Anda di halaman 1dari 13

2.

6 Kerugian tidak memiliki jamban


Dengan masih adanya masyarakat di sutau wilayah yang BAB sembarangan, maka
wilayah tersebut terancam beberapa penyakit menular yang berbasis lingkungan diantaranya :
Penyakit Cacingan, Cholera (muntaber), Diare, Typus, Disentri, Paratypus, Polio, Hepatitis B
dan masih banyak penyakit lainnya. Semakin besar prosentase yang BAB sembarangan
maka ancaman penyakit itu semakin tinggi itensitasnya. Keadaan ini sama halnya dengan
fenomena bom waktu, yang bisa terjadi ledakan penyakit pada suatu waktu cepat atau
lambat.
Sebaiknya semua orang BAB di jamban yang memenuhi syarat, dengan demikian
wilayahnya terbebas dari ancaman penyakit penyakit tersebut. Dengan BAB di jamban
banyak penyakit berbasis lingkungan yang dapat dicegah, tentunya jamban yang memenuhi
syarat kesehatan. Kalau membahas soal jamban maka tentunya harus lengkap dengan sarana
Air Bersih untuk menunjang keberlangsungan pemanfaatan jamban.
2.7 Kriteria Jamban Sehat
Jamban yang memenuhi syarat kesehatan atau sayarat Sanitasi adalah sebagai berikut :
1. Kotoran tidak dapat dijangkau oleh binatang penular penyakit, seperti : Kecoa, tikus,
lalat dll.
2. Tidak menimbulkan bau
3. Kotoran ditempatkan disuatu tempat, tidak menyebar ke mana mana
4. Tidak mencemari sumber air bersih
5. Tidak menggangu pemandangan/estetika
6. Aman digunakan
Untuk memenuhi syarat no.1 dan 3, maka kotoran ditempatkan di satu tempat, bisa
lobang jamban atau septik tank, ukuran volumenya disesuaikan dengan kebutuhan atau
jumlah pemakai. Untuk memenuhi syarat no 1 dan 2, maka digunakan kloset yang dilengkapi
leher angsa, dimana pada leher angsa akan tergenang air utnuk mencegah bau yang timbul
dari lobang jamban atau septic tank, dan mencegah masuknya binatang binatang seperti lalat,
kecoa, nyamuk, tikus dll. Untuk memenuhi syarat no. 4 , dalam membuat jamban terutama
lokasi lobang jamban atau septic tank atau lobang resapan dibuat sejauh mingkin dari sumber
air yang ada misalnya Sumur Gali dsbnya, atau setidak tidaknya tidak kurang dari 10 meter
jarak antara sumur dan lobang jamban. Sedangkan untuk memenuhi syarat no 5 dan 6 ,
hendaknya jamban dibuat dari bahan bahan yang memadai baik kekuatannya maupun
konstruksinya dibuat sedemikan rupa agar kelihatan indah dan rapi.
Jangan lupa pemeliharaan jamban perlu dibiasakan setiap hari, misalnya membersihkan
dan menyikat lantai agar tidak licin, menguras bak air agar terhindar dari penyakit Demam
Berdarah Dengue, siram kloset dengan air secukupnya setelah digunakan, tidak membuang
sampah, puntung rokok, pembalut wanita, air sabun, lisol kedalam kloset.

2.8 Syarat Membuat Jamban Sehat


Buang air besar (BAB) sembarangan bukan lagi zamannya. Dampak BAB
sembarangan sangat buruk bagi kesehatan dan keindahan. Selain jorok, berbagai jenis
penyakit ditularkan.
Sebagai gantinya, BAB harus pada tempatnya yakni di jamban. Hanya saja harus
diperhatikan pembangunan jamban tersebut agar tetap sehat dan tidak menimbulkan dampak
buruk bagi lingkungan.
Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban sehat. Ada
tujuh kriteria yang harus diperhatikan. Berikut syarat-syarat tersebut:
1. Tidak mencemari air
Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak
mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang
kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester.
1. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter
2. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari
lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.
3. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang,
danau, sungai, dan laut
2. Tidak mencemari tanah permukaan
1. Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat
sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan.
2. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau
dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.
3. Bebas dari serangga
1. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap
minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam
berdarah

2. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi
sarang nyamuk.
3. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa
menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya
4. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering
5. Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup
4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
1. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap
selesai digunakan
2. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup
rapat oleh air
3. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk
membuang bau dari dalam lubang kotoran
4. Lantan jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus
dilakukan secara periodic
5. Aman digunakan oleh pemakainya
1. Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang
kotoran dengan pasangan batau atau selongsong anyaman bambu atau bahan
penguat lai yang terdapat di daerah setempat
6. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya
1. Lantai jamban rata dan miring kea rah saluran lubang kotoran
2. Jangan membuang plastic, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran
karena dapat menyumbat saluran
3. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban
akan cepat penuh
4. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa
berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100
7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan
1. Jamban harus berdinding dan berpintu

2. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari


kehujanan dan kepanasan.
2.9 Kriteria Jamban Sehat
Jamban Sehat secara prinsip harus mampu memutuskan hubungan antara tinja dan
lingkungan. Sebuah jamban dikatagorikan SEHAT jika :
1. Mencegah kontaminasi ke badan air
2. Mencegah kontak antara manusia dan tinja
3. Membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi serangga, serta binatang
4. Mencegah bau yang tidak sedap
5. Konstruksi dudukannya dibuat dengan baik & aman bagi pengguna.

Secara konstruksi kriteria diatas dalam prakteknya mempunyai banyak bentuk pilihan,
tergantung jenis material penyusun maupun bentuk konstruksi jamban. Pada prinsipnya
bangunan jamban dibagi menjadi 3 bagian utama, bangunan bagian atas (rumah jamban),
bangunan bagian tengah (slab/dudukan jamban), serta bangunan bagian bawah (penampung
tinja).
1. Rumah jamban (bangunan bagian atas)
Bangunan bagian atas bangunan jamban terdiri dari atap, rangka dan dinding. Dalam
prakteknya disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.

Beberapa pertimbangan pada bagian ini antara lain :


- Sirkulasi udara yang cukup
- Bangunan mampu menghindarkan pengguna terlihat dari luar
- Bangunan dapat meminimalkan gangguan cuaca (baik musim panas maupun musim hujan)
- Kemudahan akses di malam hari- Disarankan untuk menggunakan bahan local
- Ketersediaan fasilitas penampungan air dan tempat sabun untuk cuci tangan
2. Slab / dudukan jamban (bangunan bagian tengah)

Slab berfungsi sebagai penutup sumur tinja (pit) dan dilengkapi dengan tempat
berpijak. Pada jamban cemplung slab dilengkapi dengan penutup, sedangkan pada kondisi
jamban berbentuk bowl (leher angsa) fungsi penutup ini digantikan oleh keberadaan air yang
secara otomatis tertinggal di didalamnya. Slab dibuat dari bahan yang cukup kuat untuk
menopang penggunanya. Bahan-bahan yang digunakan harus tahan lama dan mudah
dibersihkan seperti kayu, beton, bambu dengan tanah liat, pasangan bata, dan sebagainya.
Selain slab, pada bagian ini juga dilengkapi dengan abu atau air. Penaburan sedikit abu ke
dalam sumur tinja (pit) setelah digunakan akan mengurangi bau dan kelembaban, dan
membuatnya tidak menarik bagi lalat untuk berkembang biak. Sedangkan air dan sabun
digunakan untuk cuci tangan.

Pertimbangan untuk bangunan bagian tengah:


- Terdapat penutup pada lubang sebagai pelindung terhadap gangguan serangga atau binatang
lain.

Dudukan jamban dibuat harus mempertimbangkan faktor keamanan (menghindari licin,


runtuh, atau terperosok).
- Bangunan dapat menghindarkan/melindungi dari kemungkinan timbulnya bau.
- Mudah dibersihkan dan tersedia ventilasi udara yang cukup.

3. Penampung tinja (bangunan bagian bawah)


Penampung tinja adalah lubang di bawah tanah, dapat berbentuk persegi, lingkaran,
bundar atau yang lainnya. Kedalaman tergantung pada kondisi tanah dan permukaan air tanah
di musim hujan. Pada tanah yang kurang stabil, penampung tinja harus dilapisi seluruhnya
atau sebagian dengan bahan penguat seperti anyaman bambu, batu bata, ring beton, dan lain
lain.

