Anda di halaman 1dari 36

BAB IV

TEGANGAN, REGANGAN, DAN DEFLEKSI

4.1.

Tegangan
Salah satu masalah fundamental dalam mechanical engineering adalah

menentukan pengaruh beban pada komponen mesin atau peralatan. Hal ini sangat
essensial dalam perancangan mesin karena tanpa diketahuinya intensitas gaya di dalam
elemen mesin, maka pemilihan dimensi, material, dan parameter lainnya tidak dapat
dilakukan. Intensitas gaya dalam pada suatu benda didefinisikan sebagai tegangan
(stress). Gambar 4.1 menunjukkan sebuah benda yang mendapat beban dalam bentuk
gaya-gaya. Untuk mengetahui intensitas gaya di dalam benda maka dapat dilakukan
dengan

membuat

potongan

imaginer

melalui

titik

O.

Untuk

menjaga

prinsip

kesetimbangan, tentu pada penampang potongan imajiner tesebut terdapat gaya-gaya


dalam yang bekerja. Kalau penampang imaginer tersebut dibagi menjadi elemen-elemen
yang sangat kecil A, maka pada masing masing A tersebut akan bekerja gaya dalam
sebesar F.

Gambar 4.1 Konsep intensitas gaya dalam sebuah benda yang mendapat beban

4-1

Definisikan vektor tegangan (Stress vector)

P dF

A 0 A
dA

T = lim

(4.1)

Vektor tegangan ini adalah intensitas gaya pada seluruh penampang dan arahnya tidak
harus sama antara satu dengan yang lain. Dari definisi ini jelas bahwa tegangan pada
suatu elemen mesin terjadi karena adanya beban yang bekerja pada elemen tersebut.

4.2.

Pengaruh Beban Terhadap Kondisi Tegangan


Dalam analisis elemen mesin masing-masing jenis beban perlu dipelajari

pengaruhnya terhadap tegangan, regangan, maupun deformasi yang ditimbulkan.


Berdasarkan lokasi dan metoda aplikasi beban serta arah pembebanan, beban dapat
diklasifikasikan menjadi : beban normal, beban geser, beban lentur, beban torsi, dan
beban kombinasi. Pengaruh jenis-jenis pembebanan tersebut terhadap tegangan,
regangan maupun defleksi elemen mesin dapat ditentukan secara analitik untuk
komponen yang sederhana. Sedangkan untuk komponen yang kompleks, dapat
digunakan metoda numerik maupun metoda eksperimental.

4.2.1. Kasus I : Beban uniaksial


Pembebanan uniaksial pada suatu elemen mesin sering terjadi pada suatu elemen
mesin seperti ditunjukkan pada gambar 4.2. Tegangan yang terjadi pada elemen yang
mendapat beban uniaksial adalah tegangan normal yang arahnya selalu tegak lurus
penampang. Distribusi tegangan normal akibat ganya uniaksial dapat diasumsikan
terdistribusi secara seragam. Formula sederhana untuk menghitung tegangan normal
akibat beban uniaksial adalah

P
A

(4.2)

dengan P = beban uniaksial dan A = luas penampang tegak lurus arah beban

4-2

Gambar 4.2 Distribusi tegangan normal akibat beban uniaksial

Untuk kondisi elastis linear, karakteristik beban dan deformasi pada beberapa jenis
material ditunjukkan pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Karakteristik beban deformasi benda elastis linear

Dari definisi tegangan dan regangan maka hubungan tegangan regangan elemen yang
mengalami beban uniaksial dapat diformulasikan menjadi Hukum Hooke satu dimensi.

= E ;

4-3

(4.3)

Perpindahan yang terjadi pada elemen yang mengalami beban uniaksial


diilustrasikan pada gambar 4.4. Formulasi untuk menghitung perpindahan dapat dilakukan
dari definisi deformasi = u B u A dan dengan menggunakan hukum Hooke, maka
dapat diturunkan bahwa

= (u B u A ) =

FL
AE

Gambar 4.4 Gaya dan perpindahan pada elemen yang mengalami beban uniaksial

Studi Kasus 1:
Pada gambar E.1, batang rigid DHC digantung
pada kawat elastis AD dan BC (modulus
elastisitas E, dimensi pada gambar). Beban P
bekerja pada H. Berapa jarak x supaya batang
rigid tetap horisontal? (Abaikan massa batang
rigid dan kawat)

Gambar E.1 Contoh soal 1

4-4

(4.4)

Penyelesaian
Diagram benda bebas :

Gambar E.2 Diagram benda bebas

Fy = 0

FAD + F BC= P
F BC (L x ) = xF AD

HH = 0

a
b

Langkah selanjutnya adalah mencari deformasi pada C dan D (uC dan uD).

