IPE Referat-Osteoarthritis
IPE Referat-Osteoarthritis
Disusun oleh:
Rizky Rahmat T C
Nicky Adi Saputra
Reviolita Ariani
Miftakur Rohmah Sofyan
Arya Argamanda
Julianti S Arey
Galih Cakhya
Andaru Kusuma
Denta Aji
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
1
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama
: Ny. L
Usia
: 61 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Yogyakarta
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pekerjaan
: Pensiun Bidan
Status Perkawinan
: Janda
Pendidikan Terakhir
: Tamatan S1
B. Anamnesis
1. Keluhan utama : Nyeri pada kedua lutut
2. Riwayat Penyakit sekarang : Nyeri pada kedua lutut sejak 5 tahun yang lalu.
Awalnya nyeri di lutut kanan kemudian 3 tahun terakhir ini nyeri bertambah di
lutut sebelahnya. Nyeri terasa seperti di tusuk-tusuk, nyeri memberat saat
beraktivitas, saat rukuk dan sujud sholat. Nyeri lutut membaik jika istirahat
dan tidak aktifitas bera t, nyeri lutut menjalar sampai ke pinggang.
Pasien bercerita tidak teratur minum obat minum hanya saat nyeri hebat yang
tak tertahankan, jika nyeri bisa di tahan maka pasien tidak minum obat,
selama ini obat yang di konsumsi adalah meloxicam. Selain itu pasien juga
bercerita jika sudah di suntik di bagian lutitnya sebanyak 2x. keluahan yang
2
lain seperti mual, nyeri perut, pusing tidak dikeluhkan. Pasien rajin kontrol
berobat ke AMC.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat osteoartrithis
Riwayat jatuh/trauma
Riwayat hipertensi
Riwayat alergi obat
Riwayat stroke
Riwayat diabetes mellitus
Riwayat penyakit jantung
Riwayat dislipidemia
3. Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat osteoartrithis
Riwayat hipertensi
Riwayat penyakit jantung
Riwayat hipotensi
Riwayat diabetes mellitus
Riwayat stoke
Pekerjaan
Pasien adalah seorang single parent dan tidak berkerja saat ini, kemudian
untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan berobat di dapat dari gaji
pensiunan perbulan, pasien merasa cukup dan tidak kekurangan. Dulu
disaat masih muda pasien berkerja sebagai dosen di stikes, dan bidan di
rumah sakit.
Gaya Hidup
Tidak minum alkohol, tidak merokok dan konsumsi obat-obatan
terlarang.
Pasien tidur malam 6-7 jam, kadang tidur siang jika merasa lelah.
Hampir setiap pagi hari pasien berjalan di sekitar rumah sekitar 15
menit bila lutut tidak sakit. Pasien tidak pernah ikut senam lansia
karena diadakan cukup jauh dari rumah.
Anamnesis Illness
4
Perasaan pasien
Pasien merasa sedih dan khawatir dengan sakit pada sendi lutut nya atau
osteoarthritis, takut jika nanti sakit semakin parah sehingga tidak bisa
berjalan.
Ide pasien
Menurut pasien sakit yang dialami merupakan penyakit usia tua, pasien
berharap dengan kontrol teratur di AMC dapat mengurangi penyakit yang
diderita.
Harapan pasien
Pasien berharap nyeri lutut bisa sembuh sehingga tidak menggangu aktifitas
jalan sehat serta sholat sehingga sulit untuk khusyuk jika sholat.
5. Review Anamnesis Sistem:
Sistem indera
: tidak ada keluhan.
Sistem pernapasan
: tidak ada keluhan.
Sistem peredaran darah dan jantung
: tidak ada keluhan.
Sistem pencernaan
: tidak ada keluhan.
Sistem saluran kencing dan kelamin
: tidak ada keluhan
Sistem tulang dan otot
: nyeri kedua lutut
Sistem persarafan
: tidak ada keluhan.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
2. Kesadaran
3. Vital Signs
Tekanan Darah
Nadi
Suhu badan
Pernapasan
: Baik
: Compos Mentis
: 130/90mmHg
: 72x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup.
