Anda di halaman 1dari 16

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................ i


Kata Pengantar ............................................................................................ ii
Daftar Isi ..................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1
1.3 Tujuan ................................................................................................... 1
BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................... 3
2.1 Konsep Dasar Kapitalisme..................................................................... 3
2.2 Perkembangan Kapitalisme.................................................................... 7
2.3 Perkembangan Kapitallisme di Indonesia.............................................. 22
2.4 Setuju atau Pro terhadap Kapitalisme.................................................... 25
BAB III PENUTUP .................................................................................. 27
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 27
3.2 Saran ..................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 28

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kapitalisme sebenarnya bukanlah hal yang baru untuk untuk di perbincangkan, tetapi
melihat pengaruhnya yang masih begitu kuat terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat
dunia umumnya dan Indonesia khususnya membuat kapitalisme tak pernah berhenti untuk
diperbincangkan. Oleh karena itu tiada salah bila kita sekali lagi mengenal sedikit tentang
kapitalisme dan sejarah perkembangannya. Kapitalisme jika dilihat dari segi etimologi yaitu
berasal dari dua kata Capital (modal) dan Isme (paham atau cara pandang). Namun jika kita
telusuri makna dari kapitalisme sendiri yait berasal dari bahasa latin caput yang berarti kepala.
Arti ini menjadi jelas, misalnya dalam istilah pendapatan per kapita atau pendapatan per
kepala. Apa hubungannya dengan capital yang lain yang sering kita terjemahkan sebagai
modal? Konon kekayaan penduduk Romawi kuno diukur oleh berapa kepala hewan ternak
yang ia miliki. Semakin banyak caput-nya, semakin sejahtera. Tidak mengherankan, jika
kemudian mereka mengumpulkan sebanyak-banyaknya caput. Sekarang jelas sudah, mengapa
kita menterjemahkan capital sebagai modal. Sementara Isme sendiri mengacu kepada
paham, ideologi cara pandang atau cara hidup yang diterima oleh sekelompok luas masyarakat
dan karenanya menjadi konvensi, karea dapat saja ditolak oleh kelompok masyarakat yang
lainnya, sehingga kapitalisme adalah modal isme atau paham yang berdasarkan modal (pemilik
modal).
1.2 Rumusan Masalah
a) Bagaimanakah Konsep Dasar dari Kapitalisme?
b) Bagaimanakah Proses perkembangan Kapitalisme?
c) Bagaimanakah Proses Perkembangan Kapitalisme di Indonesia?

d) Setuju atau tidak terhadap penerapan dari ideologi Kapitalisme?


a)
b)
c)
d)

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami Konsep Dasar dari Kapitalisme.
Untuk mengetahui Proses perkembangan Kapitalisme.
Untuk mengetahui Proses Perkembangan Kapitalisme di Indonesia.
Untuk menganalisis ideologi Kapitalisme cocok atau tidak cocok bila diterapkan di suatu
negara..

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Kapitalisme
Kapitalisme berasal dari capital yang berarti modal, dengan yang dimaksud modal adalah
alat produksi seperti tanah, uang dan lain sebagainya. Dan kata isme berarti suatu paham atau
ajaran. Jadi arti kapitalisme itu sendiri adalah suatu ajaran atau paham tentang modal atau segala
sesuatu dihargai dan diukur dengan uang paham kapitalisme ini meyakini bahwa pemilik modal
bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut,
maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama. Paham ini
berazas atas pengembangan hak milik pribadi dan pemeliharaannya serta perluasan faham
kebebasan. Sehingga dalam prakteknya menciptakan kesenjangnan social yang tinggi antara si
kaya dan si miskin. Yang kaya semakin kaya dan yang msikin semakin miskin.
Walaupun demikian, kapitalisme sebenarnya tidak memiliki definisi universal yang bisa diterima secara luas.
Beberapa ahli mendefinisikan kapitalisme sebagai sebuah sistem yang mulai berlaku di Eropa pada abad ke-16 hingga
abad ke-19, yaitu pada masa perkembangan perbankan komersial Eropa di mana sekelompok individu maupun kelompok
dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi,
terutama barang modal, seperti tanah danmanusia guna proses perubahan dari barang modal ke barang jadi. Untuk
mendapatkan modal-modal tersebut, para kapitalis harus mendapatkan bahan baku dan mesin dahulu, baru buruh sebagai
operator mesin dan juga untuk mendapatkan nilai lebih dari bahan baku tersebut.
Kapitalisme merupakan sistem perekonomian yang menekankan peran Capital (modal), yakni kekayaan dalam
segala jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan dalam produksi barang lainnya. Beberapa ahli mendefinisikan
kapitalisme sepertihalnya Ebenstein, menyebut kapitalisme sebagai sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari sekedar
sistem perekonomian. Ia mengaitkan perkembangan kapitalisme sebagai bagian dari gerakan individualisme. Sedangkan
Hayek, memandang kapitalisme sebagai perwujudan liberalisme dalam ekonomi. Menurut Ayn Rand, kapitalisme adalah a
social system based on the recognition of individual rights, including property rights, in which all property is privately owned.
(Suatu sistem sosial yang berbasiskan pada pengakuan atas hak-hak individu, termasuk hak milik di mana semua pemilikan
adalah milik privat). Heilbroner, secara dinamis menyebut kapitalisme sebagai formasi sosial yang memiliki hakekat tertentu
dan logika yang historis-unik. Logika formasi sosial yang dimaksud mengacu pada gerakan-gerakan dan perubahanperubahan dalam proses-proses kehidupan dan konfigurasi-konfigurasi kelembagaan dari suatu masyarakat. Istilah formasi
sosial yang diperkenalkan oleh Karl Marx ini juga dipakai oleh Jurgen Habermas. Dalam Legitimation Crisis (1988),
Habermas menyebut kapitalisme sebagai salah satu empat formasi sosial (primitif, tradisional, kapitalisme, postkapitalisme).
Keadaan kemudian berubah ketika gelombang industrialisasi melanda negara-negara Eropa Barat. Di dalam
masyarakat tradisional tersebut terjadi perubahan, dimana sistem ekonomi bersekala kecil mulai diguncang oleh adanya
industrialisasi sebagai sistem ekonomi bersekala besar. Sebenarnya industrialisasi itu muncul karena pengaruh zaman
Renaissance yang melanda Eropa pada abad ke-15 hingga abad 19, yaitu pada masa perkembangan perbankkan
komersial di eropa ada zaman dahulu. Dimana sekelompok individu maupun kelompok luas dapat bertindak sebagai badan

tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal, seperti tanah
dan manusia guna proses perubahan dari barang modal menjadi barang jadi. Untuk mendapatkan modal-moda tersebut
maka para kapitalis tersebut harus mendapatkan bahan baku dan mesin terlebih dahulu. Baru setelah itu buruh menjadi
operator atau tenaga produktif agar para kapitalis bisa mendapatkan nilai lebih dari bahan baku tersebut.
Kapitalisme memiliki sejarah yang panjang, yaitu sejak ditemukannya sistemperniagaan yang dilakukan oleh pihak
swasta. Di Eropa, hal ini dikenal dengan sebutan guild sebagai cikal bakal kapitalisme. Saat ini, kapitalisme tidak hanya
dipandang sebagai suatu pandangan hidup yang menginginkan keuntungan belaka. Peleburan kapitalisme
dengan sosialisme tanpa adanya pengubahan menjadikan kapitalisme lebih lunak daripada dua atau tiga abad yang lalu.

