PENDAHULUAN
1.1.
karena itu, tidak mengherankan jika ibadah haji yang meruoakan life time
physical and spiritual journey itu selalu menjadi concern pemerintah pada
masyarakat muslim di manapun.
Indonesia telah mencoba berbagai kemungkinan penyelenggaraan ibadah
haji diantaranya dengan membentuk kementerian haji, swastanisasi haji, dan
yayasan di bawah kementerian agama. Dalam sejarah perjalanannya menunjukkan
bahwa penyelenggaraan haji tidak bisa di lepas dari manajemen pemerintah
sebagai fungsi pelayanan public dan perlindungan kepada masyarakat.
Dalam perkembangan dari waktu ke waktu, penyelenggaraan ibadah haji
selalu saja ada masalah. Memang tidak mudah mengimplementasikan manajemen
dalam penyelenggaraan ibadah haji, karena banyak pihak yang ingin terlibat
dalam perhetan ini. Di samping itu, dari sisi pekerjaan juga sarat risiko.
Bayangkan, pemerintah dalam waktu singkat harus mampu memobilisasi lebih
dari 220.000 jemaah dari Negara Indonesia ke arab Saudi. Sedangkan kegiatan ini
memiliki karakteristik tersendiri, yaitu: 1) Suatu perjalanan spiritual dan puncak
ibadah seorang muslim; 2) Profil jemaah yang beragam, baik tingkat pendidikan,
usia, maupun social budaya; 3) Jemaah dan petugas haji selalu berganti setiap
tahun; 4) Jemaah sebagai subjek ikut dalam proses dan sekaligus menjadi output;
5) Melibatkan banyak lembaga/kementrian dan mitra kerja lainnya; 6)
Menyangkut peredaran uang yang luar biasa; 7) Puncak kegiatan dilakukan di
negara orang dengan sistem, budaya, dan aturan yang berbeda; 8) Fasilitas
terbatas, tidak sebanding dengan jemaah yang dating dari berbagai Negara
tempat kegiatan terpusat dan dilaksanakan pada waktu bersamaan.
Dalam manajemen modern, karakteristik penyelenggaraan haji termasuk
dalam kelompok risk management. Pengelolaannya termasuk dalam beresiko
tinggi, sedangkan prinsip yang harus dipegang teguh adalah tidak boleh
mengambil keuntungan (nirlaba). Ini tentu saja selaras dengan konsep manajemen
umumnya: high risk high income. Kondisi tersebut dapat dijelaskan karena
menunaikan ibadah haji merupakan perintah agama yang pengelolaannya tidak
lepas dari nila-nilai ajaran agama.
Penyelenggaraan ibadah haji secara teknis dikelola dan dilaksanakan oleh
Ditjen PHU, Kementerian Agama. Berdasarkan PMA No. 10 Tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama dinyatakan Ditjen (PHU)
mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi
teknis di bidang penyelenggaraan haji dan umrah. Untuk melaksanakan tuags
dimaksud, Ditjen PHU menyelenggarakan fungsiL: 1) Perumusan kebijakan di
bidang penyelenggaraan haji dan umrah; 2) Pelaksanaan kebijakan di bidang
penyelenggaraan haji dan umrah; 3) Penyusunan norma, standar, prosedur, criteria
di bidang penyelenggaraan haji dan umrah; 4) Pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi, penyelenggaraan haji dan umrah; dan 5) Pelaksanaan administrasi.
Sesuai Keputusan Dirjen PHU No. D/54 Tahun 2010 dirumuskan
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah yaitu: Terwujudnya
pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jemaah hai dan umrah
berdasarkan asas keadilan, professional, akuntabel dengan prinsip nirlaba.
