Anda di halaman 1dari 8

Definisi:

Epilepsi adalah kelainan otak yang ditandai dengan kecenderungan untuk


menimbulkan bangkitan epileptik yang terus- menerus dengan konsekuensi
neurobiologis, kognitif, psikologis dan sosial. Yang dimaksud dengan bangkitan
epileptik adalah terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat aktivitas
neuronal yang abnormal dan berlebohan di otak. 1(perdossi)
Secara operasional epilepsi merupakan penyakit otak yang ditandai dengan
kondisi/ gejala yang meliputi:1
1.

terjadinya minimal 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks


dengan jarak waktu antar bangkitan lebih dari 24 jam
2. terjadinya 1 bangkitan tanpa provokasi atau 1 bangkitan refleks dengan
kemungkinan terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun ke depan.
3. Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi.
Bangkitan refleks adalah bangkitan atau kejang yang terjadi disebabkan oleh
faktor pencetusseperti stimulasi visual. Auditorik, somatosensitif dan
somatomotor.
Etiologi dan Klasifikasi:
Penyebab dari epilepsi dibagi atas tiga kategori:
1. Idiopatik: Tidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit neurologis.
Diperkirakan mempunyai predisposisi genetik dan umumnya berhubungan
dengan usia.
2. Kriptogenik: Dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui.
Termasuk di dalamnya sindrom West, sindrom Lennox- Gastaut, dan
epilepsi mioklonik.
3. Simtomatis: Bangkitan epilepsi yang disebabkan oleh kelainan/ lesi
struktural pada otak, seperti cedera kepala, infeksi SSP, kelainan
kongenital, lesi desak ruang, gangguan aliran darah otak, intoksikasi,
gangguan metabolik dan kelainan neurodegeneratif.
Klasifikasi ILAE menurut jenis bangkitan epilepsi:
1. Bangkitan fokal/ parsial
1.1.Bangkitan parsial sederhana
1.1.1. Dengan gejala motorik
1.1.2. Dengan gejala somatosensorik
1.1.3. Dengan gejala otonom
1.1.4. Dengan gejala psikis
1.2.Bangkitan parsial kompleks
1.2.1. Bangkitan parsial sederhana , diikuti dengan gangguan kesadaran
1.2.2. Bangkitan parsial sederhana dengan gangguan kesadaran sejak
awal bangkitan
1.3.Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
1.3.1. Parsial sederhana yang menjadi umum
1.3.2. Parsial kompleks yang menjadi umum
1.3.3. Parsial sederhana yang menjadi parsial kompleks, lalu menjadi
umum

2. Bangkitan umum
2.1.Lena (Absence)
2.1.1. Tipikal Lena
2.1.2. Atipikal Lena
2.2.Mioklonik
2.3.Klonik
2.4.Tonik
2.5.Tonik- klonik
2.6.Atoni/ astatik
3. Bangkitan tak tergolongkan
Klasifikasi ILAE untuk epilepsi dan sindrom epilepsi berdasarkan jenis bangkitan
dan etiologi:
1. Fokal/ partial
1.1.Idiopatik
1.1.1. Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal
1.1.2. Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah
oksipital
1.1.3. Epilepsi primer saat membaca
1.2.Simtomatis
1.2.1. Epilepsi parsial kontinua yang kronis progresif pada anak-anak
(sindrom Kojenikow)
1.2.2. Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu
rangsangan.
1.2.3. Epilepsi lobus temporal
1.2.4. Epilepsi lobus frontal
1.2.5. Epilepsi lobus parietal
1.2.6. Epilepsi oksipital
1.3.Kriptogenik
2. Epilepsi umum
2.1.Idiopatik
2.1.1. Kejang neonatus familial benigna
2.1.2. Kejang neonatus benigna
2.1.3. Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
2.1.4. Epilepsi lena pada anak
2.1.5. Epilepsi lena pada remaja
2.1.6. Epilepsi mioklonik pada remaka
2.1.7. Epilepsi dengan bangkitan umum tonik klonik pada saat terjaga
2.1.8. Epilepsi umum idiopatik lain
2.1.9. Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang
spesifk
2.2.Kriptogenik atau simtomatis
2.2.1. Sindrom West (spasme infantil dan spasme salam)
2.2.2. Sindrome Lennox Gastaut
2.2.3. Epilepsi mioklonik astatik
2.2.4. Epilepsi mioklonik lena
2.3.Simptomatik
2.3.1. Etiologi nonspesifik
2.3.2. Sindrom spesifik
2.3.3. Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain.
3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum 1

