Anda di halaman 1dari 19

PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK

[ INFORMED CONSENT ]
Pengertian
Secara etimologis Informed Consent berasal dari kata informed
yang artinya sudah diberikan informasi atau sudah dijelaskan atau
sudah diuraikan dan kata consent yang artinya persetujuan atau izin.
Jadi Informed Consent atau Persetujuan Tindakan Medik adalah
persetujuan dari pasien atau keluarganya terhadap tindakan medik
yang akan dilakukan terhadap dirinya atau keluarganya setelah
mendapat penjelasan yang adekuat dari dokter.
Persetujuan Tindakan Medik telah diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan No 585 tahun 1989. Persetujuan Tindakan Medik
sebenarnya lebih mengarah kepada proses komunikasi dokter
pasien,bukan semata-mata pengisian dan penandatanganan formulir.
Oleh karena itu seorang dokter harus pandai memberikan informasi
mengenai penyakit maupun tindakan medik yang akan dilakukan
terhadap pasien dengan bahasa yang mudah dipahami.
Pada dasarnya Persetujuan Tindakan Medik berasal dari hak
asasi pasien dalam hubungan dokter pasien yaitu:
1. Hak untuk menentukan nasibnya sendiri
2. Hak untuk mendapatkan informasi

informed consent adalah persetujuan atau izin oleh pasien


(atau keluarga yang berhak) kepada dokter untuk melakukan
tindakan medis atas dirinya, setelah kepadanya oleh dokter yang
bersangkutan diberikan informasi/penjelasan yang lengkap tentang
tindakan itu. Mendapat penjelasan lengkap itu adalah salah satu hak
pasien yang diakui oleh undang-undang dengan kalimat pendek,
informed consent adalah Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP).
Informasi. Informasi yang harus diberikan oleh dokter dengan
lengkap kepada pasien terdapat pada UU No. 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran, Pasal 45, ayat (3) mengatakan,
bahwa penjelasan sekurang-kurangnya mencakup :
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya;

d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan


e. Prognosis (perkiraan hasil) dari tindakan yang dilakukan.
Tujuan penjelasan yang lengkap adalah agar pasien menentukan
sendiri keputusannya sesuai dengan pilihan dia sendiri (informed
decision). Karena itu, pasien juga berhak untuk menolak tindakan
medis yang dianjurkan. Pasien juga berhak untuk meminta pendapat
dokter lain (second opinion),
Dari susut padang dokter persetujuan tindakan Medik ini berkaitan
dengan kewajiban dokter untuk memberikan informasi kepada pasien
dan kewajiban untuk melakukan tindakan medik sesuai dengan
standar profesi medik
informed consent dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang
diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan
mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta
resiko yang berkaitan dengannya.
Menurut D. Veronika Komalawati, SH , informed consent dirumuskan
sebagai suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan
dilakukan dokter terhadap dirinya setelah memperoleh informasi dari dokter
mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya
disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.
Dengan adanya IC mereka dapat mengetahui bagaimana proses tindakan
medis agar masyarakat tidak merasa dibohongi dengan suatu tindakan medis
IC berbentuk suatu pilihan persetujuan atau penolakan atau penghentian
terhadap tindakan medis pasien/walinya setelah pasien atau walinya
mendapatkan diskusi informasi mengenai alternatif pilihan tindakan medis
atau penelitian kedokteran yang sudah dipahaminya
Bentuk Informed Consent Dalam Praktik dan Penelitian Kedokteran
diharapkan dapat menciptakan keserasian pemahaman antara hubungan
dokter dan masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Informed
consent (IC) merupakan salah satu pola proses diskusi komunikasi
informasi antara dokter-pasien-keluarga, baik dalam praktik maupun
penelitian kedokteran
.