Istilah kapitalisme, dalam arti modern, sering dikaitkan dengan Karl Marx. Dalam
magnum opus Das Kapital, Marx menulis tentang "cara produksi kapitalis" dengan
menggunakan metode pemahaman yang sekarang dikenal sebagai Marxisme. Namun, sementara
Marx jarang menggunakan istilah "kapitalisme", namun digunakan dua kali dalam interpretasi
karyanya yang lebih politik, terutama ditulis oleh kolaboratorFriedrich Engels. Pada abad ke-20
pembela sistem kapitalis sering menggantikan kapitalisme jangka panjang dengan frase seperti
perusahaan bebas dan perusahaan swasta dan diganti dengan kapitalis rente dan investor sebagai
reaksi terhadap konotasi negatif yang terkait dengan kapitalisme.
Ekonomi kapitalisme merupakan satu sistem ekonomi yang berasaskan kepada ekonomi
bebas. Ini bermakna setiap individu atau mana-mana syarikat yang memiliki harta atau modal
bebas menjalankan kegiatan ekonomi atau perdagangan. Matlamat utama di dalam sistem
ekonomi kapitalisme ialah keuntungan yang maksimal.
Secara sosiologis paham kapitalisme berawal dari perjuangan terhadap kaum feodal,
salah satu tokoh yang terkenal Max Weber dalam karyanya The Protestan Ethic of Spirit
Capitalism, mengungkapkan bahwa kemunculan kapitalisme erat sekali dengan dengan semangat
religius terutama kaum protestan. Pendapat Weber ini didukung Marthin Luther King yang
mengatakan bahwa lewat perbuatan dan karya yang lebih baik manusia dapat menyelamatkan
diri dari kutukan abadi. Tokoh lain yang mendukung adalah Benjamin Franklin dengan mottonya
yang sangat terkenal yaitu Time Is Money, bahwa manusia hidup untuk bekerja keras dan
memupuk kekayaan.
Perkembangan kapitalisme tidak bisa lepas Dari sang maestro, yaitu Adam Smith dimana
ia mengemukakan 5 teori dasar dari kapitalisme :
1.
Pengakuan hak milik pribadi tanpa batas batas tertentu.
1.
Pengakuan hak pribadi untuk melakukan kegiatan ekonomi demi meningkatkan
status sosial ekonomi.
2.
Pengakuan adanya motivasi ekonomi dalam bentuk semangat meraih keuntungan
semaksimal mungkin.
3.
Kebebasan melakukan kompetisi.
4.
Mengakui hokum ekonomi pasar bebas/mekanisme pasar.
Bentuk Kapitalisme
1.
Kapitalisme perdagangan yg muncul pada abad ke-16 setelah dihapusnya sistem feodal.
Dalam sistem ini seorang pengusaha mengangkat hasil produksinya dari satu tempat ke tempat
lain sesuai dgn kebutuhan pasar. Dengan demikian ia berfungsi sebagai perantara antara
produsen dan konsumenKapitalisme industri yg lahir krn ditopang oleh kemajuan industri dgn
penemuan mesin uap oleh James Watt tahun 1765 dan mesin tenun tahun 1733. Semua itu telah
membangkitkan revolusi industri di Inggris dan Eropa menjelang abad ke-19. Kapitalisme
industri ini tegak di atas dasar pemisahan antara modal dan buruh yakni antara manusia dan
mesin.

Sistem Kartel yaitu kesepakatan perusahaan-perusahaan besar dalam membagi pasaran


internasional. Sistem ini memberi kesempatan utk memonopoli pasar dan pemerasan seluasluasnya. Aliran ini tersebvar di Jerman dan Jepang.
3.
Sistem Trust yaitu sebuah sistem yang membentuk satu perusahaan dari berbagai
perusahaan yang bersaing agar perusahaan tersebut lbh mampu berproduksi dan lebih kuat untuk
mengontrol dan menguasai pasar.
Prinsip-prinsip Kapitalisme
1.
Mencari keuntungan dengan berbagai cara dan sarana kecuali yang terang-terangan
dilarang negara krn merusak masyarakat seperti heroin dan semacamnya.
2.
Mendewakan hak milik pribadi dengan membuka jalan selebar-lebarnya agar tiap orang
mengerahkan kemampuan dan potensi yang ada untuk meningkatkan kekayaan dan
memeliharanya serta tidak ada yang menjahatinya. Karena itu dibuatlah peraturan-peraturan
yang cocok utk meningkatkan dan melancarkan usaha dan tidak ada campur tangan negara dalam
kehidupan ekonomi kecuali dalam batas-batas yang sangat diperlukan oleh peraturan umum
dalam rangka mengokohkan keamanan.
3.
Perfect Competition.
4.
Price system sesuai dgn tuntutan permintaan dan kebutuhan dan bersandar pada peraturan
harga yang diturunkan dalam rangka mengendalikan komoditas dan penjualannya.
Konsep Kapitalisme yaitu:
1.
Pengumpulan modal
2.
Kebebasan ekonomi
3.
Hak milik perseorangan
4.
Kebebasan pasaran dan perniagaan
5.
Menggalakkan penambahan kekayaan dan pelaburan
6.
Kaum buruh dibayar upah
7.
Melibatkan sistem pengeluaran, pengedaran dan pertukaran secara besar-besaran.
8.
Tujuan untuk mendapatkan keuntungan
Ciri-ciri dari Kapitalisme adalah:
1.
Wujud aktiviti perdagangan dan perniagaan
2.
Pembayaran gaji untuk pekerja oleh majikan
3.
Sistem ekonomi dikuasai oleh golongan yang mempunyai modal besar.
4.
Untuk kepentingan sendiri
5.
Ekonomi dagangan bebas
6.
Mengutamakan harta persendirian
2.

2.2 Perkembangan Kapitalisme


Secara historis perkembangan kapitalisme merupakan bagian dari gerakan
individualisme. Gerakan ini juga menimbulkan dampak dalam bidang yang lain. Dalam bidang
keagamaan gerakan ini menimbulkan reformasi. Dalam hal penalaran melahirkan ilmu
pengetahuan alam. Dalam hubungan masyarakat memunculkan ilmu-ilmu sosial. Dalam bidang
ekonomi melahirkan sistem kapitalisme. Oleh karena itu peradaban kapitalis sah (legitimate)
adanya. Di dalamnya terkandung pengertian bahwa kapitalisme adalah sebuah sistem sosial yang
menyeluruh, lebih dari sekedar tipe tertentu dalam perekonomian. Sistem ini berkembang di
Inggris pada abad 18 masehi dan kemudian menyebar luas ke kawasan Eropa Barat Laut dan
Amerika Utara (Ebenstein & Fogelman, 1994: 148).
Perjalan sejarah kapitalisme tidak dapat dilepaskan dari bumi Eropa, tempat lahir dan
berkembangnya kapitalisme. Tahun 1648 (tahun tercapainya perjanjian Westphalia) dipandang

