Anda di halaman 1dari 20

Review Article: Mechanisms of Disease

General Anesthesia, Sleep, and Coma


Emery N. Brown, M.D., Ph.D., Ralph Lydic, Ph.D., and Nicholas D. Schiff, M.D .
N Engl J Med
Volume 363(27):2638-2650
December 30, 2010

Dipresentasikan oleh
Muhammad Fauzi, Risnawati Wahab, Made Dwi Pratiwi
Pembimbing:
dr. L. S. Wibowo, Sp.An
dr. Sandhi Yudha, Sp.An

Ringkasan
Anestesi umum adalah kondisi reversibel yang timbul
akibat induksi obat yang meliputi ciri perilaku dan
fisiologis tertentu , tidak sadarkan diri, amnesia, dan
akinesia yang disertai stabilnya sistem autonomik,
kardiovaskuler, respirasi, dan termoregulasi.
Tidur REM dan non-REM
Koma adalah keadaan tanpa respon yang mendalam,
biasanya merupakan akibat dari cedera otak berat
Ulasan ini membahas fitur klinis dan neurofisiologis
anestesi umum dan hubungannya dengan tidur dan koma,
berfokus pada mekanisme saraf dari ketidaksadaran yang
disebabkan oleh obat anestesi intravena.

Tanda Klinis dan Pola EEG pada Pasien Tidak Sadar


yang Diinduksi Anestesi Umum
Periode Induksi
Sebelum induksi, pasien normal memiliki EEG yang aktif dengan
aktivitas alpha (10 Hz) yang menonjol ketika mata tertutup
Pemberian dosis kecil obat hipnosis seperti propofol, barbiturat,
atau etomidate, dan semua jenis yang bertindak sebagai reseptor
asam -aminobutyric tipe A (GABA), yang menghasilkan efek
sedasi membuat pasien tenang dan lebih mudah dibangunkan,
dengan mata yang seluruhnya tertutup.
Pada saat dosis dinaikkan perlahan, pasien akan masuk ke dalam
fase eksitasi paradoksal, yang ditandai dengan gerakan defensif
dan tanpa tujuan, berbicara ngawur, euforia atau disforia, dan
peningkatan aktivitas gelombang beta pada EEG (13 sampai 25
Hz).

Peningkatan pola pernapasan yang semakin tidak teratur akan


berkembang menjadi apnea, di mana ventilasi bag-mask
harus dimulai untuk mendukung pernafasan, seiring dengan
hilangnya respon terhadap perintah lisan dan tonus otot
Pemberian opioid atau benzodiazepin sebelum atau selama
induksi dapat mengurangi peningkatan respon denyut
jantung, dan vasopressor dapat diberikan untuk
mempertahankan tekanan darah
Setelah pemberian relaksan otot, dilakukan intubasi trakea.

Periode Pemeliharaan
Selama masa pemeliharaan, perubahan denyut nadi dan
tekanan darah merupakan tanda klinis yang dapat digunakan
untuk memantau tingkat anestesi umum
Indikator anestesi umum memadai atau tidak: detak jantung
dan tekanan darah pasien meningkat, berkeringat, keluar air
mata, perubahan ukuran pupil, kembalinya tonus otot serta
adanya gerakan.
Pada tahap yang tepat untuk dilakukan pembedahan, kondisi
pasien yang diinduksi anestesi umum secara fungsional
mendekati keadaan mati batang otak

4 pola EEG yang menggambarkan tahap dari periode


pemeliharaan:
1. Tahap 1 (dalam kondisi pengaruh anestesi umum yang
ringan) penurunan aktivitas beta (13-30 Hz) dan
peningkatan aktivitas alfa (8-12 Hz) dan delta EEG (0-4 Hz)
2. Tahap 2 (kondisi intermediet) penurunan aktivitas beta
dan peningkatan aktivitas alfa dan delta (anteriorization)
3. Tahap 3 (kondisi yang lebih dalam) periode datar yang
diselingi dengan periode aktivitas alfa dan beta (burst
suppression)
4. Tahap 4 (kondisi yang sangat dalam) isoelektrik

Periode Pemulihan
Tergantung pada jumlah obat yang diberikan; di tempat mana
obat itu bekerja, potensi obat, dan farmakokinetik; karakteristik
fisiologis pasien; dan jenis serta durasi operasi
Kembalinya respirasi spontan biasanya salah satu tanda-tanda
klinis pertama yang diamati setelah blok neuromuskular
menurun
Detak jantung dan tekanan darah biasanya meningkat
Keluar air liur dan mulai menangis, kembalinya tonus ototrangka, pasien mulai meringis, menelan, muntah, dan batuk dan
membuat gerakan defensif, seperti meraih endotrakeal atau
tabung nasogastrik
Ketika pasien mulai kembali sadar dari anestesi umum, pola
EEG menggambarkan tahap dengan urutan terbalik.

Electroencephalographic (EEG) Patterns during the Awake


State, General Anesthesia, and Sleep.