Elemen IC dikupas dari sisi informasi (sifat, isi, teknik penyampaian,


kondisi/persyaratan pasien, kendala, dan evaluasi),
persetujuan/pemilihan/penolakan/penghentian tindakan medis/penelitian,
aspek klinis, etik dan hukum, beserta contoh formulir usul IC.
Informasi Adekuat
secara langsung kepada pasien atau keluarganya dengan bahasa yang mudah
dipahami. Dokter juga harus mengkonfirmasi atau meyakinkan bahwa
pasien atau keluarganya. Informasi sebaiknya diberikan oleh dokter yang
akan melakukan tindakan tersebut dan dokter wajib memberikan informasi
sejelas-jelasnya agar pasien dapat mempertimbangkan apa yang akan terjadi
terhadap dirinya untuk dapat menghindari adanya salah satu pihak yang
dirugikan Meluangkan waktu untuk diskusi informasi dengan pasien jauh
lebih baik daripada waktu yang terbuang bila terjadi gugat medis dari pasien.
.
Informasi dokter yang adekuat adalah informasi yang meliputi:
1. Diagnosis
2. Tindakan yang diusulkan atau direncanakan
3. Prosedur alternatif jika ada
4. Kepentingan dan manfaat dari tindakan medik tersebut
5. Prosedur pelaksanaan atau cara kerja dokter dalam tindakan
medik tersebut
6. Risiko yang terjadi bila tidak dilakukan tindakan tersebut
7. Risiko atau efek samping yang terkandung dalam tindakan
tersebut
8. Konfirmasi pemahaman pasien terhadap informasi yang
disampaikan sehingga mampu mengambil keputusan
9. Kesukarelaan pasien dalam memberikan izin.
10. Prognosis
Pemberian informasi ini selayaknya bersifat obyektif, tidak memihak, dan
tanpa tekanan. Setelah menerima semua informasi tersebut, pasien
seharusnya diberi waktu untuk berfikir dan mempertimbangkan

Kriteria pasien yang berhak


Tidak semua pasien boleh memberikan pernyataan, baik setuju maupun tidak
setuju. Syarat seorang pasien yang boleh memberikan pernyatan, yaitu :
Pasien tersebut sudah dewasa. Masih terdapat perbedaan pendapat pakar
tentang batas usia dewasa, namun secara umum bisa digunakan batas 21
tahun. Pasien yang masih dibawah batas umur ini tapi sudah menikah
termasuk kriteria pasien sudah dewasa.
Pasien dalam keadaan sadar. Hal ini mengandung pengertian bahwa pasien
tidak sedang pingsan, koma, atau terganggu kesadarannya karena pengaruh
obat, tekanan kejiwaan, atau hal lain. Berarti, pasien harus bisa diajak
berkomunikasi secara wajar dan lancar.
Pasien dalam keadaan sehat akal.
Dalam keadaan gawat darurat
Proses pemberian informasi dan permintaan persetujuan rencana tindakan
medis ini bisa saja tidak dilaksanakan oleh dokter apabila situasi pasien
tersebut dalam kondisi gawat darurat. Dalam kondisi ini, dokter akan
mendahulukan tindakan untuk penyelamatan nyawa pasien. Prosedur
penyelamatan nyawa ini tetap harus dilakukan sesuai dengan standar
pelayanan / prosedur medis yang berlaku disertai profesionalisme yang
dijunjung tinggi.
Setelah masa kritis terlewati dan pasien sudah bisa berkomunikasi, maka
pasien berhak untuk mendapat informasi lengkap tentang tindakan medis
yang sudah dialaminya tersebut.

Jenis Tindakan yang Memerlukan Persetujuan


Tindakan medik yang memerlukan persetujuan secara tertulis adalah:
1. Tindakan-tindakan yang bersifat invasif dan operatif atau
memerlukan pembiusan, baik untuk menegakkan diagnosis
maupun tindakan yang bersifat terapetik.
2. Tindakan pengobatan khusus, misalnya terapi sitostatika atau
radioterapi untuk kanker

3. Tindakan khusus yang berkaitan dengan penelitian bidang kedokteran atau uji klinik
(berkaitan dengan bioetika), tidak dibahas dalam kegiatan keterampilan medik ini