: 36,7C
: 22x/menit
4. Antropometri
Tinggi Badan
: 170 kg
Berat Badan
: 60 cm
Indeks Massa Tubuh: 29,4
5. Status Gizi
: Obesitas gr I
5
6. Kepala
Bentuk kepala
Rambut
: Normosefal
: keriting, warna putih, distribusi tidak merata
7. Mata
Palpebra
: Edema (-/-)
Konjungtiva
: Anemis (-/-)
Sklera
: Ikterik (-/-)
Kornea
Pupil
Lensa
: jernih
Shadow test
: (+/+)
8. Telinga
9. Hidung
10. Mulut
11. Leher
Kelenjar tiroid
: Tidak membesar, nyeri (-)
Kelenjar lnn
: Tidak membesar, nyeri (-)
Retraksi suprasternal
: (-)
JVP
: Tidak meningkat
12. Pulmo:
Anterior
Inspeksi: simetris, ketertinggalan gerak (-), deformitas (-), retraksi (-)
Palpasi: simetris, ketertinggalan gerak (-), vokal fremitus ka=ki
Perkusi: sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi: suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Posterior
Inspeksi: simetris, ketertinggalan gerak (-), deformitas (-), retraksi (-)
Palpasi: simetris, ketertinggalan gerak (-), vokal fremitus ka=ki
Perkusi: sonor pada seluruh lapang paru
6
Kanan
Terbatas
Normal
Eutrofi
+
Hangat
+
+
5
Normal
Reguler
+
Lengan
Kiri
Bebas
Normal
Eutrofi
Hangat
+
5
Normal
Reguler
-
Kanan
Bebas
Normal
Eutrofi
Hangat
5
Normal
Reguler
-
Kiri
Bebas
Normal
Eutrofi
Hangat
+5
Normal
Reguler
-
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Kerja
Osteoartritis
Obesitas grade I
Penatalaksanaan
1. Farmakologis
Meloxicam 1x15 mg
Glucosamine 1x250 mg
Ranitidine 2x1 tab
2. Non farmakologis
Edukasi pasien tentang :
Pentingnya modifikasi gaya hidup dalam pengelolaan penyakit pasien
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan fisiologi
Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulang-tulang tersebut
dapatbergerak satu sama lain, maupun tidak dapat bergerak satu sama lain.pada sendi sinovial dilapisi oleh
suatu kartilago yang terbagi atas dua bagian yaitu kondrosit dan matriks ekstraseluler. Matriksekstraseluler
yang mengandung banyak kolagen tipe II, IX, dan XI serta proteoglikan (terutama agregat). Agregat
adalah hubungan antara terminal sentral protein dengan asam hialuronatmebentuk agreratyang dapat
menghisap air. Sesudah kekuatan kompresi hilang maka air akan kembali pada matriks dan kartilago
kembali seperti semula. Jaringan kolagen merupakan molekulprotein yang kuat. Kolagen ini berfungsi
sebagai kerangka dan mencegah pengembangan berlebihan dari agregat proteoglikan. 3
Rawan sendi hanya mempunyai sedikit kemampuan untuk penyembuhan (reparasi). Agar tetap
berfungsi dengan baik, rawan sendi hanya dapat menanggung perubahan sebab fisis sedikit yaitusebesar
25kg/cm3. Fungsi utama rawan sendi yaitu disamping memungkinkan gesekan padagerakan, juga
menyerap energi beban dengan mengubah bentuk dan dengan efektif menyebarkan beban tersebut pada
suatu daerah yang luas.1,3
sendi.
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan
sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang
disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai
pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan
peradangan pada sendi
Ligamen,
bersama
dengan
kulit
dan
tendon,
mengandung
suatu
mekanoreseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang
dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan tegangan
yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi bergerak. Otot-otot dan tendon yang
menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung sendi. Kontraksi otot yang terjadi
ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup pada anggota
gerak untuk menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres
yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi tumbukan
(impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh permukaan sendi
sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago memiliki
fungsi untuk menyerap goncangan yang diterima.7
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan
sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika
bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai penyerap
tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada sendi sebelum timbulnya OA dapat
terlihat pada kartilago sehingga penting untuk mengetahui lebih lanjut tentang
kartilago.
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe dua
dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul molekul
aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul proteoglikan
yang berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago.
Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis seluruh elemen yang
terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim pemecah matriks,
sitokin { Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor
pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut akan merangsang
kondrosit untuk melakukan sintesis dan membentuk molekul-molekul matriks yang
baru. Pembentukan dan pemecahan ini dijaga keseimbangannya oleh sitokin faktor
11
oleh
pertumbuhan
osteofit
pada
tepian
sendi,
peregangan kapsul artikular, synovitis ringan pada persendian, dan lemahnya otototot yang menghubungkan persendian.
