Evaluasi Kecernaan Beberapa Bahan Pakan Pada Ternak Peranakan Ongole Dan Peranakan Frisien Holstein
Evaluasi Kecernaan Beberapa Bahan Pakan Pada Ternak Peranakan Ongole Dan Peranakan Frisien Holstein
DISUSUN OLEH
M ASKARI ZAKARIAH
(09/288529/PT/5771)
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
digunakan di Indonesia sampai saat ini adalah hasil evaluasi yang ditemukan
di Negara Eropa dan Amerika dimana kondisi alam, pakan dan ternaknya
jauh berbeda dengan kondisi di Indonesia. Sehingga penerapan sistem
tersebut tidak memberikan informasi yang bermanfaat dalam rangka
pengembangan dan perencanaan peningkatan produksi ternak ruminansia di
Indonesia.
Sistem evaluasi pakan ruminansia yang dipakai di Indonesia,
dikembangkan di Negara Eropa dengan kondisi alam yang berbeda dengan
Indonesia. Keadaan ini menjadikan sistem tersebut tidak dapat memberikan
informasi yang maksimal dalam rangka pengembangan nutrisi ruminansia.
Adanya
pengetahuan
mendasar
tentang
karakteristik
degradasi
praktikum
Teknik
Laboratorium
Pakan
adalah
untuk
BAB II
KECERNAAN IN VIVO
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Pakan
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, dapat
diabsorbsi dan bermanfaat bagi ternak, oleh karena itu apa yang disebut
dengan bahan pakan adalah segala sesuatu yang memenuhi semua
persyaratan tersebut (Kamal, 1994), sedangkan Hartadi et al., (1997),
menyatakan bahwa yang dimaksud bahan pakan adalah suatu bahan yang
dimakan oleh hewan yang mengandung energi dan zat-zat gizi (atau
keduanya) di dalam pakan ternak.
.
Rumput Gajah
Rumput gajah adalah salah satu tanaman yang mempunyai potensi
dijadikan sumber biomassa pada energi terbarukan. Berikut adalah klasifikasi
dari Pennisetum purpureum Schum.
Kingdom
: Plantae
Phlum
: Spermatophyta
Class
: Monokotil
Ordo
: Poales
Family
: Poaceae
Genus
: Pennisetum
Spesies
Produksi hijauan rumput raja dua kali lipat dari produksi ruput gajah
yaitu mencapai 200 sampai 250 ton rumput segar/ha/tahun (Rukmana, 2005).
Rumput gajah memiliki 21,2% bahan kering, 13,5 protein kasar, 54% total
3
abu
(mineral)
yang
merupakan
pembentuk
tanaman
Konsentrat
Konsetrat adalah suatu bahan pakan yang mempunyai kandungan
serat kasar yang rendah dan mudah dicerna, mengandung pati, maupun
protein tinggi, sehingga nilai nutrien yang terkandung pada konsentrat lebih
baik dari pada hijauan. Konsentrat berdasarkan sifat karakteristik fisik dan
kimianya, serta penggunaannya dapat digolongkan ke dalam kelas empat
dan lima. Kelas empat adalah konsentrat sumber energi sedangkan kelas
lima adalah sumber protein. Konsentrat sumber energi adalah bahan pakan
dengan kandungan serat kasar kurang dari 18 % atau dinding sel kurang dari
35 % dan protein kasar kurang dari 20 %. Konsentrat sumber protein adalah
bahan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18 % atau dinding
sel kurang dari 35 % dan kandungan protein kasar lebih besar dari 20 %
(Agus, 2008).
Ternak
Sapi Peranakan Onggole (PO)
Sapi PO adalah sapi hasil persilangan antara pejantan sapi Sumba
Ongole (SO) dengan sapi betina lokal di Jawa yang berwarna putih. sapi PO
4
yang murni mulai sulit ditemukan, karena telah banyak di silangkan dengan
sapi Brahman, sehingga sapi PO diartikan sebagai sapi lokal berwarna putih
(keabu-abuan), berkelasa dan gelambir. Sapi PO terkenal sebagai sapi
pedaging dan sapi pekerja, mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi
terhadap perbedaan kondisi lingkungan, memiliki tenaga yang kuat dan
aktivitas reproduksi induknya cepat kembali normal setelah ber-anak,
jantannya memiliki kualitas semen yang baik. Cirinya berwarna putih dengan
warna hitam di beberapa bagian tubuh, bergelambir dan berpunuk, dan daya
adaptasinya baik (Anonim, 2012)
Menurut Abidin (2006) sapi potong adalah jenis sapi khusus dipelihara
untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat
dan kualitas daging cukup baik. Sapi-sapi ini umumnya dijadikan sebagai
sapi bakalan, dipelihara secara intensif selama beberapa bulan, sehingga
diperoleh pertambahan bobot badan ideal untuk dipotong.
Kriteria pemilihan sapi potong yang baik adalah : sapi dengan jenis
kelamin jantan atau jantan kastrasi, umur sebaiknya 1,5 sampai 2,5 tahun
atau giginya sudah poel satu, mata bersinar, kulit lentur,sehat, nafsu makan
baik, bentuk badan persegi panjang, dada lebar dan dalam, temperamen
tenang, dari bangsa yang mudah beradaptasi dan berasal dari keturunan
genetik yang baik (Ngadiyono, 2007).
antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki berwarna putih,
kepala panjang dan tidak menghadap atau menjulur kedepan, pada dahi
terdapat warna putih berbentuk segitiga, produksi susunya tinggi, serta
sifatnya tenang dan jinak. Sapi PFH memiliki ukuran kecil, dan untuk sapi
betina yang berumur 14 sampai 18 bulan mempunyai bobot badan sekitar
225 kg dengan produksi susu lebih rendah dari sapi FH (Anonim,2000).
