Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Indonesia telah berusia 69 tahun sejak pertama kali proklamasi
kemerdekaan dikumandangkan pada tangal 17 Agustus 1945. Selama itu pula
telah banyak hal-hal yang telah dilalui oleh bangsa kita ini, baik hal-hal yang
baik seperti pembangungan yang semakin maju, SDM yang telah berkembang
dan perekonomian yang semakin membaik. Serta hal-hal yang kurang
mengenakan seperti konflik-konflik baik konflik internal atau eksternal.
Dewasa ini banyak sekali muncul konflik-konflik secara internal yang
terjadi di Indonesia. Tidak tanggung-tanggung konflik ini memakan korban
jiwa dan kerugian materi maupun immaterial.
Dengan melihat struktur masyarakat Indonesia sendiri yang multikultur
dan memiliki penduduk yang sangat banyak mampu menjadi pemicu dari
adanya konflik sosial ini. Tapi apakah struktur multikultur yang memiliki
berbagai kebudayaan, adat istiadat, ciri khas, nilai-nilai serta norma-norma ini
akan kita jadikin sebagai sebuah dasar konflik? Ini merupakan cara pemikiran
yang salah ketika dilain pihak kita menjunjung tinggi apa yang disebut dengan
semboyan kita Bangsa Indonesia Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda-Beda
Tetapi Tetap Satu, seharusnya dengan adanya semobayan ini kita mampu
menginternalisasikan kedalam diri kita masing-masing, sehingga kita mampu
merespon segala bentuk konflik sosial atau permasalahan yang menjadikan
perbedaan sebagai dasar dari konflik ini dengan arif dan tepat.
Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan membahasa mengenai
beberapa faktor yang sering dijadiakn orang sebagai alat untuk memicu konflik
sosial ketika faktor ini tidak dapat direspon secara baik dalam masyarakat
Kelas, Ras dan Sektarian Agama adalah judul dari makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana kelas-kelas yang mempengaruhi masyarakat.
1.2.2 Bagaimana perkembangan ras
1.2.3 Bagaimana perkembangan dari sektarian agama
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui kelas-kelas yang mempengaruhi masyarakat
1.3.2 Untuk mengetahui perkembangan ras
1

1.3.3 Untuk mengetahui perkembangan dari sektarian agama

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kelas-kelas dalam Masyarakat (Social Classes)
Seperti yang sering terjadi dengan beberapa istilah lain dalam sosiologi,
istilah kelas tidak selalu mempunyai arti yang sama. Walaupun pada
2

hakikatnya mewujudkan sistem kedudukan-kedudukan yang pokok dalam


masyarakat. Penjumlahan kelas-kelas dalam masyarakat disebut class-system.
Artinya, semua orang dan keluarga yang sadar akan kedudukan mereka itu
diketahui dan diakui oleh masyarakat umum. Dengan demikian, pengertian
kelas paralel dengan pengertian lapisan tanpa membedakan apakah dasar
lapisan itu faktor uang, tanah, kekuasaan, atau dasar lainnya.
Ada pula yang menggunakan istilah kelas hanya untuk lapisan yang
berdasarkan atas unsur ekonomis. Sementara itu, lapisan yang berdasarkan atas
kehormatan dinamakan kelompok kedudukan (status group). Selanjutnya
dikatakan bahwa harus diadakan pembedaan yang tegas antara kelas dan
kelompok kedudukan.
Max Weber mengadakan pembedaan antara dasar ekonomis dengan dasar
kedudukan sosial, tetapi tetap mempergunakan istilah kelas bagi semua lapisan.
Adanya kelas yang bersifat ekonomis baginya lagi ke dalam sub kelas yang
bergerak dalam bidang ekonomi dengan menggunakan kecakapannya. Di
samping itu, Max Weber masih menyebutkan adanya golongan yang mendapat
kehormatan khusus dari masyarakat dan dinamakannya Stand.
Joseph Schumpeter mengatakan bahwa kelas-kelas dalam masyarakat
terbentuk karena diperlukan untuk menyesuaikan masyarakat dengan
keperluan-keperluan yang nyata. Makna kelas dan gelaja-gejala kemsyarakatan
lainnya yang hanya dapat dimengerti dengan benar apabila diketahui riwayat
terjadinya.
Peter Berger, yang menganggap sistem kelas sebagai a type of
stratication in which one's general position in society is basically determined
by economic criteria (Berger, 1980:95). Dari perumusan ini nampak bahwa,
seperti juga dalam perumusan Marx dan Weber, konsep kelas dikaitkan dengan
posisi seseorang dalam masyarakat berdasarkan kriteria ekonomi.
Jeries pun mendasarkan pandangannya mengenai kelas pada pandangan
para tokoh klasik tersebut di atas. Ia mengemukakan bahwa kelas sosial
merupakan social and economic groups constituted by coalescence of
economic, occupational, and education bonds (Jeries, 1980: 73-80). Jadi
Jeries melihat bahwa konsep kelas melibatkan perpaduan antara ikatan
ekonomi (yang oleh Jeries dianggap sebagai segi terpenting dari kelas),
pekerjaan, dan pendidikan. Meskipun konsep kelas ini mencakup tiga dimensi

