1 Mikosis Profunda
Mikosis profunda terdiri dari beberapa penyakit yang disebabkan oleh
jamur dengan gejala klinis tertentu yang menyerang alat di bawah kulit, misalnya
traktus
intestinalis,
traktus
respiratorius,
traktus
urogenitalis,
susunan
kardiovaskular, susunan saraf sentral, otot, tulang, dan kadang kadang kulit.
Kelainan kulit pada mikosis profunda dapat berupa afek primer, maupun akibat
proses dari jaringan di bawahnya ( per kontuitatum ). CONANT dkk. ( 1977 )
mencantumkan dalam bukunya Manual of Clinical Mycology mencantumkan
beberapa penyakit jamur ini, yaitu :1
1. Aktinomikosis
11. Kandidosis
2. Nokardiosis
12. Geotrikosis
3. Antinomikosis misetoma
13. Aspergillosis
4. Blastomikosis
14. Fikomikosis
5. Parakoksidiodomikosis
15. Sporotrikosis
6. Lobomikosis
16. Maduromikosis
7. Koksidiodomikosis
17. Rinosporidiosis
8. Histoplasmosis
18. Kromoblastomikosis
9. Histoplasmosis afrika
coklat )
10. Kriptokokosis
Diantara 19 macam penyakit jamur profunda yang disebutkan diatas,
aktinomikosis ( actinomyces ) dan nokardiosis ( nocardia ) menurut RIPPON
(1974) di kategorikan sebagai bacteria-like fungi dikarenakan memiliki sifat
sifat jamur seperti, branching dalam jaringan, membentuk anyaman luas jamur di
dalam jaringan maupun media biakan, dan menyebabkan penyakit kronik. Selain
itu memiliki sifat sifat khas bakteri seperti adanya asam muramik pada dinding
sel, tidak mempunyai inti sel yang karakteristik, tidak mempunyai mitokondria,
besar mikroorganisme khas untuk bakteri, dan dapat dihambat oleh obat obat
anti-bakterial.1
Mikosis profunda biasanya terlihat dalam klinik sebagai penyakit kronik
dan residif. Manifestasi klinis morfologis dapat berupa tumor, infiltrasi
dan
yang
disebabkan
oleh
jamur
berfilamen
disebut
maduromycosis.1,4
Gejala klinis biasanya merupakan lesi kulit yang sirkumskrip dengan
pembengkakan seperti tumor jinak dan harus disertai butir butir. Inflamasi dapat
menjalar dari permukaan sampai kebagian dalam dan dapat menyerang subkutis,
fasia, otot, dan tulang. Sering terbentuk fistel, yang mengeluarkan eksudat. Butir
butir sering bersama sama eksudat mengalir keluar dari jaringan.3
Diagnosis dibuat berdasarkan klinis morfologik sesuai dengan uraian
diatas. Namun bila disokong dengan gambaran histologik dan hasil biakan,
diagnosis akan lebih mantap. Lagi pula penentuan spesies penyebab sangat
penting artinya untuk terapi dan diagnosis.2
jamur ini dapat disebut sesuai dengan lokalisasi atau alat dalam yang terserang.
Contohnya rinizigomikosis, otozigomikosis, zigomikosis subkutan, zigomikosis
fasiale, atau zigomikosis generalisata. Golongan penyakit jamur ini dapat
dinamakan juga sesuai dengan jamur penyebabnya, misalnuya mukormikosis dan
sebagainya.3
Oleh karena penyakit ini disebabkan jamur yang pada dasarnya
oportunistik, maka pada orang sehat jarang ditemukan. Diabetes mellitus,
misalnya, merupakan factor predisposisi. Demikian juga penyakit primer berat
yang lain.2
Fikomikosis subkutan adalah salah satu bentuk penyakit golongan ini yang
kadang kadang dilihat di Bagian Kulit dan Kelamin. Penyakit ini untuk pertama
kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1956. Setelah itu banyak kasus dilaporkan
di Indonesia, Afrika, dan India. Kelainan timbul dijaringan subkutan antara lain di
dada, perut, atau lengan atas sebagai nodus subkutan yang perlahan lahan
membesar setelah sekian lama waktu. Nodus tersebut konsistensinya keras dan
kadang kadang dapat terjadi infeksi sekunder. Penderita pada umumnya tidak
demam dan tidak disertai pembesarn kelenjar getah bening regional.4
Diagnosis ditegakan dengan pemeriksaan histopatologik dan biakan.