Kecernaan In vivo
Pencernaan
pada ternak
yang
selama 24 jam dari pukul 8.00 sampai pukul 8.00 pada hari berikutnya
(Ristianto, 2012).
Pada feses terdapat bahan-bahan yang berasal dari tubuh ternak,
yang berupa enzim atau kikisan dinding saluran pencernaan, selain nitrogen
didalam feses terdapat lemak dan mineral metabolik yang terdapat bahan
metabolik didalam feses tersebut sehingga menyebabkan kecernaan yang
ditetapkan lebih rendah (Ristianto, 2012). Menurut Tillman et al (1998)
menyatakan komponen nutrien metabolik dalam feses sukar ditentukan,
berdasarkan penelitian yang sudah dikerjakan diperkirakan nitrogen sebesar
0,1 g/100 g bahan kering yang dikonsumsi, untuk ternak ruminansia nitrogen
metabolik diperkirakan sebanyak 0,5 g/100 g atau dikonversi ke protein kasar
menjadi 3,12 % bahan kering pakan yang dikonsumsi.
Materi
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum adalah kandang yang
dilengkapi tempat pakan dan minum, timbangan gantung, timbangan digital,
timbangan Rudd Weight, desikator, koran, besek, ember, sekop, mixer, oven
55OC, oven 105OC, tanur, chopper, hammer mill.
Bahan. Bahan yang digunakan adalah rumput gajah, konsentrat, , sapi
peranakan ongole (PO), dan sapi peranakan Friesian Holstein (PFH)
Metode
Periode pendahuluan
Kandang pengamatan dibersihkan dari sisa pakan dan feses,
kemudian sapi PO dan PFH ditimbang berat badannya dan dihitung jumlah
kebutuhan pakan (feed intake). Ternak diberikan pakan rumput gajah
(Pennisetum purpureum) yang dipotong dengan chopper dan konsentrat.
Pakan diberikan sebanyak 3% dari berat tubuh, sedangkan air diberikan
secara ad libitum. Pakan diberikan antara pukul 08.00 sampai 09.00 WIB dan
pukul 15.00 sampai 16.00 WIB.
Periode koleksi
Koleksi yang dilakukan selama analisis in vivo antara lain koleksi sisa
pakan dan feses. Sisa pakan ditampung dan dihitung setiap hari, lalu diambil
sebanyak lebih kurang 300 gram sebagai sampel yang akan analisis
proksimat. Feses yang dikeluarkan ditampung dan ditimbang setiap harinya,
dan diusahakan tidak tercampur dengan urine, lalu dihomogenkan dengan
mixer (dikomposit). Sampel feses diambil sebanyak 100 gram sebagai
sampel yang akan analisis proksimat. Cara sampling feses dilakukan dengan
cara feses yang ditampung ditimbang kemudian diambil 100 gram setelah itu
8
10
11
Kesimpulan
KcBK dan KcBO sapi PO lebih rendah daripada sapi PFH. Faktorfaktor yang mempengaruhi kecernaan, yaitu komposisi kimia pakan, daya
cerna semu protein kasar, penyiapan pakan, jumlah pakan yang dikonsumsi
dan faktor ternak, jenis pakan, banyaknya serat kasar dan lignin, palatabilitas
pakan, pengaruh frekuensi pemberian pakan, dan adaptasi perubahan
pakan.
Saran
Saran untuk praktikum in vivo didalam menggunakan bahan pakan
sebaiknya menggunakan bahan pakan yang berbeda, sehingga dapat
membandingkan kecernaannya.
12
DAFTAR PUSTAKA
13
(spermatophyta).
Utomo, R. 2012. Evaluasi Pakan dengan Metode Noninvasif. PT. Citra Aji
Parama, Yogyakarta.
Van Soest, P. J. 1994. Nutritional Ecology of The Ruminant. Second Edition.
Comstock Publishing Associates Cornell University Press. A Division
of Ithaca and London.
14
Lampiran
BB awal (kg)
347
318
BB akhir(kg)
341
324
PBB (kg)
-6
6
PBBH (kg/hari)
-0,5
0,5
PFH
Koleksi
Ke1
2
3
4
Rata-rata
1
2
3
4
Rata-rata
R (BK)
2,52
2,65
2,66
2,67
2,62
2,94
3,39
2,84
3,04
3,05
Total BO
3,62
3,70
3,72
3,73
3,69
3,94
4,33
3,93
4,07
4,07
PFH
Koleksi Ke1
2
3
4
Rata-rata
1
2
3
4
Rata-rata
15
BAB III
KECERNAAN IN VITRO
Tinjauan Pustaka
Bahan Pakan
Pakan ternak merupakan komponen biaya produksi terbesar dalam
suatu usaha peternakan. Oleh karena itu pengetahuan tentang pakan dan
pemberiannya perlu mendapat perhatian yang serius. Ransum yang
diberikan kepada ternak harus diformulasikan dengan baik dan semua bahan
pakan yang dipergunakan dalam menyusun ransum harus mendukung
produksi yang optimal dan efisien sehingga usaha yang dilakukan dapat
menjadi lebih ekonomis.Hal-hal yang berkaitan dengan pemberian pakan
ternak adalah kebutuhan nutrisi ternak, komposisi nutrisi bahan pakan
penyusun ransum dan bagaimana beberapa bahan dapat dikombinasikan
(penyusunan
ransum
standar)
untuk
mencukupi
kebutuhan
ternak
(Subandriyo, 2000).