yang berbeda satu dengan yang lainJeries antara lain mengemukakan


bahwa seorang guru besar bergelar Doktor cenderung berpenghasilan rendah
sampai menengah, sedangkan seorang yang sangat kaya belum tentu
berpendidikan sarjana muda, namunJeries menggabungkannya dengan
alasan bahwa di antara ketiga dimensi tersebut terdapat kesalingketerkaitan
yang erat. Menurut Jeries pekerjaan merupakan segi penting dari kelas.
Dikemukakannnya pula bahwa pendidikan yang sering menjadi prasyarat bagi
pekerjaan tertentu.
Weber mendenisikan kelas sebagai sekelompok orang; hal serupa kita
jumpai dalam denisi Jeries. Namun, ada ahli sosiologi yang berpandangan
bahwa kelas mencakup pula keluarga mereka. Bernard Barber, misalnya,
mendenisikan kelas sosial sebagai himpunan keluarga. Ini mencerminkan
bahwa pendangan kedudukan seorang anggota keluarga dalam suatu kelas
terkait dengan kedudukan anggota keluarga lain. Bilamana seorang kepala
keluarga menduduki suatu status istri (atau suami, bila yang mengalami
kenaikan status adalah perempuan) dan anak-anaknya akan tinggi pula.
Kadang-kadang seorang anggota keluarga dapat memperoleh status yang sama
atau bahka melebihi status yang semula diduduki kepala keluarga, seperti
misalnya kasusu Nyoya Corazon Aquino, seorang ibu rumah tanggga yang
tepilih Presiden Filipina setelah suaminya, Senator Benigno Aquino dibunuh.
Pada beberapa masyarakat di dunia, terdapat kelas-kelas yang tegas sekali
karena orang-orang dari kelas tersebut memperoleh sejumlah hak dan
kewajiban yang dilindungi oleh hukum positif masyarakat yang bersangkutan.
Warga masyarakat semacam itu seringkali mempunyai kesadaran dan konsepsi
yang jelas tentang seluruh susunan lapisan dalam masyarakat. Misalnya di
Inggris ada istilah-istilah tertentu seperti commoners bagi orang biasa dan
nobility bagi bangsawan. Sebagian besar warga masyarakat Inggris menyadari
bahwa orang-orang nobility berada si atas commoners (sesuai dengan adatistiadat). Contoh lain adalah masyarakat Atoni Pah Meto di Timor. Di sana
kaum bangsawan disebut usif untuk membedakannya dengan tog yang
merupakan sebutan bagi orang-orang biasa. Masyarakat menyadari bahwa
kedudukan golongan usif berada di atas tog.

Definisi lain dari kelas sosial adalah berdasarkan kriteria tradisional,


yaitu:

Besar atau ukuran jumlah anggota-anggotanya.


Kebudayaan yang sama, yang menentukan hak-hak dan kewajibankewajiban warganya.
Kelanggengan.
Tanda-tanda atau lambang-lambang yang merupakan ciri-ciri khas.
Batas-batas yang tegas (bagi kelompok itu terhadap kelompok lain)
Antagonisme tertentu.