Jamur agak khas, hifa lebar 6 50 , seperti pita, tidak bersepta dan coenocytic.5
Sebagai terapi fikomikosis subkutan dapat diberikan larutan jenuh kalium
yodida. Mulai dari 10 15 tetes 3 kali sehari dan perlahan lahan dinaikan
sampai terlihat gejala intoksikasi, penderita mual dan muntah. Kemudian dosis
diturunkan 1 2 tetes dan dipertahankan terus sampai tumor menghilang.
Itrakonazol berhasil mengatasi fikomikosis subkutan dengan baik. Dosis yang
diberikan sebanyak 200 mg sehari selama 2 3 bulan. Prognosis klinis ini
umumnya baik.5
1. Tinea Kapitis
Definisi
Tinea kapitis adalah kelainan kulit pada daerah kepala berambut yang
disebabkan oleh jamur golongan dermatofita.1
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh spesies dermatofita dari genus Trichophyton
dan
Microsporum,
misalnya
T.violaceum,
T.gourvili,
T.mentagrophytes,
rambut yang terinfeksi tepat di muara folikel. Ujung rambut yang patah
dan penuh spora terlihat sebagai titik hitam. Biasanya disebabkan oleh
genus Tricophyton.
kerion
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan
lampu Wood, dan pemeriksaan mikroskopis rambut langsung dengan KOH. Pada
pemeriksaan mikroskopis, akan terlihat spora di luar rambut (ectotrics) atau di
dalam rambut (endotrics).6
Diagnosis Banding
Tinea kapitis sering dikelirukan dengan berbagai penyakit, seperti
psoariasis vulgaris, dermatitis seboroik dan alopesia areata.3
Terapi
Pengobatan pada anak biasanya diberikan per oral dengan griseofulvin 1025 mg/kg berat badan per hari selama 6 minggu. Dosis pada orang dewasa adalah
500 mg/hari selama 6 minggu. Penggunaan antijamur topikal dapat mengurangi
penularan pada orang yang ada di sekitarnya.5
Selain antijamur, pada bentuk kerion dapat diberikan kortikosteroid dalam
jangka pendek, misalnya prednison 20 mg /hari selama 5 hari dengan
pertimbangan
bahwa
obat
tersebut
dapat
mempercepat
resolusi
dan
yang ditandai oleh skutula berwarna kekuningan dan bau seperti tikus (mousy
odor) pada kulit kepala. Biasanya, lesinya menjadi sikatrik alopesia permanen.1
Gambaran Klinis
Gambaran klinis mulai dari gambaran ringan, berupa kemerahan pada kulit
kepala dan terkenanya folikel rambut tanpa kerontokan, hingga skutula dan
kerontokan rambut, serta lesi menjadi lebih merah dan lebih luas. Setelah itu,
terjadi kerontokan rambut luas, kulit mengalami atrofi dan sembuh dengan
jaringan parut permanen.2
Diagnosis
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan mikroskopis langsung, dengan
menemukan miselium, air bubbles yang bentuknya tidak teratur. Pada
pemeriksaan dengan lampu Wood tampak fluoresensi hijau pudar (dull green).7
Terapi
Prinsip pengobatan sama dengan tinea kapitis. Untuk menghilangkan
skutula dan debris, higiene harus dijaga dengan baik.5
3. Tinea Korporis
Definisi
Tinea korporis adalah infeksi jamur dermatofita pada kulit tidak berambut
(glaborous skin) di daerah muka, badan, lengan dan tungkai.4
Etiologi
Penyebab tersering penyakit ini adalah T.rubrum dan T.mentagrophytes.1
Gambaran klinis
Bentuk klinis biasanya berupa lesi yang terdiri atas bermacam-macam
eflorosensi kulit, berbatas tegas dengan konfigurasi anular, arsinar atau polisiklik.
