Lapkas 2 Pedi - Diare Akut
Lapkas 2 Pedi - Diare Akut
A. IDENTITAS PASIEN
No. RM
: 816xxx
Nama
: An. M.D
Jenis Kelamin
:L
Umur
: 2 thn
Alamat
Tgl MRS
: 16 Febuary 2015
Jam MRS
: 07.00
B. ANAMNESIS
Alloanamnesis tanggal 17 Februari, jam 10.00
1. Keluhan Utama
Diare sejak 3 hari SMRS
2. Keluhan Tambahan
Demam, muntah, lemas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
a. 4 hari SMRS: Muntah 5 kali. Muntah makanan dan cairan. Demam (+) perlahanlahan tinggi, pilek (+)
b. 3 hari SMRS: Diare >5X, warna kuning, cair, lendir (+), berbau asam (+), darah (-),
busa (-), sekali BAB 1 gelas. Demam (+).
c. 2 Hari SMRS: Di bawa ke klinik dokter 24 jam. Diberi obat penurun panas, anti diare
dan antibiotic. Diare (+), muntah (+), demam (+).
d. 1 hari SMRS: Diare >3X, cair, berlendir (+), berbau asam (+), darah (-), ampas (-),
busa (-), sekali BAB 1 gelas Muntah, lemas, demam (+).
e. SMRS: Diare (+), demam (+), pilek (+), lemas (+). Minum seperti kehausan. nafsu
makan (+). BAK lebih sedikit dari biasany (BAK terakhir 5 jam SMRS).
Keluhan tidak disertai menggigil (-), kejang (-). Sesak (-), batuk (-),
Status Gizi
BB/U
TB/U
BB/TB
Kesan
: 10,5/12 x 100 %
= 87,5 %
: 84/85 x 100 %
= 98 %
: 10,5/ 11,6 x 100 % = 90,5 %
: Gizi baik
(gizi baik)
(normal)
(gizi baik)
D. STATUS GENERALIS
Kepala
Kepala
Ubun-ubun Kecil
Mata
Konjungtiva anemis
Sclera icterus
Edema palpebra
Mata cekung
Air mata
Hidung
Pernapasan cuping hidung
Deviasi septum
Sekret
Perdarahan
Telinga
Normotia
Sekret
Normocephal
Sudah menutup
+
+
+
+
(-/-)
(-/-)
+
-
+
-
Mulut
Mukosa bibir
Perdarahan gusi
Stomatitis
Tonsil
Faring Hiperemis
Kering
T1/T1
-
Leher
Pembesaran KGB
Pembesaran Kelenjar Thyroid
Thorax
Inspeksi
Perkusi
Palpasi
Auskultasi
Axilla
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Turgor Kulit
Ekstremitas
Superior
Akral
Edema
Sianosis
RCT
hangat
< 2 detik
hangat
< 2 detik
Inferior
Akral
Edema
Sianosis
RCT
Hangat
< 2 detik
Hangat
< 2 detik
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis pemeriksaan
Hasil
16/2/2015
Nilai rujukan
Satuan
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Leukosit
11,0
34
408
6,91
10,8 15,6
33 - 45
184 488
5.00 14.50
g/dl
%
103 /uL
103 /uL
Eritrosit
4,63
3,8 - 5,8
106 /uL
MCV
MCH
MCHC
73
24
33
69 93
22 34
32 36
Fl
Pg
g/dl
Elektrolit
16/2/15
18/2/15
Rujukan
Na darah
K darah
Cl darah
125 mEq/L
2,5 mEq/L
99 mEq/L
137 mEq/L
5,5 mEq/L
104 mEq/L
135 - 147
3,5 - 50
94 - 111
F. RESUME
An. Laki-laki, 2 thn, datang dengan keluhan Diare 5X, cair, warna kuning, lendir (+),
berbau asam (+), sekali BAB 1 gelas. Muntah 5 kali. Demam (+). Lemas (+), rewel
(+), BAK lebih sedikit dari biasanya, minum seperti orang kehausan, nafsu makan.
