Anda di halaman 1dari 15

Panas Tinggi Menggigil disertai Nyeri Tekan

Bodi Eko Febrianto

Email : bodi_e@yahoo.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. (021) 56942061

Pendahuluan
Permasalahan penyakit infeksi dalam era globalisasi saat ini, menjadi semakin
kompleks dan tidak mengenal batas dari suatu negara. Penyakit infeksi merupakan
ancaman yang tidak akan pernah surut terhadap masyarakat tanpa peduli usia, gender,
gaya hidup, latar belakang etnik dan status sosio-ekonominya. Penyakit infeksi
menyebabkan penderitaan dan kematian serta menyebabkan beban keuangan yang
tidak kecil terhadap masyarakat.
Salah satu contoh penyakit infeksi yang bersumber dari kuman adalah
leptospirosis. Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
mikro organisme Leptospira interogans. Infeksi ini dapat ditularkan melalui hewan
peliharaan seperti anjing, babi, sapi dan juga binatang pengerat (tikus) yang akan
ditularkan kepada manusia. Penularan dapat terjadi apabila manusia melakukan
kontak dengan binatang-binatang yang di dalam tubuhnya terdapat Leptospira atau
berhubungan dengan air yang terkontaminasi seperti danau, sungai, maupun genangan
air. Di

Indonesia,

penyebab

terbanyak

Leptospirosis

adalah

banjir

yang

terkontaminasi dengan air kemih tikus. Gejala awal pada leptospirosis adalah demam
yang terus menerus hampir mirip dengan keluhan pada penderita influensa, oleh sebab
itu perlu dilakukan konfirmasi diagnosa dengan uji laboratorium.1
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter
dengan cara melakukan serangkaian wawancara. Tujuan dari tindakan anamnesis ini

adalah untuk mengetahui keluhan yang dialami pasien, serta faktor-faktor pencetus
yang mengakibatkan keluhan tersebut terjadi.2
Dari hasil anamnesis pada kasus, diketahui beberapa data yaitu laki-laki
berusia 40 tahun mengalami panas tinggi menggigil terus menerus sejak 4 hari yang
lalu terutama siang dan malam hari, terdapat nyeri tekan pada betis 5 hari sebelumnya
serta daerah tempat tinggalnya mengalami banjir 1 minggu yang lalu.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan suatu tahap pemeriksaan awal yang dilakukan
oleh dokter atau petugas medis.Hal ini dilakukan dengan tujuan mengetahui keadaan
fisik pasien secara umum, guna menegakan diagnosis awal penyakit yang diderita.3
Dari hasil pemeriksaan fisik, pasien tampak lemah, dengan tekanan darah
100/70 mmHg, suhu 39,50C, nadi 92x/menit, frekuensi nafas 18x/ menit, nyeri tekan
positif, konjungtiva anemis, sklera ikterik, subconjungtiva injection, hepar teraba dua
jari di bawah arcus costae.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang merupakan suatu pemeriksaan lanjutan yang
dilakukan setelah didapatkan hasil pemeriksaan fisik.3 Pemeriksaan penunjang ini
dilakukan guna memperkuat kebenaran diagnosis awal.
Dari hasil pemeriksaan penunjang (pemeriksaan darah rutin), didapatkan datadata sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Hb
Leukosit
Trombosit
Albumin
Globulin
Bilirubin total
Ureum
Kreatinin

: 10 g/dL
: 4100 /L
: 220.000 /ml
: 3,9 gr/dL
: 2,8 gr/dL
: 4,5 mg/dL
: 116 mg/dL
: 3 mg/dL

(kadar normal: 13-18g/dL)


(kadar normal : 4,5-11,0 x 109/L)
(kadar normal : 150-400 x 109/L)
(kadar normal :3,9 gr/dL)
(kadar normal : S.maclagan < 7)
(kadar normal : 0,3-1,1 mg/dL)
(kadar normal : 24-49mg/dL)
(kadar normal : 0,6-1,2 mg/dL)

Maka dapat kita ketahui bahwa pasien dalam skenario 2 mengalami penurunan
Hb dan penurunan leukosit. Trombosit, albumin, globulin masih dalam batas normal,
namun bilirubin, ureum, dan kreatinin sudah meningkat.