Pertimbangan untuk bangunan bagian bawah antara lain:


- Daya resap tanah (jenis tanah)
- Kepadatan penduduk (ketersediaan lahan
- Ketinggian muka air tanah

- Jenis bangunan, jarak bangunan dan kemiringan letak bangunan terhadap sumber air minum
(lebih baik diatas 10 m)
- Umur pakai (kemungkinan pengurasan, kedalaman lubang/kapasitas)
- Diutamakan dapat menggunakan bahan local
- Bangunan yang permanen dilengkapi dengan manhole

Pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sangat berpengaruh pada penyebaran
penyakit berbasis lingkungan, sehingga untuk memutuskan rantai penularan ini harus
dilakukan rekayasa pada akses ini. Agar usaha tersebut berhasil, akses masyarakat pada
jamban (sehat) harus mencapai 100% pada seluruh komunitas. Keadaan ini kemudian lebih
dikenal dengan istilah Open Defecation Free (ODF).

3.0 Suatu masyarakat disebut ODF jika :


1. Semua masyarakat telah BAB hanya di jamban dan membuang tinja/kotoran bayi
hanya ke jamban.
2. Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar.
3. Tidak ada bau tidak sedap akibat pembuangan tinja/kotoran manusia.
4. Ada peningkatan kualitas jamban yang ada supaya semua menuju jamban sehat.
5. Ada mekanisme monitoring peningkatan kualitas jamban.
6. Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah
kejadian BAB di sembarang tempat.
7. Ada mekanisme monitoring umum yang dibuat masyarakat untuk mencapai 100% KK
mempunyai jamban sehat.
8. Di sekolah yang terdapat di komunitas tersebut, telah tersedia sarana jamban dan
tempat cuci tangan (dengan sabun) yang dapat digunakan murid-murid pada jam
sekolah.
9. Analisa kekuatan kelembagaan di Kabupaten menjadi sangat penting untuk
menciptakan kelembagaan dan mekanisme pelaksanaan kegiatan yang efektif dan
efisien sehingga tujuan masyarakat ODF dapat tercapai.

3.1 Suatu komunitas yang sudah mencapai status Bebas dari Buang Air Besar
Sembarangan, pada tahap pasca ODF diharapkan akan mencapai tahap yang disebut
Sanitasi Total. Sanitasi Total akan dicapai jika semua masyarakat di suatu komunitas,
telah:
1. Semua masyarakat berhenti BAB di sembarang tempat.
2. Semua masyarakat telah mempunyai dan menggunakan jamban yang sehat dan
memeliharanya dengan baik.
3. Semua masyarakat telah terbiasa mencuci tangan dengan benar menggunakan sabun
setelah BAB, setelah menceboki anak, sebelum makan, sebelum memberi makan
bayi, dan sebelum menyiapkan makanan.
4. Semua masyarakat telah mengelola dan menyimpan air minum dan makanan dengan
aman.
5. Mengelola limbah rumah tangga (cair dan padat) dengan benar.
3.2 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai STBM adalah
pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan
masyarakat dengan metode pemicuan.
Komunitas merupakan kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial berdasarkan
kesamaan kebutuhan dan nilai-nilai untuk meraih tujuan.
Target program yang ada pada STBM sendiri terdiri dari 5 (lima) Pilar yaitu :
1. Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan (ODF)
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
3. Pengelolaan Makanan dan Minuman Rumah Tangga
4. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
5. Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga
Yang mana cakupan area pendekatan utamanya adalah tingkat rumah tangga secara kolektif.
Untuk menjalankan itu semua harus digerakkan dan disinergikan melalui 3 komponen
pendekatan yaitu :
1. Menciptakan Kebutuhan (Demand Creation)
2. Ketersediaan Pasokan (Supply Improvement)
3. Lingkungan yang Mendukung (Enabling Environment)

3.3 GAMBARAN UMUM


Jorong Kayu Kalek Nagari Koto Anau merupakan salah satu lokasi replikasi
PAMSIMAS Kab. Solok tahun 2011. Berdasarkan hasil pemantauan awal, pada
tanggal 6 April 2011, jorong ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 563 Jiwa, dan
145 KK. Dari 106 Rumah terdapat 5 rumah yang memiliki sarana Jamban Keluarga, 3
diantaranya Memenuhi Persyaratan Kesehatan (Leher angsa & tangki septik). Dan
terdapat 2 buah sarana jamban yang terletak di SD dan POSKESRI.
Untuk Air minum, penduduk menggunakan air yang berasal dari 3 sumber mata air
dan 1 buah sumur gali dan sebahagian kecil menggunakan air hujan. Sedangkan untuk
air bersih, penduduk masih menggunakan air banda (Sungai). Sebagian besar
penduduk masih menggunakan air sungai sebagai tempat MCK.
I PEMICUAN
Pemicuan I (Masjid Kayu kalek, 20 Juni 2011)
Pemicuan dilaksanakan pada tanggal 20 Juni 2011 di masjid Kayu Kalek. Dengan
jumlah peserta sebanyak 28 peserta dan tim fasilitator (3 orang Tim Kesehatan
Puskesmas, dan 4 orang Tim Pamsimas).
Adapun alur kegiatan pemicuan adalah sebagai berikut:
1.
Perkenalan
2.
Mapping
3.
Hitung Volume Tinja
4. Alur Kontaminasi
5.
Simulasi Air
6.
Puncak Pemicuan
7.
Penutup