Sedangkan Misi Ditjen PHU yaitu: 1) Meningkatkan kualitas penyuluha,
bimbingan, dan pemahaman manasik haji; 2) Meningkatkan profesionalisme dan
dedikasi petugas haji; 3) Memnerdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan
ibadah haji melalui pembinaan haji khusu, umrah, dan kelompok bimbingan
ibadah; 4) Meningkatkan pelayanan pendaftaran, dokumen, akomodasi,
transportasi dan katering sesuai standar pelayanan minimal penyelenggaraan haji;
5) Memberikan perlindungan kepada jemaah sehingga diperoleh rasa aman,
Data jemaah haji Indonesia yang telah memperoleh pelayanan haji dari
tahun 2009 s.d. 2013, sebagaimana tabel berikut:
Tabel 1.1. Jumlah dan Persentase Profil Jemaah Haji Tahun 2009-2013
Profil Jemaah Haji (%)
Usia >
Pendidikan
Ibu Rmh
Tahun Jemaah
Wanita
Risti
60 Th
Dasar
Tangga
2009
204.941
22,60
32,75
26,73
52,33
31,01
2010
208.941
26,21
35,18
29,04
54,60
30,27
2011
208.989
21,74
35,53
28,73
54,65
33,68
2012
220.041
47,72
35,50
28,83
54,78
35,97
2013
220.885
46,83
34,12
26,43
51,32
34,62
Sumber: Siskohat Kemeterian Agama (2013)
Dari contoh tabel ini dapat dinyatakan
bahwa adanya indikasi
menunjukkan tanggung jawab dalam pengurusan jamaah haji belum terselesaikan
dengan baik. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa penyelesaian tugas
pekerjaan yang merujuk pada kinerja para pegawai belum cukup baik.
Masyarakat memang selalu menuntut pelayanan ibadah haji yang lebih
baik setaip tahunnya. Sebuah tuntutan dan harapan yang wajar diberikan oleh
Ditjen PHU, Kementerian Agama sebagai penyelenggara ibadah haji. Tentu
diperlukan model kepemimpinan, motivasi, dan komitmen bagi aparatur
penyelenggara haji dalam memenuhi tuntutan sesuai kemampuan. Oleh karena itu,
kepuasan pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara haji dapat mempengaruhi
kekhusukan bagi jemaah dalam menunaikan ibadah sesuai ketentuan syariat islam.
Kaitan dengan Ditjen PHU, terdapat tiga temuan, yaitu: 1) Pelayanan
perizinan
operasional
Kelompok
Bimbingan
Ibadah
Haji
(KBIH)
dan
Belum
Haji
97,87
98,34
98,03
98,07
98,22
penetapan
reward
dan
punishment,
karena
memang
dalam
organisasi
yang
baik,
tumbuh,
dan
berkembang
akan
Unit Kerja
.
1.
2.
3.
4.
Sekretariat
Direktorat Pembina
Haji dan Umrah
Direktorat Pelayanan
Haji
Direktorat
Pengeloloan Dana
Standa
r (%)
2011
71
2012
72
2013
71
100
74
73
72
100
75
76
74
100
72
71
70
100
Haji
Jumlah
73
73
72
100
Rata-rata (%)
Sumber: Bagian Ortala dan Kepegawaian, Sekretariat Ditjen PHU (2013)
Berdasarkan tabel tersebut yang menunjukkan tingkat kehadiran
pegawai dalam pelaksanaan tuagas memberikan gambaran dari tahun 2011-2013
belum cukup optimal.
Kehadiran pegawai dalam pelaksanaan tugas pekerjaan pada dasarnya
dapat diidentifikasikan sebagai salah satu aspek dalam perilaku kinerjanya. Oleh
karena itu, jawaban ketidakhadiran sebagaiamana di laporan tersebut memberikan
indikasi bahwa pencapaian kerja individu (pegawai pun) terganggu dan belum
optimal.
Demikian pula hasil kajian KPK terhadap sistem penyelenggaraan ibadah
haji (2010), pada komponen SDM dan kelembagaan, yaitu keterbatasan SDM
penyelenggara ibadah haji berlatar belakang akuntansi, tidak adilnya proses
seleksi petugas haji di daerah, minimnya petugas haji yang berpengalaman untuk
10
petugas di Arab Saudi, dan tidak adanya kode etik yang spesifik bagi aparat
penyelenggara haji.
