Anda di halaman 1dari 4

Meat of River.

Zruk, Zruk, Zruk.


Suara gesekan antara sepatu dan aspal itu memasuki telingaku di pagi hari
mengalahi suara lonceng bel sekolah.
Zruk, zruk, zruk.
Suara tersebut tidak mengalun seperti alunan melodi yang indah, ataupun
seperti suara jeritan kuku yang digarukkan di tembok dengan paksa.

Aku menoleh lagi di pagi hari itu.

Di belakangku, terlihat seorang siswi SMA berjalan menyeret kaki kirinya


menaiki tanjakan sekolah yang lumayan tinggi. Sepatu kaki kirinya yang
tidak terangkat ke atas membuat suara gesekan antara aspal dengan
sepatunya. Dilihat dari sepatu kirinya saja, sudah terlihat goresan besar
yang kemungkinan diakibatkan oleh keadaannya itu.

Entah sudah berapa kali aku menyaksikan pemandangan ini. Seorang gadis
ripuh yang menyeret kakinya melewati jalanan curam menuju ke sekolah
pagi hari.

Dan entah berapa kali lagi juga, saat aku memandanginya, dia balas
memandangku juga.
Tatapan balasannya juga sama setiap hari.
Tatapan yang terlihat memohon maaf atas suara berisik sepatunya.
Baik dari tatapan matanya, gerakan bibirnya hinga setiap gerakan otot kecil
pipinya.

Dan entah untuk keberapa kali juga, aku meninggalkan dia seorang diri.
Menyelamatkan diri sendiri, tanpa menolongnya.

Aku berlari sekuat tenaga mencoba mencapai pagar sekolah sebelum


ditutup oleh satpam sekolah. Dan biasanya usaha keras berlariku pagi hari
itu terbayar dengan sukses.

Aku tidak terlambat. Pintu gerbang sekolah biasanya


belakangku setelah aku melewatinya beberapa menit.

tertutup

di

Meninggalkan gadis ripuh itu seorang diri di depan pagar.

==

Namanya adalah Rakka. Kelas sepuluh sama sepertiku, namun beda kelas.

Aku mengetahui hal tersebut secara kebetulan saat mengantarkan tugas


yang telat ke meja guru di majelis guru.

Disanalah dia berhadapan dengan seorang guru.


Tatapan, ekspresi, wajahnya juga mirip dengan di pagi hari.
Tatapan khas yang terlihat meminta maaf atas kekurangan fisiknya.

Kelihatannya dia bermasalah karena sering terlambat ke sekolah sehingga


dipanggil oleh guru. Meskipun, ini agak menjengkelkan karena itu bukan
salahnya. Namun sepertinya sang guru tidak mau tahu.

Mungkin sama halnya denganku yang tidak mau tahu dan menyelamatkan
diri sendiri tanpa menolongnya.

==

Klub yang kumasuki adalah klub atletik. Aku ikut klub ini karena satu
alasan, supaya lariku semakin cepat dan setiap pagi bisa kugunakan untuk
mencapai gerbang sekolah tanpa telat.

Menu utama klub ini adalah setelah pulang sekolah jogging melewati sungai
besar yang membelah kota.
Hari ini juga sama. Sekitar 6 orang seusiaku dan 2 kakak tingkat berlari
mengitari sungai besar, termasuk diriku.

Aku paling menyukai latihan ini. Udaranya segar karena tidak banyak
kendaraan yang lewat hingga pemandanga matahari hampir terbenam sore
yang indah memantul di riak sungai yang tidak buruk unntuk dilewati.

Ya, biasanya seperti itu. Namun, tidak untuk hari ini.

Di pinggiran jalan terlihat mobil polisi yang terparkir dengan rapi dan
banyak polisi berlalu lalang di sekitar kawasan itu.

Ada apa ini? ketua berada di depan barisan berhenti berlari dan berjalan
pelan.

Senior lain yang ada disampingnya segera menunjuk kearah tepian sungai.

Itu, katanya.

Seluruh mata kami semua tertuju ke arah telunjuk senior.


Dan satu detik kemudian, suara jeritan teman disebelahku pun terdengar.

==

Anda mungkin juga menyukai