Sehubungan dengan kriteria tersebut di atas, kelas memberikan fasilitasfasilitas hidup yang tertentu (life-chances) bagi anggotanya. Misalnya,
keselamatan atas hidup dan harta benda, kebebasan, standar hidup yang tinggi,
dan sebagainya, yang dalam arti-arti tertentu tidak dipunyai oleh para warga
kelas-kelas lainnya. Selain itu, kelas juga memengaruhi gaya dan tingkah laku
hidup masing-masing warganya (life style) karena kelas-kelas yang ada dalam
masyarakat mempunyai perbadaan dalam kesempatan-kesempatan menjalani
jenis pendidikan atau rekreasi tertentu. Misalnya, ada perbedaan dalam apa
yang telah dipelajari warga-warganya, perilakunya, dan sebagaiya. Dalam
masyarakat Indonesia terutama di kota-kota besar, pernah dikenal pembedaan
antara golongan yang mengalami pendidikan Barat (misalnya pendidikan
Belanda) dengann golongan yang tidak pernah. Di dalam mendidik anak-anak,
golongan-golongan tersebut mengembangkan pola sosialisasi yang berbeda.
2.2 Ras
Ras adalah kategori individu yang secara turun temurun memiliki ciri-ciri
fisik dan biologis tertentu. Persamaan umum dalam ras yaitu, ras merupakan
suatu pengertian biologi, bukan pengertian sosiokultural. Misalnya, jika kita
menyebut ras Negro, berarti yang dimaksud bukan sifat kebudayaan kelompok
tersebut seperti pandai bernain musik, melainkan ciri fisiknya, seperti warna
kulitnya hitam atau bentuk rambutnya keriting. Artinya, jika kita menyebut satu
kelompok ras, berarti yang dimaksudkan bukan sifat kebudayaan kelompok
tersebut, melainkan ciri fisiknya.
Beberapa pengertian ras menurut para ahli adalah sebagai berikut:

Pengertian Ras Menurut Bruce J. Cohen: Ras adalah kategori individu yang
secara turun temurun memiliki ciri-ciri fisik dan biologis tertentu yang
sama.

Pengertian Ras Menurut Horton dan Hunt: Ras adalah suatu kelompok
manusia yang agak berbeda dengan kelompok-kelompok lainnya dalam segi
ciri-ciri fisik bawaan. Di samping itu banyak juga ditentukan oleh
pengertian yang digunakan oleh masyarakat.

Pengertian Ras Menurut Alex Thio: Ras adalah sekelompok orang yang
dianggap oleh masyarakat memiliki ciri-ciri biologis yang berbeda.

Pengertian Ras Menurut Stephen K. Sanderson: Ras adalah suatu kelompok


atau kategori orang-orang yang mengidentifikasi diri mereka sendiri, dan
diidentifikasikan oleh orang-orang lain, sebagai perbedaan sosial yang
dilandasi oleh ciri-ciri fisik atau biologis.
Ras (dari bahasa Prancis race, yang sendirinya dari bahasa Latin radix,

"akar") adalah suatu sistem klasifikasi yang digunakan untuk mengkategorikan


manusia dalam populasi atau kelompok besar dan berbeda melalui ciri
fenotipe, asal usul geografis, tampang jasmani dan kesukuan yang terwarisi. Di
awal abad ke-20 istilah ini sering digunakan dalam arti biologis untuk
menunjuk populasi manusia yang beraneka ragam dari segi genetik dengan
anggota yang memiliki fenotipe (tampang luar) yang sama. Arti "ras" ini masih
digunakan dalam antropologi forensik (dalam menganalisa sisa tulang),
penelitian biomedis dan kedokteran berdasarkan asal-usul.
Di samping itu, di Amerika Serikat misalnya, penegak hukum
menggunakan

istilah

"ras" dalam

menentukan

profil

tersangka

dan

penggambaran kembali tampang sisa yang belum diidentifikasi.


Selain itu, karena di banyak masyarakat, pengelompokan berdasarkan
"ras" mengikuti pola pelapisan sosial, bagi ilmuwan sosial yang meneliti
kesenjangan sosial, "ras" dapat menjadi variabel yang berarti. Sebagai faktor
sosiologis, kategori "ras" dapat secara terbatas mencerminkan penjelasan yang
subyektif, mengenai jati diri dan lembaga sosial.