Jenis/Bentuk-Bentuk Persetujuan Tindakan Medik ( Informed


Consent)
Persetujuan
Tindakan
Medik
(Informed
Consent)
dapat
diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1. Implied Consent, yaitu persetujuan yang dianggap telah diberikan
walaupun tanpa pernyataan resmi, yaitu pada keadaan biasa dan
pada keadaan darurat atau emergency. Pada keadaan gawat
darurat yang mengancam jiwa pasien, tindakan menyelamatkan
kehidupan (life saving) tidak memerlukan Persetujuan Tindakan
Medik. Persetujuan dengan isyarat/tersirat, dilakukan pasien melalui
isyarat, misalnya pasien yang akan disuntik atau diperiksa tekanan
darahnya, langsung menyodorkan lengannya sebagai tanda menyetujui
tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya
2. Expresed Consent, yaitu Persetujuan Tindakan Medik yang diberikan
secara eksplisit, baik secara lisan (oral) maupun tertulis (written).. 1
Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang
mengandung resiko besar, Tetapi, persetujuan yang dibuat secara tertulis
tersebut tidak dapat dipakai sebagai alat untuk melepaskan diri dari
tuntutan atau gugat medis apabila terjadi suatu yang merugikan pasien
sebagaimana
ditegaskan
dalam
PerMenKes
No.
585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No.
319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang
mengandung resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan
tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang
adekuat tentang perlunya tindakan medis serta resiko yang berkaitan
dengannya (telah terjadi informed consent); 2. Persetujuan Lisan,
biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat non-invasif dan
tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihakpasien;

Sahnya PTM
Agar suatu perjanjian mempunyai kekuatan hukum maka KUH
Perdata menyebutkan syarat-syaratnya, yaitu:
Suatu informed consent baru sah di berikan oleh pasien jika
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1. Adanya kesepakatan atau persetujuan dari pihak-pihak yang
membuat perjanjian berdasarkan kemauan bebas. Artinya,
tidak ada unsur paksaan, tipuan, atau salah pengertian. (di
berikan secara bebas)(kesukarelaan,tanpa paksaan atau
tekanan dalam memberikan persetujuan)
2. Kemampuan pihak-pihak untuk membuat perjanjian. Sebagai
contoh, anak-anak di bawah umur atau orang yang hilang
ingatan, tentu tidak dapat disebut mampu melakukan perbuatan
hukum secara layak dan bertanggung jawab.(di berikan untuk
orang yang sanggup membuat perjanjian) (kompetensi
pasien dalam memberikan persetujuan)
3. Adanya objek tertentu yang diperjanjikan. Pihak-pihak yang
membuat perjanjian haruslah mengetahui secara pasti hal apa
yang diperjanjikan dan tujuan perjanjian itu(Telah di jelaskan
bentuk tindakan yang akan dilakukan sehingga pasien
dapat memahami tindakan yang perlu dilakukan).
(Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter)
4. Perjanjian tersebut mengenai suatu sebab yang diperbolehkan (halal),
yang dibenarkan dan tidak dilarang oleh peraturan perundangundangan, serta mengenai suatu sebab yang masuk akal untuk
dipenuhi oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian.Disebutkan
dalam pasal 1335 KUH Perdata bahwa suatu perjanjian tanpa sebab
atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau sebab yang tak
diizinkan (secara hukum), tidak mempunyai kekuatan hukum.
Kemudian, pasal 1373 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu sebab
tidak diizinkan apabila dilarang oleh Undang-undang atau

bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. (Mengenai


suatu hal yang khas)
5. Tindakan itu juga dilakukan pada situasi yang sama

Pasal 1320 KUH Perdata:


Untuk sahnya persetujuan-persetujuan di perlukan 4
syarat,yaitu
1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. suatu hal tertentu
4. suatu sebab yang halal
Penolakan Tindakan atau Pulang Paksa atau Pulang Atas
Permintaan Sendiri
Pasien yang menolak dilakukan tindakan medik yang
direncanakan atau sudah dilakukan oleh dokter meskipun sudah
mendapatkan penjelasan yang cukup harus memberikan pernyataan
secara tertulis. Biasanya di bagian depan rekam medik tersedia
format penolakan tindakan atau pulang paksa atau pulang atas
permintaan sendiri (APS). Pernyataan tertulis ini penting untuk
menghindari tuntutan hukum terhadap dokter apabila terjadi akibat
buruk pada pasien yang menolak dilakukan tindakan medik pada
dirinya.
Pasien mempunyai hak untuk menolak usul tindakan yang akan di
lakukan (informed refusal) dan dokter tidak ada hak untuk memaksa
pasien,untuk keamanan di kemudian hari sebaiknya dokter atau
rumah sakit meminta pasien atau keluarga untuk menandatangani
surat penolakan terhadap anjuran tindakan medik yang diperlukan
,ini dianggap sebagai pemutusan transaksi terapeutik untuk
menghindari tuntutan hukum terhadap dokter apabila terjadi akibat
buruk pada pasien yang menolak dilakukan tindakan medik pada

dirinya dengan demikian apa yang terjadi di belakang hari nanti tidak
menjadi tanggung jawab dokter atau rumah sakit.

Perlunya dimintakan informed consent dari pasien karena informed


consent mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut :
1. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia
2. promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri
3. untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati
pasien
4. menghindari penipuan dan misleading oleh dokter
5. mendorong diambil keputusan yang lebih rasional
6. mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan
7. sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan
kesehatan.

Pada prinsipnya iformed consent deberikan di setiap pengobatan oleh


dokter. Akan tetapi, urgensi dari penerapan prinsip informed consent sangat
terasa dalam kasus-kasus sebagai berikut :
1. dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pembedahan/operasi
2. dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pengobatan yang memakai
teknologi baru yang sepenuhnya belum dpahami efek sampingnya.
3. dalam kasus-kasus yang memakai terapi atau obat yang kemungkinan
banyak efek samping, seperti terapi dengan sinar laser, dll.
4. dalam kasus-kasus penolakan pengobatan oleh klien
5. dalam kasus-kasus di mana di samping mengobati, dokter juga melakukan
riset dan eksperimen dengan berobjekan pasien.

TUJUAN PELAKSANAAN INFORMED CONSENT


Dalam hubungan antara pelaksana (dokter) dengan pengguna jasa tindakan
medis (pasien), maka pelaksanaan informed consent, bertujuan :
Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala
tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan

pelaksana jasa tindakan medis yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek


yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar profesi medis, serta
penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau over
utilization yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan medisnya;
Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari
tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis
yang tak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of treatment
yang tak mungkin dihindarkan walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan
teliti serta sesuai dengan standar profesi medik. Sepanjang hal itu terjadi
dalam batas-batas tertentu, maka tidak dapat dipersalahkan, kecuali jika
melakukan kesalahan besar karena kelalaian (negligence) atau karena
ketidaktahuan (ignorancy) yang sebenarnya tidak akan dilakukan demikian
oleh teman sejawat lainnya.
ASPEK HUKUM INFORMED CONSENT
Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis
(dokter, dan pasien) bertindak sebagai subyek hukum yakni orang yang
mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan jasa tindakan medis sebagai
obyek hukum yakni sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi orang
sebagai subyek hukum, dan akan terjadi perbuatan hukum yaitu perbuatan
yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak saja
maupun oleh dua pihak.
Dalam masalah informed consent dokter sebagai pelaksana jasa tindakan
medis, disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia)
bagi dokter, juga tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan
hukun perdata, hukum pidana maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu
dapat diterapkan.
Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolak
ukur yang digunakan adalah kesalahan kecil (culpa levis), sehingga jika
terjadi kesalahan kecil dalam tindakan medis yang merugikan pasien, maka
sudah dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini
disebabkan pada hukum perdata secara umum berlaku adagium barang
siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti rugi.
Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolok ukur yang dipergunakan
adalah kesalahan berat (culpa lata). Oleh karena itu adanya kesalahan
kecil (ringan) pada pelaksanaan tindakan medis belum dapat dipakai sebagai
tolok ukur untuk menjatuhkan sanksi pidana.

Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh


pelaksana jasa tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak
pengguna jasa tindakan medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan
sadar penuh dan mampu memberikan persetujuan, maka dokter sebagai
pelaksana tindakan medis dapat dipersalahkan dan digugat telah melakukan
suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal
1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Hal ini karena
pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga dokter dan harus
menghormatinya;
Aspek Hukum Pidana, informed consent mutlak harus dipenuhi dengan
adanya pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang
penganiayaan. Suatu tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan
radiology invasive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan medis tanpa
adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat
dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah melakukan
pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP.

Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari
bahwa informed consent benar-benar dapat menjamin terlaksananya
hubungan hukum antara pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling
memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak yang seimbang dan
dapat dipertanggungjawabkan. Masih banyak seluk beluk dari informed
consent ini sifatnya relative, misalnya tidak mudah untuk menentukan
apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan oleh dokter. Hal
tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya juga
belum mantap, sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam lagi
terhadap masalah hukum yang berkenaan dengan informed consent ini.

KOMUNIKASI DAN PERSETUJUAN


Persetujuan yang berdasarkan pengetahuan merupakan salah satu konsep inti
etika kedokteran saat ini. Hak pasien untuk mengambil keputusan mengenai
perawatan kesehatan mereka telah diabadikan dalam aturan hukum dan etika
di seluruh dunia. Deklarasi Hak-hak Pasien dari WMA menyatakan:
Pasien mempunyai hak untuk menentukan sendiri, bebas dalam membuat

keputusan yang menyangkut diri mereka sendiri. Dokter harus memberi tahu
pasien konsekuensi dari keputusan yang diambil. Pasien dewasa yang sehat
mentalnya memiliki hak untuk memberi ijin atau tidak memberi ijin
terhadap prosedur diagnosa maupun terapi. Pasien mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusannya.
Pasien harus paham dengan jelas apa tujuan dari suatu tes atau pengobatan,
hasil apa yang akan diperoleh, dan apa dampaknya jika menunda keputusan.
Kondisi yang diperlukan agar tercapai persetujuan yang benar adalah
komunikasi yang baik antara dokter dengan pasien. Jika paternalisme medis
adalah suatu yang normal, maka komunikasi adalah suatu yang mudah
karena hanya merupakan perintah dokter dan pasien hanya menerima saja
terhadap suatu tindakan medis. Saat ini komunikasi memerlukan sesuatu
yang lebih dari dokter karena dokter harus memberikan semua informasi
yang diperlukan pasien dalam pengambilan keputusan. Ini termasuk
menerangkan diagnosa medis, prognosis, dan regimen terapi yang konpleks
dengan bahasa sederhana agar pasien paham mengenai pilihan-pilihan terapi
yang ada, termasuk keuntungan dan kerugian dari masing-masing terapi,
menjawab semua pertanyaan yang mungkin diajukan, serta memahami
apapun keputusan pasien serta alasannya. Ketrampilan komunikasi yang
baik tidak dimiliki begitu saja namun harus dibangun dan dijaga dengan
usaha yang disadari penuh dan direview secara periodik.
Dua hambatan besar dalam komunikasi dokter-pasien yang baik adalah
perbedaan budaya dan bahasa. Jika dokter dan pasien tidak berbicara dalam
bahasa yang sama maka diperlukan seorang penterjemah. Sayangnya dalam
banyak situasi tidak ada penterjemah yang memadahi dan dokter harus
mencari orang yang tepat untuk pekerjaan ini. Budaya dapat memunculkan
masalah dalam komunikasi karena perbedaan pemahaman budaya tentang
penyebab, dan sifat dari penyakit dapat menyebabkan pasien tidak paham
terhadap diagnosis dan perawatan yang diberikan. Dalam situasi seperti ini
dokter harus membuat segala usaha yang mungkin untuk dapat
memahamkan pasien terhadap kesehatan dan penyembuhan serta
mengkomunikasikan saran-sarannya kepada pasien sebaik mungkin. Jika
dokter berhasil mengkomunikasikan semua informasi yang diperlukan oleh
pasien dan jika pasien tersebut ingin mengetahui diagnosa, prognosis, dan
pilihan terapi yang dijalani, maka kemudian pasien akan berada dalam posisi
dapat membuat keputusan berdasarkan pemahamannya tentang bagaimana
menindaklanjutinya.