Bagian tepi lebih aktif dengan tanda perdangan yang lebih jelas. Daerah sentral
biasanya menipis dan terjadi penyembuhan, sementara di tepi lesi makin meluas
ke perifer. Kadang-kadang bagian tengahnya tidak menyembuh, tetapi tetap
meninggi dan tertutup skuama sehingga menjadi bercak yang besar.6
Tinea korporis yang menahun ditandai dengan sifat kronik. Lesi tidak
menunjukkan tanda-tanda radang yang akut. Kelainan ini biasanya terjadi pada
bagian tubuh dan tidak jarang bersama-sama dengan tinea kruris. Bentuk kronik
yang disebabkan oleh T.rubrum kadang-kadang terlihat bersama dengan tinea
unguium.2
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan lokalisasinya, serta
pemeriksaan kerokan kulit dan larutan KOH 10-20 % dengan mikroskop untuk
melihat hifa atau spora jamur.6
Diagnosis Banding
Tinea korporis mempunyai gambaran klinis yang mirip dengan pitiriasis
rosea, psoariasis, lues stadium II, morbus Hansen tipe tuberkuloid, dan dermatitis
kontak.1
Terapi
Pengobatan sistemik berupa griseofulvin dosis 500 mg/hari selama 3-4
minggu; dapat juga ketokonazol 200 mg/hari selama 3-4 minggu; itrakonazol 100
mg/hari selama 2 minggu; atau terbinafin 250 mg/hari selama 2 minggu.
Pengobatan dengan salep Whitfeld masih cukup baik hasilnya. Dapat juga
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang sangat khas
berupa lesi konsentris.6
Diagnosis Banding
Diagnosis bandingnya ialah eritroderma dan pemfigus foliaseus.1
Terapi
Pengobatan sistemik griseofulvin dengan dosis 500 mg/hari selama 4
minggu. Sering terjadi kambuh setelah pengobatan, sehingga memerlukan
pengobatan ulang yang lebih lama. Obat sistemik lain adalah ketokonazol 200
mg/hari, itrakonazol 100 mg/hari dan terbinafin 250 mg/hari selama 4 minggu.8
Pengobatan topikal tidak begitu efektif karena daerah yang terserang luas.
Dapat diberikan preparat yang mengandung keratolitik kuat dan antimikotik,
misalnya salep Whitfeld, Castellani paint, atau campuran salisilat 5 % dan sulfur
presipitatum 5 %, serta obat-obat antimikotik berspektrum luas.5
5. Tinea Kruris
Definisi
Tinea kruris adalah penyakit infeksi jamur dermatofita di daerah lipat
paha, genitalia, dan sekitar anus, yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian
bawah.2
Etiologi
Penyebab umumnya adalah E.floccosum, kadang-kadang dapat juga
disebabkan oleh T.rubrum. Keluhan penderita adalah rasa gatal di daerah lipat
paha sekitar anogenital.7
Gambaran Klinis
Gambaran klinis biasanya berupa lesi simetris di lipat paha kanan dan kiri,
namun dapat juga unilateral. Mula-mula lesi ini berupa bercak eritematosa dan
gatal, yang lama kelamaan meluas hingga skrotum, pubis, glutea, bahkan sampai
seluruh paha. Tepi lesi aktif, polisiklik, ditutupi skuama dan terkadang disertai
banyak vesikel-vesikel kecil.2
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas dan
ditemukannya elemen jamur pada pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskopik
langsung memakai larutan KOH 10-20 %.1
Diagnosis Banding
Tinea kruris dapat menyerupai dermatitis seboroik, kandidosis kutis,
eritrasma, dermatitis kontak dan psoariasis.2
Terapi
Pengobatan sistemik menggunakan griseofulvin 500 mg/hari selama 3-4
minggu. Obat lain adalah ketokonazol. Pengobatan topikal memakai salep
Whitfeld, tolnaftat, tolsiklat, haloprogin, siklopiroksolamin, derivat azol dan
naftifin HCl.5
6. Tinea Manus et Pedis
Definisi