Epidemiologi:
Insidens epilepsi pada anak di seluruh dunia memiliki variasi yang luas, sekitar 4
6 per 1000 anak. Di Indonesia, terdapat 700.000 1.400.000 kasus epilepsi
dengan kenaikan insidensi 70.000 kasus per tahun dimana, 40 50% terjadi
pada anak.2(jurnal insidens I Gusti).
Pathofisiologi:

Bangkitan muncul ketika sel-sel neuron abnormal mengalami depolarisasi yang


berkepanjangan akibat tembakan potensial aksi terus-menerus. Kelompok neuron abnormal
ini akan menyebarkan impuls abnormal tersebut ke neuron-neuron disekitarnya. Bangkitan
klinis terjadi ketika impuls elektrik abnormal tersebut melibatkan neuron dalam jumlah besar
yang meningkatkan aktivitas elektrik di dalam otak. Bangkitan dapat menyebar ke bagian lain
dari otak atau melalui jalur anatomisnya ke daerah yang jauh yang secara klinis dapat dilihat
sebagai bangkitan umum.
Kejang merupakan hasil dari ketidakseimbangan proses eksitatorik dan inhibisi di otak.
Mekanisme yang diperkirakan untuk pembentukan dan penyebaran kejang di dalam otak
adalah abnormalitas dari membran neuron, perubahan mikroenvironment disekitar enuron,
menurunnya neurotransmisi inhibisi oleh asam gamma-amino butirat (GABA), atau
peningkatan transmisi eksitatorik oleh glutamat.3
(http://www.uic.edu/classes/pmpr/pmpr652/Final/Fischer/epilepsy.html#Pathophysiology).
The different antiepileptic drugs (AEDs) act by affecting one or more of these processes.
Specific mechanisms of action of the AEDs include: modulation of voltage dependent ion
channels (carbamazepine, phenytoin, valproic acid), enhancement of activity of the major
inhibitory neurotransmitter in the brain, GABA (phenobarbital, benzodiazepines, tiagabine),
and suppression of excitatory neurotransmission (lamotrigine, felbamate).
Penegakan diagnosis1
1. Anamnesis
Hal penting yang harus ditemukan dari anamnesis adalah:
a. Gejala dan tanda sebelum, pada saat bangkitan dan pasca bangkitan:
Sebelum Bangkitan: Kondisi fisik dan psikis yang
mengindikasikan akan terjadinya bangkitan, misalnya perubahan
perilaku, perasaan lapar, berkeringat, hipotermi, mengantuk,
menjadi sensitif dan lain-lain.
Selama bangkitan: terdapat aura/tidak, gejala yang dirasakan
pada awal bangkitan, bentuk bangkitan dilihat dari deviasi mata,
gerakan kepala, gerakan tubuh, vokalisasi, aumatisasi, gerakan
pada salah satu atau kedua tangan dan kaki, lidah tergigit,
pucat, berkeringat dan lain-lain.
Pasca bangkitan: bingung , langsung sadar, nyeri kepala, tidur,
gaduh gelisah.
b. Faktor pencetus: Kelelahan, kurang tidur, hormonal, stres psikologis,
alkohol

c. Usia awitan, durasi bangkitan, frekuensi bangkitan interval terpanjang


antara bangkitan, kesadaran antara bangkitan.
d. Terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap OAE sebelumnya.
Jenis obat antiepilepsi (OAE)
Dosis OAE
Jadwal minum OAE
Kepatuhan minum OAE
Kombinasi terapi OAE
e. Penyakit yang didertia saat ini, riwayat penyakit neurologis psikiatirk
maupun sistemik yang dapat menjadi penyebab atau komorbiditas
f. Riwayat epilepsi dan penyakit lain dalam keluarga
g. Riwayat saat berada di dalam kandungan, kelahiran dan tumbuh
kembang
h. Riwayat bangkitan neonatal/kejang demam
i. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi SSP, dll.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umum dilakukan untuk mencari penyebab atau
gangguan yang berkaitan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, tandatanda infeksi, peningkatan tekanan intrakranial, kelainan kongenital,
kelainan pada kulit, dan tanda-tanda keganasan.
Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk mencari tanda defisit neurologis
fokal atau difus.
3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan EEG (elektroensefalografi) dilakukan untuk membantu


