Resep Kedisiplinan
Resep Kedisiplinan
Pengelola rubrik:
Aribowo Prijosaksono, Roy Sembel, dan Tim ManDiri
Aribowo Prijosaksono (email:aribowo_ps@hotmail.com) dan Roy Sembel (http://www.roysembel.com) adalah co-founder dan direktur The Indonesia Learning Institute INLINE
(http://www.inline.or.id), sebuah lembaga pembelajaran untuk para eksekutif dan profesional.
Oleh
Aribowo Prijosaksono
Ada sebuah syair yang ditulis oleh penulis anonim, berjudul An Indian Prayer berbunyi demikian:
I seek strength. Not to be greater than my brother, but to fight the greatest enemy, myself
Syair ini saya temukan tertempel di kamar belajar seorang teman saya di Amerika Serikat dua
puluh tahun yang lalu. Penyair ini telah menemukan rahasia terbesar kehidupan ini, yaitu
pertempuran terus-menerus dengan dirinya sendiri.
Seseorang disebut kuat ketika dia sudah menemukan cara untuk mengalahkan dan
mengendalikan dirinya. Inilah hal yang kita sadari sangat kurang dalam diri kita. Mengalahkan
dan mengendalikan diri, menurut JFC Fuller, seorang jenderal pada angkatan bersenjata Inggris,
menunjukkan kebesaran karakter seseorang. Mengendalikan orang lain hanya menunjukkan
sebagian kebaikan karakter kita. Jadi salah satu komponen yang penting dalam memperkaya
kehidupan spiritual kita adalah pengendalian diri, yaitu mengalahkan musuh terbesar yaitu diri
kita sendiri.
Lao Tsu, filsuf Cina, pernah mengatakan, Menundukkan orang lain membutuhkan tenaga.
Menundukkan diri kita sendiri membutuhkan kekuatan. Ternyata lebih mudah bagi kita untuk
menundukkan orang lain daripada menundukkan diri sendiri. Seperti kita ketahui bahwa salah
satu anugerah Tuhan kepada manusia adalah kesadaran diri (self awareness). Hal ini berarti kita
memiliki kekuatan untuk mengendalikan diri. Kesadaran diri membuat kita dapat sepenuhnya
sadar terhadap seluruh perasaan dan emosi kita. Dengan senantiasa sadar akan keberadaan
diri, kita dapat mengendalikan emosi dan perasaan kita.
Namun seringkali kita lupa diri, sehingga lepas kendali atas emosi, perasaan dan keberadaan
diri kita. Oleh karena itu agar dapat mengendalikan dan menguasai diri, kita harus senantiasa
membuka kesadaran diri kita melalui upaya memasuki alam bawah sadar (frekuensi gelombang
otak yang rendah) maupun suprasadar melalui meditasi.
Dimensi Pengendalian Diri
Mengalahkan diri sendiri memiliki dua dimensi yaitu mengendalikan emosi dan disiplin.
Mengendalikan emosi berarti kita mampu mengenali/memahami serta mengelola emosi kita,
sedangkan kedisiplinan adalah melakukan hal-hal yang harus kita lakukan secara ajeg dan
teratur dalam upaya mencapai tujuan atau sasaran kita.
a. Mengendalikan Emosi
Kecerdasan emosi merupakan tahapan yang harus dilalui seseorang sebelum mencapai
kecerdasan spiritual. Seseorang dengan Emotional Quotient (EQ) yang tinggi memiliki fondasi
yang kuat untuk menjadi lebih cerdas secara spiritual. Seringkali kita menganggap bahwa emosi
adalah hal yang begitu saja terjadi dalam hidup kita. Kita menganggap bahwa perasaan marah,
takut, sedih, senang, benci, cinta, antusias, bosan, dan sebagainya adalah akibat dari atau hanya
sekedar respons kita terhadap berbagai peristiwa yang terjadi pada kita.