Pemeriksaan penunjang:
Elektrolit
16/2/15
Rujukan
Na darah
K darah
125 mEq/L
2,5 mEq/L
135 - 147
3,5 50
G. ASSESMENT
Diare
Febris
Vomitus
Hipokalemi
Hiponatremi
H. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis
dan hiponatremia
Status Imunisasi
Status Tumbuh Kembang
Status Gizi
I. RENCANA TERAPI
Ondancentron 1 mg
Novalgin 200 mg
Probiokid 1x1
Daryazinc 1x1 cc
Ranivel 2 x cdo
J. FOLLOW UP
Tanggal
18/2/15
S
Demam (-)
Belum BAB
Muntah (-)
Minum kurang
Sulit makan
O
Ku: sakit sedang
Kesadaran : Cm
Nadi : 109 x
R : 23 x
S: 36,7 0 C
Na : 137 mEq/L
K : 5,5 mEq/L
Cl : 104 mEq/L
A
Diare akut
P
Infus Kaen 1B 12
dengan
tpm
Ondancentron 1
perbaikan
mg
Novalgin 200 mg
Probiokid 1x1
Daryazinc 1x1 cc
TINJAUAN PUSTAKA
DIARE
A. Definisi Diare
Buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan
konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang
dari satu minggu.
B. Klasifikasi
4. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih
besar.
D. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
1. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul
karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare
pula.
Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya:
1. Faktor infeksi
Faktor ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk dalam
saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa
usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan
kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbs cairan
dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan system
transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi
cairan dan elektrolit akan meningkat.
2. Faktor malabsorbsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan
osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang
dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.
3. Fantor makanan
Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi
peningkatan peristaltic usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap
makanan yang kemudian menyebabkan diare.
4. Faktor Psikologis
Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan pristaltik usus yang akhirnya
mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare.
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik penyakit diare antara lain cengeng, rewel, gelisah, suhu meningkat,
nafsu makan menurun, feses cair dan berlendir, kadang juga disertai dengan adanya darah.
Kelamaan, feses ini akan berwarna hijau dan asam, anus lecet, dehidrasi, bila menjadi
dehidrasi berat akan terjadi penurunan volume dan tekanan darah, nadi cepat dan kecil,
peningkatan denyut jantung, penurunan kesadaran dan diakhiri dengan syok, berat badan
menurun, turgor kulit menurun, Mata dan ubun-ubun cekung, dan selaput lendir dan mulut
serta kulit menjadi kering.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tinja
a) Makroskopis dan mikroskopis
b) pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga
terdapat intoleransi gula.
NaCl 0,9 %
NaCl 0,45 %
+D5
NaCl 0,225%
+D5
Riger Laktat
Ka-En 3B
K+
Basa
(mEq/L) (mEq/L)
-
428
50
77
77
253
50
38,5
38,5
273
290
27
130
50
109
50
4
20
Laktat 28
Laktat 20
Standard WHO311
ORS
Reduced
osmalarity
245
WHO-ORS
EPSGAN
recommendatio 213
n
111
90
80
20
Citrat 10
70
75
65
20
Citrat 10
60
60
70
20
Citrat 3
Mmol/liter
75
65
75
20
245
Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk persediaan 24
jam.
Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan:
Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50-100 ml tiap kali BAB
Untuk 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB
Jika dalam waktu 24 jam persedian larutan oralit masih tersisa maka sisa larutan harus
dibuang.
Pemberiaan Zinc
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu
makan anak. Memiliki efek terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran
cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc dapat
menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat menurunkan risiko
terjadinya dehidrasi pada anak.
Dosisi zinc untuk anak-anak:
Anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg(1/2 tablet) perhari
Anak di atsa umur 6 bulan : 20 mg(1tablet) per hari.
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari diare.
Untuk bayi, tabl;et zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.
Menurut buku pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, WHO tahun 2005,
penatalaksanaan diare dibagi menjadi 3 rencana terapi yakni rencana terapi A untuk
penanganan diare di rumah, rencana terapi B untuk dehidrasi ringan/sedang, terapi C untuk
dehidrasi berat.
Rencana Terapi A
Oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari-hari :
- < 2 tahun : 50-100 ml tiapkali BAB
- >2 tahun : 100-200ml tiap BAB
Beri tablet Zink
Pada anak berumur 2 bulan ke atas, beri tablet zink selama 10 hari dengan dosis
- Umur < 6 bulan : tablet (10 mg) per hari
- Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari
Rencana Terapi B (Dehidrasi Ringan Sedang)
Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral
sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena
sebanyak : 75 ml/kgBB/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat
minum sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan 1-2
jam pada anak . Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan
sebanyak 10ml/kgbb setiap diare atau muntah.
Beri tablet zink selama 10 hari dengan dosis yang sama seperti pada rencana terapi A.
Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak bisa minum
oralit mislanya karena anak muntah profus, dapat diberikan infus dengan intravena
secepatnya. Berikan 70 ml/kg BB cairan RL / Ringer Asetat (atau jika tak tersedia, gunakan
larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut :
Sesendok teh tiap 12 menit untuk anak < 2 tahun, beberapa teguk dari cangkir untuk anak
Setelah 34 jam, Nilai kembali Anak Menggunakan Bagan Penilaian, Kemudian Pilih
Rencana Terapi A,B atau C untuk Melanjutkan Terapi
Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A. Bila dehidrasi telah hilang, anak
biasanya kencing dan lelah kemudian mengantuk dan tidur
Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi Rencana Terapi B tetapi
tawarkan makanan, susu dan sari buah seperti Rencana Terapi A
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C.