Oleh karena itu, paradigma "ras" yang digunakan dalam berbagai disiplin
menekan dengan cara yang beraneka pada sifat biologis atau pada segi
konstruk sosial.
Walau para biologis kadang-kadang menggunakan paham "ras" untuk
membuat pembedaan antara kumpulan ciri-ciri yang rancu, ilmuwan lain
mengajukan wawasan bahwa paham "ras" sering digunakan secara naif atau
terlalu sederhana. "Ras" tidak memiliki arti taksonomis untuk manusia : Semua
manusia adalah anggota dari subspesies hominid yang sama yaitu Homo
sapiens sapiens. Paham sosial dan pengelompokan ras berubah dengan waktu,
termasuk taksonomi awam yang menentukan tipe orang yang bersifat
esensialisme berdasarkan ciri-ciri yang terlihat. Para ilmuwan menganggap
esensialisme biologis sudah ketinggalan zaman, dan pada umumnya tidak
mendukung penjelasan berdasarkan ras untuk pembedaan kelompok, baik dari
segi ciri-ciri jasamni maupun kelakuan.
Saat orang menentukan dan menggunakan satu paham tertentu untuk
"ras", mereka menciptakan suatu kenyataan sosial di mana diterapkan suatu
kategorisasi sosial tertentu. Oleh sebab itu "ras" dipandang sebagai konstruk
sosial. Konstruk tersebut berkembang dalam berbagai konteks hukum, ekonomi
dan sosio-politik, dan boleh jadi lebih merupakan akibat daripada sebab dari
kenyataan sosial. Walau banyak ilmuwan berpandangan bahwa "ras" adalah
suatu konstruk sosial, kebanyakan pakar setuju bahwa "ras" memiliki dampak
material yang nyata dalam diskriminasi perhunian, proses hukum, praktek
politik, pendidikan dll. Teori Omi dan Winant mengenai pembentukan ras
mengatakan bahwa "ras adalah suatu konsep yang mengartika dan
melambangkan pertentangan dan kepentingan sosial melalui pengacuan pada
tipe jasmani manusia yang berbeda. Arti dan maksud dari istilah "ras"
dihasilkan dan digunakan oleh lembaga sosial melalui pandangan bersifat
kebudayaan. Sejak Omi dan Winant, para akademisi telah menyusun dan
meninjau kembali maksud "ras" sebagai konstruksi sosial dengan meneliti cara
gambaran, paham dan asumsi mengenai "ras" dirumuskan dalam kehidupan
sehari-hari.

Angela Davis, Ruth Gilmore, dan Imani Perry telah menelusuri hubungan
antara paham "ras" dari segi sejarah dan sosial production dalam bahasa hukum
dan pidana, dan dampaknya atas kebijakan terhadap orang Hitam di Amerika,
dan jumlah mereka dalam penjara yang sudah tidak proporsional lagi.
Faktor sosio dan ekonomi, in combination with early but enduring views
of race, berakibat pada penderitaan yang sangat besar di dalam kelompok yang
terlantar. Diskriminasi rasial sering bertepatan dengan pola pikir yang rasis , di
mana para individu dan ideologi satu kelompok melihat anggota dari kelompok
lain sebagai suatu "ras" tertentu yang lebih rendah secara moral. Alhasil,
kelompok yang tidak banyak berkuasa sering terasing atau tertindas, sedangkan
individu dan lembaga yang dominan dituduh bersikap rasis. Rasisme
berakibatkan banyak contoh tragedi, termasuk perbudakan dan genosida.
Berdasarkan