Tinea manus et pedis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
jamur dermatofita di daerah kulit telapak tangan dan kaki, punggung tangan dan
kaki, jari-jari tangan dan kaki, serta daerah interdigital.1
Etiologi
Penyebab tersering adalah T.rubrum, T. mentagrophytes dan E.floccosum.1
Gambaran Klinis
Penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa yang setiap hari harus
memakai sepatu tertutup dan pada orang yang sering bekerja di tempat yang
basah, mencuci, bekerja di sawah dan sebagainya. Keluhan penderita bervariasi
mulai dari tanpa keluhan sampai mengeluh sangat gatal dan nyeri karena
terjadinya infeksi sekunder dan peradangan.2
Dikenal 3 bentuk klinis yang sering dijumpai, yaitu:1
1. Bentuk
intertriginosa.
Manifestasi
kliniknya
berupa
maserasi,
deskuamasi dan erosi pada sela jari. Tampak warna keputihan basah dan
dapat terjadi fisura yang terasa nyeri bila tersentuh. Infeksi sekunder oleh
bakteri dapat menyertai fisura tersebut dan lesi dapat meluas sampai ke
kuku dan kulit jari. Pada kaki, lesi sering mulai dari sela jari III, IV dan V.
bentuk intertriginosa
moccasin foot
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan gambaran klinis dan
pemeriksaan kerokan kulit dengan larutan KOH 10-20 % yang menunjukkan
elemen jamur.6
Diagnosis Banding
Diagnosis banding adalah hiperhidrosis, akrodermatitis, kandidosis, serta
lues stadium II.1
Terapi
Pengobatan pada umumnya cukup topikal saja dengan obat-obat antijamur
untuk bentuk interdigital dan vesikular. Lama pengobatan 4-6 minggu. Bentuk
moccasin foot yang kronik memerlukan pengobatan yang lebih lama, paling
sedikit 6 minggu dan kadang-kadang memerlukan antijamur per oral, misalnya
griseofulvin, itrakonazol, atau terbenafin.9
7. Tinea Unguium
Definisi
Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur
golongan dermatofita.2
Etiologi
subungual distalis
subungual proksimal
leukonikia trikofita
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan kerokan
kuku dengan KOH 10-20 % atau dilakukan biakan untuk menemukan elemen
jamur.6
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari tinea unguium adalah kandidosis kuku, psoariasis
kuku dan akrodermatitis.6
Terapi
Pengobatan penyakit ini memakan waktu yang lama. Pemberian
griseofulvin 500 mg/hari selama 3-6 bulan untuk kuku jari tangan dan 9-12 bulan
untuk kuku jari kaki merupakan pengobatan standar. Pemberian itrakonazol atau
terbenafin per oral selama 3-6 bulan juga memberikan hasil yang baik. Bedah
skalpel tidak dianjurkan terutama untuk kuku jari kaki, karena jika residif akan
Pitiriasis Versikolor
Patogenesis
Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya
pitiriasis versikolor ialah Pityrosporum orbiculare yang berbentuk bulat atau
Pityrosporum ovale yang berbentuk oval. Keduanya merupakan orgasnisme yang
sama, dapat berubah sesuai dengan lingkungannya, mislanya suhu, media dan
kelembaban.11
Malassezia furfur merupakan fase spora dan miselium. Faktor predisposisi
menjadi pathogen dapat endogen atau eksogen. Endogen dapat disebabkan di
antaranya oleh defisiensi imun. Eksogen dapat karena faktor suhu, kelembaban
udara, dan keringat.11
Gejala klinis
Kelainan kulit pitiriasis versikolor sangat superficial dan ditemukan
terutama di badan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni,
bentuk tidak teratur sampai teratur batas jelas sampai difus. Bercak-bercak