Perkenalan
Pada awal pemicuan, fasilitator memperkenalkan diri dan mencairkan suasana dengan
menanyakan suasana dan kondisi lingkungan yang berasal dari perkataan masyarakat, Ini
bertujuan agar masyarakat tidak merasa kaku dan nyaman ketika berada pada saat
pemicuan. Sehingga masyarakat secara terbuka memberikan informasi keadaan sekitar
dan masyarakat pun secara tidak langsung turut berpartisipasi aktif mengikuti kegiatan.
Mapping
Mapping (pemetaan) bertujuan untuk mengetahui atau melihat peta wilayah BAB
masyarakat serta sebagai alat monitoring (pasca triggering setelah ada mobilisasi
masyarakat).

Setelah perkenalan, fasilitator mengajak masyarakat untuk menggambar keadaan


kampung mereka dengan menggunakan peralatan seadanya seperti tepung (untuk batas
wilayah), kertas hijau (rumah warga), kertas biru (sumber air bersih), kertas kado (aliran
sungai), kertas putih (jamban sehat), dan kertas kuning (lokasi BABS).
Semua peserta berpartisipasi aktif pada saat pemetaan. Fasilitator mengajak semua
peserta kedalam peta. Masing-masing peserta menunjukkan rumah dan lokasi BAB.
Setelah itu, fasilitator meminta masyarakat untuk mengamati keadaan desa mereka yang
telah di kepung oleh BAB dengan menanyakan kepada peserta Bagaimana perasaan jika
melihat keadaan kampong yang seperti ini?Kemudian, fasilitator mengajukan pertanyaan
Apakah merasa bangga dan nyaman dengan keadaan yang telah dikepung oleh BAB?.
Hitung Volume Tinja
Fasilitator dan masyarakat bersama-sama menghitung volume tinja yang dibuang
sembarangan yang dihasilkan di lingkungan tersebut. Mulai dari menghitung jumlah KK
dan jiwa, berapa kali dalam sehari jumlah tai yang dihasilkan, berapa banyak tai yang
dihasilkan (Kg) dalam satu kali BAB. Kemudian jumlah tai yang dihasilkan dalam sehari
(Kg) dikalikan dengan jumlah yang dihasilkan oleh satu orang dalam sehari, dikali
dengan jumlah penduduk, hitung dalam sehari, seminggu, sebulan, dan setahun, dst.
Fasilitator mengajak masyarakat membayangkan jika seandainya tai yang dihasilkan
selama satu bulan ditumpuk dalam karung kemudian dibandingkan dengan tumpukan
karung beras. Setelah itu fasilitator bertanya manakah yang lebih indah dilihat tumpukan
karung beras atau tumpukan karung tai.
Alur Kontaminasi
Fasilitator menanyakan kepada masyarakat kemana semua kotoran itu menghilang.
Apakah mungkin kotoran itu masuk kedalam air. Kemana saja kotoran itu pergi.
Kemudian masyarakat berdiskusi atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dan menjawab
pertanyaan yang dilontarkan oleh fasilitator.
Simulasi Air
Fasilitator meminta dan menunjukkan satu gelas air minum. Kemudian menawarkan
segelas air itu, kepada siapa yang mau meminumnya. Air yang ditawarkan tersebut
diminum oleh warga yang dilihat oleh semua peserta.
Fasilitator menunjukkan kembali segelas air minum yang baru, kemudian meminta salah
seorang warga menarik sehelai rambutnya. Rambut tersebut dianggap seolah-olah kaki
lalat disentuhkan ke tepung yang seolah-olah berupa kotoran, kemudian rambut yang
terkena tepung dicelupkan ke dalam segelas air tersebut. Fasilitator menanyakan kepada
peserta siapa yang bersedia minum air dalam gelas tersebut. Namun tak seorang pun
peserta yang bersedia meminumnya. Kemudian fasilitator menanyakan alasan mengapa

