Anda di halaman 1dari 8

Bnnhe2

MAKALAH KEWARGANEGARAAN
PEMILUKADA LANGSUNG, DURI DALAM
OTONOMI DAERAH

KELOMPOK 10:
AFINA IZZATA MUSLIMAH (3415131001)
NURUL FATIHAH
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2014

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Otonomi daerah dan permasalahannya telah menjadi wacana yang berkembang seiring
dengan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Otonomi daerah memang adalah suatu
gagasan yang ideal bagi Negara Republik Indonesia, namun bukan berarti konsep tersebut
dapat diimplementasikan begitu saja tanpa cela dan kekurangan. Pelaksanaan otonomi daerah
dan permasalahannya hingga saat ini masih menjadi kajian bagi kalangan akademis dan
praktisi pemerintahan, karena negara kita saat ini memang masih terus mencari bentuk yang
paling tepat dalam upaya menyejahterakan masyarakat Indonesia. Pelaksanaan otonomi
daerah dan permasalahannya yang timbul dalam pelaksanaan tersebut, tentu saja menjadi
bahan evaluasi yang sangat penting. Pelaksanaan otonomi daerah dan permasalahannya yang
timbul selama ini sangat berguna bagi modifikasi konsepsi dan perumusan regulasi yang
lebih tepat dan sesuai dengan kondisi ke-Indonesia-an kita sekarang ini.
Otonomi daerah adalah sebuah proses bernegara yang tidak akan pernah tuntas dan
mengalami perubahan secara terus menerus dan tidak berkesudahan. Hal ini wajar, karena
tuntutan-tuntutan baru akan selalu muncul sesuai kebutuhan, maupun disebabkan adanya
koreksi atas kelemahan formulasi pada faktor perubahan lingkungan baik internal maupun
eksternal. Sadar atau tidak, sesungguhnya pertumbuhan otonomi daerah di Indonesia sejak
masa kemerdekaan sampai sekarang (masa reformasi) telah mengalami perubahan-perubahan
secara fluktuatif (naik-turun) sesuai dengan realitas di lapangan yang dilalui dengan rezim
pemerintahan yang berganti-ganti. Melihat pertumbuhan dan perkembangannya, ternyata
berlangsung tidak sesuai dengan apa yang diinginkan para pendiri republik ini.
Oleh karena itu, makalah ini disusun oleh kelompok 10 untuk menganalisis lebih lanjut
tentang masalah otonomi daerah yang seharusnya dijalankan dengan tidak mengorbankan
kesejahteraan rakyat lagi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang di atas, dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan Otonomi Daerah?
2. Apa saja pandangan para ahli mengenai Otonomi Daerah?
3. Apa yang dimaksud dengan Pemilukada Langsung?
4. Bagaimana implementasi dari tujuan dan prinsip otonomi daerah dalam kaitannya dengan
Pemilukada Langsung?
5. Bagaimana landasan hukum Otonomi Daerah yang mengatur Pemilukada dengan
dampaknya terhadap Sistem Otonomi Daerah?
1.3 TUJUAN MAKALAH
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pengertian Otonomi Daerah
2. Mengetahui pengertian Pemilukada Langsung

3.
4.
5.
6.

Mengetahui tujuan dari pembentukan Otonomi Daerah


Mengetahui prinsip-prinsip dari Otonomi Daerah
Mengetahui peraturan undang-undang yang mengatur tentang Otonomi Daerah
Menemukan saran untuk masalah Pemilukada Langsung yang menjadi duri dalam
Sistem Otonomi Daerah
7. Memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan
1.4 MANFAAT MAKALAH
Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Sebagai pemahaman tentang peraturan daerah di Indonesia
2. Sebagai sarana untuk mengemukakan pendapat terhadap Otonomi Daerah di Indonesia
3. Sebagai penumbuh rasa nasionalisme yang lebih agar peduli terhadap kondisi daerahdaerah di Indonesia

