. platensis yang dikultur pada media blotong kering
(0,5 ppm blotong kering dan 10 g/L vitamin B12) dapat ditingkatkan dengan
menggunakan 12 M FeCl3. Namun masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai kandungan nutrisi S. platensis yang dikultur pada media asal blotong
kering.
DAFTAR PUSTAKA
Droop,. 1962. Organic Micronutrints. In : R. A. Lewin (Eds). Physiology and
Biochemistry of Algae. Academic Press. London. p. 145-148.

Edhy, W. A, J. Pribadi dan Kurniawan. 2003. Plankton di Lingkungan PT.


Centralpertiwi Bahari. Suatu Pendekatan Biologi dan Manajemen Plankton
dalam Budidaya Udang. Mitra Bahari. Lampung. hal. 3-29.
Ekawati, A. W. 2005. Diktat Kuliah Budidaya Pakan Alami. Fakultas Perikanan
Universitas Brawijaya. Malang. hal. 3-48.
Hardie, L. P., D. L. Balkwill and J. S. E. Stevens. 1983. Effects of Iron Starvation
on the Physiology of the Cyanobacterium Agmenellum quadruplicatum.
Applied and Environmental Microbiology. American Society for
Microbiology, 3: 999-1006.
Harrison, P. J. and J. A. Berges. 2005. Marine Culture Media. In : R.A. Andersen
(Eds). Algal Culturing Techniques. National Institute Enveronmental
Studies. Academic press. America. p. 21-60.
Isnansetyo, A dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta. hal. 34-85.
Kaplan, D., A. E. Richmond, Z. Dubinsky and S. Aaronson. 1986. Alga Nutrition.
In : A. Richmond (Eds). CRC Handbook of Microalgal Mass Culture. CRC
Press, Inc. Florida. p. 147-198.
Kusriningrum, R. 2008. Perancangan Percobaan. Universitas Airlangga. Surabaya.
hal. 43-51.
Kuswati, T. M., S. R. N. Ratih, E. Sofyatiningrum dan N. Kartini. 2004. Sains
Kimia SMA Kelas 1b Kurikulum 2004. Bumi Aksara. Jakarta. hal. 1-35.
Kuswurj, R. 2009. Blotong (filter cake). Sugar Technology and Research. http://
www.risvank.com.14/04/2009. 5 hal.
Lodi, A., L. Binaghi, D. Faveri, J. C. M. Carvalho, A. Converti and M. Borghi.
2005. Fed-Batch Mixotropic Cultivation of Arthospira (Spirulina) platensis
(Cyanophycea) With Carbon Source Pulse Feeding. Annals of
Mikrobiologi, 53: 181-185.
Matthews, R. G dan R. V. Banerjee. 1990. Cobalamin-Dependent Methionine
Synthase. Biophysics Research Division and Department of Biological
Chemistry, The University of Michigan, Ann Arbor. USA. p 1450-1459.

Nishio, J. N., J. Abadia and N. Terry. 1985. Chlorophyll Proteins and Electron
Transport during Iron Nutrition Mediated Chlorophlast Development.
Departement of Plant and Soil Biology. University of California. Berkeley.
California. Plant Physiol, 04: 296-299.

Ohwada, K and N. Taga. 1972. Vitamin B12, Thiamine, and Biotin in Lake
Sagami. Ocean Research Institute, University of Tokyo. Japan. Vol 17.
p. 315-320.
Oktafiana, D.J. 2007. Pemanfaatan Blotong Kering Sebagai Pupuk untuk
Pertumbuhan Populasi S. platensis. Skiripsi. Program Studi Budidaya
Perairan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. 49
hal.
Richmond, A. 1986. CRC Handbook of Microalgal Mass Culture. CRC Press, Inc.
Florida. p. 199-244.
Rosales, M. 1982. Preparation of Various Culture Media and Stok Solutions.
SEAFDEC Aquaculture Department. In: R. D. Guerrero and C. T. Villegas
(Eds). Report of the Training Course on Growing Food Organism for Fish
Hatcheries. Tigbauan, Iloilo, Philippines.
Rusyani, E., Sapta A.I.M. dan Lydia E., 2007. Budidaya Fitoplankton Skala
Laboratorium dalam Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Balai
Budidaya Laut Lampung. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya.
Departemen Kelautan dan Perikanan: 9. Lampung. hal. 48-59.
Scott, J. M. 1999. Folate and Vitamin B12. Departement of Biochemistry, Trinity
College. Ireland. p 441-448.
Suryati. 2002. Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Gula (LCPG) untuk Pertumbuhan
Spirulina sp.. Skripsi. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang.
74 hal.
Vidiana, R. H. 2009. Pengaruh Penambahan Vitamin B12 Pada Media Blotong
Kering Terhadap Pertumbuhan Populasi Spirulina platensis. Skiripsi.
Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Kelautan.
Universitas Airlangga. Surabaya. 24-31 hal
Vonshak, A. 1986. Laboratory Techniques For the Cultivation of Mikroalgae. In:
Richmond, A. 1986. CRC Handbook of Microalgal Mass Culture. CRC
Press, Inc. Florida. p. 117-145.
Wijaya. S. A. 2006. Pengaruh Pemberian Konsentrasi Urea yang Berbeda
Terhadap pertumbuhan Nannochloropsis oculata. Skiripsi. Program Studi
Budidaya Perairan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga.
Surabaya. hal. 2-3.
Weng, H., X. Sun, J. Weng, Y. Qin and H. Dong. 2008. Crucial Roles of Iron in
The Growth of Prorocentrum micans Ehreberg Dinophyceae. Forida.
Journal of coastal Research, 24: 176-183.

Anda mungkin juga menyukai