2.3 Etiologi
Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses
terjadinya
osteoarthritis.
Faktor
biomekanik
yaitu
kegagalan mekanisme
protektif, antara lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian, serabut aferen,
dan
tulang-tulang.
Kerusakan
sendi
terjadi
multifaktorial,
yaitu
akibat
2.4 Klasifikasi
12
Osteoarhritis primer adalah degeneratif artikular sendi yang terjadi pada sendi tanpa
adanya abnormalitas lain pada tubuh. Penyakit ini sering menyerang sendi penahan
beban tubuh (weight bearing joint), atau tekanan yang normal pada sendi dan kerusakkan
akibatproses penuaan. Paling sering terjadi pada sendi lutut dan sendi panggul, tapi ini
juga ditemukan pada sendi lumbal, sendi jari tangan, dan jari pada kaki
b.
Osteoarthritis sekunder, paling sering terjadi pada trauma atau terjadi akibat dari
suatu pekerjaan, atau dapat pula terjadi pada kongenital dan adanya penyakit sistem
sistemik. Osteoarthritis sekunder biasanya terjadi pada umur yang lebih awal daripada
osteoarthritis primer.
2.5 Epidemiologi
Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang
tua. Prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia. Di Amerika Serikat,
prevalensi osteoartritis pada populasi dengan usia di atas 65 tahun mencapai 80%
dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020.
1,2
orang dewasa berusia lebih dari 25 tahun dan 33,6% dari mereka yang berusia
lebih dari 65 tahun.
menurut
temuan
radiologis adalah pada tangan 7,3%, kaki 2,3%, lutut 0,9%, dan panggul 1,5%.
Prevalensi OA menurut gejala yang ditemui yaitu pada tangan 8%, kaki 2%,
lutut 12,1% pada orang dewasa berusia lebih dari 60 tahun dan 16% pada orang
dewasa berusi 45 60 tahun, dan panggul 4,4%.
Angka kematian yang diakibatkan osteoarthritis adalah sekitar 0,2 hingga
0,3 kematian per 100.000 (1979-1988). Angka kematian akibat OA sekitar 6% dari
semua kematian akibat arthritis. Hampir 500 kematian per tahun disebabkan OA
dan angka tersebut meningkat selama 10 tahun terakhir.2,4
2.6 Faktor resiko
a. Faktor resiko sistemik
1. Usia : merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses penuaan
meningkatkan kerentanan
Kartilago
sendi
melalui
berbagai mekanisme.
kartilago yang lebih tipis. Kartilago yang tipis ini akan mengalami
gaya gesekan yang lebih tinggi pada lapisan basal dan hal inilah yang
menyebabkan peningkatan resiko kerusakan sendi. Selain itu, otot-otot
yang menunjang sendi menjadi semakin lemah dan memiliki respon
yang kurang cepat terhadap
impuls.
kelamin
masih
belum
banyak
diketahui
mengapa
Resiko
ini
dikaitkan
dengan
2.
2.7 Patogenesis
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak
dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang
penyebabnya masih belum jelas diketahui. Kerusakan tersebut diawali oleh
kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme lain
sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera.7
14
Patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami
fibrosis serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan
aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan
terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral
yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral tersebut. Ini
mengakibatkan
dilepaskannya
mediator
kimiawi
seperti
prostaglandin
dan
2.8
Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah dengan
16
gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan tertentu
terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini
dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini ( secara radiologis ). Umumnya
bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bias
digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh
arah gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja ).7
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi
tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri yang
timbul pada OA berasal dari luar kartilago.7
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri
yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan
edema sumsum tulang.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit
tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago
dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan nyeri.6
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi.
Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine bursitis dan sindrom
iliotibial band.7,8
b.
Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu
yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.7
d.
Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala
ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan
adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa.
Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak
tertentu.7
e.
f.
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk
permukaan sendi berubah.7
g. Tanda tanda peradangan
Tanda tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak, rasa
hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena adanya
synovitis. Biasanya tanda tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan
penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.7
h.
yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan
ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan terutama
pada OA lutut.7
18
2.9 Diagnosis
Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta
klinis dan laboratoris (JH Klippel, 2001) :10
a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi < 30 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
6. tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
b. Klinis, dan radiologis:
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. krepitus disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
c. Klinis dan laboratoris:
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:
1. usia >50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang
6. tidak teraba hangat pada sendi terkena
7. LED<40 mm/jam
8. RF <1:40
9. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.