Working diagnosis12
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis berupa riwayat pekerjaan pasien,
apakah yang termasuk kelompok orang dengan risiko tinggi seperti bepergian di hutan
belantara, rawa, sungai, petani dan gejala klinis berupa demam yang muncul tiba
tiba, nyeri kepala , terutama bagian frontal, mata merah / fotofobia, keluhan
gastointestinal, dan lain lain. Pada pemeriksaan fisik ditemukan demam, brakikardi,
nyeri tekan otot, ruam pada kulit, hepatomegali, dan lain lain. Pada laboratorium
darah rutin didapatkan leukositosis, normal,atau sedikit menurun disertai gambaran
neutrofilia dan laju endap darah (LED) yang meninggi. Pada urin dijumpai
proteinuria, leukosituria, dan sedimen sel torak. Bila terdapat hematomegali maka
bilirubin darah dan tranaminase meningkat, BUN, ureum, dan kreatinin bisa
meningkat bila terdapat komplikasi pada ginjal.
Differential diagnosis
1.Demam Berdarah Dengue (DBD/DHF)
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue.
1.1 Etiologi
DBD disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam virus flavivirus
family dari flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri
dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. terdapat 4 serotipe
virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, yang semuanya dapat menyebabkan
demam berdarah dengue. Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada
hewan mamalia seperti tikus, kucing, anjing, dan primata. Penelitian pada arthropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk Aedes (Stegomyia) dan
Toxorhynchites.6

1.2 Manifestasi klinik


Pada DBD mempunyai keluhan demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diabetes haemorragik.
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(penumpukan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.6
2.Malaria

Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari
genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anophelesdengan
gambaran penyakit.3
2.1 Etiologi
Plasmodium adalah parasit yang termasuk filum Protozoa, kelas sporozoa.
Terdapat empat spesies Plasmodium pada manusia yaitu :Plasmodium vivax
menimbulkan malaria vivax (malaria tertiana ringan). Plasmodium falciparum
menimbulkan malaria falsiparum (malaria tertiana berat), malaria pernisiosa dan
Blackwater faver.Plasmodium malariae menimbulkan malaria kuartana, dan
Plasmodium ovale menimbulkan malaria ovale.3
Keempat spesies plasmodium tersebut dapat dibedakan morfologinya dengan
membandingkan bentuk skizon, bentuk trofozoit, bentuk gametosit yang terdapat di
dalam darah perifer maupun bentuk pre-eritrositik dari skizon yang terdapat di dalam
sel parenkim hati.
2.2 Manifestasi klinik
Gejala yang klasik yaitu terjadinya trias malaria secara berurutan : periode
dingin (15-60 menit) mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan
selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigigigi saling terantuk, diikuti dengan meningkatnya temperature, diikuti dengan periode
panas, yaitu muka penderita merah, nadi cepat , dan panas badan tetap tinggi beberapa
jam, diikuti dengan keadaan berkeringat, kemudian periode berkeringat , yaitu
penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita merasa sehat. Trias
malaria lebih sering terjadi pada infeksi plasmodium vivax, pada plasmodium
falciparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada.5
Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria.
Beberapa mekanisme terjadinya malaria ialah pengrusakan eritrosit oleh parasit,
hambatan eritropoesis sementara, hemolisis oleh karena proses complement
mediatedimmune complex, eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit,
dan pengaruh sitokin.Splenomegali sering dijumpai pada penderita malaria, limpa
akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri
dan hiperemis. Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana plasmodium
4

dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel radang ini akan
menyebabkan limpa membesar.5
3.Hepatitis A
Hepatitis merupakan peradangan luas pada jaringan hati disertai dengan
nekrosis dan degenerasi sel yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia,
serta selular yang khas.12
3.1 Etiologi 12
Hepatitis A, disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV) yang merupakan virus
RNA dari famili enterovirus yang berdiameter 27mm.
3.2 manifestasi klinik4,12
Beberapa manifestasi klinis yang terjadi pada penderita hepatitis A:
3.2.1 dapat terjadi ikterik maupun tanpa gejala ikterik
3.2.2 gejala yang muncul biasanya berupa infeksi saluran nafas atas yang ringan
seperti flu dengan panas yang tidak begitu tinggi
3.2.3 anoreksia merupakan gejala dini dan biasanya berat
3.2.4 warna urine seringkali berubah menjadi gelap
3.2.5 gejala dispepsia dapat terjadi dalam berbagai derajat yang ditandai dengan rasa
nyeri epigastri, mual, nyeri ulu hati dan flatulensi
Gejala-gejala klinis di atas dapat menghilang pada puncak ikterik yaitu 10 hari
setelah kemunculan awal penyakit. Selain itu, dapat terjadi juga gejala klinik yang
berat seperti splenomegali dan hepatomegali.
Etiologi1
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu
mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis, fleksibel,
panjangnya 5-15 mikrometer, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2
mikrometer. Salah satu ujung organisme sering membengkak, membentuk suatu
kait.Terdapat rotasi aktif tetapi tidak ditemukan adanya flagella.Spirochaeta ini
5

demikian halus sehingga dalam mikroskop lapangan gelap hanya dapat terlihat
sebagai rantai kokus kecil-kecil. Leptospira membutuhkan media dan kondisi yang
khusus untuk tumbuh dan mungkin membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk
membuat kultur yang positif. 1
Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies: L.interrogans yang
patogen dan L.biflexa yang non patogen. Tujuh spesies dari leptospira patogen
sekarang ini telah diketahui dasar ikatan DNA nya, namun lebih praktis dalam klinik
dan epidemiologi menggunakan klasifikasi yang didasarkan atas perbedaan
serologis.Saat ini telah ditemukan lebih dari 250 serovar yang tergabung dalam 23
serogrup.
Menurut

beberapa

peneliti,

yang

tersering

menginfeksi

manusia

ialah

L.icterohaemorrhagica dengan reservoir tikus, L.canicola dengan reservoir anjing


dan L.pomona dengan reservoir sapi dan babi.1
Epidemiologi
Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational pada beberapa pekerja
pada tahun 1883.Pada tahun 1886 Weil mengungkapkan manifestasi klinis yang
terjadi pada penderita yang mengalami penyakit kuning berat, disertai demam,
perdarahan dan gangguan ginjal.9
Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tetapi sebagian besar berusia antara
10-39 tahun. Sebagian besar kasus terjadi pada laki-laki usia pertengahan, mungkin
usia ini adalah faktor risiko tinggi tertular penyakit okupasi ini. Angka kejadian
penyakit tergantung musim.Insidensi pada negara beriklim hangat lebih tinggi dari
negara yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa hidup leptospira yang lebih
panjang dalam lingkungan yang hangat dan kondisi lembab.Kebanyakan negaranegara tropis merupakan negara berkembang, dimana terdapat kesempatan lebih besar
pada manusia untuk terpapar dengan hewan yang terinfeksi. Penyakit ini di daerah
yang beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai pada musim panas dan musim
gugur karena termperatur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup
leptospira, sedangkan di daerah tropis insidens tertinggi terjadi selama musim hujan.10
Di amerika serikat sendiri tercatat sebanyak 50-150 kasus leptospirosis setiap
tahun.Di Indonesia penyakit demam banjir sudah sering dilaporkan di daerah Jawa
6