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, disenangi,
dapat dicerna sebagian atau seluruhnya, dan bermanfaat bagi ternak (Kamal,
1994). Pakan ruminansia khususnya sapi terdiri atas konsentrat dan hijauan.
Konsentrat adalah suatu bahan makanan yang dipergunakan bersama bahan
makanan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan makanan
karena mengandung serat kasar rendah, mudah dicerna, mengandung pati
maupun protein tinggi, sehingga nilainya lebih baik dari hijauan. Fungsi
utama konsentrat adalah untuk mencukupi kebutuhan atau melengkapi
nutrien yang belum dipenuhi oleh pakan yang berasal dari hiijauan (Hartadi et
al., 2005). Menurut kecepatan degradasinya konsentrat dibagi menjadi
empat, yaitu konsentrat sumber energi terdegradasi cepat, konsentrat
sumber energi terdegradasi lambat, konsentrat sumber energi protein
16
Pollard
Wheat pollard atau dedak gandum bila digiling untuk menghasilkan
tepung gandum akan diperoleh beberapa hasil ikutan dari gandum tersebut
yang dapat digunakan dalam makanan ternak. Secara ekonomis dapat
digunakan dalam ransum. Dedak gandum hampir seluruhnya terdiri dari
lapisan biji luar gandum yang kasar merupakan salah satu bahan makanan
ternak populer (Anggorodi, 1995). Menurut Hartadi et al. (2005), pollard
merupakan hasil sampingan tepung gandum dan bentuknya berupa pecahan
gandum. Komposisi kimia pollard antara lain 86% dry matter, 4,2% abu,
45,0% ekstrak eter, 6,6% serat kasar, 14,1% bahan ekstrak tanpa nitrogen,
dan 16,1% protein kasar.
Dedak halus
Dedak halus juga dinamakan dedak halus kampung yang merupakan
hasil penumbukan padi kampung-kampung. Dedak halus diperoleh setelah
beras dipisahkan dari kulit gabah dan dedak kasar. dedak semacam ini masih
banyak mengandung bahan berasal dari kulit gabah di samping selaput putih
dan bahan pati. Susunan angka-angka analisisnya adalah 16,2% air, 9,5%
protein, 43,8% bahan ekstrak tanpa N, 16,4% serat kasar, 3,3% lemak dan
10,8% abu (Lubis, 1992).
Bungkil kedelai
Biji kedelai adalah biji-bijian yang tertinggi kandungan proteinnya, yaitu
42%. Apabila digunakan sebagai bahan pakan perlu digiling terlebih dahulu
agar mudah dicampur dengan bahan pakan butir-butiran yang juga sudah
digiling. Bungkil kedelai adalah hasil samping dari pembuatan minyak kedelai
17
dan salah satu bahan pakan konsentrat protein nabati yang sangat baik.
Kandungan asam amino esensialnya mendekati asam amino esensial dari
protein susu, glisinnya cukup tinggi kecuali metionin dan lisinnya rendah.
Bungkil kedelai memiliki kelebihan yaitu kecernaannya tinggi, bau sedap dan
dapat meningkatkan palatabilitas ransum (Kamal, 1994). Bungkil kedelai
mengandung 1,79 mcal net energi laktasi, 48% protein kasar, 86% bahan
kering, 3,4% serat kasar, 2,01% kalsium, dan 1,2% phosfor (Hartadi, 2005).
Energi metabolismenya mencapai 2240 kkal/kg dan lemak kasar yang
terkandung adalah sebesar 5,2%, serta serat kasarnya sebesar 7% (Agus,
2008).Bungkil kedelai telah dijadikan standar bagi sumber protein lainnya,
profil
asam
aminonya
untuk
kebanyakan
jenis
unggas
dan
bila
dikombinasikan dengan
Tepung ikan
Tepung ikan dibuat dari ikan dan sisa-sisanya setelah dikeringkan
terlebih dahulu kemudian digiling menjadi halus. Umumnya ikan yang besar
mengandung banyak zat-zat protein yang mudah dicerna sedangkan ikanikan kecil lebih banyak durinya sehingga kadar proteinnya lebih rendah.
Kandungan nutrien yang terdapat dalam tepung ikan antara lain kadar 86 %
bahan kering, 72% protein kasar, 3% serat, 2.32% kalsium, dan
1.89%
Ternak
Sapi Peranakan Onggole
Sapi Peranakan Onggole merupakan jenis sapi potong
yang
Kecernaan In Vitro
Kecernaan adalah bagian dari nutrien yang tidak diekskresikan dalam
feses melainkan diasumsikan sebagai nutrien yang diserap tubuh ternak.
Bahan pakanyang baik adalah bahan pakan yang memiliki kecernaan tinggi
sehingga dapat meningkatkan konsumsi pakan, dan kebutuhan nutrien ternak
dapat terpenuhi, sehingga produksi ternak dapat mencapai optimal.
Kecernaan pakan biasanya dinyatakan berdasarkan BK dan sebagai suatu
koefisien
atau
presentase.
(McDonald
pengukuran
et
degradabilitas
al.,
2002).
dan
Kecernaan in
kecernaan evaluasi
20
Materi
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabung in vitro,
tabung atau botol kaca 25 ml, waterbath suhu 38 sampai 40C untuk
mensimulasi suhu di rumen, magnetic stirer, pengukur pH, termometer,
termos, gas CO2, penyaring, spuit untuk mengambil cairan rumen, dan
timbangan digital.