FL
uC =

AE BC

FL
uD =

AE AD

dan

Supaya batang rigid tetap horisontal, maka


uC=uD.

Dari persamaan a dan b dan ABC=4AAD, didapat :

F L
FAD L 1
= BC 1
A AD E 4A AD E

FBC = 4FAD

Dari persamaan b dan e :

F
x
= BC = 4
L - x FAD

4-5

x=

4
L
5

4.2.2. Kasus II : Beban torsi


Beban torsi akan menimbulkan efek puntiran atau deformasi sudut (angular
deformation) seperti ditunjukkan pada gambar 4.5. Poros adalah salah satu contoh
elemen mesin yang mengalami beban puntir. Tegangan yang terjadi akibat beban torsi
adalah tegangan geser dengan distribusi yang bervariasi linear dari titik tengah
penampang ke permukaan.
Tegangan geser yang terjadi pada suatu elemen poros pada jarak r dari sumbu
dan diakibatkan adanya torsi T, diformulasikan sebagai berikut :

Tr
J

(4.5)

J adalah momen inersia polar, besarnya tergantung pada dimensi dan bentuk
penampang. Nilai J untuk berbagai macam penampang bisa dilihat pada tabel 4.1.

Gambar 4.5 Poros penampang lingkaran dengan panjang L dan jari-jari a, diputar dengan torsi T

Elemen yang diberi beban torsi akan mengalami tegangan geser sebesar yang
akan mengakibatkan terjadinya regangan geser sebesar , hubungannya seperti pada
formulasi Hukum Hooke untuk tegangan geser berikut :

= G

(4.6)

4-6

dengan G=modulus geser, G =

E
2(1 + )

Deformasi sudut yang diakibatkan adanya torsi bisa dilihat pada gambar 4.6.
Besarnya adalah :

= B A =

TL
GJ

Tabel 4.1 Sifat penampang

4-7

(4.7)

Gambar 4.6 Sebuah poros dengan panjang L yang diberi beban torsi T

Studi Kasus 2:
Momen torsi bekerja pada poros 2
segmen, segmen AB dan BC seperti
pada

gambar.

Masing-masing

segmen berbeda material dan momen


inersia polar. Tentukan :
Gambar E.3 Contoh soal 2

a.

momen puntir masing-masing segmen,

b.

deformasi sudut karena beban torsi,

Penyelesaian
Diagram benda bebas :

4-8

Gambar E.4 Diagram benda bebas

Pada bagian B :

T AB = TBC + T

Dari diagram benda bebas sebelah kanan :

GJ
TAB = ( B A )
L AB

GJ
TBC = ( C B )
L BC

Karena poros fix di A dan C, maka :

A = C = 0

Dari persamaan a, b, c dan d, didapat :

B =

(GJ L) + (GJ L)
AB

BC

Dari b, c, dan e didapat momen torsi tiap segmen :

TAB =

( L)
(GJ L) + (GJ L)
T GJ
AB

AB

dan TBC =

BC

( L)
(GJ L) + (GJ L)
- T GJ
AB

4-9

AB

BC

Tanda minus pada TBC menandakan bahwa arahnya terbalik dari gambar diagram benda
bebas.

4.2.3. Kasus III : Beban bending


Contoh sederhana pembebanan bending pada beam ditunjukkan pada gambar
4.7. Tegangan yang terjadi pada pembebanan momen bending M yang diakibatkan oleh
beban P adalah tegangan normal dan tegangan geser. Besarnya tegangan normal yang
terjadi bervariasi semakin membesar menjauhi sumbu netral dan besarnya adalah:

x =

My
Iz

(4.8)

y adalah jarak titik yang ditinjau dari sumbu netral, I adalah momen inersia, sedangkan A
adalah luas penampang melintang beam. Nilai I untuk berbagai macam penampang bisa
dilihat pada tabel 4.1.