Tengah seperti Klaten, Demak atau Boyolali.Beberapa tahun terakhir di daerah banjir
seperti Jakarta dan Tangerang juga dilaporkan terjadi penyakit ini. Bakteri leptospira
juga banyak berkembang biak di daerah pesisir pasang surut seperti Riau, Jambi dan
Kalimantan.1,10,11
Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 5-40
%.Infeksi ringan jarang terjadi fatal dan diperkirakan 90% termasuk dalam kategori
ini.Paparan terhadap pekerja diperkirakan terjadi pada 30-50% kasus. Kelompok yang
berisiko utama adalah para pekerja pertanian, peternakan, penjual binatang, bidang
agrikultur, rumah jagal, buruh dan tukang susu.11
Tiga pola epidemiologi leptospirosis adalah pertama ditemukan dalam iklim
sedang dimana sejumlah kecil reservoar terlibat dan penularan pada manusia hampir
selalu terjadi akibat kontak langsung dengan binatang yang terinfeksi di peternakan
sapi atau babi.Yang kedua adalah dijumpai di daerah tropik yang basah, dimana lebih
banyak lagi reservoar yang menginfeksi manusia dan hewan serta sejumlah besar
spesies reservoir.Manusia terpapar tidak terbatas pada pekerjaan, tetapi lebih sering
disebabkan oleh kontaminasi yang tersebar luas dilingkungan, khususnya selama
musim hujan. Kontrol populasi hewan pengerat, drainase pada area yang basah dan
hygiene pekerjaan menjadi penting untuk pencegahan leptospirosis pada manusia.
Dan yang terakhir adalah infeksi oleh hewan pengerat pada lingkungan urban yang
menyebabkan outbreak di daerah kumuh pada negara berkembang.1,9
Salah satu kendala dalam menangani leptospirosis berupa kesulitan dalam
melakukan diagnostik awal.Untuk dapat berkembang biak, leptospira memerlukan
lingkungan optimal serta bergantung pada suhu yang lembab, hangat, PH air/tanah
yang netral, dimana kondisi ini ditemukan sepanjang tahun di daerah tropis.1
Patogenesis
Leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki
aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. 1Kuman
leptospira masuk kedalam tubuh pejamu melalui luka iris pada kulit, konjunctiva atau
mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, osophagus, bronchus, alveolus dan dapat
masuk melalui inhalasi droplet infeksi dan minum air yang terkontaminasi. Meski
jarang dilaporkan penetrasi kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam
7

air, saat banjir juga dapat menjadi salah satu cara masuknya Leptospira ke dalam
tubuh.13,14
Kuman leptospira yang tidak virulen gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan
oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah 1 atau 2 hari terinfeksi. Organisme
virulen mengalami multiplikasi di darah dan jaringan dan kuman leptospira dapat
diisolasi dari darah dan cairan cerebrospinal pada hari ke 4 sampai 10 perjalanan
penyakit.13
Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil sehingga menimbulkan
vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel.Patogenesis kuman leptospira yang
penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selular.13Dan aktifitas
lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit. Sehingga
terjadi agregasi trombosit disertai dengan trombositopenia.13,14
Kuman leptospira difagosit oleh sel-sel sistem retikulo endoteliel serta mekanisme
pertahanan tubuh. Jumlah organisme semakin berkurang dengan meningkatnya kadar
antibodi spesifik dalam darah. Kuman leptospira akan dieliminasi dari semua organ
kecuali mata, tubulus proksimal ginjal dan mungkin otak. Dimana kuman leptospira
dapat menetap selama beberapa minggu atau bulan.13
Kuman ini dengan cepat akan lenyap dari darah setelah terbentuknya aglutinin.
Setelah fase leptospiremia, 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam
jaringan ginjal dan okuler. Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu. Tiga mekanisme
yang terlibat dalam patogenesis leptospira adalah: invasi bakteri langsung, faktor
inflamasi non spesifik, dan reaksi imunologi.1,13,14
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksik yang
bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patalogis pada beberapa organ. Lesi yang
muncul akibat kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat
perbedaan antara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik.
Pada leptospirosis lesi histologik yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien
dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini
menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur. Lesi inflamasi menunjukkan
adanya edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit, dan sel plasma. Selain diginjal,
leptospira bisa bertahan di otak dan mata. Bakteri ini bisa masuk ke cairan
serebrospinal dan terjadi meningitis yang sering menjadi komplikasi. 1
8