KESALAHAN DIAGNOSIS
Menurut Dr. Marius Widjajarta, Ketua Yayasan
Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI), bila
ada standarnya, salah diagnosis bisa diduga malpraktek.
Sebab, dari salah diagnosis bisa berakibat salah terapi.
Salah terapi bisa berakibat fatal. Banyak pasien meninggal
di tangan dokter, dan ironisnya di Indonesia belum ada
hukum yang mengatur standar profesi kedokteran dalam
melakukan kesalahan profesi. Sehingga, sulit membedakan
antara malpraktek dengan kelalaian, kecelakaan dan
kegagalan. Apalagi pemahaman malpraktek pun masih
belum seragam. Sehingga kerap pasien menuding terjadi
malpraktek, sedangkan dokter membantahnya (Gatra, 13
Maret 2004).
Mengenai kesalahan diagnosis yang dilakukan oleh seorang
dokter termasuk malpraktek medik/kelalaian medik atau
bukan,sepanjang seorang dokter dalam melakukan tindakan
medik terhadap pasiennya memenuhi UU Kesehatan,
KODEKI (lihat Pasal 1,2,6,10 dan 11) dan Standar Profesi
Kedokteran, maka sekalipun dokter tersebut melakukan
kesalahan diagnosis, tindakan dokter tersebut tidak dapat
dikategorikan sebagai tindakan malpraktek medik/kelalaian
medik.

HUBUNGAN HUKUM PASIEN - DOKTER


Merupakan perikatan / kontrak terapeutik, yaitu pihak dokter
berupaya secara maksimal menyembuhkan pasien yang dalam hukum

dikatakan suatu perjanjian melakukan jasa-jasa tertentu,dimaksudkan


untuk mendapatkan hasil dari suatu tujan tertentu yang di kehendaki
pasien.
.
Dari aspek hukum hubungan dokter dengan pasien merupakan
hubungan antara subjek hukum dengan subjek hukum yang diatur dalam
kaidah-kaidah hukum perdata yang pada dasarnya dilakukan berdasarkan
pada kesepakatan bersama, maka dalam hubungan ini terdapat hak dan
kewajiban yang timbal balik sifatnya, hak dokter menjadi kewajiban pasien,
hak pasien menjadi kewajiban dokter,
HAK DAN KEWAJIBAN DOKTER
Didalam memberikan layanan kedokteran, dokter mempunyai hak dan
kewajiban sebagaimana tercantum dalam Dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran; Kode Etik
Kedokteran Indonesia; Pernyataan IDI; Lampiran SK PB IDI dan Surat
edaran Dirjen Yanmed No: YM 02.04.3.5.2504 th. 1997 tentang Pedoman
Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit
KEWAJIBAN DOKTER
1,2,12,10,7,6,
1.
2.

3.

4.

Mematuhi peraturan rumah sakit sesuai hubungan hukum


antara dokter tersebut dengan rumah sakit
Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis
pasien yg sesuai dengan jenis dan strata sarana pelayanan
kesehatan
Merujuk pasien ke dokter lain/rumah sakit lain yang
memiliki keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila
ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan
Memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa

dapat berhubungan dengan keluarga dan dapat menjalankan


ibadah sesuai dengan keyakinanya.
5.

6.

7.

8.
9.
10.
11.