tersebut berfluoresensi bila dilihat dengan lampu Wood yang berwarna kuning
keemasan. Bentuk papulo-vesikular dapat terlihat walapun jarang.. Kelainan
biasanya asimtomatik sehingga adakalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia
berpenyakit tersebut.4
Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang merupakan
alasan berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau
kemungkinan pengaruh toksis jamur terhadap pembentukan pigmen, sering
dikeluhkan penderita.11
Penyakit ini sering dilihat pada remaja, walaupun anak-anak dan orang
dewasa tidak luput dari infeksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi antara
lain faktor herediter, penderita sakit kronik, atau yang mendapat pengobatan
steroid dan malnutrisi.6
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar gambaran klinis, pemeriksaan fluoresensi,
lesi kulit dengan lampu Wood, dan sediaan langsung. Pada sediaan langsung
kerokan kulit dengan larutan KOH 20% terlihat campuran hifa pendek dan sporaspora bulat yang dapat berkelompok.3
Diagnosis banding
Penyakit ini harus dibedakan dengan dermatitis seboroika, eritrasma, sifilis
II, achromia parasitic dari Pardo-Castello dan Dominiquez, morbus Hansen,
pitiriasis alba, dan vitiligo.6
Pengobatan
Pengobatan harus dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten. Obat-obat
yang dapat dipakai misalnya: Selenium sulfide (selsun) dapat dipakai sebagai
sampo 2-3 kali seminggu. Obat digosokkan pada lesi dan didiamkan 15-30 menit
sebelum mandi. Obat-obat lain yang berkhasiat terhadap penyakit ini adalah:
salisil spiritus 10%; derivat azol, misalnya mikonazol, klotrimazol, isokonazol,
dan ekonazol; sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%; tolsiklat; tolnaftat,
dan haloprogin. Larutan tiosulfas natrikus 25% dapat pula digunakan; dioleskan
sehari 2 kali sehabis mandi selama 2 minggu. Jika sulit disembuhkan ketokonazol
dapat dipertimbangkan dengan dosis 1x200mg sehari selama 10 hari.11
Prognosis
Prognonis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun dan
konsisten. Pengobatan harus diteruskan 2 minggu setelah fluoresensi negatif
dengan pemeriksaan lampu Wood dan sediaan langsung negatif.7
2. Pitirosporum Folikulitis
Definisi
Pitirosporum folikulitis adalah penyakit kronis pada folikel pilosebasea
yang disebakan oleh spesies Pitirosporm, berupa papul, pustul folikular, yang
biasanya gatal dan terutama berlokasi di batang tubuh, leher dan lengan bagian
atas.1
Sinonim
Malasezia folikulitis.1
Etiologi
Jamur penyebab adalah spesies Pityrosporum yang identik dengan
Malassezia furfur, penyebab pitiriasis versikolor.10
Patogenesis
Spesies Malassezia merupakan penyebab pitirosporum folikulitis dengan
sifat dimorfik, lipofilik dan komensal. Bila pada hospes terdapat faktor
predisposisi spesies Malassezia yang tumbuh berlebihan dalam folikel sehingga
folikel dapat pecah. Dalam hal ini reaksi peradangan terhadap produk, tercampur
dengan lemak bebas yang dihasilkan melalui aktivitas lipase. Faktor predisposisi
antara lain adalah suhu dan kelembaban udara yang tinggi, penggunaan bahanbahan berlemak untuk pelembab badan yang berlebihan, antibiotic, kortikosteroid
local/sistemik, sitostatik dan penyakit tertentu, misalnya: diabetes mellitus,
keganasan, keadaan immunocompromised, dan AIDS.10
Pitirosporum Folikulitis
Gejala klinis
Malassezia folikulitis memberikan keluhan gatal pada tempat predileksi.