sebagai tahun lahirnya sistem negara modern. Perjanjian itu mengakhiri Perang Tiga Puluh
Tahun (antara Katholik dan Protestan di Eropa) dan menetapkan sistem negara merdeka yang
didasarkan pada konsep kedaulatan dan menolak ketundukan pada otoritas politik Paus dan
Gereja Katholik Roma (Papp, 1988: 17). Inilah awal munculnya sekularisme. Sejak itu aturan
main kehidupan dilepaskan dari gereja (yang merupakan wakil Tuhan), dengan anggapan bahwa
negara itu sendiri yang paling tahu kebutuhan dan kepentingan warganya sehingga negaralah
yang layak membuat aturan untuk kehidupannya, sementara Tuhan (agama) diakui
keberadaannya tetapi dibatasi hanya di gereja (hubungan manusia dengan Tuhannya).
Prinsip dasar sekular tersebut adalah menempatkan manusia (negara/kerajaan) sebagai
pembuat peraturan atau hukum. Permasalahan berikutnya adalah siapa atau apa yang berwenang
membuat aturan yang menjamin terciptanya kehidupan yang damai, tentram dan stabil.
Kenyataannya, Eropa sampai abad ke-19 merupakan kerajaan-kerajaan yang diperintah oleh
kaisar, raja dan para bangsawan (aristokrat). Sampai masa itu, peran politik rakyat sangatlah
minim bahkan tidak ada. Rakyat secara pasif patuh pada raja dan undang-undang yang dibuat
oleh raja, tanpa melibatkan diri dalam proses politik (pembuatan keputusan). Dan ternyata raja
selalu tidak bisa memenuhi kepentingan dan kebutuhan warganya secara adil dan menyeluruh.
Selanjutnya terdapat tiga perkembangan penting yang mempengaruhi perubahan situasi
di Eropa, yaitu: revolusi industri (1760 - 1860), revolusi Perancis (1775 - 1799) dan tingkat
melek huruf (literasi) (abad ke-19). Ketiga peristiwa tersebut telah mendorong munculnya
keterlibatan rakyat (di luar raja dan kaum bangsawan) di dalam politik (pengaturan urusan
rakyat) (Robert & Lovecy, 1984: 7) .
Revolusi industri telah memunculkan kelas menengah yang mempunyai kekuatan
ekonomi, sehingga dengan kekuatannya tersebut mereka menuntut derajat kekuatan politik yang
berimbang. Revolusi Perancis telah mendorong tuntutan akan nasionalisme (ide bahwa rakyat
bisa memerintah dirinya sendiri, bukan diperintah oleh yang lain), libelarisme (ide bahwa
otoritas politik harus disahkan lebih dahulu secara konsensus dan tidak secara turun temurun,
serta dibatasi oleh hukum dan konstitusi) dan equalitas (ide bahwa partisipasi politik tidak hanya
di tingkat elit aristokrat saja, tetapi terbuka untuk semua penduduk). Sedangkan meningkatnya
derajat melek huruf di kalangan rakyat telah menyebabkan mereka dapat membaca peristiwaperistiwa dan pemikiran-pemikiran yang berkembang di Eropa dan sekaligus mempengaruhi
mereka.
Kemajuan sosial (social progress), yang berupa sejumlah perbaikan kondisi ekonomi,
intelektualitas, sosial budaya dan politik yang terjadi di Eropa Barat antara abad ke-18 sampai
abad ke-19, dapat dilihat sebagai penyebab berkembangnya demokrasi, di mana demokrasi
membatasi kesewenangan dan mendorong manusia menjadi lebih sempurna dan adil dalam
mengatur kehidupannya (Palma, 1990: 17) . Dari sini kita bisa menyebut bahwa pada abad ke-19
telah terjadi transisi politik di Eropa Barat dari bentuk otokrasi dinasti tradisional menjadi
demokrasi liberal modern.
Meskipun demikian, ada kesamaan dalam dua kondisi tersebut, yaitu sekularime.
Konsekuensi dari Tuhan (agama) tidak boleh campur tangan dalam pengaturan urusan kehidupan
manusia adalah pembuatan aturan main (keputusan/hukum) oleh manusia. Ketika
keputusan/hukum dibuat oleh seseorang secara otoriter, dan terbukti tidak mampu menangkap
kepentingan dan kebutuhan rakyatnya, maka dituntutlah keikutsertaan rakyat seluruh rakyat
dalam membuat keputusan. Dengan demikian diharapkan mampu menciptakan aturan main yang
lebih bisa memenuhi keinginan dan kepentingan rakyat banyak.

Sedangkan mengenai penamaan ideologi ini dengan nama Kapitalisme, An-Nabhani


dalam kitabnya Nidzom Al-Islam (1953) memberikan pendapat dan uraian sebagai berikut:
bahwa munculnya kapitalisme berawal pada kaisar dan raja-raja di Eropa dan Rusia yang
menjadikan agama sebagai alat pemeras, penganiaya dan penghisap darah rakyat. Para pemuka
agama pada waktu itu dijadikan sebagai perisai untuk memenuhi keinginan mereka. Dari kondisi
seperti itu, maka berikutnya menimbulkan pergolakan yang sengit, yang kemudian membawa
kebangkitan bagi para filosof dan cendikiawan. Sebagian dari mereka mengingkari adanya
agama secara mutlak, sedangkan sebagian yang lain mengakui adanya agama tetapi menyerukan
agar dipisahkan dari kehidupan dunia. Sampai akhirnya pendapat mayoritas dari kalangan filosof
dan cendekiawan itu lebih cenderung memilih ide yang memisahkan agama dari kehidupan, yang
kemudian menghasilkan usaha pemisahan antara agama dengan negara. Disepakati pula
pendapat untuk tidak mempermasalahkan agama, dilihat dari segi apakah diakuai atau ditolak,
sebab yang menjadi masalah adalah agama itu harus dipisahkan dari kehidupan (An-Nabhani,
1953: 25).
Ide pemisahan agama dari negara tersebut dianggap sebagi jalan kompromi antara
pemuka agama yang menghendaki segala sesuatunya harus tunduk kepada mereka (yang
mengatasnamakan agama) dengan para filosof dan cendekiawan yang mengingkari adanya
agama dan dominasi para pemuka agama. Dengan demikian ide sekularisme ini sama sekali tidak
mengingkari adanya agama, akan tetapi juga tidak menjadikannya berperan dalam kehidupan.
Yang mereka lakukan tidak lain adalah memisahkannya dari kehidupan (An-Nabhani, 1953: 25).
Atas landasan pandangan hidup seperti di atas, mereka berpendapat bahwa manusia
sendirilah yang berhak untuk membuat peraturan hidupnya. Mereka juga mengharuskan pula
untuk mempertahankan kebebasan manusia yang terdiri dari kebebasan beragama, kebebasan
berpendapat (berbicara), kebebasan individu (pribadi) dan kebebasan kepemilikan (hak milik).
Dari kebebasan hak kepemilikan itulah dihasilkan sistem ekonomi kapitalis, yang merupakan hal
yang paling menonjol pada ideologi ini. Oleh karena itu ideologi ini dinamakan kapitalisme,
sebuah nama yang diambil dari aspek yang paling menonjol dalam ideologi ini (An-Nabhani,
1953: 24).
Demokrasi sebagaimana telah diuraikan di atas, sebenarnya juga berasal dari ideologi ini,
akan tetapi masih dianggap kurang menonjol dibanding dengan sistem ekonominya. Hal itu
dapat dibuktikan bahwa sistem ekonomi kapitalis di Barat ternyata sangat mempengaruhi elite
kekuasaan sehingga mereka tunduk kepada para kapitalis (pemilik modal, konglomerat). Bahkan
hampir-hampir dapat dikatakan bahwa para Kapitalislah yang menjadi penguasa sebenarnya di
negara-negara yang menganut ideologi ini. Di samping itu demokrasi bukanlah menjadi ciri khas
dari ideologi ini, sebab sosialispun ternyata juga menyuarakan dan menyatakan bahwa kekuasan
berada di tangan rakyat. Oleh karena itu lebih tepat jika ideologi ini dinamakan ideologi
Kapitalisme (An-Nabhani, 1953: 24-25).
Oleh karena itu kapitalisme saat ini sudah tidak bisa disebut sebagai hanya sebuah
"isme" biasa atau sebuah pemikiran filsafat belaka, bahkan tidak bisa juga hanya dikatakan
sebagai sebuah teori ekonomi . Akan tetapi kapitalisme telah menjadi sebuah ideologi dunia
yang mencengkeram dan mengatur semua sendi-sendi kehidupan manusia secara menyeluruh
dan sistemik. Lester C. Thurow dalam bukunya The Future of Capitalism (1996)
menggambarkan tentang perjalanan kapitalisme sebagai berikut: Since the onset of the industrial
revolution, when success came to be defined as rising material standards of living, no economic
system other than capitalism has been made to work anywhere. No one knows how to run
successful economies on any other principles. The market, and the market alone, rules. No one