Menurut definisi Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence, emosi merujuk pada
suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan
serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Sedangkan Anthony Robbins (penulis Awaken the
Giant Within) menunjuk emosi sebagai sinyal untuk melakukan suatu tindakan.
Di sini dia melihat bahwa emosi bukan akibat atau sekedar respons tetapi justru sinyal untuk kita
melakukan sesuatu. Jadi dalam hal ini ada unsur proaktif, yaitu kita melakukan tindakan atas
dorongan emosi yang kita miliki. Bukannya kita bereaksi atau merasakan perasaan hati atau
Disiplin
Tidak ada hal yang lebih penting dalam manajemen diri dibandingkan dengan kedisiplinan.
Selain pentingnya menemukan arah dan tujuan hidup yang jelas, kedisiplinan merupakan syarat
mutlak untuk mencapai impian kita atau melaksanakan misi hidup kita. Kita harus disiplin dalam
mengembangkan diri kita (lifetime improvements) dalam segala aspek, kita harus disiplin dalam
mengelola waktu dan uang kita, kita harus disiplin dalam melatih keterampilan kita dalam setiap
bidang yang kita pilih. Kita seharusnya belajar banyak dari orang-orang luarbiasa dalam sejarah
umat manusia.
02:30 dinihari). Saya harus melawan rasa malas dan mengantuk saat saya bangun di pagi hari.
Saya merasa seperti anak kecil yang disuruh melakukan hal yang tidak saya senangi. Tetapi
itulah harga yang harus saya bayar untuk menjalani kehidupan sehat baik secara fisik, pikiran,
dan spiritual.
Kata disiplin atau self-control berasal dari bahasa Yunani, dari akar kata yang berarti
menggenggam atau memegang erat. Kata ini sesungguhnya menjelaskan orang yang
bersedia menggenggam hidupnya dan mengendalikan seluruh bidang kehidupan yang
membawanya kepada kesuksesan atau kegagalan.
John Maxwell mendefinisikan disiplin sebagai suatu pilihan dalam hidup untuk memperoleh apa
yang kita inginkan dengan melakukan apa yang tidak kita inginkan. Setelah melakukan hal yang
tidak kita inginkan selama beberapa waktu (antara 30 90 hari), disiplin akhirnya menjadi suatu
pilihan dalam hidup untuk memperoleh apa yang kita inginkan dengan melakukan apa yang ingin
kita lakukan sekarang!! Saya percaya kita bisa menjadi disiplin dan menikmatinya setelah
beberapa tahun melakukannya.
Dalam contoh kebiasaan tidur saya, setelah mengubah kebiasaan tidur sekitar sebulan, sekarang
saya otomatis tidur sekitar jam 09:00 malam dan bangun sekitar pukul 02:00 dini hari. Pola ini
sekarang sudah menjadi kebutuhan saya untuk melakukan meditasi dan doa sekitar setengah
jam.
Berikut saya mengutip tulisan John Maxwell tentang disiplin diri yang merupakan syarat utama
bagi seorang pemimpin:
All great leaders have understood that their number one responsibility was for their own discipline
and personal growth. If they could not lead themselves, they could not lead others. Leaders can
never take others farther than they have gone themselves, for no one can travel without until he
or she has first travel within. A leader can only grow when the leader is willing to pay the price for
it.
Dalam buku Developing the Leader Within You, John Maxwell menyatakan ada dua hal yang
sangat sukar dilakukan seseorang. Pertama, melakukan hal-hal berdasarkan urutan
kepentingannya (menetapkan prioritas). Kedua, secara terus-menerus melakukan hal-hal
tersebut berdasarkan urutan kepentingan dengan disiplin.
Berikut beberapa hal yang perlu kita lakukan untuk meningkatkan disiplin diri:
Tetapkan tujuan atau target yang ingin dicapai dalam waktu dekat.
Buat urutan prioritas hal-hal yang ingin kita lakukan.
Buat jadwal kegiatan secara tertulis (saya selalu menempelkan jadwal kegiatan saya di dinding
depan meja kerja saya di rumah).