Dengan berbagai permasalahan di atas, perlu upaya peningkatan kinerja
pegawai pada Ditjen PHU Kementrian Agama. Bila kinerja pegawai dapat
ditingkatkan secara optimal, maka pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi
niscaya akan lebih mudah dicapai. Dengan demikian, peneliti akan mengkaji
pengaruh kepemimpinan transformasional, pengembangan karier, dan komitmen
organisasi terhadap kinerja pegawai pada Ditjen PHU, Kemenetrian Agama.
Untuk mengukur keberhasilan tugas dan fungsi Ditjen penyelenggaraan
Haji dan Umrah dalam memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan
kepada jemaah maka ditetapkan sasaran mutu sebagai berikut; (a) Seluruh Jamaah
haji yang terdaftar dan memenuhi syarat dapat diberangkatkan ke Arab Saudi; (b)
Seluruh Jamaah haji yang telah berada di Arab Saudi memperoleh pelayanan
akomodasi, katering dan transportasi; (c) Seluruh Jamaah haji dapat melaksanakan
Wukuf di Arafah; dan (d) Seluruh Jamaah haji yang telah menunaikan ibadah haji
dapat dipulangkan kembali ke Tanah Air (Buku Rencana Strategis Ditjen
penyelenggaraan Haji dan Umrah Tahun 2010-2014).
Berbagai upaya peningkatan penyelenggaraan ibadah haji dilakukan
seperti pengembangan struktur organisasi, merekontruksi komponen Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), penyempurnaan system pendaftaran,
rekuitmen lebih ketat, selektif, dan rasionalisasi petugas, meningkatkan kualitas
pemondokan, katering, transfortasi, serta meningkatka kuantitas dan kualitas
bimbingan ibadah, meningkatkan pengamanan serta menerapkan sistem
manajemen mutu ISO 9000:2008.
Akan tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kinerja
penyelenggaraan Ibadah Haji masih belum optimal. Seperti, hasil evaluasi yang
11
dan
diakhiri
dengan
evaluasi
nasional
yang
dihadiri
oleh
pemondokan
dan
transfortasi
di
Mekkah,
struktru
organisasi
penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi, Akuntabilitas keuangan dana haji, dan
prosedur kerja yang belum sistematis.
Kinerja pegawai di lingkungan Direktorat Jendral Perjalanan Haji dan
Umroh Kementrian Agama Republik Indonesia sungguh dipertaruhkan untuk
memberikan kepercayaan terhadap ketentraman masyarakat muslim Indonesia.
Berdasarkan survey awal
di lingkungan
Jenis Tugas
Kehadiran
kerja
Penyelesaian
pekerjaan
Ketepatan
waktu kerja
Akurasi
pekerjaan
Kecepatan &
Pemahaman
atas
pekerjaan
Kreativitas
Inisiatif
Tahun 2011
Tahun 2012
Tahun 2013
Target
Capaian Target
Capaian Target
Capaian
Sangat
Baik
(100%)
Sangat
Baik
(100%)
Sangat
Baik
(100%)
Sangat
Baik
(100)
Sangat
Baik
(100%)
Baik
(81%)
Sangat Baik
(100%)
Baik
(76%)
Baik
(82%)
Sangat Baik
(100%)
Baik
(80%)
Baik
(83%)
Sangat Baik
(100%)
Baik
(83%)
Cukup
(70%)
Cukup
(72)
Cukup
(72%)
Sangat
Baik(100%
)
Sangat Baik
(100%)
Sangat
Baik
(100%
Sangat
Baik
(100%)
Cukup
(72%)
Sangat Baik
(100%)
Cukup
(72%)
Cukup
(70%)
Sangat Baik
(100%)
Cukup
(72%)
Cukup
(72%)
Sangat
Baik
(100%)
Sangat
Baik
(100%)
Sangat
Baik
(100%)
Sangat
Baik
(100%)
Sangat
Baik
(100%)
Baik
(75%)
Sangat
Baik
(100%)
Sangat
Baik
(100%)
Cukup
(70%)
Baik
(80%)
Cukup
(70%)
Cukup
(72%)
Cukup
(70%)
Cukup
(70%)
12
Kerja sama
Kehandalan
kerja
Sangat
Baik
(100%)
Sangat
Baik
(100)
Baik
(82%)
Sangat Baik
(100%)
Baik
(80%)
Cukup
(70)
Sangat
Baik(100)
Cukup
(72)
Sangat
Baik
(100%)
Sangat
Baik
(100)
Baik (80
Cukup
(70)
13
14
15
16
Yaitu bekerja dengan ketulusan hati dalam rangka beribadah kepada Tuhan, demi
mewujudkan kemaslahatan serta kemampuan bnagsa dan negara.