Klinis morfologi terlihat papul dan pustul perifolikuler, berukuran 2-3 mm
diameter, dengan peradangan minimal. Tempat predileksi adalah dada, punggung
dan lengan atas. Kadang-kadang dapat di leher dan jarang di muka.2
Diagnosis Banding
Acne vulgaris,
Folikulitis bacterial,
Erupsi akneiformis.2
Pengobatan
1.
Antimikotik oral
Misalnya:
2.
3.
Piedra
Definisi
4.
Definisi
Tinea nigra yang disebabkan Cladosporium werneckii adalah infeksi jamur
superficial yang asimtomatik pada stratum korneum. Kelainan kulit berupa
makula tengguli sampai hitam. Telapak tangan yang biasanya terserang walaupun
telapak kaki dan permukaan kulit lain dapat terkena.1
Sinonim
Keratomikosis
nigrikans
Palmaris,
pitiriasis
nigra,
kladosporiosis
Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan kerokan kulit dan biakan. Pada
pemeriksaan sediaan langsung dalam larutan KOH 10% jamur terlihat sebagai
hifa bercabang, bersekat ukuran 1,5-3, berwarna coklat muda sampai hijau tua.
Biakan pada agar Saboraud (suhu kamar) menghasilkan koloni yang tampak
sebagai koloni menyerupai ragi dan koloni filament berwarna hijau tua atau
hitam.6
Diagnosis banding
Tinea nigra dapat menyerupai dermatitis kontak, tinea versikolor,
hiperkromia, nevus pigmentosus, dan kulit yang terkena zat kimia, misalnya perak
nitrat.6
Pengobatan
Tinea nigra dapat diobati dengan obat-obat jamur konvensional, misalnya
salap salisil sulfur, Whitfield, dan tincture jodii.5
Prognosis
Tinea nigra oleh karena asimtomatik tidak memberi keluhan pada
penderita kecuali keluhan estetik, kalau tidak diobati penyakit akan menjadi
kronik.1
5.
Otomikosis
Definisi
Otomikosis adalah infeksi jamur kronik atau subakut pada liang telinga
luar dan lubang telinga luar, yang ditandai dengan inflamasi eksudatif dan gatal.
Dari kelainan tersebut dapat dibiakan jamur dan bakteri.4
Etiologi
Penyebab penyakit terutama ialah jamur jamur kontaminan, misalnya
aspergillus, penisilium, dan mukor. Dermatofita kadang kadang dapat
merupakan hasil biakan bahan pemeriksaan dari tempat tersebut. Biasanya juga
terdapat bakteri misalnya Pseudomonas aeruginosa, proteus spp, micrococcus
aureus, streptococcus hemolyticus, difteroid dan basil basil koliformis.10
Epidemiologi
Keratomikosis
Definisi
Keratomikosis adalah infeksi jamur pada kornea mata yang menyebabkan
ulserasi dan inflamasi setelah trauma pada bagian tersebut, diobati dengan obat
obatan antibiotic dan kortikosteroid.1
Sinonim
Keratitis mikotik.1
Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah berbagai macam jamur yang menyerang
kornea yang rusak dan menyebabkan ulkus kornea. Spesies spesies yang pernah
ditemukan antara lain adalah aspergillus, fusarium, cephalosporum,curvularia, dan
penicillium.7
Gejala klinis
Setelah mengalami trauma atau abrasi pada mata dapat terbentuk ulkus
pada kornea. Melalui perkembangan yang lambat kelainan dapat membentuk
hipopion. Lesi mulai dengan benjolan yang menonjol sedikit diatas permukaan,
berwarna putih kelabu dan berambut halus. Pencairan lapisan teratas kornea
disekitarnya membentuk ulkus dangkal. Terbentuk halo lebar berbatas tegas
bewarna putih kelabu mengelilingi titik pusatnya. Dalam halo tersebut dapat
terlihat garis - garis radial. Terlihat pula, inflamasi pada kornea. Vaskularisasi
