2. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi
sarang nyamuk.
3. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa
menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya
4. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering
5. Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup
4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
1. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap
selesai digunakan
2. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup
rapat oleh air
3. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk
membuang bau dari dalam lubang kotoran
4. Lantan jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus
dilakukan secara periodic
5. Aman digunakan oleh pemakainya
1. Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang
kotoran dengan pasangan batau atau selongsong anyaman bambu atau bahan
penguat lai yang terdapat di daerah setempat
6. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya
1. Lantai jamban rata dan miring kea rah saluran lubang kotoran
2. Jangan membuang plastic, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran
karena dapat menyumbat saluran
3. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban
akan cepat penuh
4. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa
berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100
7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan
1. Jamban harus berdinding dan berpintu
Secara konstruksi kriteria diatas dalam prakteknya mempunyai banyak bentuk pilihan,
tergantung jenis material penyusun maupun bentuk konstruksi jamban. Pada prinsipnya
bangunan jamban dibagi menjadi 3 bagian utama, bangunan bagian atas (rumah jamban),
bangunan bagian tengah (slab/dudukan jamban), serta bangunan bagian bawah (penampung
tinja).
1. Rumah jamban (bangunan bagian atas)
Bangunan bagian atas bangunan jamban terdiri dari atap, rangka dan dinding. Dalam
prakteknya disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.
Slab berfungsi sebagai penutup sumur tinja (pit) dan dilengkapi dengan tempat
berpijak. Pada jamban cemplung slab dilengkapi dengan penutup, sedangkan pada kondisi
jamban berbentuk bowl (leher angsa) fungsi penutup ini digantikan oleh keberadaan air yang
secara otomatis tertinggal di didalamnya. Slab dibuat dari bahan yang cukup kuat untuk
menopang penggunanya. Bahan-bahan yang digunakan harus tahan lama dan mudah
dibersihkan seperti kayu, beton, bambu dengan tanah liat, pasangan bata, dan sebagainya.
Selain slab, pada bagian ini juga dilengkapi dengan abu atau air. Penaburan sedikit abu ke
dalam sumur tinja (pit) setelah digunakan akan mengurangi bau dan kelembaban, dan
membuatnya tidak menarik bagi lalat untuk berkembang biak. Sedangkan air dan sabun
digunakan untuk cuci tangan.
- Jenis bangunan, jarak bangunan dan kemiringan letak bangunan terhadap sumber air minum
(lebih baik diatas 10 m)
- Umur pakai (kemungkinan pengurasan, kedalaman lubang/kapasitas)
- Diutamakan dapat menggunakan bahan local
- Bangunan yang permanen dilengkapi dengan manhole
Pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sangat berpengaruh pada penyebaran
penyakit berbasis lingkungan, sehingga untuk memutuskan rantai penularan ini harus
dilakukan rekayasa pada akses ini. Agar usaha tersebut berhasil, akses masyarakat pada
jamban (sehat) harus mencapai 100% pada seluruh komunitas. Keadaan ini kemudian lebih
dikenal dengan istilah Open Defecation Free (ODF).
3.1 Suatu komunitas yang sudah mencapai status Bebas dari Buang Air Besar
Sembarangan, pada tahap pasca ODF diharapkan akan mencapai tahap yang disebut
Sanitasi Total. Sanitasi Total akan dicapai jika semua masyarakat di suatu komunitas,
telah:
1. Semua masyarakat berhenti BAB di sembarang tempat.
2. Semua masyarakat telah mempunyai dan menggunakan jamban yang sehat dan
memeliharanya dengan baik.
3. Semua masyarakat telah terbiasa mencuci tangan dengan benar menggunakan sabun
setelah BAB, setelah menceboki anak, sebelum makan, sebelum memberi makan
bayi, dan sebelum menyiapkan makanan.
4. Semua masyarakat telah mengelola dan menyimpan air minum dan makanan dengan
aman.
5. Mengelola limbah rumah tangga (cair dan padat) dengan benar.
3.2 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai STBM adalah
pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan
masyarakat dengan metode pemicuan.
Komunitas merupakan kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial berdasarkan
kesamaan kebutuhan dan nilai-nilai untuk meraih tujuan.