Gambar 4.7 Beam dengan beban bending

Tegangan normal dan tegangan geser akibat beban bending ditunjukkan pada
gambar 4.8. Beban bending mengakibatkan terjadinya regangan seperti pada gambar
4.9. Besar regangan pada elemen beam berjarak y dari sumbu netral adalah :

4-10

Gambar 4.8 Beam dengan beban bending

x =

My
EI z

(4.9)

Gambar 4.9 Regangan yang terjadi pada beam

4.2.4. Kasus IV : Beban geser


Beban geser akan menimbulkan tegangan geser pada bidang yang sejajar dengan
arah bekerjanya beban. Beban geser bisa ditemui pada elemen mesin paku keling seperti
pada gambar 4.10. Diasumsikan beban geser terdistribusi merata pada bidang kerja,
sehingga tegangan yang terjadi pada bidang itu nilainya seragam:

Gambar 4.10 Paku keling yang


dibebani dengan beban geser

4-11

Tegangan geser yang diakibatkan adanya beban P pada sebuah paku keling
dengan luas penampang A, diformulasikan sebagai berikut :

2= P
A
2A

(4.10)

Khusus pada pembebanan transversal pada beam, seperti pada gambar 4.11,
akan terjadi kombinasi tegangan bending dan tegangan geser.

Gambar 4.11 Pembebanan pada beam

Gambar 4.12 Segmen beam

Dari gambar 4.12 di atas, besarnya tegangan geser dihitung :

Fxy = F2x -F1x


c

b dx =

(M + dM ) y dA c My dA

y1

y1

(4.11)

dM 1
ydA
dx Ib y1

dengan b adalah tebal penampang. dM/dy adalah gaya geser pada setiap titik, V,
sehingga :

4-12

xy =

V
ydA
Ib y1

(4.12)

VQ
Ib

(4.13)

dengan Q =

ydA , maka

y1

xy =

Untuk beam dengan penampang persegi panjang :


c

b h2
y1 2
=
=
ydA
b
ydy
y1
y1
2 4

(4.14)

V h2
y1 2
2I 4

(4.15)

Q=
Sehingga :

Tegangan geser bervariasi seperti pada gambar 4.13. Pada y1=h/2, =0. Pada y1=0,
max=Vh2/8I. Untuk penampang persegi panjang, I=bh3/12, sehingga :

max =

3V
2A

(4.16)

Gambar 4.13 Distribusi tegangan geser pada beam persegi panjang

Studi Kasus 3:
Geometry brake lever sepeda diberikan pada gambar E.5. Rata-rata tangan manusia
dapat menimbulkan gaya cengkeram sekitar 267 N. Tangan yang sangat kuat dapat
memberikan gaya cengkeram sekitar 712 N. Diameter pin pivot 8 mm. Hitung tegangan
pada posisi kritis pada brake lever.

4-13

Gambar E.5 Contoh soal 3

Idealisasi :

Kegagalan terjadi pada 2 lubang pin dan pada pangkal kantilever (brake lever)

Penampang berebentuk lingkaran

Analisis :
a.

Handle dimodelkan sebagai batang kantilever dengan diameter 14.3 mm, seperti
pada gambar:

Gambar E.6 Model handle sebagai batang kantilever

Dari studi kasus 3, bab 3, didapat R1=712 dan M1=54.6 Nm.


b.

Buat DBB brake lever (Asumsi berat dan konsentrasi tegangan diabaikan)

4-14

Gambar E.7 Diagram benda bebas

Tegangan tarik bending pada pangkal kantilever akan maksimal pada sisi paling
luar (titik P), nilainya :

0.0143
54.6 Nm
m
My
2

x =
=
= 190 MPa
Iz
(0.0143)4 4
m
64
c.

Dihitung tegangan geser :

xy =

4 (712) N
4V
=
= 6 MPa
3A 3 (14.3)2
2
mm
4

Tegangan geser maksimal terjadi pada sumbu netral (titik Q). Tegangan utama
pada sisi luar bagian atas 1=x=190 MPa, 2=3=0, sehingga dari lingkaran Mohr :
max=95 MPa.

Gambar E.8 Lingkaran Mohr

d.