sering tidak tampak.7
Pada stadium ini sering digunakan antibiotika dan steroid yang bersifat
anti inflamasi sehingga dapat mencegah parut. Dengan pengobatan demikian
ulkus dapat menjalar dan meluas sampai ruang depan mata.7
Biakan dari bahan hapus dasar ulkus tidak menghasilkan bakteri, maupun
jamur, akan tetapi bahan yang diambil dari kerokan dalam dasar atau pinggir
ulkus menghasilkan jamur pada pemeriksaan. Diagnosis ditegakan dengan
pemeriksaan mikologik sediaan langsung dan biakan.6
Diagnosis banding
Keratomikosis harus dibedakan dengan ulkus kornea yang disebabkan
paralisis fasial, keratitis dendrite, dan lain lain.2
Pengobatan
Larutan nistatin dan amfoterisin B yang diberikan tiap jam. Pemberian
dapat dijarangkan, bila telah terjadi perbaikan. Larutan amfoterisin B
mengandung 1,0 mg per ml larutan garam faal atau akua destilata. Pada tahun
tahun akhir larutan derivate azol juga digunakan dengan hasil cukup baik.3
Prognosis
Baik, bila diagnosis dilakukan dini dan pengobatan cepat dan tepat.
2.3 Kandidiasis
Pendahuluan
Penyakit kandidiasis banyak dihubungkan dengan aneka faktor, seperti
keadaan kulit yang terus-menerus lembab, pemakaian obat antibiotika, steroid dan
sitostatik, perubahan fisiologis tubuh, sampai mal nutrisi.1
Infeksi Candida pertama kali didapatkan di dalam mulut sebagai thrush
yang dilaporkan oleh Francois valleix (1836). Langerbach (1839) menemukan
jamur penyebab thrush, kemudian Berhout (1923) memberi nama organisme
tersebut sebagai Candida.2
Definisi
Kandidiasis adalah penyakit jamur, yang bersifat akut atau subakut
disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans.Dan
dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki, atau paru, kadang-kadang
dapat menyebabkan septikemia, endokarditis, atau meningitis.1
Sinonim
Nama lain dari Candidiasis adalah kandidosis, dan moniliasis..1,2
Epidemiologi
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur
terutama bayi dan orang tua, baik laki laki maupun perempuan. Jamur
penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit. Gambaran klinisnya
- REAKSI id (kandidid)
Patogenesis
Faktor endogen meliputi:
Umur contohnya: orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena
status imunologiknya tidak sempurna.
Gejala
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada bagian tubuh yang terkena.
1. kandidiasis mukosa.
a.
b.
c.
d.
2. kandidiasis kutis
a.
b.
c.
3. kandidiasis sistemik
a.
pada
penderita
morfinis
akibat
komplikasi
penggunaan
penyuntikan sendiri.1
b.
Pembantu Diagnosis
Pemeriksaan langsung: kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa
dengan larutan KOH 10% atau dengan pewarnaan gram, terlihat sel ragi,
blastospora, atau hifa semu.1
Pemeriksaan biakan: bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar
dektrosa
pula
agar ini
dibubuhi
antibiotik
dalam suhu kamar atau lemari suhu 37C, koloni tumbuh setelah 24-48 jam,
berupa yeast like colony. Identifikasi Candida albicans dilakukan dengan
membiakkan tumbuhan tersebut pada corn meal agar.2
Diagnosis Banding
Kandidiasis kutis dengan:1
Eritrasma: lesi di lipatan, lesi lebih merah, batas tegas, kering tidak ada
satelit, pemeriksaan dengan sinar Wood positif berwarna merah bata.