doubts it. Capitalism alone taps into modern beliefs about individuality and exploits what some
would consider the baser human motives, greed and self-interest, to produce rising standards of
living. When it comes to catering to the wants and desires of every individual, no matter how
trivial those wants seem to others, no system does it even half so well. Capitalisms nineteenth
and twentieth-century competitors - fascism, sosialism and comunism - are all gone (Thurow,
1996: 1).
Eropa pernah diperintah kerajaan Romawi yg telah mewariskan sistem feodalistik. Dalam
rentang waktu antara abad ke-14 sampai abad ke-16 muncul apa yang disebut kelas bourgeois
mengiring tahap feodal dimana keduanya saling mengisi. Kemudian sejak awal abad ke-16
secara bertahap fase borjuis disusul degan fase kapitalisme.
Secara umum perkembangan kapitalisme dibagi menjadi 3 yaitu: kapitalisme awal,
a. Kapitalisme Awal
a. Merkantilisme
Kapitalisme mempunyai sejarah panjang yang mana sejak ditemukannya sistem
perniagaan yang dilakukan oleh pihak swasta. Di Eropa, hal ini dikenal dengan sebutan guild
sebagai cikal bakal kapitalisme. Kapitalisme merupakan cara pandang dalam menjalani kegiatan
ekonominya. Hal tersebut bisa dilihat pada Merkantilisme berkembang pada abat ke-15 sampai
abad 18, dan berasal dari kata merchand yang artinya pedagang. Walaupun para ahli masih
meragukan apakah merkantilisme benar merupan suatu aliran/madzhab atau bukan, namun aliran
ini memiliki dampak yang besar dalam perkembangan teori ekonomi. Aliran ini timbul pada
masa ketika perdagangan antar negara semakin berkembang pesat. Kalau di masa sebelumnya
masyarakat dapat mencukupi kebutuhannya dengan dengan memproduksi sendiri, pada masa
merkantilisme ini berkembang paham bahwa jika sebuah negara hendak maju, maka negara
tersebut harus melakukan perdagangan dengan negara lain, surplus perdagangan berupa emas
dan perak yang diterima merupakan sumber kekayaan negara.
Dalam bukunya yang berjudul England Treasure by Foreign Trade Thomas Mun
menulis tentang manfaat perdagangan luar negeri. Ia menjelaskan bahwaperdagangan luar negeri
akan memperkaya negara jika menghasilkan surplus dalam bentuk emas dan perak.
Keseimbangan perdagangan hanyalah perbedaan antara apa yang di ekspor dan apa yang di
impor. Ketika negara mengalami surplus perdagangan, ini berarti ekspor lebih besar daripada
impor. Lebih lanjut Thomas Mun menjelaskan bahwa perdagangan domestik tidak dapat
membuat negara lebih makmur, karena perolehan logam mulia dari seorang warga negara adalah
sama dengan hilangnya logam mulia dari warga negara yang lain. Dengan meningkatkan
persedian uang domestik sebagai hasil dari surplus perdagangan ternyata dapat juga
memunculkan bahaya karena orang akan terpancing untuk membeli lebih banyak barang-barang
mewah. Hal ini menyebabkan harga barang dalam negeri akan naik dan pada akhirnya akan
mengurangi ekspor karena barang-barang yang diproduksi di dalam negeri akan terlalu mahal
bila dijual di luar negeri. Konsekuensi ini bisa dihindari yaitu dengan melakukan investasi
kembali. Reinvestasi ini akan menciptakan lebih banyak barang untuk diekspor. Thomas Mun
mengakui bahwa betapa pentingnya investasi modal dan Ia memandang keseimbangan
perdagangan merupakan sebuah cara untuk mengumpulkan modal produktif.
Ajaran merkantilisme dominan sekali diajarkan di seluruh sekolah Eropa pada awal
periode modern (dari abad ke-15 sampai ke-18, era dimana kesadaran bernegara sudah mulai
timbul). Peristiwa ini memicu, untuk pertama kalinya, intervensi suatu negara dalam mengatur
perekonomiannya yang akhirnya pada zaman ini pula sistemkapitalisme mulai lahir. Kebutuhan
akan pasar yang diajarkan oleh teori merkantilisme akhirnya mendorong terjadinya banyak

peperangan dikalangan negara Eropa dan era imperialisme Eropa akhirnya dimulai. Sistem
ekonomi merkantilisme mulai menghilang pada akhir abad ke-18, seiring dengan munculnya
teori ekonomi baru yang diajukan oleh Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations,
ketika sistem ekonomi baru diadopsi oleh Inggris, yang notabene saat itu adalah negara industri
terbesar di dunia.
b. Kolonialisme
Merkantilis merupakan model kebijakan ekonomi dengan campur tangan pemerintah yang
dominan, proteksionisme serta politik kolonial, ditujukan dengan neraca perdagangan luar negeri
yang menguntungkan. Kebijakan ekonomi lebih bersifat makro, hal ini berhubungan dengan
tujuan proteksi industri di dalam negeri, dan menjaga rencana perdagangan yang
menguntungkan, hal ini dilakukan dalam usaha meningkatkan peranannya dalam perdagangan
internasional dan perluasan-perluasan kolonialisme, yang mana Kolonialisme sendiri merupakan
suatu sistem dimana suatu negara menguasai rakyat dan sumber daya negara lain tetapi masih
tetap berhubungan dengan negeri asal dan tujuannya untuk menguras sumber-sumber kekayaan
daerah koloni demi perkembangan industri dan memenuhi kekayaan negara yang melaksanakan
politik kolonial tersebut. Pada zaman kolonialisme ini akumulasi modal yang terkonsentrasi di
Eropa (Inggris) didistribusikan ke penjuru dunia, yang menghadirkan segenap kemiskinan di
wilayah jajahannya.
Kelahiran kapitalisme dimasa merkantilisme dan kolonialisme dibidani oleh tiga tokoh
besar, yaitu Martin Luther yang memberi dasar-dasar teosofik, Benjamin Franklin yang memberi
dasar-dasar filosofik dan Adam Smith yang memberikan dasar-dasar ekonominya. Martin Luther
yang memberi dasar-dasar teosofik adalah seorang Jerman yang melakukan gerakan
monumentalnya, 31 Oktober 1571 dengan menempelkan tulisan protesnya di seluruh penjuru
Roma. Ia tidak menerima kenyataan praktik pengampunan dosa yang diberlakukan Gereja Roma.
Kemudian ia meletakkan ajaran dasarnya, yaitu: Manusia menurut kodratnya menjadi suram
karena dosa-dosanya dan semata-mata lewat perbuatan dan karya yang lebih baik saja mereka
dapat menyelamatkan dirinya dari kutukan abadi. Sedangkan bagi Benjamin Franklin yang
memberi dasar-dasar filosofik, mengajak orang untuk bekerja keras mengakumulasi modal atas
usahanya sendiri. Kemudian Franklin mengamanatkan Waktu adalah Uang. Bagi Adam Smith
yang memberikan dasar-dasar ekonominya dan tarcantum dalam buku An Inquiry into The
Nature and Causes of The Wealth Nations, Adam Smith lebih mengkongkretkan spirit
kapitalismenya dalam sebuah konsep sebagai mekanisme pasar. Basis folologisnya adalah
laissez-faire, laissez-passer. Ia mengatakan bahwa barang langka akan menyebabkan harga
barang tersebut menjadi mahal sehingga menjadi sulit didapatkan terutama oleh mereka yang
berpenghasilan rendah. Tetapi menurut Smith bahwa yang harus dilihat adalah perilaku
produsen. Ketika harga barang mahal, maka keuntungan akan meningkat. Ketika keuntungan
yang dijanjikan atas barang tersebut tinggi, maka banyak produsen yang memproduksinya.
Sehingga dengan demikian kelangkaan barang tersebut akan terpenuhi dan menjadi murah dan
kebutuhan masyarakat akan terpenuhi. Sehingga masalah yang terjadi di masyarakat akan
diselesaikan oleh the invisible hands.
b. Kapitalisme Klasik
a. Revolusi Industri
Pada fase ini terjadi pergeseran perilaku para kapitalis yang semula hanya perdagangan
publik, ke wilayah yang mempunyai jangkauan lebih luas yaitu industri. Pada masa Revolusi
Industri yaitu merupakan perubahan radiakal struktur masyarakat agraris ke industri serta
perubahan penggunaan sarana produksi dari tenaga manusia ke tenaga mesin. Transformasi dari

dominasi modal perdagangan ke dominasi modal industri yang seperti itu merupakan ciri
Revolusi Industri di Inggris. Perubahan dalam cara menentukan pilihan tekhnologi dan cara
berorganisasi berhasil memindahkan industri dari pedesaan ke sentra-sentra perdagangan lama di
perkotaan selama Revolusi Industri. Akumulasi kapital yang terus menerus membengkak selama
dua atau tiga abad mulai menunjukkan hasil yang baik pada abad 18. Penerapan praktis dari ilmu
pengetahuan teknis yang tumbuh selama berabad-abad dapat sedikit demi sedikit dilakukan.
Kapitalisme mulai menjadi penggerak bagi perubahan teknologi karena akumulasi modal
memungkinkan penggunaan berbagai inovasi.
Tepat pada fase ini kapitalisme mulai meletakkan dasarnya yaitu laissez-faire, laissezpasser sebagai doktrin mutlak Adam Smith. Dillar menerangkan bahwa perkembangan
kapitalisme pada fase kedua ini semata-mata menggunakan argumentasi ekonomis.
Perkembangan ini tentu saja menjadi parameter keberhasilan bagi kaum borjuis dalam struktur
sosial masyarakat. Kesuksesan ekonomis berimbas pada kesuksesan di bidang politik, yaitu
hubungan antara kapitalis dan Negara. Proses ini menguntungkan kapitalisme terutama dalam
penentuan gaya eksplorasi, eksploitasi dan perluasan daerah kekuasaan sebagai lahan distribusi
produksi. Periode kapitalisme klasik erat kaitannya dengan karya Adam Smith An Inquiry into
The Nature and Causes of The Wealth Nations (1776) melalaui karya ini terdapat analisa bahwa
kapitalisme kuno sudah berakhir dan bergeser menjadi kapitalisme klasik.
c. Kapitalisme Lanjut
Kapitalisme lanjut dijelaskan mulai berkembang sejak abad 19, tepatnya tahun 1914,
Perang Dunia I sebagai momentum utama. Abad 20 ditandai oleh perkembangan kapitalisme
yang sudah tidak lagi bisa disebut sebagai kapitalisme tradisional. Kapitalisme fase lanjut
sebagai peristiwa penting ini ditandai paling tidak oleh tiga momentum. Pertama, pergeseran
dominasi modal dari Eropa ke Amerika. Kedua, bangkitnya kesadaran bangsa-bangsa di Asia dan
Afrika terhadap kolonialisme Eropa sebagai ekses dari kapitalisme klasik, yang kemudian
memanifestasikan kesadaran itu dengan perlawanan. Ketiga, Revolusi Bolzhevik Rusia yang
berhasrat meluluhlantakkan institusi fundamental kapitalisme yang berupa pemilikan kapital
secara individu atas penguasaan sarana produksi, struktur kelas sosial, bentuk pemerintahan dan
kemapanan agama. Dari sana kemudian muncul ideologi tandingan, yaitu komunisme.
Kapitalisme abad 20 berhasil tampil meliuk-liuk dengan performance yang selalu
bergerak mengadaptasikan kebutuhan umat manusia pada zaman dan situasi lingkungannya.
Fleksibilitas ini sukses membawa kapitalisme sebagai akhir ideologi (The End of Ideology) yang
mengantarkan umat manusia tidak hanya menuju gerbang yang penuh pesona ekstasi melainkan
juga pada gerbang yang berpeluang besar untuk kehancuran umat manusia. Produk lain yang
ditunjukkan oleh kapitalisme lanjut adalah sedemikian menjamurnya korporasi-korporasi
modern. Korporasi sudah tidak lagi bergerak di bidang industri manufaktur, melainkan jasa dan
informasi. Ia berusaha mendominasi dunia dengan kecanggihan tekhnologi serta orientasi
menghadapi ekonomi global. Ia lazim berbentuk MNC/TNC (MultiNational Corporation/Trans
National Corporation). Kehadirannya semakin mempertegas bahwa pelaku aktifitas ekonomi
sesungguhnya bukanlah institusi Negara, melainkan para pengusaha bermodal besar. Sebab
hanya dengan modal mereka bisa melakukan kegiatan ekonomi apa dan di mana saja.
Dengan semakin pentingnya modal, peranan Negara menjadi tereduksi, tapi juga hilang
sama sekali. Negara hanya sekedar menjadi aktor pelengkap (Complement Actor) saja dalam
percaturan ekonomi dunia, meski dalam beberapa kasus peran Negara tetap dibutuhkan sebagai
fasilitator untuk mendukung roda ekonomi yang sedang diputar kapitalis. Inilah yang dinubuat
Galbraith dengan mengatakan bahwa korporasi modern menerapkan kekuasaan melalui

pemerintahan. Para kapitalis ini tetap membutuhkan keterlibatan Negara untuk memfasilitasi
setiap produk yang dipasarkan. Hubungan simbiosis mutualisme ini selanjutnya menjadi karakter
dasar dari kapitalisme lanjut. Peristiwa ini menyebabkan para pakar menyebut bahwa kapitalisme
lanjut adalah kapitalisme monopoli atau kapitalisme kroni (crony capitalism).
Sementara menurut pandangan Clauss Offe dalam Habermas, sejauh kegiatan Negara
diarahkan pada stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, politik selalu menampilkan sifat negatif
yang khas. Politik diarahkan untuk mengatasi disfungsionalitas dan menghindari resiko-resiko
yang membahayakan sistem. Politik tidak diupayakan untuk merealisasikan tujuan-tujuan,
melainkan pada pemecahan masalah-masalah teknis. Kegiatan Negara dibatasi hanya pada
persoalan-persoalan teknis yang bisa dipecahkan secara administratif sehingga dimensi
praksisnya hilang. Hubungan faktor politik-kapitalis dengan melakukan kolaborasi adalah cara
pandang Keynes, dan persoalan itu susah untuk dihindarkan. Keynes sangat tertarik pada
keseluruhan adegan sosial dan politik yang diproduksi secara bersamaan. Ia memandang teori
ekonomi sebagai suatu alat kebijakan politik. Ia membelokkan apa yang disebut metode ilmu
ekonomi klasik yang bebas nilai untuk melayani tujuan dan target mental, dan untuk itu ia
membuat ilmu ekonomi menjadi persoalan politik dengan cara yang berbeda.
Akumulasi modal sekarang tidak sekedar menjadi kebiasaan. Ia telah menjadi sebuah
hukum, di balik nuansa ini, tersimpan keniscayaan akan adanya alienasi bagi mereka, para
kelompok mayoritas seperti buruh, petani dan perempuan. Kita menyadari bahwa kapitalisme
model baru menyimpan keniscayaan atas penindasan kelompok mayoritas. Segitiga konspirasi
ala ODonnel sampai hari ini masih relevan dalam menjelaskan mekanisme ketertindasan
struktural rakyat. Secara empiris konspirasi itu dapat dilihat dari bagaimana kebijakan-kebijakan
Negara terbentuk atas pengaruh kepentingan TNC. Tiga pilar neo klasik, TNC/MNC, World
Bank/IMF, dan WTO berjalan linier, sevisi, setujuan menuju kepentingan yang sama, yakni
liberalisasi pasar. Di samping itu ketiga institusi itu adalah kekuatan terbesar dunia abad ini.
Sehingga kita tidak pernah menemukan kebijakan internasional yang tanpa memuat kepentingan
ketiganya. Kita memang bisa menyadari bahwa kapitalisme lanjut tidak hanya dipahami
sesederhana itu. Jika hujatan terpedas hari ini pada kapitalisme diserangkan oleh kelompok Marx
dengan asumsi konflik kelas, sesungguhnya saat ini kita juga menyaksikan bagaimana
kapitalisme menghadapinya dengan dada terbuka. Cita-cita Marx yang tertuang dalam kata-kata
msayarakat tanpa kelas, justru secara mengejutkan, bukan terjadi dalam masyarakat komunisme,
melainkan dalam masyarakat kapitalisme. Konsep pilihan publik (public choice) yang mencoba
mengagregasikan kebutuhan-kebutuhan individu berhadapan dengan Negara, justru pada
akhirnya mampu menciptakan masyarakat tanpa kelas. Maka pada saat kapitalisme, dalam
kaitannya dengan Negara, mampu memelihara Negara dengan mengupayakan reinventing
government, bukan barang mustahil apabila masyarakat tanpa kelas adalah milik kapitalisme,
bukan komunisme. Masyarakat tanpa kelas ternyata gagal dipraktekkan oleh komunisme.
Barangkali inilah yang disebut sebagai akhir sejarah itu, threshold capitalism.
a. Developmentalisme
Globalisasi kegiatan ekonomi dan persoalan pengelolaannya sering dianggap baru muncul
setelah Perang Dunia II, khususnya pada tahun 1960-an. Masa sesudah tahun 1960-an adalah
masa munculnya perusahaan multinasional (MNC) dan berkembangnya perdagangan
internasional. Kemudian, setelah sistem nilai tukar setengah-tetap Bretton Woods ditinggalkan
pada tahun 1971-1973, investasi dalam bentuk surat-surat berharga internasional dan pemberian
kredit oleh bank mulai berkembang dengan cepat, seiring dengan meluasnya pasar modal ke

seluruh dunia, yang menambah rumit hubungan ekonomi internasional dan membuka jalan bagi
globalisasi ekonomi dunia yang terintegrasi dan saling tergantung.
Pada fase pasca PD II, strategi ekonomi politik yang dilancarkan oleh AS dan para
sekutunya adalah strategi Developmentalisme yang arinya paham akan pembangunan, untuk
mengamankan investasi modalnya, kapitalisme internasional memberikan dukungan bagi orangorang kuat di sejumlah negara dunia ketiga yang berasal dari jajaran militernya. Di Amerika
Latin kita jumpai sejumlah regime yang dipimpin oleh militer (otoriter), di Asia Tenggara dan
Selatan juga dijumpai regime otoriter yang kebanyakan dipimpin oleh militer. Militer pada
zaman ini adalah anak emas yang dibesarkan oleh kapitalisme dengan tujuan mengamankan
investasi modal. Pada fase ini (1960-1970-an) dekolonialisasi ditawarkan pada sejumlah Negaranegara jajahan Eropa Barat dan Amerika Serikat di Asia, Afrika dan Pasifik serta sebagian
Negara-negara Amerika Latin. Akhirnya, globalisasi adalah bentuk baru hegemoni ekonomi,
legitimasi baru terhadap pasar, kompetisi dan profit. Setelah dekolonisasi dan runtuhnya blok
sosialis, globalisasi menjadi bentuk baru hegemoni atas nama pasar bebas, revolusi informasi,
dunia sebagai satu dunia dan lain sebagainya. Akhir sejarah juga merupakan legitimasi baru
kapitalisme setelah runtuhnya komunisme, seolah-olah sejarah berhenti dan waktunya habis.
Revolusi informasi merupakan dalih baru untuk menyatukan dunia atas nama tekhnologi
komunikasi baru, dunia sebagai satu desa dan hukum pasar.
b. Globalisasi
Globalisasi adalah suatu proses yang menempatkan masyarakat dalam saling
keterhubungan dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Paham yang demikian itu
disebut globalisasi atau neo-liberalisme. Beberapa faktor pendorong globalisasi yaitu: Pertama,
kekuatan kaum kapitalis internasional, yaitu Negara-negara imperialis pusat, Negara menjadi
motor penggerak globalisasi karena ia memiliki kekuasaan dalam mengatur formulasi strategis
globalisasi, alokasi sumber daya ekonomi pada aktor-aktor global termasuk MNC. MNC yang
mampu beroperasi hampir di seluruh dunia, dan merupakan sumber kekuatan dari globalisasi itu
sendiri dikemudian hari yang pada akhirnya peran MNC dalam dinamika globalisasi ini begitu
kuatnya seolah-olah MNC telah menjadi parasit yang memakan induk semangnya dan menjadi
lebih kuat dan lebih besar. Kekuatannya ini didukung oleh Bretton Woods Institution, yaitu:
Bank Dunia (World Bank, Dana Moneter Internasional (IMF) dan GATT/WTO kemudian
diaplikasikan pada tiga sistem yaitu liberalisasi perdagangan, keuangan, investasi. Kedua,
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, khususnya di bidang telekomunikasi. Ketiga,
dukungan pemerintah Negara-negara sedang berkembang (NSB) terhadap ekspansi kaum
kapitalis internasional di Negara mereka.
Dampak perkembangan konstelasi politik-ekonomi internasional adalah efek globalisasi
yang telah masuk ke segala sendi kehidupan manusia di dunia internasional. Dampak dari
perkembangan ilmu pengetahuan telah timbul berbagai masalah. Ternyata perkembangan ilmu
pengetahuan tidak mampu mengatasi, jurang yang besar antara Negara kaya dan miskin,
masyarakat marginal, kelaparan, kemiskinan internasional, dan masalah perkembangan
indigeneous technology di dunia ketiga. Jelaslah bahwa perkembangan ilmu pengetahuan,
dinamik yang menguasai jurusan-jurusan pertumbuhannya serta pilihan-pilihan masalahnya
seperti juga tekhnologi, tidak berdiri sendiri, merupakan bagian dari sistem sosial, lengkap
dengan tujuan-tujuan, kepentingan, prioritas, serta sistem nilainya. Oleh karena itu pilihan
tekhnologi tidak boleh diambil hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan mengenai
implikasi sosialnya.

Dalam hal ini ilmu pengetahuan dalam bidang tekhnologi informasi memberikan
pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan globalisasi dan pada akhirnya menimbulkan
krisis di masyarakat kapitalisme. Untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang masyarakat
kapitalisme, penulis paparkan lebih mendetail perihal relasi Negara, globalisasi dan logika neoliberalisme. Karena paham tersebut merupakan sebuah ideologi sebagai dampak dari krisis
kapitalisme. Dan tentunya seluruh sistem sosial. Globalisasi yang diperjuangkan oleh aktor-aktor
globalisasi yakni perusahaan-perusahaan transnasional (TNC, Trans-National Corporations) dan
Bank Dunia/IMF melalui kesepakatan yang dibuat di World Trade Organization (WTO,
Organisasi Perdagangan Dunia) sesungguhnya dilandaskan pada suatu ideologi yang dikenal
dengan sebutan neo-liberlisme. Neo-liberalisme pada dasarnya tidak ada bedanya dengan
liberalisme. Para penganut neo-liberlisme percaya bahwa pertumbuhan ekonomi adalah hasil
normal kompetisi bebas. Mereka percaya bahwa pasar bebas itu efisien, dan cara yang tepat
untuk mengalokasikan sumberdaya alam yang langka untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Harga barang dan jasa menjadi indikator apakah sumberdaya telah habis atau masih banyak.
Kalau harga murah, berarti persediaan memadai. Harga mahal artinya produksinya mulai langka.
Harga tinggi maka orang akan menanam modal ke sana. Oleh sebab itu, harga menjadi tanda apa
yang harus diproduksi. Itulah alasan mengapa neo-liberalisme tidak ingin pemerintah ikut
campur tangan dalam ekonomi. Serahkan saja pada mekanisme dan hukum pasar, demikian
keyakinan mereka. Keputusan individual atas interes pribadi diharapkan mendapat bimbingan
dari invisible hand (tangan yang tidak tampak), sehingga masyarakat akan mendapat berkah dari
ribuan keputusan individual tersebut. Kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang tersebut pada
akhirnya akan trickle down (menetes ke bawah) kepada anggota masyarakat yang lain. Oleh
karena itu sedikit orang tersebut perlu difasilitasi dan dilindungi. Kalau perlu jangan dipajaki.
Krisis berkepanjangan yang menimpa kapitalisme awal abad 19, yang berdampak depresi
ekonomi 1930-an berakibat tenggelamnya paham liberalisme. Pendulum beralih memperbesar
pemerintah sejak Roosevelt dengan New Deal tahun 1935. Tetapi dalam perjalanan
kapitalisme, di akhir abad 20 pertumbuhan dan akumulasi kapital menjadi lambat. Kapitalisme
memerlukan strategi baru untuk mempercepat pertumbuhan dan akumulasi kapital. Strategi yang
ditempuh adalah menyingkirkan segenap rintangan investasi dan pasar bebas, dengan
memberlakukan perlindungan hak milik intelektual, good governance (pemerintahan yang baik),
penghapusan subsidi dan program proteksi rakyat, deregulasi, penguatan civil society, program
anti-korupsi, dan lain sebagainya. Untuk itu diperlukan suatu tatanan perdagangan global, dan
sejak itulah gagasan globalisasi dimunculkan. Dengan demikian globalisasi pada dasarnya
berpijak pada kebangkitan kembali paham liberalisme, suatu paham yang dikenal sebagai neoliberalisme. Neo-liberalisme sesungguhnya ditandai dengan kebijakan pasar bebas, yang
mendorong perusahaan swasta dan pilihan konsumen, penghargaan atas tanggungjawab personal
dan inisiatif kewiraswastaan, serta menyingkirkan birokrat dan parasit pemerintah, yang tidak
akan pernah mampu meskipun dikembangkan. Aturan dasar kaum neo-liberal adalah
Liberalisasikan perdagangan dan keuangan, Biarkan pasar menentukan harga, Akhiri
inflasi, Stabilisasi ekonomi-makro, dan privatisasi, Pemerintah harus menyingkir dari
menghalangi jalan. Paham inilah yang saat ini mengglobal dengan mengembangkan
consensus yang dipaksakan yang dikenal dengan Globalisasi, sehingga terciptalah suatu tata
dunia. Arsitek tata dunia ini ditetapkan dalam apa yang dikenal The Neo-Liberal Washington
Consensus, yang terdiri dari para pembela ekonomi swasta terutama wakil dari perusahaanperusahaan besar yang mengontrol dan menguasai ekonomi internasional dan memiliki
kekuasaan untuk mendominasi informasi kebijakan dalam membentuk opini publik.

Pokok-pokok pendirian neo-liberal meliputi, pertama, bebaskan perusahaan swasta dari


campur tangan pemerintah, misalnya jauhkan pemerintah dari campur tangan di bidang
perburuhan, investasi, harga serta biarkan perusahaan itu mangatur diri sendiri untuk tumbuh
dengan menyediakan kawasan pertumbuhan. Kedua, hentikan subsidi Negara kepada rakyat
karena bertentangan dengan prinsip pasar dan persaingan bebas. Negara harus melakukan
swastanisasi semua perusahaan Negara, karena perusahaan Negara dibuat untuk melaksanakan
subsidi Negara pada rakyat. Ini juga menghambat persaingan bebas. Ketiga, hapuskan ideologi
kesejahteraan bersama dan pemilikan komunal seperti yang masih banyak dianut oleh
masyarakat tradisional karena menghalangi pertumbuhan. Serahkan manajemen sumberdaya
alam kepada ahlinya, bukan kepada masyarakat tradisional (sebutan bagi masyarakat adaptif)
yang tidak mampu mengelola sumberdaya alam secara efisien dan efektif.
2.3 Perkembangan Kapitalisme di Indonesia
Sejarah Indonesia dan perubahan-perubahan sosial di dalamnya tidak dapat dipahami
sepenuhnya tanpa melihat ke dalam perubahan-perubahan ekonomi yang telah dilaluinya di
setiap tahapan. Sejarah Indonesia adalah satu sejarah yang terhubungkan secara dekat dengan
perkembangan kapitalisme semenjak kelahirannya di abad ke-16. Oleh karena itu, untuk
memahami kapitalisme di Indonesia sekarang ini, kita harus kembali sejauh jaman kolonial
Belanda. Secara umum, kita dapat membagi tahapan sejarah Indonesia seperti berikut: koloni
Belanda (1600-1945), perjuangan kemerdekaan (1945-1949), Orde Lama (1949-1965), Orde
Baru (1965-1998), dan Reformasi 1998 dan sesudahnya (1998-sekarang).
Sampai awal abad ke-20, tidak ada yang namanya Indonesia seperti dalam pengertian
sekarang. Yang ada adalah sekelompok pulau antara sub-benua India dan Australia yang
tersatukan secara longgar oleh ikatan kolonialisme Belanda. Kata Indonesia pertama kali
digunakan sekitar tahun 1850 oleh para peneliti Inggris yang menganjurkan penggunaannya
sebagai penamaan geografi, dan bukan sebagai rujukan bangsa-negara. Hanya pada awal tahun
1920an nama Indonesia mendapatkan arti politik. Sebelumnya, seluruh daerah yang mencakup
Indonesia masa kini disebut sebagai Hindia Timur Belanda.
Semenjak penjajahan Belanda terhadap Indonesia, nasib Indonesia telah terhubungkan
dengan perkembangan kapitalisme dunia. Oleh karena itu kita perlu menggunakan periode ini
sebagai titik tolak analisa kita. 350 tahun kekuasaan Belanda atas Indonesia dapat dibagi menjadi
tahapan-tahapan ekonomi sebagai berikut:
a. Periode V.O.C (1600-1800)
b. Periode Kekacauan dan Ketidakpastian (1800-1830)
c. Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) (1830-1870)
d. Periode Liberal (1870-1900)
e. Tahun-tahun Etis (1900-1930)
f. Depresi Hebat (1930-1940)
Tahapan-tahapan ini bersesuaian dengan perubahan-perubahan administratif, sosial, dan
politik di Indonesia, Belanda, dan seluruh dunia. Oleh karena itu mustahil untuk mempelajari
perkembangan ekonomi dan politik Indonesia terpisah dari Belanda dan Eropa. Pecahnya
revolusi di Eropa (Pemberontakan Belanda, Revolusi Inggris, Revolusi Prancis, dan lalu
Revolusi Rusia) mengubah jalannya sejarah di Indonesia.
Sejarah kolonialisme di Indonesia adalah sejarah eksploitasi kapitalis imperialis. Bahkan
yang lebih penting untuk dimengerti adalah bahwa penjajahan di Indonesia adalah yang pertama
kali dilakukan oleh kaum borjuasi. Tidak dikenal dan dilupakan oleh kebanyakan kaum Marxis,