Kelainan spesifik terdapat pada organ :1


1.Kerusakan hati akibat nekrosis sentribular yang disertai proliferasi sel kupffer.
Sering ditemukan adanya disosiasi sel-sel hati, degenerasi sitoplasma, inti sel sel
parenkim mengecil dan infiltrasi mononukleus pada daerah portal
2.Kerusakan ginjal lebih nyata dibandingkan dengan kerusakan hati yaitu edema dan
perdarahan dimedula. Adanya gambaran nefritis intersisial yang berlanjut menjadi
nekrosis tubulus pada kasus berat. Silinder protein , pigmen darah, eritrosit dan sisa
sel tubulus dapat ditemukan di medula tubulus.
3.Invasi otot rangka oleh kuman leptospira mengakibatkan timbulnya pembengkakan,
vakuolisasi miofibril, nekrosis fokal, infiltrasi histiosit netrofil dan sel plasma
misalnya pada otot gastroknemius
4.Kerusakan pada jantung ditandai denganptekie di endokardium dan epikardium,
serabut otot sembab, disertai vakuolisasi degenerasi dan infiltrasi sel radang. Pada
beberapa kasus terjadi miokarditis toksik atau endokarditis akut.
5.Kerusakan pada paru bervariasi dari inflamasi interstisial setempat disertai
ekstravasasi hingga infiltrasi brokopneumonia.
6.leptospira akan menyebabkan uveitis pada mata karena bertahan selama beberapa
bulan walaupun terbentuk antibodi yang tinggi.
7. terjadinya vaskulitis yang akan menimbulkan perdarahan akibat sehingga
perubahan pada pembuluh darah.
8.leptospira yang masuk ke dalam cairan serebrospinal dapat dikaitkan dengan
terjadinya meningitis.
9. Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya
disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam kontinu.

Penularan 1,8
Penularan leptospirosis pada manusia ditularkan melalui hewan yang
terinfeksi oleh kuman leptospira. Hospes definitive yaitu sebagai tempat kuman
bertumbuh, dewasa dan berkembang biak secara seksual adalah hewan peliharaan
seperti babi, lembu, kambing, kucing, anjing serta beberapa hewan liar seperti tikus,
bajing dan ular. Tapi hospes reservoar yang menjadi sumber infeksi bagi manusia
9

adalah tikus.Kuman Leptospira dikeluarkan saat berkemih oleh hewan-hewan yang


bertindak sebagai hospesnya.1
Manusia dapat terinfeksi dengan Leptospira apabila mengalami kontak dengan
tanah,air, maupun tanaman yang telah dikotori oleh air seni hewan yang membawa
kuman Leptospira.
Penularan dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung.Penularan
secara langsung terjadi apabila darah,urin,atau cairan tubuh yang mengandung kuman
Leptospira masuk ke dalam tubuh manusia.Selain itu, penularan secara tidak langsung
dapat terjadi pada orang-orang yang bekerja dipeternakan yang dapat terkena dari
hewan peliharaan mereka yang terinfeksi oleh kumanLeptospira. Tak hanya itu,
meskipun jarang tapi penularan dari manusia ke manusia lain dapat terjadi dengan
hubungan seksual maupun dari ibu kepada janinnya.
Selain penularan secara langsung, terdapat pula penularan tidak langsung yang
terjadi dengan perantara genangan air, sungai, danau, selokan air, bahkan lumpur yang
tercemar dengan air seni ataupun

