TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aspirin
2.1.1 Uraian Umum Aspirin (Ditjen POM, 1995)
Rumus Bangun :
: C 9 H8 O4
Berat Molekul
: 180,16
Pemerian
Kelarutan
pKa
: 3,5.
menghambat
aktivitas
siklooksigenase,
sehingga
aspirin
A2,
mengakibatkan
penghambatan
agregasi
trombosit
dan
2.2 Kapsul
Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu
macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam
cangkang atau wadah kecil yang dapat larut dalam air. Pada umumnya cangkang
kapsul terbuat dari gelatin. Tergantung pada formulasinya kapsul dapat berupa
kapsul gelatin lunak atau keras. Bagaimana pun, gelatin mempunyai beberapa
kekurangan, seperti mudah mengalami peruraian oleh mikroba bila menjadi
lembab atau bila disimpan dalam larutan berair (Ansel, 2005).
Kapsul tidak berasa, mudah pemberiannya, mudah pengisiannya tanpa
persiapan atau dalam jumlah yang besar secara komersil. Didalam praktek
peresepan, penggunaan kapsul gelatin keras diperbolehkan sebagai pilihan dalam
meresepkan obat tunggal atau kombinasi obat pada perhitungan dosis yang
dianggap
baik
untuk
pasien
secara
individual.
Fleksibilitasnya
lebih
diperoleh dari alga coklat (Phaeophyceae) (Belitz, dkk., 1987). Pada penelitian
sebelumnya diperoleh bahwa cangkang kapsul alginat mengandung kadar air 2025% dan disimpan pada suhu kamar dengan kelembapan relatif 75-90% (Hendra,
2011).
Kapsul delayed-release
Kapsul dapat disalut, atau, lebih umumnya, granul yang dienkaspulasi dapat
disalut untuk menahan pelepasan obat dalam cairan lambung dimana suatu
penundaan penting untuk mengurangi masalah yang mungkin terjadi pada
inaktifasi obat atapun iritasi mukosa lambung. Istilah delayed-release
digunakan pada monografi Farmakope pada kapsul salut enterik yang ditujukan
untuk menunda pelepasan dari bahan obat hingga kapsul melewati lambung (USP
XXXII, 2009).
2.3 Natrium Alginat
Natrium alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat
yang
Asam alginat adalah kopolimer biner yang terdiri dari residu -Dmannuronat (M) dan -L-asam guluronat (G) yang tersusun dalam blok-blok yang
membentuk rantai linear (Grasdalen, dkk., 1979). Kedua unit tersebut berikatan
pada atom C1 dan C4 dengan susunan homopolimer dari masing-masing residu
(MM dan GG) dan suatu blok heteropolimer dari dua residu (MG) (Thom, dkk.,
1980).
Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam
industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Salah satu sifat
dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan membentuk gel dengan
penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium
tartrat dan kalsium sitrat (Thom, dkk., 1980). Pembentukan gel alginat dengan ion
kalsium, disebabkan oleh adanya ikatan silang membentuk khelat antara ion
kalsium dan anion karboksilat pada blok G-G melalui mekanisme antar rantai.
Natrium alginat mempunyai rantai poliguluronat menunjukkan sifat pengikatan
ion kalsium yang lebih besar (Morris, et al., 1980).
Untuk kepentingan farmasetik digunakan natrium alginat, dimana
larutannya dalam air bereaksi netral sampai asam lemah. Sediaan alginat paling
stabil pada daerah pH 6-7, pada pH 4,5 asam bebasnya akan mengendap.
Pemanasan yang kuat dan lama, terutama >70oC dihindari, karena akan
mengalami kehilangan viskositas akibat terjadinya polimerisasi. Sediaan disimpan
dingin dan dilindungi dari cahaya dalam wadah tertutup baik (Voight, 1995).
Di Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi USU dalam beberapa
tahun terakhir telah dikembangkan kapsul yang tahan terhadap asam lambung.
Cangkang kapsul ini dibuat dari natrium alginat dengan kalsium klorida
menggunakan cetakan. Telah terbukti bahwa cangkang kapsul alginat tahan atau
tidak pecah dalam cairan lambung buatan (pH 1,2). Kapsul mengembang dan
pecah dalam cairan usus buatan yaitu pH 4,5 dan pH 6,8 (Bangun, dkk., 2005)
Utuhnya cangkang kapsul kalsium alginat di dalam medium pH 1,2
disebabkan komponen penyusun cangkang alginat yaitu kalsium guluronat masih
utuh, sedangkan pelepasan kalsium kemungkinan berasal dari kalsium yang
terperangkap dalam kapsul dan terikat dengan manuronat saja. Hal itu berarti
kalsium guluronat yang bertanggung jawab terhadap keutuhan kapsul di dalam
medium pH 1,2 (Bangun, dkk., 2005).
Cangkang kapsul kalsium alginat dapat mengembang dan pecah di dalam
medium pH 4,5 dan 6,8 (cairan usus buatan). Hal ini disebabkan terjadi
pertukaran ion kalsium dari kalsium alginat (kalsium guluronat) dengan ion
natrium yang terdapat pada cairan usus buatan, sehingga terbentuk natrium alginat
(natrium
guluronat).