Brown EN et al. N Engl J Med 2010;363:2638-2650

Mekanisme Ketidaksadaran Akibat Induksi Anestesi


Umum
obat anestesi menyebabkan ketidaksadaran dengan mengubah
neurotransmisi di beberapa tempat di korteks serebri, batang
otak, dan thalamus
Secara In vivo dan in vitro studi farmakologis molekuler telah
mengidentifikasi resepetor GABA A dan N-methyl-D-aspartate
(NMDA) dikorteks, thalamus, batang otak, dan striatum sebagai
dua sasaran penting obat hipnotik

Sebagian kecil interneuron inhibisi mengontrol sebagian


besar eksitasi neuron piramidal, peningkatan GABA A
inhibisi disebabkan oleh anestesi umum yang secara efisien
menonaktifkan sebagian besar daerah otak dan berkontribusi
menyebabkan ketidaksadaran

Dalam sebuah penelitian menggunakan tikus percobaan,


dilakukan injeksi langsung barbiturat ke daerah mesopontine
tegmental akan menyebabkan ketidaksadaran
Agen hipnotik pada interneuron GABAA pada jaringan yang
mengontrol pernapasan di ventral medulla dan pons apnea
Atonia cepat terjadi setelah pemberian propofol secara bolus
kemungkinan besar disebabkan oleh kerja obat ini pada
tulang belakang, pontine dan nucleus medullar reticulare
yang mengontrol otot- otot anti gravitasi
Tanda-tanda hilangnya fungsi batang otak (apnea, atonia,
hilangnya oculocphalic, dan reflex kornea) digunakan
sebagai indikasi untuk memulai pemasangan bag valve mask
atau untuk menempatkan laringeal mask airway pada saat
induksi anestesi umum

Pada saat dalam keadaan sadar, lokus sereleus menghambat


norepinefrin melalui nucleus preoptik ventrolateral di
hypothalamus
mediator GABAA dan galanin menghambat jalur stimulasi atas
pada nukleus preoptik ventrolateral dan terjadilah keadaan sadar
Peningkatan adenosine pada nucleus preoptik ventrolateral
dapat dikaitkan dengan peningkatan stimulus otak bagian tengah
Adenosine mengikat dan menghambat lokus sereleus yang
menyebabkan aktivasi dari nucleus preoptik ventrolateral,
sehingga terjadi penghambatan jalur stimulasi atas dan
menyebabkan tidur non-REM
Dexmedetomidine menghambat pelepasan norepinefrin dari
lokus sereleus
Propofol menghambat GABAA

Pola aktif EEG diamati selama fase tidur REM, sebagian


disebabkan oleh masuknya kolinergik yang kuat dari
tegmental dorsolateral dan nuclei tegmental pedunkulopotine
ke formasi reticular potine medial, dan juga berasal dari otak
basal bagian depan dengan korteks
Fentanil mengurangi asetilkolin di formasi reticular
pontine medial
Morfin mengurangi asetilkolin di formasi reticular pontine
medial
Opioid meningkatkan reseptor opioid di daerah
periaqueductal gray, rostral ventral medulla, spinal cord, dan
jaringan peripheral untuk mengurangi transmisi dari
nosiseptive pada susunan saraf pusat

Keadaan tidak sadar akibat penggunaan propofol dapat


dipulihkan dengan menggunakan agen kolinomimetik
fisostigmin.
Kerja propofol, degan cara meningkatkan penghambatan
GABAA oleh interneuron dari neuron piramidal dikorteks dan
daerah subkortikal, sedangkan physostigmine melawan efek
ini dengan cara meningkatkan aktivitas klinergik pada
seluruh korteks

Emergence from General Anesthesia and Stages of Recovery from Coma.

Brown EN et al. N Engl J Med 2010;363:2638-2650

Possible Neural-Circuit Mechanisms of Altered Arousal Induced by Anesthetic Agents.

Brown EN et al. N Engl J Med 2010;363:2638-2650

Paradoxical Excitation, Cerebral Metabolism, and Electroencephalographic (EEG) Activity in


Stages of Coma Recovery.

Brown EN et al. N Engl J Med 2010;363:2638-2650

Kondisi Ketidakaktifan Otak dan Ketidaksadaran


Ketamin, menginduksi ketidaksadaran dengan EEG pattern yang aktif.
Ketamin menghambat NMDA
eksitasi aktivitas dari korteks, hipocampus, dan sistem limbik.
Halusinasi dapat terjadi, dapat dikurangi dengan pemberian benzodiazepine

Unconsciousness and Active Brain States.

Brown EN et al. N Engl J Med 2010;363:2638-2650

Pemulihan pada Anestesi Umum dan Koma


Tanda klinis awal emergence dari general anesthesi, kembalinya pernapasan
reguler, salivasi, menangis, meringis
kembalinya fungsi sernsori motor.
Tanda selanjutnya respon bicara
mengindikasikan kembalinya fungsi kortikal.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai