Informed Consent
Informed Consent
[ INFORMED CONSENT ]
Pengertian
Secara etimologis Informed Consent berasal dari kata informed
yang artinya sudah diberikan informasi atau sudah dijelaskan atau
sudah diuraikan dan kata consent yang artinya persetujuan atau izin.
Jadi Informed Consent atau Persetujuan Tindakan Medik adalah
persetujuan dari pasien atau keluarganya terhadap tindakan medik
yang akan dilakukan terhadap dirinya atau keluarganya setelah
mendapat penjelasan yang adekuat dari dokter.
Persetujuan Tindakan Medik telah diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan No 585 tahun 1989. Persetujuan Tindakan Medik
sebenarnya lebih mengarah kepada proses komunikasi dokter
pasien,bukan semata-mata pengisian dan penandatanganan formulir.
Oleh karena itu seorang dokter harus pandai memberikan informasi
mengenai penyakit maupun tindakan medik yang akan dilakukan
terhadap pasien dengan bahasa yang mudah dipahami.
Pada dasarnya Persetujuan Tindakan Medik berasal dari hak
asasi pasien dalam hubungan dokter pasien yaitu:
1. Hak untuk menentukan nasibnya sendiri
2. Hak untuk mendapatkan informasi
3. Tindakan khusus yang berkaitan dengan penelitian bidang kedokteran atau uji klinik
(berkaitan dengan bioetika), tidak dibahas dalam kegiatan keterampilan medik ini
Sahnya PTM
Agar suatu perjanjian mempunyai kekuatan hukum maka KUH
Perdata menyebutkan syarat-syaratnya, yaitu:
Suatu informed consent baru sah di berikan oleh pasien jika
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1. Adanya kesepakatan atau persetujuan dari pihak-pihak yang
membuat perjanjian berdasarkan kemauan bebas. Artinya,
tidak ada unsur paksaan, tipuan, atau salah pengertian. (di
berikan secara bebas)(kesukarelaan,tanpa paksaan atau
tekanan dalam memberikan persetujuan)
2. Kemampuan pihak-pihak untuk membuat perjanjian. Sebagai
contoh, anak-anak di bawah umur atau orang yang hilang
ingatan, tentu tidak dapat disebut mampu melakukan perbuatan
hukum secara layak dan bertanggung jawab.(di berikan untuk
orang yang sanggup membuat perjanjian) (kompetensi
pasien dalam memberikan persetujuan)
3. Adanya objek tertentu yang diperjanjikan. Pihak-pihak yang
membuat perjanjian haruslah mengetahui secara pasti hal apa
yang diperjanjikan dan tujuan perjanjian itu(Telah di jelaskan
bentuk tindakan yang akan dilakukan sehingga pasien
dapat memahami tindakan yang perlu dilakukan).
(Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter)
4. Perjanjian tersebut mengenai suatu sebab yang diperbolehkan (halal),
yang dibenarkan dan tidak dilarang oleh peraturan perundangundangan, serta mengenai suatu sebab yang masuk akal untuk
dipenuhi oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian.Disebutkan
dalam pasal 1335 KUH Perdata bahwa suatu perjanjian tanpa sebab
atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau sebab yang tak
diizinkan (secara hukum), tidak mempunyai kekuatan hukum.
Kemudian, pasal 1373 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu sebab
tidak diizinkan apabila dilarang oleh Undang-undang atau
dirinya dengan demikian apa yang terjadi di belakang hari nanti tidak
menjadi tanggung jawab dokter atau rumah sakit.
Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari
bahwa informed consent benar-benar dapat menjamin terlaksananya
hubungan hukum antara pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling
memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak yang seimbang dan
dapat dipertanggungjawabkan. Masih banyak seluk beluk dari informed
consent ini sifatnya relative, misalnya tidak mudah untuk menentukan
apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan oleh dokter. Hal
tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya juga
belum mantap, sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam lagi
terhadap masalah hukum yang berkenaan dengan informed consent ini.
keputusan yang menyangkut diri mereka sendiri. Dokter harus memberi tahu
pasien konsekuensi dari keputusan yang diambil. Pasien dewasa yang sehat
mentalnya memiliki hak untuk memberi ijin atau tidak memberi ijin
terhadap prosedur diagnosa maupun terapi. Pasien mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusannya.
Pasien harus paham dengan jelas apa tujuan dari suatu tes atau pengobatan,
hasil apa yang akan diperoleh, dan apa dampaknya jika menunda keputusan.
Kondisi yang diperlukan agar tercapai persetujuan yang benar adalah
komunikasi yang baik antara dokter dengan pasien. Jika paternalisme medis
adalah suatu yang normal, maka komunikasi adalah suatu yang mudah
karena hanya merupakan perintah dokter dan pasien hanya menerima saja
terhadap suatu tindakan medis. Saat ini komunikasi memerlukan sesuatu
yang lebih dari dokter karena dokter harus memberikan semua informasi
yang diperlukan pasien dalam pengambilan keputusan. Ini termasuk
menerangkan diagnosa medis, prognosis, dan regimen terapi yang konpleks
dengan bahasa sederhana agar pasien paham mengenai pilihan-pilihan terapi
yang ada, termasuk keuntungan dan kerugian dari masing-masing terapi,
menjawab semua pertanyaan yang mungkin diajukan, serta memahami
apapun keputusan pasien serta alasannya. Ketrampilan komunikasi yang
baik tidak dimiliki begitu saja namun harus dibangun dan dijaga dengan
usaha yang disadari penuh dan direview secara periodik.
Dua hambatan besar dalam komunikasi dokter-pasien yang baik adalah
perbedaan budaya dan bahasa. Jika dokter dan pasien tidak berbicara dalam
bahasa yang sama maka diperlukan seorang penterjemah. Sayangnya dalam
banyak situasi tidak ada penterjemah yang memadahi dan dokter harus
mencari orang yang tepat untuk pekerjaan ini. Budaya dapat memunculkan
masalah dalam komunikasi karena perbedaan pemahaman budaya tentang
penyebab, dan sifat dari penyakit dapat menyebabkan pasien tidak paham
terhadap diagnosis dan perawatan yang diberikan. Dalam situasi seperti ini
dokter harus membuat segala usaha yang mungkin untuk dapat
memahamkan pasien terhadap kesehatan dan penyembuhan serta
mengkomunikasikan saran-sarannya kepada pasien sebaik mungkin. Jika
dokter berhasil mengkomunikasikan semua informasi yang diperlukan oleh
pasien dan jika pasien tersebut ingin mengetahui diagnosa, prognosis, dan
pilihan terapi yang dijalani, maka kemudian pasien akan berada dalam posisi
dapat membuat keputusan berdasarkan pemahamannya tentang bagaimana
menindaklanjutinya.
KESALAHAN DIAGNOSIS
Menurut Dr. Marius Widjajarta, Ketua Yayasan
Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI), bila
ada standarnya, salah diagnosis bisa diduga malpraktek.
Sebab, dari salah diagnosis bisa berakibat salah terapi.
Salah terapi bisa berakibat fatal. Banyak pasien meninggal
di tangan dokter, dan ironisnya di Indonesia belum ada
hukum yang mengatur standar profesi kedokteran dalam
melakukan kesalahan profesi. Sehingga, sulit membedakan
antara malpraktek dengan kelalaian, kecelakaan dan
kegagalan. Apalagi pemahaman malpraktek pun masih
belum seragam. Sehingga kerap pasien menuding terjadi
malpraktek, sedangkan dokter membantahnya (Gatra, 13
Maret 2004).
Mengenai kesalahan diagnosis yang dilakukan oleh seorang
dokter termasuk malpraktek medik/kelalaian medik atau
bukan,sepanjang seorang dokter dalam melakukan tindakan
medik terhadap pasiennya memenuhi UU Kesehatan,
KODEKI (lihat Pasal 1,2,6,10 dan 11) dan Standar Profesi
Kedokteran, maka sekalipun dokter tersebut melakukan
kesalahan diagnosis, tindakan dokter tersebut tidak dapat
dikategorikan sebagai tindakan malpraktek medik/kelalaian
medik.
3.
4.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13
14
15.
16.
17.
HAK DOKTER
Hak dokter adalah kekuasaan/kewenangan dokter untuk mendapatkan atau
memutuskan untuk berbuat sesuatu:
1. Hak pemperoleh perlindungan hukum sepanjang
melaksanakan Tugas sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional.
2. Memberikan pelayanan medis menurut standar
profesi dan standar prosedur operasional serta
berdasarkan hak otonomi dan kebutuhan medis
pasien yg sesuai dengan jenis dan strata sarana
pelayanan kesehatan
3. Hak untuk menolak keinginan pasien yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
profesi dan etika.
4. Hak untuk mengakhiri/menghentikan jasa
profesionalnya kepada pasien apabila hubungan
dengan pasien sudah berkembang begitu buruk
sehingga kerjasama yang baik tidak mungkin
diteruskan lagi dan wajib menyerahkan pasien
kepada dokter lain, kecuali untuk pasien gawat
darurat it
Umur/Jenis Kelamin :
__________________________/Lakilaki/Perempuan*
Alamat
:
______________________________________________________
Dirawat di
:
______________________________________________________
Nomor Rekam Medik :
______________________________________________________
Yang tujuan, sifat dan perlunya tindakan medik tersebut di atas, serta
risiko yang dapat ditimbulkannya dan upaya mengatasinya telah
cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.
Demikian persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan
tanpa paksaan.
Yogyakarta,
____Bulan__________Tahun_____
Dokter
Tanda Tangan
Tgl
_______________________
_______________________
Nama Lengkap
Saksi dari Rumah Sakit
Pasien
Tanda Tangan
_______________________
_______________________
Nama Lengkap
Nama Lengkap
Saksi
dari
Keluarga
Tanda Tangan
Nama Lengkap