Bahan. Bahan-bahan yang digunakan adalah tepung ikan, dedak
halus, tepung ikan, bungkil kedelai, cairan rumen sapi PO dan PFH, rumput
Pangola, air hangat, saliva buatan atau Mc. Dougall.
Metode
Preparasi sampel
Sampel yang digunakan 250mg. Utomo (2010) telah melakukan
modifikasi pada jumlah penggunaan substrat, cairan rumen, saliva buatan,
HCl, dan pepsin yang digunakan pada penetapan kecernaan in vitro, yakni
hanya sebanyak 50% yang direkomendasika More dan Barnes.
Cairan rumen
Cairan rumen yang digunakan sebagai donor mikrobia diambil
menggunakan termos yang sebelumnya diisi dengan air pada suhu 39C
sampai penuh. Dalam memasukkan cairan rumen ke termos diusahakan agar
udara luar tidak banyak masuk. Termos yang berisi cairan rumen dibawa ke
laboratorium
dan
segera
digunakan
untuk
donor
mikrobia
untuk
22
23
Bahan pakan
KcBK (%)
KcBO(%)
Dedak padi
52,99
50,76
Susanti et al.,(2007)
Pollard
58,123
60,539
Bungkil kedelai
92,43
91,50
Tepung Ikan
60
24
Penggunaan
gas
CO2
bertujuan
untuk
25
Kesimpulan
Persentase KcBK dan KcBO dari yang paling rendah berurutan adalah
tepung
ikan,
dedak
halus,
pollard,
bungkil
kedelai..
Faktor
yang
mempengaruhi nilai kecernaan adalah, jenis pakan, jenis dan bangsa sapi,
kondisi sapi, kondisi cairan rumen yang diambil.
Saran
Analisis disarankan untuk memperbanyak replikasi untuk meningkat
keakuratan data, selain itu bahan pakan yang digunakan disarankan agar
lebih variasi yaitu terdapat bahan pakan hijauan baik rumput maupun legum
sehingga tidak hanya bahan pakan konsentrat.
26
DAFTAR PUSTAKA
Agus, A. 2008. Membuat Pakan Ternak Secara Mandiri. PT Citra Adi
Parama. Yogyakarta.
Amrullah.I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan Ketiga. Lembaga Satu.
Gunungbudi. Bogor.
Anggorodi. 1995. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
Anitasari, A. 2010. Pemanfaatan Senyawa Bioaktif Kembang Sepatu
(Hibiscus rosa-sinensis) untuk Menekan Produksi Gas Metan pada
Ternak Ruminansia. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Aryogi, dan U. Umiyasih. 2002. Nilai kecernaan bahan kering dan protein
kasar pakan penyusun ransum pola crop livestock system padi-sapi di
kabupaten Lumajang dan Magetan. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner:143-145.
Hartadi. H.S., Reksohadiprojo dan A. D. Tillman. D.A. 2005. Tabel Komposisi
Pakan untuk Indonesia. Cetakan ke IV. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Jayanegara, A., A. S. Tjakradidjaja, & T. Sutardi. 2006. Fermentabilitas dan
kecernaan in vitro ransum limbah agroindustri yang disuplementasi
kromium organik dan anorganik. Media Peternakan. 29(2): 54-62
Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Lubis. D.A, 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan. Jakarta.
Mehrez, A. Z., E. R. Orskov, and J. Opsvlit. 1980. Processing factor affecting
degradability of fish meal in the rumen. J Anim Sci :733-744.
Mulyawati, Y. 2009. Fermentabilitas dan Kecernaan In Vitro Biomineral
Dienkapsulasi. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh, and C. A. Morgan. 2002.
Animal Nutrition. Prentice Hall. London
Ngadiyono, N. 2008. Pengembangan sapi potong dalam rangka penyediaan
daging di Indonesia. Pidato pengukuhan guru besar fakultas
peternakan universitas gadjah mada yogyakarta.
Orskov, E. R. 2002. Trails and Trials In Livestock Research. Andi Offset.
Yogyakarta.
Orskov, E. R. 1992. Protein Nutrition in Ruminant. Published by Academic
Press Limited, London.
27
Parakkasi, A., 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI Press.
Jakarta.
Pamungkas, D., R. Utomo, N. Ngadiyono dan, M. Winugroho. 2009.
Supplementing energy and protein source at different rate of
degradability to mixture of corn waste and coffee pod as basal diet on
rumen fermentation kinetic of beef cattle. JITV 15(1): 22-30.
Rianto, E., Mariana W., dan Retno A. 2007. Pemanfaatan Protein Pada Sapi
Jantan Peranakan Ongole dan Peranakan Friesian Holstein Yang
Mendapat Pakan Rumput Gajah, Ampas Tahu, dan Singkong. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner:64-70.