Target program yang ada pada STBM sendiri terdiri dari 5 (lima) Pilar yaitu :
1. Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan (ODF)
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
3. Pengelolaan Makanan dan Minuman Rumah Tangga
4. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
5. Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga
Yang mana cakupan area pendekatan utamanya adalah tingkat rumah tangga secara kolektif.
Untuk menjalankan itu semua harus digerakkan dan disinergikan melalui 3 komponen
pendekatan yaitu :
1. Menciptakan Kebutuhan (Demand Creation)
2. Ketersediaan Pasokan (Supply Improvement)
3. Lingkungan yang Mendukung (Enabling Environment)
Perkenalan
Pada awal pemicuan, fasilitator memperkenalkan diri dan mencairkan suasana dengan
menanyakan suasana dan kondisi lingkungan yang berasal dari perkataan masyarakat, Ini
bertujuan agar masyarakat tidak merasa kaku dan nyaman ketika berada pada saat
pemicuan. Sehingga masyarakat secara terbuka memberikan informasi keadaan sekitar
dan masyarakat pun secara tidak langsung turut berpartisipasi aktif mengikuti kegiatan.
Mapping
Mapping (pemetaan) bertujuan untuk mengetahui atau melihat peta wilayah BAB
masyarakat serta sebagai alat monitoring (pasca triggering setelah ada mobilisasi
masyarakat).
tidak bersedia meminumnya. Peristiwa ini sudah menimbulkan perasaan jijik peserta
terhadap kotoran.
Puncak Pemicuan
Pada saat ini, masyarakat mulai memikirkan bagaimana cara menghentikan
Buang air besar sembarangan, hal ini terlihat dari beragam jawaban yang dilontarkan
peserta. Fasilitator menanyakan apa yang harus kita lakukan dengan kotoran ini,
dengan
apa
sebaiknya
dihilangkan,
adakah
cara
yang
sederhana
untuk
aman dimakan. Setelah itu, fasilitator membandingkan dengan bungkusan roti ke-dua.
Fasilitator memperagakan tangan menyentuh tepung yang dianggap seolah-olah
tangan tersebut tidak dicuci dengan sabun setelah BAB. Dengan tangan tersebut,
fasilitator memberikan roti yang ke-dua kepada salah satu peserta. Namun, tak
satupun peserta yang mau memakan roti tersebut. Karena hal tersebut, maka fasilitator
bertanya mengapa tidak mau memakan roti, padahal roti ke-dua sama dengan roti
pertama. Apakah ada yang salah. Dimana letak kesalahannya. Dengan berbagai
pertanyaan maka peserta menjawab makanan tersebut sudah tercemar oleh kotoran.
Dengan demikian, fasilitator menanyakan apa yang harus dilakukan agar makanan ini
aman dimakan. Dan peserta menjawab sebelum makan hendaknya cuci tangan pakai
sabun. Kemudian fasilitator menanyakan kembali mengapa tangan harus dicuci pakai
sabun, dan peserta menjawab karena tangan telah tercemar oleh kotoran. Fasilitator
menanyakan kembali, jika seperti itu apa yang harus kita lakukan dengan kotoran
hingga akhirnya peserta yakin untuk menyegerakan menyelesaikan pembuatan
jamban.
ini dilakukan oleh Tim kesehatan bersama Tim Pamsimas. Kegiatan ini bertujuan
untuk meningkatkan semangat para peserta didik untuk menjaga kebersihan
lingkungan dan membangun kepribadian hidup ber-PHBS. Dalam hal ini para
peserta dan guru sepakat terhadap hasil penilaian lomba kebersihan kelas.
V PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN JAMBAN
Pada tanggal 22 Februari 2012, telah dilaksanakan Inspeksi Sanitasi Perumahan
di kawasan pemukiman Jorong Kayu Kalek Nagari Koto Anau. Salah satu indicator
kegiatan pamsimas adalah ketersediaan jamban. Dari hasil kegiatan, telah ditemukan
rumah yang telah memiliki Sarana Jamban keluarga sebanyak 15 sarana yang Memenuhi
Syarat, 2 Sarana yang Tidak Memenuhi Syarat (non septic tank), dan 8 sarana masih
dalam proses.