cairan tubuh yang sudah terinfeksi kuman

Leptospira. Saat banjir, kontak dengan air yang terkontaminasi urin tikus dapat
menyebabkan seseorang menderita leptoprisosis. Tidak hanya itu, kebiasaan untuk
mencuci atau mandi di sungai juga dapat menjadi penyebabnya. Petani,pekerja potong
hewan, pembersih selokan, pekerja tambang, pemancing ikan, pekerjaan tukang
perahu,anak-anak yang bermain di genangan air hujan sangat rentan terhadap
penyakit leptosiprosis. 1
Manifestasi klinik1,7
Manifestasi klinik leptospirosis bervariasi, dari sakit dengan gejala demam
ringan hingga bentuk iktero-hemoragik dengan penyulit pada otak, ginjal dan liver.
Penyakit Weils merupakan manifestasi penyakit terberat leptospirosis.Masa
inkubasi 2-12 hari, rata-rata 7 hari.Onset penyakit mendadak, disertai demam
menggigil, sepertiga diantaranya mengalami gejala prodormal kelemahan umum, dan
sakit kepala.
Pada leptospirosis akan ditemukan perjalanan klinis bifasik yaitu leptospirema
dimana leptospira ditemukan dalam darah, fase imun, dan fase penyembuhan. Pada
10

fase lepstrospiremia timbul gejala demam yang mendadak, disertai gejala sakit kepala
terutama di bagian frontal, oksipital, atau bitemporal. Pada otot akan timbul keluhan
mialgia dan nyeri tekan terutama pada otot gastroknemius, paha, dan pinggang yang
diikuti dengan hipertesiakulit. Pada fase yang berlangsung selama 4 9 hari ini juga
dapat ditemui gejala menggigil dan demam tinggi , mual, muntah, diare, batuk, sakit
dada, hemopitisis, penurunan kesadaran , dan injeksi konjungtiva. Injeksi fariengal,
kulit dengan ruam berbentuk makular / makulopapular / urtikaria yang tersebar pada
badan, spelenomegali dan hepatomegali. 12
Fase berikutnya adalah fase imun yang berkaitan dengan munculnya antibodi
IgM. Manifestasi klinik fase ini lebih bervariasi dibandingkan pada fase
leptospiremia. Setelah gejala asimtomatik selama 1-3 hari, gejala klinis fase
leptospirema yang sudah menghilang akan muncul kembali dan kadang disertai
meningismus. Pada fase ini, demam jarang melebihi 39 derajat celciusdan
berlangsung selama 1 3 hari. Gejala lain yang muncul pada fase imun ini
iridosiklitis, neuritis optik, mielitis, ensefalitis, serta neuropati perifer. 12
Pada fase ke-3, yaitu fase penyembuhan yang biasa terjadi pada minggu ke 2
sampai minggu ke 4 dan dapat ditemukan demam atau nyeri otot yang kemudian
berangsur angsur hilang.12
Perdarahan, dialami oleh 70% pasien dengan penyakit ini.Perdarahan subkutan
seperti petekie, purpura; perdarahan pada gusi, dan palatum, epistidaksis hingga
perdarahan saluran cerna; perdarahan konjungtiva, sputum berdarah, batuk darah,
perdarahan saluran genital, hematuria.
Selain demam, ikterik, perdarahan leptospirosis juga disertai gejala neurologis,
saluran cerna, sendi dan otot.Gejala neurologis seperti sakit kepala, sulit tidur,
gangguan kesadaran, delirium, kekakuan leher memnunjukkan infeksi berlangsung
serius.Gejala pada saluran cerna, anoreksia, konstipasi, mual, muntah, nyeri abdomen,
meteorismus, ceguken. Masa inkubasi leptospirosis adalah 2-20 hari, dari jumlah
individu yang terpapar Leptospira, 90% akan berkembang menjadi leptospirosis
anikterik, dan 10% menjadi leptospirosis ikterik.
Manifestasi klinik sangat bervariasi dan menyerupai penyakit infeksi lain,
paling jelas serta klasik bila muncul penyakit Weils. Ada dua bentuk manifestasi
11