Lakukan kegiatan sesuai dengan jadwal yang kita buat, tetapi jangan terlalu kaku. Jika perlu, kita
dapat mengubah jadwal tersebut sesuai dengan kondisi dan situasi.
Berusahalah untuk senantiasa disiplin dengan jadwal program kegiatan yang sudah kita susun
sendiri. Sekali kita tidak disiplin atau menunda kegiatan tersebut, akan sulit bagi kita untuk
kembali melakukannya.
Penjelasan ini membawa kita untuk mengetahui dan memahami diri kita, cara mengubah realitas,
cara memanfaatkan potensi luar biasa dalam diri kita. Namun, semua ini tidak akan ada artinya
jika kita tidak melakukan sesuatu. Kita harus melakukan sesuatu untuk kehidupan kita karena
hanya kita sendiri yang dapat mengubah kehidupan kita. Melakukan sesuatu berarti mengambil
langkah pertama, yaitu menetapkan tujuan atau target kita dan jangan menunda sampai situasi
sempurna bagi kita. Kemudian, lakukan terus dengan disiplin, sehingga kita berhak mendapatkan
apa yang kita inginkan.
KATA disiplin berasal dari bahasa Latin disco-didici yang berarti belajar. Dari kata
tersebut, kemudian muncul kata discipulus artinya murid, disciplina artinya aturan-aturan,
atau juga sesuatu yang harus dipelajari. Sedangkan di dalam kamus, pengertiannya antara
lain: "A condition of order based on obedience to authority" (suatu kondisi keteraturan
yang didasarkan pada kepatuhan terhadap suatu kewenangan). Juga "Training intended to
elicit a specified pattern of behavior or character", (latihan yang dimaksudkan untuk
membentuk pola perilaku atau kepribadian tertentu). Atau juga "Set of methods or rules
of conduct" (seperangkat tata cara atau pedoman berperilaku).
Jadi, disiplin itu bisa berarti latihan keras, perilaku, bentuk keteraturan, hukuman, atau
juga metode. Lebih lanjut disiplin ada dua jenis, yaitu disiplin alamiah dan disiplin
buatan (artifisial). Di dalam praktik kehidupan sehari-hari kedua bentuk disiplin tersebut
selalu berdampingan, bahkan saling melengkapi.
Disiplin alamiah adalah segala bentuk disiplin yang terjadi dalam kehidupan alam secara
fisik, biologik, maupun kimiawi. Berputarnya bumi mengelilingi matahari, detak jantung
mengatur sirkulasi darah di dalam tubuh, adalah dua di antara bentuk-bentuk disiplin
alamiah.
Semua itu patuh pada sunnatullah. Apabila terjadi pelanggaran atas disiplin alamiah,
buahnya adalah berupa malapetaka. Bila suatu saat bumi melakukan aksi mogok tidak
mau memutari matahari, bisa terjadi kiamat besar. Bila jantung seseorang berhenti
berdetak akan terjadi kematian atau kiamat kecil.
Sedangkan disiplin buatan nyaris hanya terjadi dan dikenakan pada diri manusia. Untuk
disiplin tersebut manusia diikat dengan hukum subjektif dan positif yang salah satu
sumbernya dari ajaran agama. Berdisiplin dalam ajaran agama yang paling dasar adalah
iman, sedangkan ketidakdisiplinan disebut kufur.
Disiplin dalam ajaran Islam
Islam sangat memenuhi kriteria definisi disiplin tersebut. Pertama, Islam seharusnya
mampu menciptakan suatu kondisi keteraturan yang didasarkan pada kepatuhan terhadap
kewenangan atau otoritas. Bahkan, otoritas mahatinggi, yaitu Allah SWT; sebagai satusatunya pemilik segala kekuasaan dan kewenangan di dunia ini dan Muhammad
bertindak sebagai pembawa pesan-pesan-Nya. Kepatuhan itu diikrarkan setiap orang
muslim dalam bentuk dua kalimat sahadat.