Dilakukan juga pengecekan pada lokasi lain yang memungkinkan terjadinya


kegagalan, yaitu pada dua lubang pin. Material di antara 2 lubang harus di dicek
terhadap 3 mode kegagalan, yaitu tegangan bearing, tegangan geser langsung dan
tearout.

4-15

e.

Tegangan bearing yang terjadi adalah tekan, bekerja pada area proyeksi lubang.

Abearing = dia ketebalan = 8 (2 6.4 ) = 102 mm 2

bearing =
f.

F12
2993
=
= 30 MPa
Abearing
102

Kegagalan tearout bisa dilihat pada gambar :

Pada kasus ini, kegagalan terjadi pada area dengan ketebalan 4(6.4) mm dengan
lebar 7.1 mm.

Atearout = lebar ketebalan = 7.1 (4 6.4) = 181 mm 2

tearout =

F12
2993
=
= 17 MPa
181
Atearout

g.

Tegangan bearing dan tearout yang terjadi kecil.

h.

Kegagalan yang terjadi karena beban kabel adalah pada bagian C pada gambar
E.7, Bagian ini dimodelkan sebagai batang kantilever dengan lebar penampang (255)/2=10 mm dan lebar 5 mm (konservatif tanpa mempertimbangkan adanya
kenaikan lebar karena adanya jari-jari lubang). Lengan momen diasumsikan sama
dengan jari-jari pin, 4 mm. Gaya yang bekerja pada setengah lebarnya adalah
setengah gaya total. Tegangan bending yang terjadi sebesar :

2858 5
4
My
2 2
=
x =
= 137 MPa
3
Iz
10(5)
12

Tegangan geser karena pembebanan transversal pada sumbu netral :

xy =

3V 3 (2858)
=
= 76 MPa
2A
2(10)(5)

4-16

4.3.

Tensor Tegangan 3D
Vektor tegangan T yang bekerja pada bidang potongan imajiner dapat diuraikan

sebagai berikut :

T = x i + xy j + xz k

(4.17)

Gambar 4.14 Komponen tegangan pada bidang x-y

Komponen tegangan yang bekerja tegak lurus terhadap bidang disebut tegangan
normal, sedangkan komponen yang bekerja dalam arah bidang kerja disebut tegangan
geser.
Jika potongan imajiner dilakukan untuk bidang-bidang yang lain maka akan
didapatkan elemen tegangan 3 dimensi seperti ditunjukkan pada gambar 4.15.
Komponen-komponen tegangan yang lengkap untuk tiga dimensi adalah merupakan
tensor orde 2. Tensor tegangan untuk elemen tiga dimensi dapat dituliskan dalam bentuk
matrik pada persamaan 4.18.

4-17

ij = yx
zx

xy
y
zy

xz

yz
z

(4.18)

Gambar 4.15 Komponen tegangan tiga dimensi

Subskrip untuk tegangan normal adalah menandakan arah tegangan. Sedangkan


untuk tegangan geser subskrip pertama menandakan bidang kerja tegangan, dan
subskrip kedua menandakan arah tegangan. Konvensi tanda untuk tegangan adalah
sebagai berikut :
Tegangan normal berhaga positif jika arahnya keluar dari bidang (tarik), dan berharga
negatif untuk sebaliknya
Tegangan geser berharga positif jika :

4.4.

Pada bidang positif searah sumbu positif

Pada bidang negatif searah sumbu negatif.

Tegangan Bidang (Plane Stress)


Umumnya elemen mesin mengalami kondisi tegangan tiga dimensi, tetapi untuk

beberapa kasus terdapat elemen yang bisa diidealisasikan dengan kondisi tegangan
dalam bidang dua dimensi. Untuk kondisi plane stress ini, semua tegangan tegak lurus
bidang berharga nol (z = xz = yz = 0). Contohnya adalah elemen pelat yang mendapat
beban pada bidang pelat sendiri, tegangan pada elemen tipis seperti straingage, dll.
Untuk tegangan bidang x-y, tensor tegangan dapat disederhanakan menjadi

x
ij =
yx

xy
y

4-18

(4.19)

Gambar 4.16 Elemen tegangan bidang (plane stress x-y)

4.5.