Subandriyo. 2000. Pendugaan kualitas bahan pakan
untuk
ruminansia. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
ternak
28
Lampiran
BK
BO
Kelompok berat
berat
sampel sampel
1
sampel crusible (g)
(g)
T.I 1
0.253 19.027
0.225
0.150
T.I 2
0.251 20.735
0.224
0.149
T.I 3
0.252 19.998
0.225
0.149
Kelompok berat
2
sampel
D. 1
0.2537
D. 2
0.2541
D. 3
0.2544
Kelompok
3
B. 1
0.256
B. 2
0.252
B. 3
0.2534
BK
BO
berat
sampel sampel
crusible (g)
(g)
20.3108 0.2314 0.2087
24.6395 0.2318 0.2091
18.3698 0.2321 0.2093
12.8145
10.6833
9.3931
0.2306
0.2270
0.2282
berat
oven
19.191
20.932
20.148
berat
oven
20.432
24.7686
18.4914
DM
BO
berat
residu
residu
tanur
abu
(g)
koreksi
(g)
19.108 0.081
0.164
0.159
0.083
20.831 0.096
0.197
0.192
0.101
20.071 0.073
0.149
0.144
0.076
berat
tanur
abu
20.3188 0.008
24.6528 0.0133
18.381 0.0112
DM
BO
residu
residu
(g)
koreksi (g)
0.1212 0.1163 0.1132
0.1291 0.1242 0.1158
0.1216 0.1167 0.1104
0.0338
0.0339
0.0383
0.0381
0.0383
0.0425
BO
DM
residu
residu koreksi (g)
0.0995 0.0946 0.0994
P. 3
BK
BO
sampel sampel
(g)
(g)
abu
0.2513 23.154 0.2276 0.2167 23.2535 23.1541 1E-04
0.2517 19.9578 0.2280 0.2170 20.0508 19.9557 0.0021
0.2501 22.3717 0.2265 0.2156 22.4557 22.3693 0.0024
Kelompok
5
P. 1
P. 2
P. 3
BK
BO
sampel sampel
(g)
(g)
abu
0.2532 13.1572 0.2294 0.2183 13.3271 13.1617 0.0045
0.253
11.59 0.2292 0.2181 11.6754 11.5937 0.0037
0.253 9.4597 0.2292 0.2181 9.5311 9.4646 0.0049
BO
DM
residu
residu koreksi (g)
0.1699
0.165 0.1654
0.0854 0.0805 0.0817
0.0714 0.0665 0.0665
Kelompok
4
P. 1
P. 2
kelompok
6
BK
BO
sampel sampel
29
abu
0.0930
0.0881
0.0951
0.0840
0.0791
0.0864
DM
residu
BO
koreksi residu
(g)
(g)
0.2270
0.2280
0.2272
B. 1
B. 2
B. 3
0.2521 15.615
0.2532 21.4349
0.2523 18.3237
kelompok
7
D. 1
D. 2
D. 3
BK
BO
sampel sampel
(g)
(g)
0.2567 21.1639 0.2342 0.2112 21.286
21.17
0.2504 20.5538 0.2284 0.2060 20.6675 20.5631
0.2553 16.3086 0.2329 0.2101 16.4389 16.3181
Kelompok
8
T. 1
T. 2
T. 3
(g)
abu
0.0061
0.0093
0.0095
BK
BO
sampel sampel
(g)
(g)
abu
0.2614 24.6626 0.2330 0.1550 24.8389 24.7425 0.0799
0.2561 18.4262 0.2283 0.1518 18.3049 18.2189
0.255 23.1375 0.2273 0.1512 23.177 23.0901 0.0474
30
0.023
0.0251
0.019
0.0263
0.0269
0.0238
DM
residu koreksi
0.1221 0.1172
0.1137 0.1088
0.1303 0.1254
BO
residu
(g)
0.116
0.1044
0.1208
BO
DM
residu
residu koreksi (g)
0.1763 0.1714 0.0964
0.0395
0.0346
0.0869
BAB IV
KECERNAAN IN SACCO
Tinjauan Pustaka
Bahan Pakan
Pakan ternak merupakan komponen biaya produksi terbesar dalam
suatu usaha peternakan. Oleh karena itu pengetahuan tentang pakan dan
pemberiannya perlu mendapat perhatian yang serius. Ransum yang
diberikan kepada ternak harus diformulasikan dengan baik dan semua bahan
pakan yang dipergunakan dalam menyusun ransum harus mendukung
produksi yang optimal dan efisien sehingga usaha yang dilakukan dapat
menjadi lebih ekonomis.Hal-hal yang berkaitan dengan pemberian pakan
ternak adalah kebutuhan nutrisi ternak, komposisi nutrisi bahan pakan
penyusun ransum dan bagaimana beberapa bahan dapat dikombinasikan
(penyusunan
ransum
standar)
untuk
mencukupi
kebutuhan
ternak
berdasarkan
Pollard
Wheat pollard atau dedak gandum bila digiling untuk menghasilkan
tepung gandum akan diperoleh beberapa hasil ikutan dari gandum tersebut
yang dapat digunakan dalam makanan ternak. Meskipun nilai energi hasil
ikutan gandum tersebut lebih rendah dibandingkan dengan nilai gandumnya
sendiri, harganya seringkali cukup murah sehingga dalam jumlah cukup
banyak secara ekonomis dapat digunakan dalam ransum. Dedak gandum
hampir seluruhnya terdiri dari lapisan biji luar gandum yang kasar merupakan
salah satu bahan makanan ternak populer (Anggorodi, 1995).
Menurut Hartadi et al. (2005), pollard merupakan hasil sampingan
tepung gandum dan bentuknya berupa pecahan gandum. Komposisi kimia
pollard antara lain 86% dry matter, 4,2% abu, 45,0% ekstrak eter, 6,6% serat
kasar, 14,1% bahan ekstrak tanpa nitrogen, dan 16,1% protein kasar.
Dedak Halus
Dedak merupakan bahan yang mengandung karbohidrat tinggi tetapi
pemakaian dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan kekurangan
isoleusin dan treonin (Suprijatna et al., 2008 dan Wahju, 2004). Dedak halus
lebih banyak mengandung serat kasar karena dedak halus didapat dari padi
yang ditumbuk (Wahju, 2004). Hadipermata (2007) menyatakan bahwa
bekatul adalah lapisan sebelah dalam dari butiran padi, termasuk sebagian
kecil endosperm berpati. Namun, karena alat penggiling padi tidak dapat
memisahkan antara dedak dan bekatul maka dedak dan bekatul bercampur
menjadi satu sehingga disebut dengan dedak atau bekatul saja. Komposisi
dedak padi pada pakan broiler dapat mencapai 20 sampai 30% tanpa
menurunkan performans, tetapi apabila sampai mencapai 40% maka
32
Bungkil Kedelai
Bungkil kedelai merupakan hasil ikutan pembuatan minyak kedelai.