Namun, keinginan dan harapan di atas, belum sesuai dengan kondisi di
Kementerian Agama. Berdasarkan hasil survei Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) tentang Indeks Integritas Pusat (IIP), cukup mengejutkan. Dari 22 instansi
yang disurvei, Kementerian Agama menjadi instansi yang memperoleh nilai
paling rendah, yaitu 5,37 (Senin, 18/11/2011). Survei bertujuan memberi masukan
kepada instansi layanan public untuk meningkatkan kinerja dan upaya pencegahan
korupsi bagi aparatur pemerintah dalam memberikan layanan kepada masyarakat.
Kepemimpinan diperlukan agar terwujud volume dan beban kerja yang
terarah pada tujuan organisasi. Pimpinan perlu melakukan pembinaan yang
sungguh-sungguh terhadap karier pegawai agar dapat meningkatkan kinerja yang
tinggi. Ketika pemimpin menunjukkan kepemimpinan yang baik, para pegawai
akan berkesempatan untuk mempelajari perilaku yang tepat untuk berhadapan
dengan pekerjaan mereka. Demikian pula dengan birokrasi publik pemimpin
memegang peran yang sangat strategis sehingga berhasil atau tidaknya birokrasi
publik menjalankan tugas dan fungsinya, sangat ditentukan oleh kualitas
pimpinannya.
Dalam organisasi pemerintahan, bawahan bekerja sangat tergantung pada
pimpinan. Bila pimpinan tidak memiliki kompetensi sebagai seorang pemimpin
dan tidak professional, tugas yang sangat kompleks tidak dapat dikerjakan dengan
baik. Bahkan kegiatan yang dilakukan cenderung tidak efektif, efisien, dan
ekonomis.
Pemimpin yang menginspirasikan motivasi pada bawahan menyebabkan
kerja bawahan bergairah, namun sebaliknya bila kepemimpinannya hanya
menguntungkan diri sendiri motivasi yang diberikan justru menurunkan semangat
17
dan harapan pegawai. Pemimpin yang menjadi idola, menstimulasi bawahan dan
menjadi teladan, menyebabkan tingginya tingkat kepercayaan bawahan terhadap
pemimpin dan menimbulkan motivasi yang kuat untuk meniru pemimpin, serta
kepuasan kerja bagi bawahan. Tetapi akibat lain adalah bisa terjadi teladan yang
buruk
pun
akan
diikuti
ketika
pemimpin
membuat
kebijakan
yang
18
Indonesia tidak
mustahil akan mencapai pelayanan kelas dunia (world class services). Hal ini
wajar, sebab jemaah haji Indonesia termasuk yang terbanyak dari sekitar 178
negara pengirim jemaah haji. Di samping itu, jemaah haji Indonesia dikenal
jemaah Negara lain sebagai pribadi yang taat beragama, ramah, dan mudah diatur.