19
Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau kaku
dan disertai 3 atau 4 kriteria berikut:10
1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan
2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4. deformitas pada 1 diantara 10 sendi tangan
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1
masing-masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.
2.10 Pemeriksaan penunjang
2.10.1Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan
gambaran radiologis, yaitu menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya osteofit,
terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral.
10
20
Keterangan :
a. Gambar
atas
kiri
pandangan
anteroposterior
menunjukkan
celah sendi
metatarsophalangeal
pertama,
sklerosis,
dan
21
:Gambaran
radiologis
anteroposterior
lutut
23
besar
Penatalaksanaan
Strategi pengelolaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh letak
secara
keseluruhan,
agar
pengelolaannya
aman,
sederhana,
25
inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat mentolerir
NSAIDs atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian
NSAIDs. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari
penyulit
yang
timbul.
Sebagian
besar
literatur
tidak
menganjurkan
dilakukanpenyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali
terutama untuk sendi besar penyangga tubuh. Dosis untuk sendi besar seperti lutut
40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10
mg.
b.
artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa. Diberikan
berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-masing 2 sampai
2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak
dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses
steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan dasar hyaluronan
misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur. Ada 3 sediaan di Indonesia
diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex.
4. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan
terlebih dahulu risiko dan keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1
27
= Underweight
= Berat Normal
= Overweight
= Obesitas/Gemuk
tersebut antara lain meliputi: aktivitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional,
yaitu perilaku makan dan pemberian makanan padat yang terlalu dini diberikan pada
bayi.
1. Faktor Genetik
Apabila kedua orang tua obesitas, 80 % anaknya akan menjadi obesitas.
Apabila salah satu orang tuanya obesitas, kejadian obesitas menjadi 40 % dan
bila kedua orang tua tidak obesitas, maka prevalensinya menjadi 14 %.
Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya kepada generasi
berikutnya di dalam sebuah keluarga. Itulah sebabnya seringkali dijumpai
orangtua yang gemuk cenderung memiliki anak-anak yang gemuk pula. Dalam
hal ini nampaknya faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah
unsur sel lemak dalam tubuh seseorang. Hal ini dimungkinkan karena pada saat
ibu yang obesitas sedang hamil maka unsur sel lemak yang berjumlah besar dan
melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi
selama dalam kandungan.
yang
dilahirkannya pun memiliki unsur lemak tubuh yang relatif sama besar.
Selain itu pengaruh keturunan (genetik) juga dapat berdampak pada
komposisi/bentuk tubuh. Menurut pendapat Erminawati (2009: 8), manusia
memiliki tiga bentuk tipe tubuh yaitu:
a. Mesomorp (atletis), yaitu tipe tubuh yang memiliki ciri-ciri: tubuh
tinggi, bahu yang lebar, pinggang yang relative kecil, bentuk kepala
yang persegi, dan perkembangan otot yang lebih besar.
b. Ektomorp (tubuh kurus dan tinggi), yaitu tipe tubuh yang memiliki
ciri-ciri: tubuhnya tinggi, badan kurus, cepat merasa kedinginan,
permukaan kulit yang relatif luas dibandingkan dengan volume
tubuhnya.
c. Endomorph (tubuh bulat dan pendek), yaitu tipe tubuh yang memiliki
ciri-ciri: bentuk tubuhnya bulat dan gemuk, volume batang tubuhnya
relative lebih besar, mempunyai usus kurang lebih 60 cm, dua kali
lebih panjang daripada umumnya.
2. Faktor Lingkungan
a.
Aktivitas Fisik
30
32
Menurut pendapat dari Mutohir dan Gusril (2004: 26-28), gerak dasar utama
merupakan pola gerak yang inherent yang membentuk dasar untuk gerak-gerak
terampil yang kompleks dan khas. Gerak dasar inherent tersebut mencakup tiga hal
yaitu:
1. Keterampilan gerak dasar lokomotor, yaitu perilaku gerak yang mengubah
atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Contoh gerak dasar lokomotor
tersebut meliputi: merayap, merangkak, meluncur, berjalan, berlari,
melompat, meloncat, berguling, dan memanjat.
2. Ketrampilan gerak dasar nonlokomotor, yaitu perilaku gerak yang melibatkan
anggota badan atau bagian togok di dalam gerak yang mengitari sendi atau
poros tetapi posisi badan tetap berada satu tempat dan melakukan pola gerak
yang dinamis. Contoh gerak dasar nonlokomotor tersebut meliputi: menarik,
mendorong, mengayun, menghentikan, mengulur, menekuk, meliuk, dan
memutar.