Bungkil kedelai sebagai bahan pakan sumber protein asal tumbuhan belum
dapat digantikan oleh bahan jenis lainnya. Kandungan proteinnya berkisar
antara 44% sampai 51%. Beragamnya kualitas bungkil kedelai selain
disebabkan oleh perbedaan kualitas kedelai dan macam proses pengambilan
minyak. Bungkil kedelai merupakan bahan pakan sumber dwi guna, sebagai
sumber protein dan energi. Energi metabolismenya mencapai 2240 kcal/kg
dan lemak kasar yang terkandung adalah sebesar 5.2%, serta serat kasarnya
sebesar 7% (Agus, 2007). Bungkil kedelai mengandung 1,79 mcal net energi
laktasi, 48%protein kasar, 86%bahan kering, 3,4%serat kasar, 2,01%
kalsium, dan 1,2% phosfor (Hartadi, 2005).
Tepung Ikan
Tepung ikan dibuat dari hasil sisa pada pembuatan minyak ikan dan
hasil sisa industri ikan dari berbagai macam ikan laut dan ikan darat sisa
yang sudah tidak dijual untuk dikonsumsi manusia. Penggunaan tepung ikan
dalam ransum menunjukkan respon yang baik daripada konsentrat protein
lain. Agus, 2007).
Kandungan nutrien yang terdapat dalam tepung ikan antara lain kadar
86 % bahan kering, 72% protein kasar, 3% serat, 2.32% kalsium, dan 1.89%
phosphor (Hartadi et al., 2005).). Kandungan asam amino essensial yang
menonjol dalam tepung ikan adalah arginin, glisin, leusin, isoleusin, lisin, dan
valin. Kadar air yang tinggi akan memudahkan proses pembusukan oleh
33
jamur atau bakteri, sedangkan kadar lemak yang tinggi akan menyebabkan
ketengikan setelah penyimpanan (Parakkasi,1986).
Ternak
Degradasi In Sacco
Teknik in sacco biasa dilakukan untuk mengukur degradasi pakan
dalam rumen, dengan menggunakan hewan berfistula rumen. Tingkat
degradasi pakan diukur dari bahan yang hilang pada kantong nilon terhadap
bahan awal yang diinkubasikan dalam rumen. Pengukuran didasarkan pada
lama inkubasi yang berbeda dan berurutan. Pengukuran dengan teknik in
sacco mempunyai keunggulan antara lain menghemat waktu, tenaga dan
biaya (Kurniawan, 2007).
Metode in sacco banyak digunakan karena sederhana dan hanya
menggunakan beberapa ternak berfistula (Soejono, 1990). Beberapa faktor
yang mempengaruhi metode ini, yakni porositas dari kantong nilon, preparasi
pakan untuk inkubasi, waktu inkubasi, jenis ternak, efek pakan yang diberikan
pada ternak, dan posisi kantong di dalam rumen (rskov, 1992).
35
Materi
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum kecernaan in sacco adalah
sapi fistula, kantong nilon, bandul pemberat, tali rafia, timbangan, gunting,
nampan, tali pengait, silika disk, oven, tanur, tang penjepit dan mesin cuci.
Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum kecernaan in sacco
adalah bahan pakan berupa tepung ikan, dedak halus, bungkil kedelai, dan
pollard.
Metode
Pembuatan kantong nilon
Kantong dibuat dari bahan nilon untuk inkubasi rumen. Kantong yang
diinkubasikan dalam rumen mempunyai porositas 46 dijahit pada ketiga
sisinya dengan las plastik dengan dimensi bagian dalam 6 11 cm. Kantong
nilon ditandai seseuai dengan nomor pakan, waktu inkubasi dan replikasi
kemudian dioven pada suhu 55C selama 1 jam dan ditimbang berat
kosongnya. Kantong nilon untuk inkubasi rumen yang telah ditimbang berat
kosongnya diisi dengan sampel yang akan diuji, 3 gram untuk hijauan dan 5
gram untuk konsentrat dan kemudian kantong diikat diujung kantong.
Inkubasi rumen
Kantong nilon yang telah diisi sampel ditautkan dengan tali rafia pada
cincin yang terbuat dari besi yang dilapisi krom, kemudian diinkubasikan
dalam rumen sebelun pakan pagi didistribusikan. Jumlah kantong nilon per
titik
pengukuran
disesuaikan
dengan
tujuan
pengukuran,
sebaiknya
menggunakan mesin cuci selama 6 menit dan air yang mengalir. Apabila
pencucian dengan mesin cuci tidak segera dilaksanakan maka kantong nilon
setelah diinkubasi dibekukan pada suhu -15C. Pencucian diperlukan untuk
menghilangkan partikel pakan atau mikrobia yang menempel pada residu
atau kantong nilon. Selanjutnya dilakukan pengeringan pada suhu 60C
selam 48 jam dan ditimbang residunya dan dianalisis bahan kering (BK) dan
bahan organik (BO).