karakteristik

biologis,

pada

umumnya

manusia

dikelompokkan dalam beragai ras.Manusia dibedakan menurut bentuk wajah,


rambut, tinggi badan, warna kulit, mata, hidung, dan karakteristik fisik
lainnya.Jadi, ras adalah perbedaaan antara manusia menurut atau berdasarkan
ciri fisik biologis.Ciri utama pembeda antara ras yaitu ciri alamiah rambut pada
badan, warna alami rambut, kulit, dan iris mata, bentuk lipatan penutup mata,
bentuk hidung serta bibir, bentuk kepala dan muka, ukuran tinggi badan.
Ciri-ciri yang menjadi identitas dari ras bersifat objektif atau
somatic.Secara biologis, konsep ras selalu dikaitkan dengan pemberian
karakteristik seseorang atau sekelompok orang ke dalam suatu kelompok
tertentu yang secara genetic memiliki kesamaan fisik, seperti warna kulit, mata,
rambut, hidung, atau potongan wajah.Perbedaan seperti itu hanya mewakili
factor tampilan luar.
Semua kelompok ras kurang lebih sama dalam karakteristik fisik yang
penting. Meskipun terdapat beberapa pengecualian, perbedaan fisik yang ada
hanyalah bersifat kosmetik dan tidak fungsional.Perbedaan fisik pada makhuk
manusia sangat sedikit, jika dibandingkan dengan perbedaan fisik yang
terdapat pada banyak makhluk hidup lainnya, misalnya anjing dan kuda.
8

Kebayakan ilmuwan dewasa ini sependapat bahwa semua kelompok ras


termasuk dalam satu rumpun yang merupakan hasil dari suatu proses evolusi,
dan semua kelompok ras kurang lebih sama kadar kemiripannya dengan hewan
lainnya.
Di dunia ini dihuni berbagai ras. Pada abad ke-19, para ahli biologi
membuat klasifikasi ras atas tiga kelompok, yaitu :
a. Kaukasoid
b. Negroid
c. Mongoloid.
Adapun rasa atau subras yang mendiami kepulauan Indonesia adalah
sebagai berikut :

Papua melanesoid yang mendiami wilayah Papua, Aru, dan Kai.

Weddoid yang mendiami daerah Sumatra bagian barat laut.

Malayan Mongoloid yang meliputi Proto Melayu.

Negroid yang mendiami pegunungan Maoke Papua.

Asiatic Mongoloid yang terdiri atas keturunan Tionghoa dan Jepang yang
tinggal di Indonesia.

Kaukasoid terdiri atas keturunan Belanda, Inggris, keturunan Arab, India,


Pakistan yang tinggal di Indonesia.
Hubungan antara Ras dan Kebudayaan. Ras ialah suatu kelompok

manusia yang berasal sama dengan sifat-sifat keturunan yang sama yang
membedakannya dengan manusia lainnya karena itu, Ras bersifat biologis
sedang Kebudayaan bersifat sosiologis artinya kalau kita keturunan atau punya

orang tua Ras mongolit tetapi dibesarkan dalam kebudayaan lain, maka kita
dapat berpindah kebudayaan dimana kita dibesarkan tetapi tidak dapat
berpindah Ras.
Namun demikian dapat terjadi percampuran antara ras yang bisa
mengakibatkan percampuran kebudayaan, hal ini dapat terjadi apabila
dilakukan kawin mawik antara Ras dimana masing-masing pihak mengikut
sertakan kebudayaannya dikehidupan rumah tangganya. Perkawinan antara ras
ini akan melahirkan orang-orang campuran yang didalam sosiologi dikenal
dengan nama "Marginal-Man"(orang yang terpinggirkan).

2.3 Sektarian Agama


Dalam sosiologi agama, sekte umumnya adalah sebuah kelompok
keagamaan atau politik yang memisahkan diri dari kelompok yang lebih besar.
Biasanya karena pertikaian tentang masalah-masalah doktriner.
Dalam sejarah, penggunaannya di lingkungan agama