tidak bersedia meminumnya. Peristiwa ini sudah menimbulkan perasaan jijik peserta
terhadap kotoran.
Puncak Pemicuan
Pada saat ini, masyarakat mulai memikirkan bagaimana cara menghentikan
Buang air besar sembarangan, hal ini terlihat dari beragam jawaban yang dilontarkan
peserta. Fasilitator menanyakan apa yang harus kita lakukan dengan kotoran ini,
dengan

apa

sebaiknya

dihilangkan,

adakah

cara

yang

sederhana

untuk

menghilangkannya. Apa langkah awal yang harus dilakukan.


Dengan pertanyaan tersebut, para peserta mengatakan ingin segera
menghilangkan kotoran yaitu dengan membangun jamban. Mulai dari jamban
sederhana hingga yang mahal pun terpikirkan. Meskipun bertahap, mereka pun
sepakat dan berjanji untuk segera membuat jamban yang dimulai dengan perjanjian
membuat lubang septic sebagai langkah awal pembuatan jamban.
Pemicuan II (Lapangan SDN 24 Koto Anau, 12 Januari 2012)
Pemicuan dilaksanakan pada tanggal 12 Januari 2012 di lapangan SDN 24 Koto
Anau. Dengan jumlah peserta sebanyak 17 peserta dan tim fasilitator (2 orang Tim
Kesehatan, Pimpinan Puskesmas, dan 1 orang Tim Pamsimas). Gender peserta yang
hadir adalah wanita dan anak-anak.
Alur kegiatan ini tidak jauh berbeda dengan Pemicuan I. Namun, setelah tahap
perkenalan, dilakukan Transect-walk. Fasilitator mengajak peserta untuk berjalanjalan mengikuti aliran sungai dan tempat-tempat pembuangan tinja hingga tampak ada
kotoran yang tersangkut. Kemudian fasilitator menanyakan apakah yang tersangkut
itu. Fasilitator dengan sengaja mengajukan beragam pertanyaan dengan jangka waktu
yang cukup lama hingga peserta menutup hidung akibat bau yang ditimbulkan.
Kemudian fasilitator menanyakan kenapa menutup hidung. Apakah ada yang salah
berdiri ditempat ini. Setelah melakukan transect-walk, maka alur kegiatan pun
dilanjutkan seperti pada pemicuan I.
Pada pemicuan ke II, fasilitator tidak hanya melakukan simulasi air. Karena simulasi
tersebut pernah ditunjukkan sebelumnya, fasilitator melakukan simulasi pada
makanan, air, dan tangan sebagai salah satu petunjuk alur kontaminasi. Pada tahap ini
tidak jauh berbeda dengan simulasi air. Namun, fasilitator mengganti media air
dengan 2 bungkus roti, sabun, air bersih, dan sapu tangan.
Bungkusan roti pertama ditawarkan kepada peserta yang bersedia untuk memakan roti
tersebut. Dengan ini, semua peserta menyaksikan komentar dari peserta bahwa roti ini

aman dimakan. Setelah itu, fasilitator membandingkan dengan bungkusan roti ke-dua.
Fasilitator memperagakan tangan menyentuh tepung yang dianggap seolah-olah
tangan tersebut tidak dicuci dengan sabun setelah BAB. Dengan tangan tersebut,
fasilitator memberikan roti yang ke-dua kepada salah satu peserta. Namun, tak
satupun peserta yang mau memakan roti tersebut. Karena hal tersebut, maka fasilitator
bertanya mengapa tidak mau memakan roti, padahal roti ke-dua sama dengan roti
pertama. Apakah ada yang salah. Dimana letak kesalahannya. Dengan berbagai
pertanyaan maka peserta menjawab makanan tersebut sudah tercemar oleh kotoran.
Dengan demikian, fasilitator menanyakan apa yang harus dilakukan agar makanan ini
aman dimakan. Dan peserta menjawab sebelum makan hendaknya cuci tangan pakai
sabun. Kemudian fasilitator menanyakan kembali mengapa tangan harus dicuci pakai
sabun, dan peserta menjawab karena tangan telah tercemar oleh kotoran. Fasilitator
menanyakan kembali, jika seperti itu apa yang harus kita lakukan dengan kotoran
hingga akhirnya peserta yakin untuk menyegerakan menyelesaikan pembuatan
jamban.