37
Waktu
inkubasi
(jam)
0
2
4
8
16
24
48
38
Bungkil
kedelai (%)
BK
BO
33,11 35,69
51,78 83,77
64,57 88,17
79,35 88,62
86,28 88,62
91,79 88,62
92,42 88,62
Grafik degradasi BK dan BO dari sapi PO dan PFH tertera sebagai berikut :
Degradasi BK sapi PO
% kehilangan BK
120
100
tepung ikan
80
dedak halus
pollard
60
bungkil kedelai
40
Linear (pollard)
0
20
40
60
120
100
tepung ikan
80
dedak halus
pollard
60
bungkil kedelai
40
Linear (pollard)
0
20
40
60
39
% kehilangan BO
Degradasi BO sapi PO
100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
tepung ikan
dedak halus
pollard
bungkil kedelai
Linear (tepung ikan)
Linear (dedak halus)
Linear (pollard)
0
20
40
60
120
100
tepung ikan
80
dedak halus
pollard
60
bungkil kedelai
40
Linear (pollard)
0
20
40
60
40
beraturan, yaitu semakin lama waktu didalam rumen semakin besar pula nilai
kecernaan bahan pakan tersebut karena semakin lama waktu inkubasi akan
semakin besar nilai kecernaan bahan pakan, karena semakin lama berada di
dalam rumen makan akan semakin besar bahan yang dicernanya. Menurut
Hadi et al. (2011), waktu tinggal di dalam rumen yang semakin lama akan
mengakibatkan meningkatnya kontak antara pakan dengan mikrobia rumen,
hal ini akan memungkinkan aktivitas mikrobia rumen semakin besar dalam
mendegradasi pakan. Keterkaitan keduanya dapat memperkecil nilai laju
degradasi fraksi potensial terdegradasi. Perbedaan fraksi potensial larut dan
laju degradasi fraksi potensial terdegradasi dipengaruhi oleh komposisi
nutrient pakan, lama tinggal pakan didalam rumen dan juga ketersediaan
substrat untuk aktivitas mikrobia dalam mendegradasi pakan di dalam rumen.
Hal yang dapat mempengaruhi degradasi In sacco adalah ukuran
partikel pakan, ukuran porositas kantong nylon, luas permukaan kantong, dan
letak kantong di dalam rumen. Degradasi in sacco dari hasil praktikum telah
sesuai literatur yang tertera pada tabel dibawah ini :
Tabel.5 Data literatur degradasi In sacco bahan pakan
Sumber
Degradasi in sacco
Bahan Pakan
BK (%)
Puastuti (2005)
Bungkil kedelai
BO (%)
60 sampai 90
14 sampai 70
52,99
50,76
Susanti et al.,(2007)
58,123
60,539
Pollard
41
secara in sacco yaitu Perbedaan fraksi potensial larut dan laju degradasi
fraksi potensial terdegradasi dipengaruhi oleh komposisi nutrien pakan, lama
tinggal pakan didalam rumen dan juga ketersediaan substrat untuk aktivitas
mikrobia dalam mendegradasi pakan di dalam rumen.
Kandungan karbohidrat non struktral dalam dedak halus memberikan
efek pada kehilangan bahan organiknya diukur secara in sacco. Menurut
Harfiah (2005), bahwa proses pencucian sangat mempengaruhi hilangnya
partikel-partikel pakan, akibat adanya bahan pakan yang mudah larut dalam
air dan sebagai akibat dari proses pencucian itu sendiri. Kehadiran mikroba
rumen di dalam kantong selama masa inkubasi dapat juga berperan sebagai
sumber kesalahan dalam penentuan kecernaan pakan menggunakan teknik
in sacco.
Tingginya fraksi pakan lambat terdegradasi dan rendahnya kecepatan
degradasi pakan terjadi pada rumput kaliandra dan rumput raja yang
mengindikasikan bahwa bahan pakan tersebut lebih mudah didegradasi oleh
mikrobia rumen karena dipengaruhi oleh komponen isi sel yang mudah
dicerna dan gampang larut seperti pati, protein, lemak, dan mineral yang larut
(Van Soest, 1994).
Pakan yang mengandung protein yang cukup dapat meningkatkan
pertumbuhan mikroorganisme rumen yang akhirnya dapat meningkatkan laju
degradasi pakan tersebut (Siregar, 1991). Ternak ruminansia membutuhkan
sumber protein yang berasal dari protein mikroba rumen. Sedangkan
produksi protein mikrobial berbeda-beda setiap waktu, hal ini dipengaruhi
oleh jenis pakan yang diberikan (Siregar, 1991). Faktor anti nutrisi dapat
mempengaruhi kehilangan bahan organik, hal ini berhubungan dengan
adanya reaksi dari anti nutrisi dalam menghambat proses metabolisme
mikroorganisme dalam menggunakan substrat.
42
Faktor-faktor yang
Saran
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum in sacco adalah untuk
pelatihan cara perhitungan dan pembuatan grafik kurang maksimal sehingga
ilmu hanya sebagian yang dapat ditangkap. Sebaiknya untuk setiap acara
apabila memang panjang dan banyak waktu yang dibutuhkan untuk
menyampaikan perhitungan, dibedakan setiap acara untuk satu hari.
43
DAFTAR PUSTAKA
Agus, A. 2008. Membuat Pakan Ternak Secara Mandiri. PT Citra Adi
Parama. Yogyakarta.
Anggorodi. 1995. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
Aryogi, dan U. Umiyasih. 2002. Nilai kecernaan bahan kering dan protein
kasar pakan penyusun ransum pola crop livestock system padi-sapi
di kabupaten Lumajang dan Magetan. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner:143-145.
Blakely, J., dan D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi keempat.