klinis penyakit ini, yang ringan (anikterik) dan manifestasi yang berat (ikterik atau
penyakit Weils).
Leptospirosis dilihat dari sisi berat tidaknya gejala, dapat dibedakan menjadi:15
1.Leptospirosis anikterik
Manifestasi klinik sebagian besar leptospirosis adalah anikterik.Diperkirakan
mencapai 90% dari seluruh kasus leptospirosis di masyarakat.Bila ditemukan satu
kasus leptospirosis berat, diperkirakan 10 kasus leptospirosis anikterik atau
ringan.Manifestasi klinik terpenting leptospirosis anikterik adalah meningitis aseptik
yang tidak spesifik sehingga sering tidak terdiagnosis.Leptospirosis pada cairan
cerebrospinal ditemukan pada 80% pasien, meskipun hanya 50% yang menunjukkan
tanda dan gejala klinik meningitis aseptik.
Pada leptospirosis anikterik jarang diberi obat. Karena keluhan ringan, gejala
akan hilang dalam kurun waktu 2 sampai 2minggu. Manifestasi klinik menyerupai
penyakit penyakit demam akut lain, oleh karena itu pada setiap kasus dengan
keluhan demam, harus selalu dipikirkan leptospirosis anikterik sebagai salah satu
diagnosis bandingnya terutama didaerah endeminya.
Pada tes pembendungan didapat hasil positif sehingga leptospirosis anikterik
pada awalnya diduga sebagi pasien dengan infeksi dengue.
2.leptospirosis ikterik
Pada leptospirosis ikterik demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas
atau nampak tumpang tindih dengan fase septikemia.Keberadaan fase imun
dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman leptospirosis yang meninfeksi, serta
status gizi pasien dan kesempatan memperoleh terapi yang tepat.
Pasien tidak mengalami kerusakan hepatoselular, bilirubin meningkat, kadar
enzim transaminase serum hanya sedikit meningkat. Fungsi hati kembali normal
setelah pasien sembuh.Komplikasi yang terjadi pada leptospirosis merefleksikan
leptospirosis sebagai suatu penyakit multi sistem.Leptospirosis sering menyebabkan
gagal ginjal akut. Ikterik dan manifestasi perdarahan yang merupakan gambaran
klinik khas penyakit weil.
Pengobatan
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi
keadaan dehidrsi, hipotensi, perdarahan, dan gagal ginjal sangat penting pada
12

leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan membaik


seiring membaiknya keadaan pasien. Namun pada beberapa pasien membutuhkan
tindakan hemodialisa temporer.
Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian
dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Adapun beberapa antibiotik yang dapat
digunakan adalah sebagai berikut: 1
1.pada leptospirosis ringan yang digunakan adalah doksisiklin,ampisilin dan
amoksilin.
2. pada leptospirosis sedang dan berat yang digunakan adalah penisilin G, ampisilin,
amoksilin.
Pada kasus ringan masih diberikan melalui oral, sedangkan dalam kasus berat
diberikan melalui intravena. Sampai saat ini, penisilin masih merupakan antibiotik
pilihan utama. Perlu diingat bahwa antibiotika bermanfaat jika masih berada dalam
darah (fase leptospiremia). Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan
penyakit dan komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa
diatur sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara umum. Kalau terjadi
uremia berat, sebaiknya dilakukan dialisis. 1,15
Prognosis
Secara umum, apabila kasus ditangani dengan baik dan dengan pemberian
perawatan sesuai yang dianjurkan memiliki prognosis baik. Jika tak ada ikterus,
penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka kematian 5% pada umur
dibawah 30 tahun dan meningkat pada usia lanjut (30-40%). Kematian sering terjadi
akibat jaudisme, dengan komplikasi gagal ginjal akut dan kegagalan pernafasan akut.1
Pencegahan
Kontrol infeksi leptospiral harus dilandasi upaya pencegahan dan menurunkan
karier Leptospira antara lain sebagai berikut :7
1.Salah satu upaya adalah melindungi kulit pada saat kontak dengan air kotor dengan
baju pelindung, sepatu boot, sarung tangan. Bagi pekerja di tempat resiko tinggi perlu
dilakukan vaksinasi menggunakan vaksin serovar copenhageni, autumnalis,
hebdomadis, australis, pyrogenes. Karena transmisi sering terdapat pada air kotor
13