Rencana Terapi C
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak
dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh (somnolen-koma, pernafasan Kussmaul,
gangguan dinamik sirkulasi) memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral. Penggantian
cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut :
Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1 jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam
Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2 jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2 jam
Pada keadaan dehidrasi berat dan syok maka dilakukan rehidrasi parenteral 20 -30 ml/kg
BB, kemudian evaluasi 30 - 60 menit, bila hemodinamik stabil maka rehidrasi sesuai
dehidrasi berat.
Antibiotik Pada umummya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena sebagian
besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh dengan
antibiotika. Hanya sebagian kecil (10-20 %) yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti
V.cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.Coli, Salmonella, Camphylobacter dan sebagainya.
Penyebab
Kolera
Shigella dysentery
Amoebiasis
Giardiasis
Antibiotik Pilihan
Tetracycline
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Ciprofloxacin
15 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari
Alternatif
Erythromycin
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Pivmecillinam
20 mg/kgBB
4x sehari selama 5 hari
Ceftriaxone
50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5 hari
Metronidazol
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
Metronidazol
5 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
Probiotik Diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi
yang menunjang kesahatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang
lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik dalam waktu yang
panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI. Kemungkinan mekanisme efek probioik
dalam pencegahan diare melalui : perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen),
produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa patogen usus, kompetisi nutrient, mencegah
adhesi kuman patogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik
terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrient dan imunomodulasi. Probiotik merupakan
bakteri hidup yang mempunyai efek yang menguntungkan pada host dengan cara
meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik didalam lumen saluran cerna sehingga seluruh
epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel
usus.
Dehidrasi
Hipoglikemi
Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik) terjadi karena:
Kehilangan Na-bikarbonat bersama feses
Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak yang tidak sempurna sehingga benda
oleh ginjal
Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.
Gangguan elektrolit
Hipernatremia Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L
memerlukan pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar
natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat
sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau
I. Pencegahan
HIPOKALEMIA
A. Definisi
Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah dibawah 3.5
mEq/L yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total di tubuh atau adanya
gangguan perpindahan ion kalium ke sel-sel. Penyebab yang umum adalah karena kehilangan
kalium yang berlebihan dari ginjal atau jalur gastrointestinal.
B. Patofisiologi
C. Derajat Hipokalemia
Ringan : kadar K 3 3,5 mEq/L
Sedang : kadar K 2,5 3 mEq/L
Berat
F. Penatalaksanaan Hipokalemia
Untuk bisa memperkirakan jumlah kalium pengganti yang bisa diberikan, perlu
disingkirkan dulu faktor-faktor selain deplesi kalium yang bisa menyebabkan hipokalemia,
misalnya insulin dan obat-obatan.
Kalium klorida adalah garam suplemen pilihan, terutama jika pasien dalam keadaan
alkalosis. Kalium intravena perlu diberikan jika pasien tidak dapat menerima kalium secara
peroral atau jika defisiensi kalium menjadi sangat berat. Pada kasus yang berat, kalium harus
diberikan dalam larutan non dekstrosa, sebab dekstrosa merangsang pelepasan insulin
sehingga menyebabkan kalium masuk kedalam sel. Kecepatan infuse kalium tidak boleh
melebihi 20 mEq/jam untuk menghindari terjadinya hiperkalemia yang serius.
Koreksi dilakukan berdasarkan kadar kalium, yaitu:
Kalium 2,5 3,5 mEq/L. Berikan 75 mEq/kgBB per oral per hari dibagi tiga dosis.
Pemberian KCL:
Bila kadar K darah <2,5 mEq/L dengan gejala, diberikan larutan KCL 7,46% iv. Dosis 0,5
1 mEq/kgBB dalam 1 2 jam (max 40 mEq) dengan memonitor ritme jantung di ruang
intensif.
Bila kadar K darah <2,5 mEq/L tanpa gejala, diberikan larutan KCl 7,46% i.v. dosis 0,5
1,2 mEq/kgBB/hari selama 1 3 hari (bergantung pada jumlah deficit) dengan dosis tidak
boleh >40 mEq/L
Bila kadar K 2,5 3,5 mEq/L (dengan atau tanpa gejala) diberikan KCl p.o. Dosis 1 4
mEq/kgBB/hr dibagi 2 4 dosis (40 mEq K = 3 gr KCl).
a. Jumlah Kalium
Walaupun perhitungan jumlah kalium yang dibutuhkan untuk mengganti
kehilangan tidak rumit, tidak ada rumus baku untuk menghitung jumlah kalium yang
dibutuhkan pasien. Namun, 40100 mmol K+ suplemen biasa diberikan pada
hipokalemia moderat dan berat.