3. Ketrampilan gerak dasar manipulatif, yaitu perilaku gerak yang digambarkan
dan mengkombinasikan gerak-gerak dari tangan, mata (visual), dan kaki,
serta kadang-kadang dengan modalitas sentuhan (tactile modality) yang
dilakukan secara terkoordinir. Contoh gerak dasar manipulatif tersebut
meliputi: menendang, menangkap, mengeblok, memukul, dan menggenggam.
Aktivitas jasmani adalah segala bentuk gerak yang dilakukan oleh manusia
yang menggunakan atau melibatkan sekelompok otot tertentu untuk mencapai tujuan
tertentu, J. Matakupan, (1995: 32). Melalui aktivitas jasmani yang dilakukan oleh
seorang anak, anak akan mendapatkan banyak pengalaman gerak, kebugaran
jasmani, mengenal jati diri dan lingkungannya. Selain itu melalui gerak atau aktivitas
jasmani yang dilakukan oleh anak juga dapat memberikan manfaat lain, yaitu untuk
mencegah terjadinya kegemukan (obesitas). Anak yang malas bergerak atau
beraktivitas jasmani akan cenderung lebih cepat mengalami kegemukan. Bermain
atau beraktivitas jasmani selain untuk rekreasi dan menyalurkan hobi, beraktivitas
jasmani juga dapat digunakan sebagai sarana untuk menyalurkan kelebihan energi,
meningkatkan pengalaman gerak dan memperhalus keterampilan atau teknik selain
itu juga dapat membakar timbunan lemak dalam tubuh.
Masa kanak-kanak adalah masa yang paling krusial dalam proses tumbuh
kembangnya, baik secara fisik, psikis maupun sosial. Anak harus dilatih dan berikan
33
banyak pengalaman dan penguasaan gerak dasar yang bermanfaat bagi dirinya di
masa yang akan datang. Pengalaman dan penguasaan gerak yang dikuasai oleh anak
sejak masa kanak-kanak akan dibawanya ketahap selanjutnya untuk berkompetisi
dan mempertahankan hidup. Pengalaman atau penguasaan gerak dapat diperoleh
anak melalui orangtua, guru, pelatih, teman atau lingkungan (secara otodidak).
Orangtua atau keluarga merupakan pelaku awal yang terbaik yang memberikan,
mengajarkan dan melatihkan banyak pengalaman dan penguasaan gerak sebagai
pondasi atau dasar gerak selanjutnya. Seorang anak yang malas bergerak atau
beraktivitas jasmani akan beresiko/rentan terhadap kegemukan begitu juga
sebaliknya
anak
yang
mengalami
kegemukan
juga
cenderung
malas
35
BAB III
PEMBAHASAN
Osteoarthritis merupakan gangguan pada sendi yang ditandai
dengan perubahan patologis pada struktur sendi tersebut yaitu berupa
degenerasi tulang rawan/kartilago
prevalensi
yang
cukup
hialin.
Penyakit
ini
memiliki
proses
terjadinya
osteoarthritis.
Ketidakseimbangan
antara
36
anatomis dan atau gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Gejala yang
sering muncul pada osteoarthritis adalah nyeri sendi yang diperburuk oleh
aktivitas dan gejala akan mereda setelah istirahat.
Diagnosis osteoarthritis didasarkan pada pemeriksaan fisik dan
dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologis berupa foto
sinar-x sebagai penunjang/pemastian diagnosis.Gambaran yang ditemukan
pada foto sinar-x pasien dengan osteoarthritis adalah menyempitnya celah
antar
sendi,
karena
fungsi
fisik.
Hal
ini
bertujuan
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Fauci,
38
3. Christine G, 1922, Bones and Joint. A Guide for student, second edition, Tokyo,
Churchill Livingstone.
4. Dillon CF, Rasch EK, et al. 2006. Prevalence of knee osteoarthritis in the
United States: arthritis data from the Third National Health and Nutrition
Examination Survey 19911994. J Rheumatol. 33(11):22712279.
5. David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of
Medicine.
6. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com. Diakses
tanggal 15 maret 2013.
7. Iannone F, Lapadula G. 2003. The pathophysiology of osteoarthritis.
Aging Clin Exp Res. 15(5):364372.
8. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Press.
9. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3):737747.
10. LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001.
Radiographic Assessment
of
39