Anda di halaman 1dari 3

PATOGENESIS WILSON DISEASE

Tembaga adalah elemen esensial dalam tubuh manusia serta merupakan


komponen yang diperlukan oleh banyak protein. Kelebihan tembaga menyebabkan
kerusakan oksidatif pada hepatosit dan dapat terjadi pelepasan ke dalam darah. Hal ini
akan menumpuk pada organ lain seperti otak, ginjal, dan kornea, memicu kerusakan
bersifat toksik. Bagaimanapun, kelebihan tembaga pada sel akan memyebabkan
kerusakan saraf dan gangguan fungsi metabolisme. Hal ini tampak pada luasnya
gejala yang muncul pada penyakit Wilson. Gen ATP7B yang cacat bertanggung jawab
atas terjadinya kelainan tersebut.
Homeostasis tembaga
Penyakit Wilson

dapat dipahami dengan baik melalui pemahaman

metabolisme tembaga. Kebutuhan tubuh sehari-hari terhadap tembaga sekitar 1-2 mg


per hari, yang dipenuhi lewat makanan sehari-hari sejumlah 2-5 mg per hari. Tembaga
diabsorbsi oleh sel-sel intestinal dan disimpan bersama metllothionin dalam bentok non
toksik. Tembaga tersebut kemudian diangkut menuju sirkulasi oleh protein transporter
tembaga, yaitu transporter-tembaga ATPase 1 (ATP7A) yang berlokasi pada membran
enterocyt. Selanjutnya diikat oleh albumin dan diangkut menuju hepar lalu diterima
oleh hepatosit. Di Dalam hepatosit ATOX 1 chaperone protein mengarahkan tembaga
kepada

target

pasangan

ikantannya.

Sebagian

tembaga

berikatan

dengan

metallothionein untuk disimpan, sedangkan sisanya diekskresi ke dalam canalikuli


bilier yang diregulasi oleh ATP7B. ATP7B juga memfasilitasi tranfer tembaga menuju
apoceruloplasmin untuk membentuk protein berikatan -6 molekul tembaga yang disebut
ceruloplasmin yang merupakan 2-globulin. Ceruloplasmin dilepaskan ke dalam
darah, dengan membawa 90% tembaga yang terdapat dalam plasma

darah dan

berfungsi sebagai sumber cadangan tembaga bagi organ organ perifer seperti otak dan
ginjal.
ATP7A dan ATP7B merupakan protein transporter tembaga yang homolog.
Mutasi dari gen ATP7A menyebabkan penumpukan di enterocyts, mencegah
masuknya tembaga ke dalam sirkulasi darah sehingga menyebabkan defisiensi
tembaga komplit. Kondisi ini dikenal sebagai penyakit Menkes, kelainan x-linked
yang ditandai dengan gangguan neurologis dan gangguan fungsi jaringan ikat yang
berat. Penemuan ini membantu dalam mengungkap aktivitas gen bermutasi di hepar

pada penyakit Wilson. Gen penyakit Wilson, ATP7B mengkode ATP-ase tipe P yang
berfungsi sebagai transporter tembaga, ATP7B. ATP7B memiliki peran ganda,
berperan dalam ekskresi tembaga oleh bilier dan menggabungkkan tembaga dengan
ceruloplasmin yang baru saja terbentuk. ATP7B memiliki sistem pengaturan transmembran (terdiri dari 8 domain), sebuah domain ikatan ATP

menuju karboksi

terminal dan sebuah ujung amino yang terdiri atas 6 unit ikatan tembaga. Normalnya,
terdapat di jaringan trans-Golgi. Lalu lintas ATP7B diatur oleh siklus translokasi
tembaga. Penelitian terhadap gen ATP7B mutasi menunjukkan perlunya tembaga
dalam lalu lintas ATP7B, dimana dibutuhkan adanya penambahan ikatan tembaga
dalam protein. Kapasitas transportasi tembaga pada ATP7B mutasi berkurang atau
hampir hilang seluruhnya. Menurut penelitian oleh Hauser dkk, jika mutasi
menyebabkan penyimpangan ATP7B, maka akan berakibat disfungsi yang berat yang
berujung pada ketiadaan transport tembaga. Sebagai tambahan, kelainan ATP7B
secara invitro dapat diobati dengan chaperones4-fenilbutirat dan curcumin. Meskipun
demikian, penggunaan pada in vivo masih memerlukan penjelasan lebih lanjut.
Disamping itu, kerusakan pada domain ikatan ATP juga menyebabkan hilang atau
berkurang atau hilangnya kapasitas transport tembaga.
Toksisitas tembaga
Mutasi gen ATP7B mengakibatkan berkurangnya konversi apoceruloplasmin
menjadi ceruloplasmin, sehingga kadar ceruloplasmin umumnya rendah pada pasien
Wilson Disease. Disfungsi ATP7B menghasilkan penumpukan tembaga di hepar.
Kegagalan proses ekskresi tembaga ke dalam kanalikuli biliaris mengakibatkan
terjadinya proses menjadi toksik di dalam hepatosit. Toksisitas tembaga dan disfungsi
mitokondria berkaitan erat. Produksi energi mitokondria terganggu. Tembaga yang
berlebih dapat merusak mitokondria, yang akhirnya menghasilkan kerusakan oksidatif
sel-sel dan tembaga terlepas ke dalam darah. Selanjutnya terjadi penumpukan pada
organ-organ lainnya seperti otak, ginjal, kornea dan sel darah merah kemudian
memicu kerusakan toksik. Masih belum jelas apakah stres oksidatif yang diinduksi
penumpukan tembaga menyebabkan disfungsi mitokondria, ataukah penumpukan
tembaga di mitokondria yang menyebabkan produksi stres oksidatif. Dimungkinkan
keduannya merupakan mekanisme yang sama pentingnya.

Pada akhirnya stres oksidatif dan disfungdi mitokondria menyebabkan


terjadinya apoptosis. Pada penyakit Wilson, kejadian apoptotik sel (kematian sel)
juga dipicu oleh inhibisi IAPs (protein inhibitor apoptosis ) yang disebabkan oleh
penumpukan toksik dari tembaga di intraseluler. Pada kondisi normal, IAPs
menghambat caspase-3 dan caspase-7 yang bertanggung jawab atas kematian sel
apoptosis. Namun demikian, masih belum jelas jalur apoptosis manakah yang
berperan terhadap hilangnya sel pada lesi organ penderita penyakit Wilson.
Nukleus lenticular merupakan area utama di otak yang terganggu pada
penyakit Wilson, dimana secara makroskopis tampak berwarna coklat dikarenakan
penumpukan tembaga. Degnerasi berlangsung selama perjalanan penyakit, menuju
terjadinya nekrosis, gliosis, dan perubahan menjadi kistik. Lesi dapat dilihat pada
batang otak, talamus, serebelum, dan kortek serebral. Pada fase awal penyakit terjadi
proliferasi astrocyt protoplasma besar. Sejalan dengan progresifitas penyakit,
penumpukan tembaga menyebabkan terjadinya degenarasi vakuoler pada sel tubulus
proksimal ginjal, sindrom Fanconi, dan munculnya cincin Kayser-Fleischer yang
berwarna coklat keemasan di membran Descement kornea. Terlepasnya tembaga ke
dalam sirkulasi darah secara tiba-tiba dapat meyebabkan kerusakan sel darah merah, hal
ini memacu kajadian hemolisis.

Anda mungkin juga menyukai