Dermatitis kontak alergi; terdapat eritema, skuama, batas tidak tegas ada
papul, vesikel berkelompok. Pada kerokan kulit dengan KOH jamur
negatif.
Tinea kruris: eritema, dengan skuama dengan batas tegas dan tepi lebih
aktif.
Tinea unguium: kuku rusak, rapuh, dan berwarna suram, biasa kelainannya
dimulai dari distal.
trikomonas vaginalis,
gonore akut,
Leukoplakia
liken planus.
Pengobatan
Topikal meliputi:2
a. larutan gentian violet -1% untuk mukosa, 1-2% untuk kulit. dioleskan
sehari 2 kali selama 3 hari,
b. nistatin: berupa krim, salap, emulsi,
c. amfoterisin B,
d. grup azol antara lain:
Sistemik meliputi:2
a. Ketokonazole 400mg/hari selama 5hari atau Flukonazole 150mg/hari
selama 7 hari
b. Itrakonazole 2 kali 100mg/hari selama 3 hari.
c. Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna,
obat ini tidak diserap oleh usus,
d. Untuk kandidiasis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per
vaginam dosis tunggal
e. Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidiasis sistemik
Pencegahan
Tidak ada cara untuk mencegah terpajan pada Candida. Obat-obatan tidak
biasa dipakai untuk mencegah kandidiasis. Ada beberapa alasan: 1). Penyakit
tersebut tidak begitu bahaya, 2). Ada obat-obatan yang efektif untuk mengobati
penyakit tersebut, 3). Ragi dapat menjadi kebal (resistan) terhadap obat-obatan.1
Prognosis
Umumnya baik, bergantung pada berat ringannya faktor predisposisi.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A., Hamzah M, Aisyah S. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
6th edition. Jakarta : FKUI, 2010. pp. 89-109.
2. Wolff K, Goldsmith L.A, Katz SI et al. 2008. Fitzpatrick Dermatology in
General Medicine. 7th edition. USA : McGrawHill, 2008. pp. 1845-1848.
Vol. I & II.
3. Harahap. M, Ilmu Penyakit Kulit; edisi pertama, Jakarta: Hipokrates, 2000;
73-87.
4. Wolff K, Johnson RA. 2009. Fitzpatrick's Colour Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology. 6th edition. Singapore : McGrawHill, 2009. pp. 692717.
5. Arndt.K.A, Bowers. K.E, Chuttani. A.R, Manual of Dermatologic
Therapeutics; 5th edition, Boston: Little, Brown and Company, 1995; 79-85.
6. Gupta KA,Tu LQ .Dermatophytosis : Diagnosis and Treatment , J Am Acad
Dermatol 2006 ;54 :1050-5
7. Gupta KA, Cooper EA , Ryder JE , Nicol KA , Chow M, Chaudry MM.
Optimal management of Fungal Infections of the Skin , hair, and nails. Am J
Clin Dermatol 2004; 5 (4) : 225-237
8. Bennet, J.E : Antimicrobial agents; in : Goodman & Gilamans Brunton, L.L ;
Lazo, J.S and Parker, K. L : The Pharmalogical Basis of Therapeutics ; 11 th
ed. Pp. 1232 ( McGraw-Hill, Medical Publishing Division, New York 2006)
9. Grunwald, M.H. : Adverse drug reaction of the new oral antifungal agents
terbinafine, gluconazole, and itraconazole. Int. J. Derm. 37 : 410 415
10. Kurniati, Rosita C. Etiopatogenesis Dermatofitosis. Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin. Vol. 20 No. 3 Desember 2008; 243-50. Diunduh dari:
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/BIKKK_vol%2020%20no%203_des
%202008_Acc_3.pdf
11. Amiruddin MD. Pitiriasis Versicolor. Dalam: Amiruddin MD, ed. Ilmu
Penyakit Kulit. Makassar: Lkis; 2003.hal.65-74