maupun tanah yang terpapar Leptospira, maka mengusahakan drainase air, melakukan
desinfeksi tanah menggunakan lime, serta menghindari penularan infeksi melalui kulit
intak maupun mukosa saluran cerna
2.dilakukan imunisasi pada binatang dengan spirochaeta yang telah dimatikan
menggunakan carbolic acid. Paling efektif dengan kontrol terhadap tikus, dan
menghindari kontak dengan urine dan air yang terkontaminasi Leptospira.
3.Bagi individu yang beresiko tinggi terpapar Leptospira atau akan mengunjungi
daerah endemik dianjurkan memakai doksisiklin 200 mg per minggu.
Penutup
Laki-laki yang mengalami panas tinggi menggigil sejak 4 hari yang lalu secara
terus menerus disertai nyeri tekan pada betis dan ikterus menderita leptospirosis, fase
leptospiremia. Bakteri leptospira masuk kedalam tubuh saat banjir terjadi. Bila
ditangani dengan cepat dan tepat, prognosis baik.
Daftar pustaka
1. Zein U. Leptospirosis. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta : Interna
Publishing; 2010, h.2807-11.
2.Abdurrahman, dkk. Anamnesis & pemeriksaan fisis. Cetakan ke-3. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2005. h.11-20.
3.Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid II. Edisi 5. Jakarta: Internal Publishing; 2009. h.25-30.
4.Soedarmo SPS, Garna K, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi dan pediatri
tropis. Edisi 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. h.338-45.
5.Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid III. Edisi 5. Jakarta: Internal Publishing; 2009. h.2797-805, 291123.
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.
7. Nasronudin. Penyakit infeksi di Indonesia, solusi kini dan mendatang.
Surabaya:Airlangga University Press; 2007.
8. Hadisaputro S. Faktor risiko Leptospirosis. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro; 2003.
14

9. Faine S. Leptospira and Leptospirosis. 2nd ed. Melbourne : MediSci;2003.


10.Dirjen P2M dan PL Departemen Kesehatan. Pedoman diagnosa dan
penatalaksanaan kasus penanggulangan Leptospirosis di Indonesia.Jakarta; 2004.
11.Subdir zoonis dirjen P2M dan PL Departemen Kesehatan. Rekap jumlah kasus dan
kematian Leptospirosis di Indonesia tahun 2007. Jakarta; 2007
12. Mansjoer A, Triyanti K. Kapita selekta kedokteran. Ed ke-3. Jakarta : Media
Aesculapius; 2009. h. 425-7.
13. Jawets. Spirochetes and other spiral microorganisms. In Jawetz, Melnick and
Adelbergs Medical Microbiology. 24th ed. USA: The McGraw-Hill Companies;
2007, chapter 25.
14. the leptosiprosis information center. Leptospirosis. Diunduh dari
http://www.leptospirosis.org/topic.php?t=37. Diakses pada 17 November 2012
15. gueirreiro H.et al. Leptospiral proteins recognized during the humoral immune
response to leptospirosis in humans. America: American Society; 2003. p. 4958-4968.

15

Anda mungkin juga menyukai