Kedua, dalam Islam telah tersedia latihan-latihan yang pada dasarnya untuk membentuk
pola perilaku atau kepribadian tertentu dan juga terdapat seperangkat tata cara atau
pedoman berperilaku.
Empat di antara lima rukun Islam, yaitu salat, puasa, zakat, dan haji adalah mengandung
latihan dan tata-cara yang masing-masing memiliki siklus tertentu, bertingkat-tingkat
mulai siklus kecil hingga besar, seakan satu sama lain saling memperkukuh.
Ada yang siklusnya berada dalam perputaran harian, misalnya, salat lima waktu. Ada
yang berada dalam perputaran minggu misalnya, salat Jumat. Ada yang berada dalam
kumparan tahun, yaitu puasa dan zakat. Bahkan, ada yang berada dalam kumparan sekali
dalam sepanjang umur seseorang, yaitu ibadah haji.
Jadi, Islam tidak hanya menganjurkan umatnya berdisiplin, bahkan sendi-sendi ajarannya
pada dasarnya adalah disiplin itu sendiri. Apabila semua rukun Islam itu dilaksanakan
dengan patuh oleh seorang muslim, cara hidup yang selalu patuh terhadap ajaran
agamanya juga akan membuat pantulan ke dalam pekerjaan, tugas, dan pergaulan seharihari.
Namun, bila ternyata disiplin diri, disiplin kerja, dan dispilin sosial itu tidak tercipta
dengan baik di suatu negara atau masyarakat yang penduduknya mayoritas muslim
-seperti Indonesia ini- maka patut dipertanyakan. Barangkali ada yang salah dengan
pemahaman dan tata cara bersyahadatnya, ada yang tidak beres dengan salatnya, ada
kegagalan fungsi dalam zakatnya, bahkan juga naik hajinya.
Memang dalam salat, misalnya, Allah menjamin bahwa salat itu menjadikan seseorang
terjauhkan dari perbuatan keji dan jahat. Itu tentu sepanjang salat dilaksanakan dengan
benar dalam arti berdisiplin.
Sebaliknya, bila salat itu dilaksanakan dengan tanpa disiplin mental-spiritual yang benar,
buah dari mengerjakan salat menjadi tidak lebih dari sekadar aksi jengkang-jengking
belaka. Tanpa disiplin mental dan spiritual, menjalankan ibadah puasa pun bisa tidak
lebih hanya pengalaman lapar dan haus.
Membayar zakat bisa hanya memperoleh kepuasan karena disebut dermawan atau masuk
koran, naik haji hanya untuk memperoleh panggilan Wak Haji dan perasaan absah
mengenakan kopiah putih dan berkalung serban.
Dalam sejarah Islam, terutama pada masa Rasulullah, tampak sekali bahwa kedisiplinan
dalam menjalankan ajaran agama memiliki hubungan positif dengan kedisiplinan di
medan pertempuran. Kemenangan demi kemenangan yang diraih pasukan Islam dalam
setiap pertempuran sebagian besar disebabkan tingginya disiplin prajurit, dipadu dengan
kepiawaian Rasulullah dan komandan pembantu beliau dalam menyusun strategi dan
berolah taktik.
Begitu juga sebaliknya, beberapa kekalahan di medan tempur, misalnya dalam perang
Uhud dan perang Hunain, adalah disebabkan sebagian pasukan muslim melakukan
indisipliner. Dalam perang Uhud, antara lain, disebabkan ketidakdisiplinan pasukan
pemanah yang ditempatkan di atas anak bukit yang berseberangan dengan bukit Uhud.
Mereka terpancing meninggalkan bukit untuk menjarah harta yang -pura-puraditinggalkan lari pasukan kafir. Pasukan berkuda (kavaleri) kaum kafirin segera datang
lewat parit yang seharusnya diawasi pasukan pemanah itu dan mengambil alih anak bukit
tersebut dan memukul telak pasukan Muslimin.