Kristen

mengandung konotasi penghinaan dan biasanya merujuk kepada suatu gerakan


yang menganut keyakinan atau ajaran sesat dan seringkali menyimpang dari
ajaran dan praktik ortodoks. Dalam konteks India, skte merujuk kepada suatu
tradisi yang terorganisir.
Kata sekte berasal dari istilah bahasa Latin, secta (dari sequi, mengikut),
yang berarti (1) suatu langkah atau jalan kehidupan, (2) suatu aturan perilau
atau prinsip-prinsip dasar, (3) suatu aliran atau doktrin filsafat.
Ada beberapa definisi dan deskripsi sosiologis untuk istilah ini. Salah
seorang yang pertama kalinya mendefinisikannya adalah Max Weber dan
Ernest Troeltsch (1931). Sosiolog Amerika, Rodney Stark dab William Sims
Brainbrigde menegaskan bahwa sekte-sekte mengklaim dirinya sebagai
kelompok yang otentik dan bersih, sebagai versi dari iman yang telah
diperbaharui, yang daripadanya mereka memisahkan diri.
Sektarianisme kadang-kadang didefinisikan dalam sosiologi agama
sebagai suatu pandangan dunia yang menekankan keabsahan unik dari kredo
dan praktik-praktik orang percaya dan hal itu meningkatkan ketegangan
dengan masyarakat yang lebih luas melalui tindakan mereka membangun
praktik-praktik yang menegaskan batas pemisahnya.

10

Partai-partai sosialis, sosial-demokrat, buruh, dan komunis yang berbasis


massa, seringkali berasal-usul dari sekte-sekte utopis, dan karenanya juga
memproduksi banyak sekte, yang memisahkan diri dari partai massanya.
Khususnya partai-partai komunis daro 1919 mengalami berbagai perpecahan,
diantaranya dapat disebut sebagai sekte dari induknya. Salah satu faktor utama
yang tampaknya menghasilkan sekte politik adalah ketaatan yang ketat kepada
suatu doktrin atau gagasan setelah waktunya lewat atau setelah doktrin itu tidak
lagi mempunyai relevansi yang jelas terhadap realitas yang berubah.
Konsep sekte dalam konteks India. Axel Michaels, seorang Indolog,
menulis dalam bukunya tentang Hinduisme bahwa dalam konteks India, kata
sekte tidak menunjukkan adanya perpecahan atau komunitas yang terasingkan.
Melainkan lebih pada suat tradisi yang terorganisir, yang biasanya didirikan
oleh si pendiri yang melakukan praktik-praktik asketik. Dan menurut Michaels,
sekte-sekte India tidak memusatkan perhatian pada ajaran-ajaran sesat, karena
tidak adanya pusat atau pusat yang menuntut membuat hal ini tidak mungkin.
Sebaliknya, fokusnya adalah para penganut dan pengikutnya.
Dalam bahasa-bahasa Eropa selain Inggris, kata padanan untuk sekte
seperti misalnya secte, secta, sekta, atau sekte, digunakan untuk
merujuk pada sekte keagamaan atau poliyik yang berbahaya, dalam pengertian
yang sama ketika orang di negara-negara berbahasa Inggris menggunakan kata
kultus (cultus).
Di Amerika Latin, kata ini seringkali digunakan untuk merujuk kelompok
keagamaan non-Katolik Roma manapun, tak peduli berapa besar kelompok itu,
seringkali dengan konotasi negatif yang sama yang dimiliki kata kultus dalam
bahasa Inggris. Demikian pula di beberapa negara Eropa dimana Protestanisme
tidak pernah benar-benar populer. Gereja-gereja ortodoks (baik Yunani maupun
Katolik) sering menggambarkan kelompok-kelompok Protestan (khususnya
yang lebih kecil) sebagai sekte. Hal ini tampak seperti di Rusiam Ukraina,
Belarus, dan Polandia.
Sektarianisme adalah bigotri, diskriminasi atau kebencian yang muncul
akibat perbedaan di antara suatu kelompok, seperti perbedaan denominasi
agama atau fraksi politik.

11

Konflik sektarian seringkali merujuk pada konflik kekerasan religius dan


politik seperti konflik antara Katolik dan Protestan di Irlandia Utara (meskipun
kepercayaan politik dan pembagian kelas memainkan peran yang penting pula).
Sektarianisme terdapat di seluruh dunia. Dalam agama Islam, konflik
antara Sunni dan Syiah merupakan contoh konflik sektarian. Konflik antara
Sunni dan Shia muncul di Irak dan Pakistan.

BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Kelas-kelas dalam masyarakat pada hakikatnya mewujudkan sistem
kedudukan-kedudukan yang pokok dalam masyarakat. Kelas-kelas dalam
masyarakat terbentuk karena diperlukan untuk menyesuaikan masyarakat
dengan keperluan-keperluan yang nyata. Tidak hanya itu, kelas sosial digunakan
hanya untuk lapisan berdasarkan atas status ekonomi. Kelas memberikan

12

fasilitas-fasilitas hidup yang tertentu (life-chances) bagi anggotanya. Misalnya,


keselamatan atas hidup dan harta benda, kebebasan, standar hidup yang tinggi,
dan sebagainya, yang dalam arti-arti tertentu tidak dipunyai oleh para warga
kelas-kelas lainnya. Selain itu, kelas juga memengaruhi gaya dan tingkah laku
hidup masing-masing warganya (life style) karena kelas-kelas yang ada dalam
masyarakat mempunyai perbadaan dalam kesempatan-kesempatan menjalani
jenis pendidikan atau rekreasi tertentu.
Ras adalah sekelompok orang yang dianggap oleh masyarakat lain
memiliki ciri fisik atau biologis yang berbeda. Dalam hal ini bukan sifat
kebudayaannya yang dilihat. Berdasarkan karakteristik biologis, pada umumnya
manusia dikelompokkan dalam beragai ras. Manusia dibedakan menurut bentuk
wajah, rambut, tinggi badan, warna kulit, mata, hidung, dan karakteristik fisik
lainnya. Di dunia ini dihuni berbagai ras, yaitu : Kaukasoid, Negroid,
Mongoloid. Hubungan ras dengan kebudayaan, yaitu ras bersifat biologis
sedangkan kebudayaan bersifat sosiologis. Misalnya kita memiliki satu ras dan
dibesarkan dalam kebudayaan lain, maka kita dapat berpindah kebudayaan tetapi
ras kita tidak akan berubah.
Sekte adalah sebuah kelompok keagamaan atau politik yang memisahkan
diri dari kelompok yang lebih besar. Sekte-sekte mengklaim dirinya sebagai
kelompok yang otentik dan bersih, sebagai versi dari iman yang telah
diperbaharui. Di lingkungan agama Kristen mengandung konotasi penghinaan
dan biasanya merujuk kepada suatu gerakan yang menganut keyakinan atau
ajaran sesat dan seringkali menyimpang. Konflik sektarian biasanya merujuk
pada konflik agama dan bahkan bisa pada konflik kekerasan. Contohnya yaitu
konflik antara Sunni dan Syiah.

13

DAFTAR PUSTAKA
Alif, Alfian. 2012. Kegunaan, Kepribadian, dan Hubungan antara Ras
dan

Kebudayaan

Melalui

http://alfianismeb.blogspot.com/2012/03/kegunaan-kepribadiandan-hubungan.html . Diakses pada Sabtu 26 Oktober 2014.

Damayanti. 2012. Hubungan Agama dan Budaya: Tinjauan Sosiokultural. Melalui


http://damayanti327.wordpress.com/about/hubungan-agama-dan-budayatinjauan-sosiokultural/ . Diakses pada Sabtu 26 Oktober 2014.

Haryanto, Yudi. 2011. Bab 5 Perkembangan Kelompok dalam Masy Multikutur. Melalui
http://harinobi.blogspot.com/2011/03/bab-5-perkembangan-kelompok-dalammasy.html . Diakses pada Senin 20 Okober 2014.
Maula, Shinta Soviatul. 2013. Keanekaragaman Agama, Ras, dan Etnik. Melalui
http://nta-valensweety.blogspot.com/2013/06/keanekaragaman-agama-ras-danetnik.html . Dikses pada Sabtu 26 Oktober 2014.
Soekanto, Soejono. 2012. Sosiologi: Suatu Pengantar. Cetakan ke-44. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.

14

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Edisi revisi. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Wikipedia. 2013. Sekte. Melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Sekte . Diakses pada Senin
20 Oktober 2014.
Wikipedia. 2013. Sektarianisme. Melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Sektarianisme .
Diakses pada Senin 20 Oktober 2014.
Wikipedia. Ras (Manusia). Melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Ras_manusia . Diakses
pada Senin 20 Oktober 2014.
Pengertian Menurut Para Ahli. Melalui
http://www.pengertianahli.com/2013/11/pengertian-ras-menurut-para-ahli.html .
Diakses pada Senin 20 Oktober 2014.

15

Anda mungkin juga menyukai