menegakkan diagnosis, menentukan jenis bangkitan maupun
sindrom epilepsi, membantu menentukan prognosis, dan penentuan
pemberian OAE.
Pemeriksaan neuroimaging dilakukan untuk melihat lesi di otak. Lesi
sktrutural otak akan dapat dilihat lebih jelas dengan menggunakan
MRI.
Pemeriksaan Laboratorium.
Pemeriksaan hematologi: Hemoglobin, leukosit dan hitung jenis,
hematokrit, trombosit, apusan darah tepi, elektrolit, kadar gula
darah sewaktu, fungsi hati, ureum, kreatinin dan albumin.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada:
- Awal pengobatan sebagai salah satu acuan dalam
menyingkirkan diagnosis banding dan pemilihan OAE
- Dua bulan setelah pemberian OAE pada penderita untuk
mendeteksi efek samping OAE
- Setiap setahun sekali untuk memantau efek samping OAE
Pemeriksaan kadar OAE
Untuk melihat kadar OAE dalam plasma saat bangkitan belum
terkontrol, atau untuk memantau kepatuhan pasien.

Diagnosis Banding1,4:

Gambar 1. Diagnosis banding epilepsi pada anak. Sumber: National Institue for Health and Care
Excellence. 2012. The epilepsies: the diagnosis and management of the epilepsies in adults and
children in primary and secondary care.

Tatalaksana
Tujuan dari terapi epilepsi adalah mengupayakan penderita dapat hidup normal
dan mengoptimalkan kualitas hidup penderita. Tatalaksana terbagi atas
tatalaksana farmakologi dan non farmakologi.

Terapi farmakologi

Obat Anti Epilepsi (OAE) diberikan bila:


o Diagnosis sudah dipastikan
o Terdapat minimal 2 bangkitan dalam setahun
o Keluarga dan penderita sudah menerima dan memahami edukasi tentang
tujuan pengobatan, dan kemungkinan efek samping yang dapat terjadi.
o Bangkitan terjadi berulang walaupun faktor pencetus sudah dihindari.
Terapi dimulai dengan monoterapi, sesuai dengan jenis bangkitan dan jenis
sindrom epilepsi.
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif atau timbul efek samping.
Bila penggunaan OAE lini pertama dosis maksimum tidak dapat mengontrol
bangkitan, maka diganti dengan OAE lini kedua. Caranya bila OAE telah
mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap. Bila terjadi
bangkitan saat penurunan OAE pertama, maka kedua OAE tetap diberikan.
Bila respon yang didapat tidak baik, kedua OAE harus diganti dengan OAE
yang lain. Penambahan OAE ketiga dilakukan bila terdapat respons dengan
OAE kedua, namun respons tetap suboptimal.
OAE kedua harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan OAE
pertama.
Penderita dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi
bila kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila:
o Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG
o Pada pemeriksaan CT Scan atau MRI ditemukan lesi yang berkorelasi dengan
bangkitan, misalnya meningioma, abses otak ensefalitis herpes, dll.
o Pada pemeriksaan neurologis ditemukan kelainan yang mengarah pada
kerusakan otak.
o Terdapat riwayat epilepsi pada saudara kandung.
o Riwayat bangkitan simptomatis.
o Bangkitan pertama berupa status epileptikus.
Strategi mencegah efek samping:
o Pilih OAE yang paling cocok untuk penderita

Gunakan titrasi dengan dosis terkecil dan rumatan terkecil mengacu pada
sindrom epilepsi dan karakter penderita.

Jenis- jenis OAE:


Tabel 1. Pemilihan OAE berdasarkan bentuk bangkitan. 1

Dosis dan cara pemberian OAE:


Karbamazepin: Dosis awal 400 600 mg/hari.

Anda mungkin juga menyukai