Tegangan Utama
Untuk menentukan kekuatan suatu elemen mesin maka diketahui tegangan

maksimum yang terjadi pada elemen tersebut. Nilai atau besar suatu tegangan pada
elemen tegangan sangat tergantung pada orientasi dari sistem koordinat. Pada suatu
orientasi tertentu terdapat kondisi dimana tegangan normal berharga maksimum dan

Gambar 4.17 Tegangan utama


tiga dimensi

semua tegangan geser berharga nol. Kondisi ini disebut dengan Principal stress atau
tegangan utama. Nilai tegangan utama dan orientasinya dapat ditentukan dari
persamaan karakteristik berikut :

x p

yx
zx

xy
xz n x

y p
yz n y = 0
zy
y p n z

4-19

(4.20)

dimana nx, ny, nz adalah arah cosinus vektor n (normal terhadap principal plane). Supaya
persamaan (4.20) memiliki solusi maka determinant matrik koefisien haruslah bernilai nol.
Dengan demikian maka nilai tegangan utama dapat dihitung dari akar persamaan pangkat
tiga berikut
3

(4.21)

p I1 p + I 2 p I3 = 0
dengan
1

= x + y + z
2

I 2 = x y + x z + y z xy xz yz
x
I 3 = xy

xy
y

xz
yz

xz

yz

Setelah nilai tegangan utama didapatkan (p1, p2, p3) maka arah orientasi tegangan
utama (nx, ny, nz) dapat dihitung dengan memasukkan nilai tegangan utama ke
persamaan (4.20). Arah ketiga tegangan utama pasti saling tegak lurus.
Tegangan geser maksimum atau sering disebut tegangan utama geser dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan

13 =

1 3

21 =

2 1
2

32 =

3 2

(4.22)

Perlu dicatat bahwa pada saat tegangan geser bernilai maksimum, tegangan normal
belum tentu bernilai nol. Orientasi tegangan geser maksimum adalah 450 terhadap arah
tegangan utama.
Untuk

kasus

tegangan

bidang

(2D),

persamaan

(4.21)

diatas

dapat

disederhanakan menjadi

1,2 =

x + y
2

x y

2

dan orientasi tegangan utama adalah

4-20

+ xy 2

(4.23)

p =

2 xy
1
tan 1
+
2
y
x

(4.24)

Gambar 4.18 Tegangan utama dua dimensi

Sedangkan tegangan geser maksimum untuk kasus dua dimensi juga dapat
disederhanakan menjadi :

max

4.6.

x y
=
2

+ xy 2

s =

x y
1
tan 1

2
2 xy

(4.25)

Lingkaran Mohr
Untuk memberikan gambaran kondisi tegangan pada berbagai arah dalam bentuk

grafis, Otto Mohr (1914) memperkenalkan Mohrs Circle. Lingkaran Mohr ini sangat
reperestatif untuk kondisi tegangan dua dimensi. Sedangkan untuk kasus tiga dimensi,
lingkaran Mohr cukup kompleks kecuali untuk kasus-kasus tertentu seperti misalnya saat
salah satu tegangan utama berhimpit dengan salah satu sumbu koordinat.
Langkah-langkah untuk menggambar Lingkaran Mohr (lihat gambar 4.19) adalah
sebagai berikut :

4-21

Gambar 4.19 Konstruksi Lingkaran Mohr dan hubungannya dengan state of stress

1. Hitung kondisi tegangan dua dimensi untuk mendapatkan nilai x, y, xy


2. Buat sumbu datar dan sumbu vertikal

x + y
,0
2

3. Buat titik pusat lingkaran Mohr

4. Buat dua titik yang saling berlawanan yaitu (x, -xy) dan (y, xy). Lingkaran dapat
digambar dengan titik pusat pada step 2
5. Radius lingkaran dapat dihitung dengan persamaan
2

x y
+ 2xy
r =

(4.26)

6. Tegangan utama terletak pada posisi garis lingkaran memotong sumbu (1, 2)
7. Tegangan geser maksimum sama dengan radius lingkaran
8. Sudut orientasi tegangan utama adalah = setengah dari sudut yang dibentuk oleh
garis yang menghubungkan titik (x, -xy) dan (y, xy) dengan sumbu datar
9. Untuk mendapatkan nilai tegangan pada arah tertentu () : gambar busur 2 dari garis
yang menghubungkan titik (x, -xy) dan (y, xy).