II PENYULUHAN PHBS & KESLING


Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan kegiatan, petugas sanitasi dan bidan
jorong bersama tim Pamsimas mengadakan penyuluhan PHBS dan Kesling yang di
adakan pada tanggal 6 Januari 2012 yang diadakan di SDN 24 Koto Anau. Acara ini
dihadiri sebanyak 35 peserta dengan Gender pria, wanita, dan anak-anak.
Dalam kegiatan ini, petugas sanitasi sebagai narasumber, tim pamsimas dan bidan
desa sebagai pengatur dan pengawasan kegiatan. Jumlah masyarakat yang hadir telah
menggambarkan keterwakilan dusun, laki-laki, perempuan, kaya dan miskin.
Adapun materi yang disampaikan adalah berupa perkenalan, pengantar, hingga
pemahaman warga terhadap hidup berperilaku bersih dan sehat beserta kesehatan
lingkungan. Masyarakat telah memahami dan sepakat terhadap hasil penyuluhan
tersebut.

III PELATIHAN NATURAL LEADER


Setelah dilakukan pemicuan I, telah ditemukan secara alami peserta yang memiliki
keinginan merubah perilaku dan bersedia sebagai pemantau perilaku kebiasaan Buang air
besar masyarakat (Natural Leader). Oleh karena itu, perlu dilakukan pelatihan Natural
Leader sebagai tindak lanjut dari pemantauan perilaku masyarakat.
Dalam kegiatan ini, petugas sanitasi tidak bisa hadir sebagai narasumber. Namun,
petugas sanitasi memberikan kepercayaan kepada bidan desa dan tim pamsimas untuk
melaksanakan kegiatan tersebut yaitu dengan memberikan Pedoman Pelatihan Natural
Leader Dalam rangka Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang ditulis oleh
petugas sanitasi pada tahun 2010. Sehingga, kegiatan ini pun dapat dilaksanakan dengan
baik pada bulan Desember 2011.
IV LINGKUNGAN SEKOLAH
Agar pelaksanaan sanitasi dilakukan secara total, maka Pelaksanaan Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat juga perlu dilakukan di lingkungan pendidikan. Anak didik dilatih
sejak dini untuk merubah perilaku menjadi pribadi yang berperilaku hidup bersih dan
sehat. Adapun sekolah yang akan dilatih adalah SDN 24 Koto Anau.

Penyuluhan PHBS dan KESLING di SEKOLAH


Bersama dengan kegiatan Pemeriksaan Faktor Risiko Lingkungan Sekolah
tanggal 6 April 2011, petugas sanitasi mengadakan penyuluhan PHBS dan Kesling
yang dihadiri oleh Dokter Kecil dan Guru Kelas.
Sedangkan penyuluhan ke-dua dan Demo CTPS dan Gosok gigi
dilaksanakan pada bulan Desember 2011 oleh Bidan Desa dan tim Pamsimas.
Petugas Sanitasi tidak bisa hadir pada kegiatan tersebut.

LOMBA KEBERSIHAN KELAS


Pada tanggal 13 Januari 2012, dilaksanakan penilaian Lomba kebersihan
kelas. Lomba ini dihadiri oleh peserta didik dan partisipasi dari Para Guru. Penilaian

ini dilakukan oleh Tim kesehatan bersama Tim Pamsimas. Kegiatan ini bertujuan
untuk meningkatkan semangat para peserta didik untuk menjaga kebersihan
lingkungan dan membangun kepribadian hidup ber-PHBS. Dalam hal ini para
peserta dan guru sepakat terhadap hasil penilaian lomba kebersihan kelas.
V PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN JAMBAN
Pada tanggal 22 Februari 2012, telah dilaksanakan Inspeksi Sanitasi Perumahan
di kawasan pemukiman Jorong Kayu Kalek Nagari Koto Anau. Salah satu indicator
kegiatan pamsimas adalah ketersediaan jamban. Dari hasil kegiatan, telah ditemukan
rumah yang telah memiliki Sarana Jamban keluarga sebanyak 15 sarana yang Memenuhi
Syarat, 2 Sarana yang Tidak Memenuhi Syarat (non septic tank), dan 8 sarana masih
dalam proses.

Anda mungkin juga menyukai