Menurut Hidayah, (2013), Model pemberian Asuhan Keperawatan ini,
berorientasi pada penyelesaian tugas dan prosedur keperawatan. Perawat ditugaskan untuk melakukan tugas tertentu untuk dilaksanakan kepada semua pasien yang dirawat disemua ruangan. Model ini digambarkan sebagai keperawatan yang berorientasi pada tugas dimana fungsi keperawatan tertentu ditugaskan kepada setiap anggota staf. Setiap staf perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi keperawatan pada semua pasien di bangsal. Misalnya seorang perawat yang bertanggung jawab untuk pemberian obat-obatan, seorang lain untuk tindakan perawatan luka, seorang lagi mengatur pemberian intravena, seorang lagi ditugaskan pada penerimaan dan pemulangan dan tidak ada perawar yang bertanggung jawab pada seorang pasien. Seorang perawat bertanggung jawab kepada manajer perawat. Perawat senior menyibukkan diri dengan fungsi manajerial, sedangkan perawat pelaksanan pada tindakan keperawatan. Penugasan yang dilakukan pada model ini didasarkan kriteria kemampuan
masing-
masing
perawat.
Kepala
ruangan
terlebih
dahulu
mengidentifikasi tingkat kesulitan tindakan, selanjutnya ditetapkan perawat yang
akan bertanggung jawab mengerjakan tindakan yang dimaksud. Model fungsional inimerupakan metode praktik keperawatan yang paling tua yang dilaksanakan oleh perawat yang berkembang pada perang dunia kedua.
Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada
penyelesaian tugas atau prosedur. Setiap perawat diberi satu atau beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada semua klien di satu ruangan. (Sitorus, 2006). Pada metode ini, kepala ruang menentukan tugas setiap perawat dalam satu ruangan. Perawat akan melaporkan tugas yang dikerjakannya kepada kepala ruangan dan kepala ruangan tersebut bertanggung jawab dalam pembuatan laporan klien. Metode
fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas apabila jumlah perawat
sedikit, tetapi klien tidak mendapatkan kepuasan asuhan yang diterimanya. (Sitorus, 2006). Metode ini kurang efektif karena (Sitorus, 2006) : a. Proritas utama yang dikerjakan adalah kebutuhan fisik dan kurang menekankan pada pemenuhan kebutuhan holistik b. Mutu asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian asuhan keperawatan terfragmentasi c. Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada satu perawat yang mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali mungkin kepala ruangan. d. Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang puas terhadap pelayanan atau asuhan yang diberikan karena seringkali klien tidak mendapat jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan. e. Klien kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan perawat. Selama beberapa tahun menggunakan metode fungsional beberapa perawat pemimpin (nurse leader) mulai mempertanyakan keefektifan metode tersebut dalam memberikan asuhan keperawatan profesional kemudian pada tahun 1950 metode tim digunakan untuk menjawab hal tersebut. (Sitorus, 2006).