Memang selama ini, ada beberapa Negara - seperti Rusia, Turki, Iran,
Syria, Aljazair, Nigeria, dan Norwegia - yang sudah berbagi pengalaman tentang
19
20
faktor
kepemimpinan
transformasional
(kemampuan
memimpin),
pengembangan karir, kepuasan kerja, dan kinerja bagi pegawai juga menjadi
perhatian utama dalam organisasi. Bila pengembangan karir tidak jelas, apalagi
kesejahteraam tidak memperoleh perhatian, motivasi dan komitmen organisasi
juga rendah, tentu akan terjadi turnover, satu per satu pegawai akan keluar dari
organisasi. Mereka akan mencari organisasi yang mampu memenuhi kebutuhan
pengembangan karier atau meningkatkan kesejahteraanya.
Pengembangan karir menurut Rivai (2005) adalah proses peningkatan
kemampuan kerja individu yang dicapai dalam rangka mencapai karier yang
diinginkan. Selanjutnya, Chen (2003) mengatakan bahwa ketika individu
memasuki organisasi, dia mempunyai rencana karier yang berbeda dengan
individu lain. Perencanaan karier didasarkan pada organisasi di mana individu
tersebut bekerja. Semuanya memiliki implikasi bagi organisasi untuk
mengusahakan diri dalam memuaskan kebutuhan karier individu yang
kemudian dapat mempengaruhi sikapnya untuk berkomitmen pada organisasi
dan kinerja yang bersangkutan.
21
1.2.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi permasalahan
sebagai berikut:
1) Budaya kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah Kementrian Agama Republik Indonesia masih lemah;
2) Motivasi kerja pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umrah Kementrian Agama Republik Indonesia belum optimal
3) Pengembangan Karir Pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian Agama Republik Indonesia
belum optimal;
4) Kinerja Pegawai di lingkungan Direktorat JEnderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah Kementrian Agama Republik Indonesia belum optimal;
5) Disiplin kerja pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umrah Kementrian Agama Republik Indonesia belum optimal;
6) Masih sering terjadinya keterlambatan dalam penyelsaian pekerjaan di
lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian
Agama Republik Indonesia.
7) Sarana dan prasarana yang belum memadai di lingkungan Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian Agama Republik Indonesia.
8) Upaya-upaya dalam menumbuh kembangkan Inovasi Kreasi dan Motivasi
Pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kementrian Agama Republik Indonesia belum optimal.
9) Masih terbatasnya usaha-usaha melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam
rangka peningkatan kualitas SDM di lingkungan Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian Agama Republik Indonesia.
10) Belum optimalnya pimpinan dalam mendorong pegawai untuk menerima
respon atau pengaduan dari masyarakat di lingkungan Direktorat Jenderal
Penyelenggaaraan Haji dan Umrah Kemenetrian Agama Republik Indonesia.
22
11) Implementasi pemimpin yang menyebarkan visi, misi, dan berorientasi pada
perubahan (transformasional) belum optimal sehingga berdampak pada
rendahnya kinerja pegawai.
12) Ketidaksiapan pegawai dalam menghadapi tantangan perubahan baik yang
berasal dari lingkungan internal maupun eksternal organisasi diduga
berdampak pada rendahnya pencapaian kinerja.
13) Kurangnya perencanaan dan sosialisasi mengenai pegembangan karier
pegawai, sehingga berdampak pada rendahnya komitmen dan kinerja
pegawai.
14) Pegembangan karir pegawai belum berjalan efektif, sehingga berdampak
pada rendahnya kepuasan kerja dan komitmen organisasi.
15) Tingkat kehadiran dan disiplin pegawai yang masih rendah dalam
pelaksanaan pekerjaan sehari-hari diduga berdampak pada kinerja pegawai
secara keseluruhan.
16) Komitmen organisasi yang kurang kuat diduga karena belum konsistennya
pengembangan karier pegawai yang dilakukan oleh pimpinan.
1.3.
Pembatasan Masalah
Masalah utama yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bahwa
23
24
1.5.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan
25
26