4-22

4.7.

Konsentrasi Tegangan
Adanya diskontinuitas geometri pada elemen mesin seperti lubang, fillet, notch,

inclusi dan lain-lain akan menaikkan nilai tegangan yang terjadi disekitar diskontinuitas
tersebut. Gambar 4.20 menunjukkan distribusi tegangan disekitar pelat yang berlubang
dan diberi beban tarik. Diskontinuitas ini sering disebut stress raiser dan kenaikan nilai
tegangan ini diberi istilah stress concentration (konsentrasi tegangan). Parameter yang
digunakan untuk merepresentasikan konsentrasi tegangan adalah Faktor Konsentrasi
Tegangan (Kc) dengan definisi :

Kc =

Tegangan maksimum yang terjadi


Tegangan nominal

(4.27)

Nilai tegangan maksimum yang terjadi pada bagian diskontinuitas sangat sulit untuk
dihitung secara analitik. Metoda yang umum untuk analisis tegangan pada stress raiser
adalah metoda numerik (Finite Element method, Boundary Element Method), dan metoda
ekperimental seperti photoelastic, straingage dan lain-lain.

Gambar 4.20 Distribusi


Tegangan disekitar pelat
berlubang yang mendapat beban
tarik

Untuk memudahkan penggunaan aspek kosentrasi tegangan oleh para engineer


dalam perancangan elemen mesin, faktor konsentrasi tegangan telah dibuat dalam
bentuk grafik. Grafik konsentrasi tegangan pertama dibuat

oleh Peterson (1951).

Parameter-parameter geometri dibuat dalam varibel non dimensional. Beberapa grafik


faktor konsentrasi tegangan yang umum digunakan dalam perancangan elemen mesin
untuk berbagai pembebanan ditunjukkan pada gambar 4.21-4.24.

4-23

Gambar 4.21 Faktor konsentrasi tegangan untuk pelat berlubang

4-24

Gambar 4.22 Faktor konsentrasi tegangan untuk pelat dengan fillet

4-25

Gambar 4.23 Faktor konsentrasi tegangan untuk pelat beralur

4-26

4-27

Gambar 4.24 Faktor konsentrasi tegangan pada fillet untuk poros

Studi Kasus 4:
Plat datar terbuat dari material britle, tinggi mayor H=4.5 in., tinggi minor h=2.5 in., Jari-jari
fillet r=0.5 in. Tentukan Faktor konsentrasi tegangan dan tegangan maksimal untuk
kondisi :
a.

Pembebanan aksial,

b.

Bending murni,

c.

Pembebanan aksial dengan jari-jari fillet dirubah menjadi 0.25 in.

Analisis :
a.

Pembebanan aksial

H 4.5
=
= 1.8
h 2.5

r 0.5
=
= 0.2
h 2.5

Dari gambar 4.22-a, Kc=1.8. Dari persamaan 4.27, Tegangan maksimalnya adalah :

4-28

P
A

max = 1.8 =

b.

Bending murni. Dari gambar 4.22-b, Kc=1.5. Tegangan maksimalnya adalah :

max = 1.5

c.

1.8P
bh

6M 9M
=
bh 2 bh 2

Pembebanan aksial dengan jari-jari fillet dirubah menjadi 0.25 in.

r 0.25
=
= 0.1
h 2.5
Dari gambar 4.22-a, Kc=2.2. Dari persamaan 4.27, Tegangan maksimalnya adalah :

max =

2.2 P
bh

Bisa dilihat, dengan mengurangi jari-jari fillet menjadi setengahnya, akan menaikkan
tegangan maksimal satu stengah kalinya.

4.8.