Penerjemah: Bambang Srigandono. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Ensminger, M. E., J. E. Oldfield and W. W Heinemann. 1990. Feed and
Nutrition : Formely, Feeds and Nutrition Complete. 2nd ed The
Ensminger Pub. Co., California.
Fitri, A., N. Hidayah, D. M. Utami, dan W. W. Suryani. 2010. Pemanfaatan
Senyawa Bioaktif Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis) untuk
Menekan Produksi Gas Metan pada Ternak Ruminansia. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Hadi, R. F., Kustantinah, dan Hari H. 2011. Kecernaan In sacco Hijauan
Leguminosa dan Hijauan Non-Leguminosa Dalam Rumen Sapi
Peranakan Ongole. Buletin peternakan Vol. 35 (2): 79-85.
Hartadi. H.S., Reksohadiprojo dan A. D. Tillman. D.A. 2005. Tabel Komposisi
Pakan untuk Indonesia. Cetakan ke IV. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Kamal, M. 1996. Nutrisi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Kamal, M., 1994. Nutrisi Ternak I. Laboratorium Makanan Ternak. Jurusan
Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta
Lubis. D.A, 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan. Jakarta.
Mc. Donald, P., R. A Edwards and J. F. D Greenhalgh. 2002. Animal
Nutrition. Third Edition. English Language Book Society (ELBS)
Longman Group, Hongkong.
44
45
Lampiran
a (%)
27,18
29,3
28,24
b (%)
34,58
34,67
34,625
Waktu
0
2
4
8
12
24
48
Jenis Sapi
PO
PFH
Rerata
a (%)
32,86
34,47
33,665
b (%)
29,40
31,29
30,345
Waktu
0
2
4
8
12
24
48
Bahan Pakan
Tepung ikan
c (per jam)
DT (%)
0,017
7,634545
0,111
45,01018
0,064
26,32236
a+b (%)
61,76
63,97
62,865
Jenis sapi
PO
PFH
27,18
29,3
28,34
36,15
29,45
41,64
31,58
49,59
33,56
54,71
38,76
61,49
46,47
63,79
Bahan pakan
Dedak padi
c (per jam)
0,581
0,54
0,5605
DT (%)
32,86
34,47
33,665
Jenis sapi
PO
PFH
32,86
34,47
53,04
55,13
59,37
62,15
61,98
65,34
62,23
65,71
62,26
65,75
62,26
65,76
46
a+b (%)
62,26
65,76
64,01
Jenis Sapi
PO
PFH
Rerata
a (%)
37,19
36,37
36,78
b (%)
38,16
39,91
39,035
Waktu
0
2
4
8
12
24
48
Jenis Sapi
PO
PFH
Rerata
a (%)
34,69
35,69
35,19
b (%)
49,54
52,93
51,235
Waktu
0
2
4
8
12
24
48
Bahan pakan
Pollard
c (per jam)
DT (%)
0,195
37,19
0,201
36,37
0,198
36,78
a+b (%)
75,35
76,28
75,815
Jenis sapi
PO
PFH
37,19
36,37
49,51
49,58
57,86
58,42
67,33
68,29
71,67
72,7
74,99
75,96
75,35
76,28
Bahan pakan
Bungkil Kedelai
c (per jam)
0,109
1,195
0,652
DT (%)
34,69
35,69
35,19
Jenis sapi
PO
PFH
34,69
35,69
44,39
83,77
52,2
88,17
63,52
88,62
70,84
88,62
80,61
88,62
83,96
88,62
47
a+b (%)
84,23
88,62
86,425
a (%)
25,14
23,89
24,515
b (%)
31,16
33,72
32,44
Waktu
0
2
4
8
12
24
48
Jenis Sapi
PO
PFH
Rerata
a (%)
31,58
33,79
32,685
b (%)
24,70
26,45
25,575
Waktu
0
2
4
8
12
24
48
Bahan pakan
Tepung ikan
c (per jam)
0,021
0,041
0,031
DT (%)
8,078519
27,37663
17,72758
a+b (%)
56,30
57,61
56,955
Jenis sapi
PO
PFH
25,14
23,89
26,42
26,54
27,65
28,99
29,96
33,32
32,08
36,99
37,47
45
44,93
52,9
Bahan pakan
Dedak padi
c (per jam)
0,086
0,092
0,089
DT (%)
31,58
33,79
32,685
Jenis sapi
PO
PFH
31,58
33,79
35,48
38,24
38,76
41,93
43,87
47,57
47,48
51,47
53,14
57,33
55,88
59,92
48
a+b (%)
56,28
60,24
58,26
Jenis Sapi
PO
PFH
Rerata
a (%)
35,82
36,73
36,275
b (%)
40,5
39,48
39,99
Waktu
0
2
4
8
12
24
48
Jenis Sapi
PO
PFH
Rerata
a (%)
33,113
30,04
31,5765
b (%)
59,31
58,45
58,88
Waktu
0
2
4
8
12
24
48
Bahan pakan
Pollard
c (per jam)
DT (%)
0,232
35,82
0,197
36,73
0,2145
36,275
a+b (%)
76,32
76,21
76,265
Jenis sapi
PO
PFH
35,82
36,73
50,85
49,59
60,31
58,26
69,99
68,04
73,82
72,5
76,16
75,86
76,32
76,2
Bahan pakan
Bungkil kedelai
c (per jam)
DT (%)
0,189
33,11
0,183
30,04
0,186
31,5765
Jenis sapi
PO
PFH
33,113
30,04
51,78
47,95
64,57
60,38
79,35
74,97
86,28
81,99
91,79
87,77
92,42
88,48
49
a+b (%)
92,423
88,49
90,4565
50