BAB II
ISI
2.1 PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang
berarti undang-undang atau aturan. Dengan demikian, otonomi dapat diartikan sebagai
kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Hak mengurus rumah
tangga sendiri yang bersumber dari wewenang pangkal dan urusan pemerintah pusat yang
diserahkan kepada daerah. Istilah sendiri adalah dalam hak mengatur dan mengurus rumah
tangga merupakan inti otonomi suatu daerah, penetapan kebijakan sendiri, pelaksanaan
sendiri, pembiayaan sendiri dan pertanggungjawaban daerah sendiri. Dalam kebebasan
menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, daerah tidak dapat
menjalankan hak dan wewenang otonominya itu di luar batas-batas wilayahnya. Otonomi
daerah merupakan wewenang untuk mengatur urusan pemerintahan yang bersifat lokalitas
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Dengan demikian, desentralisasi
sebenarnya menjelmakan otonomi masyarakat setempat untuk memecahkan berbagai
masalah dan pemberian layanan yang bersifat lokalitas demi kesejahteraan masyarakat yang
bersangkutan. Desentralisasi dapat jua disebut sebagai otonomisasi, yakni otonomi daerah
diberikan kepada masyarakat dan bukan kepada daerah atau pemerintah daerah.
Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus wewenang pangkal dan
urusan yang diserahkan kepadanya. Otonomi tidak membawahi otonomi daerah lain, hak
mengatur/mengurus rumah tangga sendiri bukan merupakan subordinasi hak
mengatur/mengurus rumah tangga daerah lain. Dengan demikian suatu daerah otonom adalah
daerah yang self government, self sufficiency, self authority, self regulation to its laws and
affairs dari daerah lain baik secara vertikal/horizontal karena daerah otonom memiliki actual
independence.
2.2 PANDANGAN PARA AHLI TENTANG OTONOMI DAERAH
2.2.1 Dennis Rondinelli
Otonomi daerah adalah proses pelimpahan wewenang dan kekuasaan
(perencanaan dan pengambilan keputusan dari pemerintah pusat) kepada pemerintah daerah
(organisasi-organisasi pelaksana daerah, unit-unit pelaksana daerah) kepada organisasi semiotonom dan semi otonom (parastatal) atau kepada organisasi non-pemerintah.
2.2.2 World Bank
Otonomi daerah adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab untuk
menjalankan fungsi pemerintah pusat kepada organisasi-organisasi pemerintah yang menjadi
bawahannya atau yang bersifat semi-independen atau kepada sektor swasta.
2.2.3 M. Masud Said

Dalam konteks Indonesia, otonomi daerah adalah proses pelimpahan, wewenang,


dan kekuasaan dari pemerintah pusat di Jakarta kepada pemerintah provinsi maupun
kabupaten/kota.

2.3 PENGERTIAN PEMILUKADA LANGSUNG


Sejarahnya, pemilukada di Indonesia sempat berganti-ganti sistem. Apabila dirunut dari
zaman kolonial, seorang kepala daerah masa itu mulai dari gubernur, residen, bupati, wedana dan
camat menduduki kursi jabatannya berdasarkan mekanisme pengangkatan atau penunjukkan oleh
penguasa kolonial. Mekanisme model seperti ini berlaku baik itu saat Indonesia dijajah Belanda
maupun Jepang. Setelah lepas dari belenggu penjajahan, cara-cara yang diterapkan penjajah tetap
dilanggengkan oleh undang-undang. UU Nomor 22 Tahun 1948 tentang Penetapan Aturan-Aturan
Pokok Mengenai Pemerintahan Sendiri di Daerah-Daerah yang Berhak Mengatur dan Mengurus
Rumah Tangganya Sendiri, mengatur bahwa kepala daerah provinsi (gubernur) diangkat oleh presiden
dari calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi. Masih menurut Undangundang yang sama, untuk kepala daerah kabupaten, diangkat oleh Menteri Dalam Negeri dari calon
yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten. Demikian juga untuk kepala daerah
desa (kota kecil), diangkat oleh kepala daerah propinsi dari calon yang diajukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Desa (kota kecil). Dua belas tahun setelah Republik ini merdeka, wacana
pemilihan kepala daerah secara langsung mulai mengemuka seiring lahirnya UU Nomor 1 Tahun
1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Tetapi, terkesan masih malu-malu karena
penyebutan pemilihan langsung hanya termaktub pada bagian penjelasan umum, bukan batang tubuh.
Periode-periode berikutnya, Indonesia masih berkutat pada sistem pemilihan kepala daerah di tangan
penguasa pusat presiden dan menteri dalam negeri- dengan sedikit kontribusi dari perwakilan daerah
(DPRD) sebagai pengusul. Seiring dengan runtuhnya Orde Baru di bawah kekuasaan (alm) Soeharto,
perubahan sistem terjadi di segala sendi di Negeri ini, termasuk pemerintahan daerah. Lahirnya UU
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menimbulkan banyak perubahan pada
penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Di era inilah sistem otda mulai resmi diterapkan di
Indonesia, meskipun merujuk pada penetapan Hari Otonomi Daerah berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 11 Tahun 1996, pelaksanaan otda dihitung sejak tahun 1995. Perubahannya tidak hanya
mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah, tetapi juga dalam hal pelaksanaan pemilihan kepala
daerah yang pada masa-masa sebelumnya sangat ditentukan oleh pemerintah pusat. Lepas dari
pengaruh pemerintah pusat, pelaksanaan pemilihan kepala daerah ternyata belum bebas dari masalah.
DPRD selaku pemegang kuasa baru pemilihan kepala daerah justru menjadi lingkaran korupsi.
Harapan muncul ketika UU Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti UU Nomor 22 Tahun 1999 lahir.
Undang-undang yang diteken oleh Presiden Megawati Soekarnoputri itu merupakan tonggak
berlakunya sistem pemilihan kepala daerah yang kemudian lazim disebut pilkada atau pemilukadasecara langsung oleh rakyat. Mengingat fakta bahwa 63 pasal dari total 240 pasal mengatur tentang
pemilukada langsung, terkesan sekali UU Nomor 32 Tahun 2004 dibuat khusus untuk
memperkenalkan sistem pemilukada langsung. Mencermati perjalanan sejarahnya, pemilukada
langsung layak disebut sebagai sebuah sistem yang lahir dari rahim otda. Semangat otonomi jelas
mewarnai pemberlakuan pemilukada langsung di Indonesia. Bahwa, masyarakat di daerah adalah
masyarakat yang otonom, yang tidak lagi bergantung dan patuh pada titah pemerintah pusat. Dengan
memilih kepala daerah secara langsung, maka masyarakat di suatu daerah berkesempatan menentukan
nasib daerahnya sendiri, tanpa campur tangan (pemerintah) pusat