Pada hipokalemia ringan (kalium 33,5 mEq/L) diberikan KCl oral 20 mmol per
hari dan pasien dianjurkan banyak makan makanan yang mengandung kalium. KCL oral
kurang ditoleransi pasien karena iritasi lambung. Makanan yang mengandung kalium
cukup banyak dan menyediakan 60 mmol kalium.
c. Kalium iv
KCl diberikan iv jika pasien tidak bisa makan dan mengalami hipokalemia berat.
Jangan tambahkan KCl ke dalam botol infus. Gunakan sediaan siap-pakai dari pabrik.
Pada koreksi hipokalemia berat (< 2 mmol/L), sebaiknya gunakan NaCl, bukan
dekstrosa. Pemberian dekstrosa bisa menyebabkan penurunan sementara K + serum
sebesar 0,21,4 mmol/L karena stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa.10
Infus yang mengandung KCl 0,3% dan NaCl 0,9% menyediakan 40 mmol K + /L. Ini
harus menjadi standar dalam cairan pengganti K+.
Volume besar dari normal saline bisa menyebabkan kelebihan beban cairan. Jika ada
aritmia jantung, dibutuhkan larutan K+ yang lebih pekat diberikan melalui vena
sentral dengan pemantauan EKG. Pemantauan teratur sangat penting. Pikirkan
masak-masak sebelum memberikan > 20 mmol K+/jam.
d. Diet Kalium
Diet yang mengandung cukup kalium pada orang dewasa rata-rata 50-100 mEq/hari
(contoh makanan yang tinggi kalium termasuk kismis, pisang, aprikot, jeruk, advokat,
kacang-kacangan, dan kentang).
G. Prognosis
Dengan mengkonsumsi suplemen kalium biasanya dapat mengkoreksi hipokalemia. Pada
hipokalemia berat, tanpa penatalaksanaan yang tepat, penurunan kadar kalium secara drastis
dapat menyebabkan masalah jantung yang serius yang dapat berakibat fatal
HIPONATREMIA
A. Definisi
Kadar Na darah <130 mEq/L.
B. Pemeriksaan Pasien
Tekanan darah rendah, takikardi, CRT , selaput lendir kering, dan turgor kulit , gagal
jantung kongesti, tanda
C. Laboratorium
Na darah <130 mEq/L
Profil lipid protein total, albumin
Urin rutin
D. Klasifikasi
Hiponatremia normovolemi
Hiponatremia hypervolemia
Hiponatremia hipovolemia
E. Terapi
Bila terdapat gejala pada SSP atau kadar Na <120 mEq/L diberikan larutan NaCl
hipertonis, misalnya NaCl 3% (513 mEq/L), NaCl 5% (855 mEq/L). Untuk mencapai kadar
Na yang diharapkan (130 mEq/L), maka Na yang dibutuhkan menurut rumus:
mEq Na = 130 Na darah x 0,6 x BB (kg)
Untuk
mencapai
Na
yang
Bila keadaan hiponatremi sudah berlangsung kronik maka koreksi tidak dilakukan secara
cepat karena dapat menyebabkan gangguan SSP.
KA-EN
KA-EN
KA-EN
KA-EN
KA-EN
ASERING
Ringer laktat
Normal Saline
3B
Dextran-40
3A
1B
4A Paed
4B Paed
AMIPAREN
AMINOVEL-600
PAN-AMIN G
KA-EN MG 3
MARTOS 10
TRIPAREN
Nama
Na+
K+
Mg++
Cl-
HPO4--
Laktat-
Dextrose
Kalori
(kcal/l)
150
Produk
KA-EN 1 B
38.5
38.5
(g/l)
37.5
KA-EN 3 A
60
10
50
20
27.0
108
KA-EN 3 B
50
20
50
20
27.0
108
Menggantikan
Memelihara
keseimba
Cairan cairan
tubuh tubuh
dan nutr
KA-EN
50
20
50
20
130
109
28
100
400
MG3
Ringer
Laktat
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: EGC,
2000.
2. Garna, Herry. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. 2012
3. Mansjoer, A, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ed, 3. Jakarta: Medica Aesculpalus.
FKUI
4. Pudjiaji. H. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011
5. Siregar P. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
2006