Regangan Elastis
Benda elastis yang mendapat beban-beban luar seperti ditunjukkan pada gambar

4.1 akan mengalami deformasi. Nilai

deformasi dibagi dengan dimensi awal benda

sebelum dibebani didefinisikan sebagai Regangan (strain). Parameter regangan sangat


penting dalam dunia teknik karena dapat diukur langsung dalam eksperimen. Sedangkan
tegangan adalah paremeter yang tidak dapat diukur secara langsung dari eksperimen.
Dengan menggunakan hubungan tegangan-regangan selanjutnya akan dapat ditentukan
tegangan yang terjadi pada komponen mesin.
Jika sebuah benda isotropik dan elastis linear seperti ditunjukkan pada gambar
4.25 diberikan beban tarik dalam arah sumbu x (uniaksial), maka benda tersebut akan
mengalami deformasi dalam arah x (memanjang) dan arah y, z (memendek). Jadi
regangan normal dapat didefinisikan sebagai

x = Lim
x 0

dx
x

y = Lim
y 0

4-29

dy
y

z = Lim
z 0

dz
z

(4.28)

Gambar

4.25

Ilustrasi

regangan untuk benda yang


mengalami

beban

tarik

uniaksial

Jika benda isotropik pada gambar 4.25 diberi beban geser murni dalam pada
bidang y dalam arah x, maka benda tersebut hanya akan mengalami deformasi geser
seperti ditunjukkan pada gambar 4.26. Dari deformasi geser tersebut didefinisikan
regangan geser atau shear strain

xy = Lim
y 0

dx
= tan
y

(4.29)

Dengan cara yang sama, regangan xz dan yz dapat ditentukan dengan memberikan
beban geser murni dalam arah y dan z.

Gambar 4.26 Ilustrasi regangan untuk benda yang


mengalami regangan geser murni

Dari definisi di atas, jelaslah bahwa strain adalah tensor orde dua sehingga dapat
dituliskan dalam bentuk

4-30

xx

ij = yx
zx

xy
yy
zy

xz

yz
zz

(4.30)

dengan menggunakan prinsip kesetimbangan selanjutnya dapat dibuktikan bahwa xz =


zx dan yz = zy sehingga tensor regangan untuk 3 dimensi juga memiliki 6 komponen.
Untuk kasus regangan 2 dimensi yang juga disebut regangan bidang (plain strain),
elemen regangan ditunjukkan pada gambar 4.27. Tensor regangan dapat disederhanakan
menjadi

xx
ij =
yx

xy
yy

(4.31)

Gambar 4.27 Elemen regangan 2D

Nilai regangan maksimum serta arahnya untuk suatu elemen regangan dapat dicari
dengan menggunakan lingakaran Mohr seperti pada analisis tegangan.

4.9.

Hubungan Tegangan-Regangan
Hubungan antara tegangan dan regangan untuk benda elastis linear pertama kali

diusulkan oleh Hooke, sehingga sering disebut dengan hukum Hooke. Untuk kasus
regangan bidang hukum Hooke dapat dituliskan

xy =

xz =

yz =

x =

1
x ( y + z )
E

y =

1
y ( x + z )
E

z =

1
z ( x + y )
E

4-31

xy
G
xz
G
yz
G

(4.32)

dengan E adalah modulus elastisitas dan G adalah modulus geser. Hubungan modulus
geser dan modulus elastisitas adalah

G=

E
2(1 + )

(4.33)

Dalam analisis eksperimental, parameter yang dapat diukur adalah regangan.


Regangan biasanya diukur dengan straingage. Dengan demikian formula (4.32) perlu
diubah menjadi

x = 2G xx + e

xy = G xy

y = 2G yy + e

xz = G xz

z = 2G zz + e

yz = G yz

(4.34)

dengan e adalah dilatasi dan konstanta Lame :

e = xx + yy + zz

E
(1 + )(1 2 )

(4.35)

Soal-Soal Latihan
1. Untuk kondisi tegangan dibawah ini, gambarlah diagram Mohr, tentukan tegangan
utama normal dan geser, serta gambarkan elemen tegangan (satuan Mpa).

12 4

4 6

a. ij =

16 4

4 9

b. ij =

2 4

4 8

c. ij =

2. Tentukanlah nilai dan arah tegangan utama untuk kondisi tegangan berikut (satuan
Mpa). Untuk material baja (E = 210 Gpa, = 0,3) tentukanlah juga kondisi regangan
dan regangan utama benda tersebut.

8 4 3
ij = 4 12 2
3
2 6

4-32

3. Sebuah

hook

terbuat

dengan

penampang dan geometri seperti


ditunjukkan

pada

gambar.

Tentukanlah nilai dan arah tegangan


pada bagian dalam dan bagian luar
penampang A-A jika beban F yang
diberikan adalah 1000 lb. (asumsi
tidak ada konsentrasi tegangan).