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Diperlukan pemimpin di daerah yang mampu menumbuhkan nasionalisme untuk memajukan
pembangunan di daerah dengan mengedepankan komitmen dan partisipasi. Pembangunan bangsa
memerlukan bangsa yang berkarakter baik, karakter akan tercermin dalam reputasi (kinerja)
aparat di daerah. Karakter bangsa harus berangkat dari visi, misi, dan nilai hidup masyarakat di
daerah. Pendidikan karakter harus dimulai sedini mungkin. Inti pelaksanaan otonomi daerah
ialah keleluasaan pemda untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa,
kreativitas, dan peran serta aktif masyarakat.
Lalu, hal-hal yang kiranya perlu dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah
adalah:
Meningkatkan pegelolaan pelayanan publik yang berkualitas
Memperkuat kewenangan lembaga/unit pelayanan
Melibatkan masyarakat untuk secara aktif mengawasi, mengevaluasi, dan memberikan
masukan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyangkut Otonomi
Daerah dan Desentralisasi dalam rangka menyikapi persoalan-persoalan kebangsaan di Negara
Kesatuan Republik Indonesia sekarang ini perlu direvisi. Karena, masih ada celah atau
kelemahan dalam undang-undang tersebut terutama dalam hal implementasi dari kebijaksanaan
otonomi daerah dan desentralisasi ternyata tidak sesuai dengan konsep kebijaksanaannya.
Akibatnya, terjadi ketidakharmonisan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Daerah
merasa diperlakukan secara tidak adil oleh pusat. Lalu, diperlukan penataan kembali
penyelenggaraan otonomi daerah dalam UU nomor 32 tahun 2004 tersebut dengan memetakan
kembali implementasi sesuai dengan substansi desentralisasi dan otonomi daerah pasca UU
Nomor 32 Tahun 2004. Hal tersebut dilakukan, untuk mencegah munculnya gerakan-gerakan di
pusat yang tidak menghendaki otonomi daerah di Indonesia ini subur dan berkembang.

3.2 SARAN
Ada beberapa saran-saran yang perlu diperhatikan, yaitu pemerintahan pusat pro-aktif
mengkaji lebih dalam bagaimana sebenarnya penyelenggaraan otonomi di daerah-daerah,
mengapa muncul gejolak masyarakat daerah, bukan melakukan tindakan represif dengan
kekuatan militer. Lalu, berdasarkan atas berbagai masalah ketidakkonsistenan, keselarasan, dan
ketidaksejalannya UU Nomor 32 tahun 2004 terhadap Pasal 18 UUD 1945 Negara Republik
Indonesia tentang Pemerintahan Daerah. Maka, penyusun menyarankan diperlukan penulusuran
lebih jauh implementasi apa yang dimaksud dengan ketentuan-ketentuan penyelengaraan
otonomi daerah menurut UU Nomor 32 tahun 2004 sebagai upaya meluruskan kembali
peraturan-peraturan yang ada dalam UU Nomor 32 tahun 2004 terhadap Pasal 18 UUD 1945,
sehingga maksud dan tujuan otonomi daerah ini menjadi jelas.

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Benedict. 1999. Indonesian Nationalism Today and in the Future. Indonesia, no. 67, April.
Marbun, B.N. 2010. Otonomi Daerah 1945 2010 Proses dan Realita. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Riwukaho, Josef. .2001. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Syaukani, Afan Gaffar, dan Ryaas Rasyid. 2009. Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Widjaja, HAW. 2009. Otonomi Daerah Dan Daerah Otonom. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Wignyosoebroto, Soetandyo. 2004. Desentralisasi Dalam Tata Pemerintahan Kolonial Hindia
Belanda. Jakarta: Banyumedia.

Anda mungkin juga menyukai