Pembentukan
natrium
alginat
pada
kapsul
dapat
mengizinkan
penggunannya
dalam
makanan.
India
membatasi
penggunaannya dalam permen karet tidak lebih dari 1 % dan untuk minuman
mengandung buah tidak melebihi 100 mg/kg. Sedangkan di Jepang digunakan
tanpa batasan dalam makanan (Rowe, dkk., 2003).
merupakan
polimer
sintetik
dari
oksietilen
dengan
rumusstruktur
Warna
Temperatur dan kadar uap air yang relatif tinggi selama proses
pengolahan dan penyimpanan yang berkepanjangan merupakan salah satu faktor
utama yang menyebabkan terjadinya reaksi pengcoklatan (enzimatik dan nonenzimatik) (Labuza, 1972).
Reaksi pengcoklatan adalah suatu reaksi dimana suatu bahan berubah
menjadi coklat, baik melalui proses enzimatik maupun non-enzimatik.
Pengcoklatan enzimatik ini melibatkan polifenol oksidase atau enzim lain yang
menghasilkan melanin, sehingga menimbulkan warna coklat. Sedangkan
pengcoklatan non-enzimatik dapat menimbulkan warna coklat tanpa adanya
aktivitas enzim (Marshall, dkk., 2000).
Ogura dkk (1998) mengisi cangkang kapsul gelatin dan HPMC dengan
asam askorbat dan membungkusnya dalam botol polietilen tanpa desikan dan
menyimpannya pada suu 400C/RH 75% selama 2 bulan. Cangkang kapsul gelatin
menjadi berwarna coklat, sedangkan cangkang kapsul HPMC tidak mengalami
perubahan warna. Hal ini menandakan bahwa perubahan warna yang terjadi
merupakan reaksi antara asam askorbat dan cangkang kapsul gelatin (dikenal
dengan reaksi Maillard) (Honkanen, 2004).
Reaksi Maillard merupakan suatu reaksi kimia pengcoklatan nonenzimatik antara gula pereduksi dengan protein atau asam amino. Tergantung
pada jenis bahan dan jalannya reaksi, perubahan warna yang terjadi bisa dari
kuning lemah sampai coklat gelap. Banyak faktor yang mempengaruhi reaksi
Maillard, seperti temperatur, aktivitas air, pH, kadar uap air dan komposisi kimia
suatu bahan (Morales, dkk., 1998).
2.6.2
Kerapuhan
Perlu diketahui bahwa cangkang kapsul bukan tidak reaktif, secara fisika
atau kimia. Perubahan kondisi penyimpanan seperti temperatur dan kelembaban
dapat mempengaruhi sifat kapsul. Dengan terjadinya kenaikan temperatur dan
kelembaban dapat menyebabkan kapsul mengikat/melepaskan uap air. Sebagai
akibatnya kapsul dapat menjadi rapuh atau lunak (Margareth, dkk., 2009).
tidak boleh
terdeteksi pada kapsul yang disimpan pada kelembaban relatif 30% dan 50%
selama 4 minggu (Kontny dan Mulski, 1989
Gambar 2.5 Kelembaban Relatif (RH), Kandungan Uap Air Gelatin dan Sifat
Kapsul Gelatin Keras (Kontny dan Mulski, 1989).
2.6.3
Waktu Hancur
2.7
Viskositas
Viskositas adalah suatu sifat dari cairan yang lebih bertahan untuk
mengalir. Viskositas dapat dianggap sebagai suatu sifat yang relatif dengan air
sebagai bahan rujukan dan semua viskositas dinyatakan dalam istilah-istilah
viskositas air murni pada suhu 200C. Viskositas air dianggap satu centipoise
(sebenarnya 1,008 centipoise). Suatu bahan cair yang 10 kali kental (viscous)
dengan suhu yang sama viskositasnya sama dengan 10 centipoise. Singkatan
centipoise cp (dan jamaknya cps) merupakan istilah yang lebih sesuai dari pada
unit dasar satu poise sama dengan 100 centipoise (Ansel, 2005). Makin kental
suatu cairan, makin besar kekuatan yang diperlukan agar cairan tersebut mengalir
dengan laju tertentu (Martin, 1993).
Pemerian
b.
c.
Uji disolusi
d.
e.
Degradasi
Sebagai contoh, untuk sediaan tablet parameter pemeriksaan selama proses
yang dapat dikurangi antara lain keseragaman bobot, kekerasan, kerenyahan dan
waktu hancur (Balai POM, 2009)
2.9.1 Warna
Warna merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi penilaian
konsumen terhadap kualitas produk. Stabilitas formulasi obat dapat dideteksi
dalam beberapa hal dengan suatu perubahan fisik, warna, bau dan tekstur dari
formulasi tersebut. Temperatur, pH, kekuatan ion, intensitas cahaya dapat
mempengaruhi perubahan kestabilan pada obat (Ansel, 2005).