4. Papan loncat indah menggunakan konstruksi (a) overhang dan (b) cantilever seperti
ditunjukkan pada gambar. Tentukanlah tegangan utama yang maksimum pada
konstruksi papan jika orang dengan berat 100 kg berdiri diujung papan. Diketahui
penampang papan adalah 305 mm x 32 mm, dan modulus elastisitas papan papan
adalah E = 10,3 Gpa. Berapakah defleksi maksimum papan ?

5. Sebuah poros mendapat beban


tarik,

torsi,

dan

beban

melintang seperti pada gambar.


Tentukanlah

konsentrasi

tegangan dan tegangan utama


pada

bagian

poros

yang

mengalami diskontinuitas.

4-33

6. Sebuah hand crank mendapat beban


statik seperti ditunjukkan pada gambar.
Tentukanlah

lokasi

dimana

terjadi

tegangan maksimum. Gambarkan elemen


tegangan dan buat diagram Mohr. (asumsi
tidak ada konsentrasi tegangan)

7. Sebuah pelat dengan dimensi seperti


pada gambar mendapat beban momen
M = 300 Nm dan gaya tarik P = 150 kN.
Tentukanlah kondisi tegangan pada
bagian yang mengalami konsentrasi
tegangan.

Tentukan

juga

kondisi

regangan yang terjadi.


8. Tentukanlah

perpindahan

angular

dan

perpindahan linear pada elemen mesin


berikut :

9. Poros dibebani secara aksial seperti pada gambar. Pada segmen yang manakah ratarata tegangan tekan sama dengan P/A? Pada segmen yang manakah tegangan tekan
maksimal sama dengan P/A?

4-34

10. Potongan AA sebuah crane hook dianggap berbentuk


trapezoidal dengan dimensi seperti pada gambar.
Tentukan resultan tegangan (bending dan tarik) pada
titik P dan Q.

11. Poros ditumpu bearing pada


lokasi A dan B dan dibebani
dangan

gaya

ke

bawah

sebesar 1000 N, seperti pada


gambar. Tentukan tegangan
maksimal pada fillet poros.
Fillet berjarak 70 mm dari B.
12. Gambar kondisi tegangan utama dan tegangan geser maksimal secara analitik dan
cek hasilnya dengan menggunakan lingkaran Mohr, untuk :
a
b

x
0
750

y
-1500
500

z
0
250

xy
750
500

yz
0
0

13. Clamping fixture digunakan untuk membebani sebuah batang


hingga mencapai tegangan tarik

sebesar

30 kpsi

dan

disambungkan pada hydrolic ram, dengan menggunakan


sambungan clevis. Sambungan clevis seperti pada gambar.
Tentukan diameter pin clevis untuk menahan beban yang
terjadi. Asumsikan tegangan geser ijin dan tegangan normal ijin
masing-masing sebesar 40000 psi. Tentukan pula diameter luar
ujung clevis supaya tegangan tearout dan bearing yang terjadi
tidak melebihi tegangan ijin jika tebal flens clevis masingmasing 0.8 in.

4-35

zx
0
0

14. Dua macam kunci roda digunakan untuk mengencangkan mur roda, yaitu kunci roda
berbentuk L (a) dan berbentuk T (b). Untuk mengencangkan mur roda dengan
masing-masing bentuk, digunakan 2 buah tangan, A dan B, seperti pada gambar.
Untuk kedua bentuk,
jarak A dan B 1 ft,
diameter

pemegang

0.625 in. Dibutuhkan


70

ft-lb

untuk

mengencangkan

mur

roda. Hitung tegangan


utama maksimal dan
defleksi

maksimal

masing-masing bentuk.

15. Sebuah

bracket

seperti

pada

gambar dengan data pada tabel,


tentukan tegangan bending pada
titik A dan tegangan geser karena
beban transversal pada titik B.
Tentukan juga tegangan geser
karena beban torsi pada kedua
titik. Tentukan juga tegangan utama pada titik A dan B. catatan (satuan panjang mm;
gaya N)
a
b

l
100
70

a
400
200

t
10
6

h
20
80

4-36

F
50
85

OD
20
20

ID
14
6

E
steel
steel

Anda mungkin juga menyukai