12.
13
14

Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang pasien


(menjaga kerahasiaan pasien) bahkan setelah pasien
meninggal dunia.
Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan,
kecuali ia yakin ada orang lain yang bertugas & mampu
melaksanakan .
Meminta persetujuan pada setiap melakukan tindakan
kedokteran/kedokteran gigi, khusus untuk tindakan yang
berisiko persetujuan dinyatakan secara tertulis. Persetujuan
dimintakan setelah dokter menjelaskan tentang : diagnosa,
tujuan tindakan, alternatif tindakan, risiko tindakan,
komplikasi dan prognose.
Membuat catatan rekam medis yang baik secara
berkesinambungan berkaitan dengan keadaan pasien.
Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan
ilmu kedokteran/kedokteran gigi
Memenuhi hal- hal yang telah disepakati/perjanjian yang
telah dibuatnya
Bekerjasama dengan profesi dan pihak lain yang terkait
secara timbal balik dalam memberikan pelayanan kepada
pasien
Dokter wajib mengadakan perjanjian tertulis dengan pihak
rumah sakit
Dalam melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki surat izin praktik dokter / dokter gigi.
Dalam melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda
registrasi dokter gigi.

15.

16.
17.

Dokter atau dokter gigi yang berhalangan


menyelenggarakan praktik kedokteran harus membuat
pemberitahuan atau menunjuk dokter atau dokter gigi
pengganti
Wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya
dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedokteran I ndonesia.

HAK DOKTER
Hak dokter adalah kekuasaan/kewenangan dokter untuk mendapatkan atau
memutuskan untuk berbuat sesuatu:
1. Hak pemperoleh perlindungan hukum sepanjang
melaksanakan Tugas sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional.
2. Memberikan pelayanan medis menurut standar
profesi dan standar prosedur operasional serta
berdasarkan hak otonomi dan kebutuhan medis
pasien yg sesuai dengan jenis dan strata sarana
pelayanan kesehatan
3. Hak untuk menolak keinginan pasien yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
profesi dan etika.
4. Hak untuk mengakhiri/menghentikan jasa
profesionalnya kepada pasien apabila hubungan
dengan pasien sudah berkembang begitu buruk
sehingga kerjasama yang baik tidak mungkin
diteruskan lagi dan wajib menyerahkan pasien
kepada dokter lain, kecuali untuk pasien gawat
darurat it

5. Hak atas 'privacy (berhak menuntut apabila nama


baiknya dicemarkan oleh pasien dengan ucapan atau
tindakan yang melecehkan atau memalukan)
6. Hak memperoleh informasi yang lengkap & jujur
dari pasien atau keluarganya
7. Hak atas informasi atau pemberitahuan pertama
dalam menghadapi pasien yang tidak puas terhadap
pelayanannya
8. Hak untuk diperlakukan adil dan jujur, baik oleh
rumah sakit maupun oleh pasien.
9. Hak mendapatkan imbalan jasa profesi yang
diberikan berdasarkan perjanjian dan atau
ketentuan/peraturan yang berlaku di rumah sakit

PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK


Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
:
______________________________________________________
Umur/Jenis Kelamin :
__________________________/Lakilaki/Perempuan*
Alamat
:
______________________________________________________
Bukti diri/KTP
:
______________________________________________________
Menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan
PERSETUJUAN
Untuk
dilakukan
tindakan
medik
berupa:
__________________________________________
Terhadap diri saya sendiri*/Anak*/Isteri*/Suami*/Ayah*/Ibu* saya
dengan
Nama
:
______________________________________________________

Umur/Jenis Kelamin :
__________________________/Lakilaki/Perempuan*
Alamat
:
______________________________________________________
Dirawat di
:
______________________________________________________
Nomor Rekam Medik :
______________________________________________________
Yang tujuan, sifat dan perlunya tindakan medik tersebut di atas, serta
risiko yang dapat ditimbulkannya dan upaya mengatasinya telah
cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.
Demikian persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan
tanpa paksaan.
Yogyakarta,
____Bulan__________Tahun_____
Dokter
Tanda Tangan

Tgl

Yang Membuat Pernyataan


Tanda Tangan

_______________________
_______________________
Nama Lengkap
Saksi dari Rumah Sakit
Pasien
Tanda Tangan

_______________________
_______________________
Nama Lengkap

Nama Lengkap
Saksi

dari

Keluarga

Tanda Tangan

Nama Lengkap

* Lingkari jawabannya dan coret yang tidak perlu

Anda mungkin juga menyukai