2.9.2 Kerapuhan
Perlu diketahui bahwa cangkang kapsul bukan tidak reaktif, secara fisika
atau kimia. Perubahan kondisi penyimpanan seperti temperatur dan kelembaban
dapat mempengaruhi sifat kapsul. Dengan terjadinya kenaikan temperatur dan
kelembaban dapat menyebabkan kapsul mengikat atau melepaskan uap air.
Sebagai akibatnya kapsul dapat menjadi rapuh atau lunak (Margareth, dkk., 2009).
Laju pengeringan kapsul juga mempengaruhi kekerasan dan kerapuhan
kapsul, kemampuan pelarutan, dan kecenderungan untuk melekat satu sama lain.
Kadar air yang rendah pada kapsul dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Jika
kadar air pada kapsul kurang dari 10%, kapsul cenderung menjadi rapuh, dan
sebaliknya jika kadar air lebih tinggi dari 18% kapsul melunak. Kondisi
penyimpanan yang direkomendasikan untuk bentuk sediaan kapsul berkisar 15300C dan 30%-60% kelembaban relatif (RH) (Margareth, dkk., 2009).
Perubahan kerapuhan kapsul oleh kelembaban relatif telah dipelajari oleh
Kontny dan Mulski. Pemantauan terhadap karakteristik kapsul yang disimpan
pada kelembaban yang bervariasi membuktikan bahwa kelembaban merupakan
salah satu parameter yang penting dalam pembuatan dan penyimpanan kapsul.
Kriteria yang diterima bahwa kerapuhan kapsul yang signifikan
tidak boleh
terdeteksi pada kapsul yang disimpan pada kelembaban relatif 30% dan 50%
selama 4 minggu (Kontny dan Mulski, 1989).
2.9.3 Disolusi
Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi (Ansel, 1989). Uji disolusi
yaitu uji pelarutan invitro mengukur laju dan jumlah pelarutan obat dalam suatu
media aqueous dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung
dalam produk obat. Pelarutan obat merupakan bagian penting sebelum kondisi
absorbsi sistemik (Shargel dan Andrew, 1988).
Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dibagi atas 3 kategori yaitu:
a.
Efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama
dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju
disolusi yang cepat.
ii.
Efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila
dicampur dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan
penghancur yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil pada
bahan obat yang hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah,
sedangkan bahan tambahan yang hidrofob dapat mengurangi laju
disolusi.
ii.
i.
Tegangan
permukaan
medium
disolusi.
Tegangan
permukaan
iii.
ditempatkan dalam suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti pada metode
basket dipertahankan pada 37oC. Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan dalam
USP. Metode dayung sangat peka terhadap kemiringan dayung. Pada beberapa
produk obat, kesejajaran dayung yang tidak tepat secara drastis dapat
mempengaruhi hasil pelarutan. Standar kalibrasi pelarutan yang sama digunakan
untuk memeriksa peralatan sebelum uji dilaksanakan.
c. Metode Disintegrasi yang Dimodifikasi
Metode ini dasarnya memakai disintegrasi USP basket and rack dirakit
untuk uji pelarutan. Bila alat ini dipakai untuk pelarutan maka cakram
dihilangkan. Saringan keranjang juga diubah sehingga selama pelarutan partikel
tidak akan jatuh melalui saringan. Metode ini jarang digunakan dan dimasukkan
dalam USP untuk suatu formulasi obat lama. Jumlah pengadukan dan getaran
membuat metode ini kurang sesuai untuk uji pelarutan yang tepat (Shargel dan
Andrew, 1988).
2.10
Pengemasan
Pengemasan berperan untuk melindungi pindahnya kelembapan dari
lingkungan luar terhadap kandungan produk dan melindungi produk dari oksidasi
dan cahaya. Pengemasan dapat berupa bahan kertas, botol kaca, foil blister, dan
lain-lain. Hubungan antara kondisi penyimpanan dan variabel pengemasan pada
stabilitas disolusi produk dipengaruhi oleh sifat-sifat bahan pengemasnya
mengenai ketahanan terhadap kelembapan. Misalnya sediaan tablet salut enterik
yang dibungkus dengan kertas kurang stabil dari sudut pandang sifat-sifat disolusi
sedangkan yang disimpan dalam botol kaca tidak mempengaruhi laju disolusi
walaupun terpapar suhu 40oC, RH 75% atau 50oC, RH 50% selama 40 hari. Dari
penelitian lain juga disebutkan bahwa tablet yang disimpan di foil blister lebih
terlindungi dibandingkan sampel yang dikemas dalam polivinilklorida/polietilen
menunjukkan perlambatan laju disolusi. Pada studi mengatakan bahwa ibuprofen
dalam kapsul gelatin keras disimpan pada suhu dan kelembapan tinggi dengan
atau tanpa cahaya. Ternyata laju disolusi mengalami perlambatan ketika terkena
cahaya pada kondisi dipercepat (Dey, 1993).
dengan