revolusi borjuis yang pertama terjadi di Belanda dan bukan Inggris. Pemberontakan Belanda
pada abad ke 16 (1568-1609) mungkin adalah revolusi borjuis klasik yang paling terabaikan.
Kapitalisme yang terus bertumbuh di Indonesia ini, tidak lepas dari pengaruh
kolonialisme Belanda. Kedatangan VOC sampai pada masa diberlakukannya sistem tanam paksa
merupakan akar dari kapitalisme di Indonesia. Kekejaman sistem tanam paksa yang dilakukan
Belanda merupakan bentuk dari praktik kapitalisme, yakni Belanda yang memeras kekayaan
pribumi demi memenuhi kepentingan pemeritahannya pada saat itu. Keadaan yang demikian
disebut sebagai politik perampok bangsa Belanda. Politik tersebut pula yang kemudian
memusnahkan benih-benih industri bumiputera modern (Malaka, 2008: 49). Setelah sistem
tanam paksa dihapuskan dan setelah kemerdekaan, kapitalisme di Indonesia berkembang dengan
bentuk imperialisme baru. Modal-modal asing mulai masuk ke Indonesia pada masa Orde Baru,
yang setelah beberapa waktu menimbulkan kesenjangan antara masyarakat yang memiliki modal
dengan yang tidak memiliki modal. Meskipun perkembangan pembangunan dan ekonomi
Indonesia semakin maju, banyak dampak negatif yang bahkan dapat dirasakan sampai sekarang.
Di antaranya kesenjangan kelas-kelas sosial dan efek penyelewengan yang dilakukan oleh
Soeharto. Banyaknya modal yang masuk membuat Soeharto memakai uang tersebut bukan lagi
untuk rakyat melainkan untuk kepentingannya sendiri. Pemikiran kolonialisme yang hanya
menguntungkan pihak-pihak tertentu dan memiskinkan pihak-pihak yang lain mencerminkan
dipengaruhinya kapitalisme Indonesia oleh kolonialisme Belanda.
Kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia tak lantas membuat kapitalisme di
Indonesia hilang. Pada masa kemerdekaan dan pada masa Orde Lama, ekonomi Indonesia lemah.
Oleh sebab itu, pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto dengan rezimnya menerapkan
kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk pembangunan nasional dan kesejahteraan ekonomi.
Dalam praktiknya, rezim Soeharto membuat kapitalisme di Indonesia semakin kuat.
Pembangunan besar-besaran membuat para investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya
di Indonesia. Tatanan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto mencerminkan suatu
bentuk pemerintahan oligarki yang menempatkan golongan-golongan dengan power yang kuat
atau penguasa sebagai pengambil keuntungan untuk memenuhi kepentingannya (Robinson &
Hadiz, 2004: 42-3). Dalam KTT APEC di Bogor tahun 1994, Presiden Soeharto menyatakan
bahwa siap atau tidak siap, Indonesia akan memasuki perdagangan bebas. Momentum inilah
yang menjadi cikal bakal perdagangan bebas di Indonesia hingga kini. Para investor asing yang
membanjiri pasar usaha Indonesia semakin mendesak para investor pribumi. Persaingan serta
sistem pemerintahan oligarki menjadi sebab terjadinya krisis ekonomi dan inflasi di tahun 19971998, hingga akhirnya Presiden Soeharto mundur dari jabatannya (Pusat Penelitian Politik,
2009), meninggalkan jejak-jejak kapitalisme di Indonesia.
Sampai saat ini, kapitalisme masih terus berkembang di Indonesia. Kekayaan sumber
daya Indonesia masih dieksploitasi oleh negara-negara lain. Selain itu, terdapat banyak fenomena
yang menggambarkan bahwa kapitalisme masih eksis di Indonesia, di antaranya banyak pemilik
modal yang mengeruk kekayaan untuk kepentingannya sendiri sehingga menyebabkan
kesenjangan yang semakin besar antara kelas-kelas sosial yang ada. Penulis menyimpulkan
bahwa pada awalnya, struktur kapital di Indonesia masih prematur atau rentan. Seiring
berjalannya waktu, serta dengan pengaruh yang datang dari luar maupun dalam Indonesia,
kapitalisme terus berkembang, bahkan sampai saat ini. Salah satu faktor yang memengaruhi
berkembangnya pemikiran dan praktik kapitalisme adalah contoh yang dapat kita lihat pada
masa penjajahan Belanda. Menurut penulis, perkembangan kapitalisme pada zaman modern ini

juga terjadi karena pengaruh neoliberalisme yang semakin kuat. Gencarnya pasar bebas dan
masalah Freeport adalah beberapa contoh semakin berkuasanya modal asing di Indonesia.
2.4 Pro (setuju) terhadap Kapitalisme
Setuju terhadap Kapitalisme yaitu: Pertama, daya adaptasi dan transformasi kapitalisme
yang sangat tinggi, sehingga ia mampu menyerap dan memodifikasi setiap kritik dan rintangan
untuk memperkuat eksistensinya. Sebagai contoh, bagaimana ancaman pemberontakan kaum
buruh yang diramalkan Marx tidak terwujud, karena di satu sisi, kaum buruh mengalami
pembekuan kesadaran kritis (reifikasi), dan di lain sisi, kelas borjuasi kapital melalui negara
memberikan "kebaikan hati" kepada kaum buruh dengan konsep "welfare state". Pada gilirannya,
kaum kapitalis memperoleh persetujuan (consent) untuk mendominasi masyarakat melalui apa
yang disebut Gramsci sebagai hegemoni ekonomi, politik, budaya; atau seperti yang disebutkan
Heilbroner bahwa rezim kapital memiliki kemampuan untuk memperoleh kepatuhan massa
dengan memunculkan "patriotisme" ekonomik.
Kedua, berkaitan dengan yang pertama, tingginya kemampuan adaptasi kapitalisme dapat
dilacak kepada waktu inheren pada hakekat kapitalisme, yaitu dorongan untuk berkuasa dan
perwujudan diri melalui kekayaan. Atas dasar itulah diantaranya, maka Peter Berger dalam
Revolusi Kapitalis (1990) berani bertaruh bahwa masa depan ekonomi dunia berada dalam
genggaman kapitalisme.
Ketiga, kreativitas budaya kapitalisme dan kapasitasnya menyerap ide-ide serta toleransi
terhadap berbagai pemikiran. Menurut Rand, kebebasan dan hak individu memberi ruang gerak
manusia dalam berinovasi dan berkarya demi tercapainya keberlangsungan hidup dan
kebahagiaan. Dengan dasar pemikiran ini, Bernard Murchland dalam Humanisme dan
Kapitalisme (1992) dengan penuh keyakinan menaruh harapan bahwa kapitalisme demokratis
adalah humanisme yang dapat menyelamatkan peradaban manusia di masa depan.
Kebaikan system kapitalis bagi Indonesia adalah memungkinkan Indonesia untuk
mendapatkan suntikan dana investasi dari Negara kapitalis. Investasi ini sangat menguntungkan
karena kita secara financial tidak dirugikan oleh investasi para kapitalis ini, jadi mereka
memberikan uang (investasi) untuk dikelola oleh kita. Kalo ternyata kita bisa menggunakan uang
tersebut dengan baik dan memperoleh laba, kita bagi-bagi uang labanya dengan si kapitalis
tersebut (bagi hasil).
Kalau ternyata kita merugi, artinya uang investasi habis tapi tidak mendapatkan laba,
maka si kapitalis akan menarik uangnya yang tersisa. Jadi sebenernya dengan adanya kapitalis
itu menanamkan investasi di Indonesia, kita punya kesempatan gratis untuk membangun bisnis
tanpa resiko.

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Kapitalisme berasal dari capital yang berarti modal, dengan yang dimaksud modal adalah
alat produksi seperti tanah, uang dan lain sebagainya. Dan kata isme berarti suatu paham atau
ajaran. Jadi arti kapitalisme itu sendiri adalah suatu ajaran atau paham tentang modal atau segala
sesuatu dihargai dan diukur dengan uang paham kapitalisme ini meyakini bahwa pemilik modal
bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut,
maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama. Paham ini

berazas atas pengembangan hak milik pribadi dan pemeliharaannya serta perluasan faham
kebebasan. Sehingga dalam prakteknya menciptakan kesenjangnan social yang tinggi antara si
kaya dan si miskin. Yang kaya semakin kaya dan yang msikin semakin miskin.
Perjalan sejarah kapitalisme tidak dapat dilepaskan dari bumi Eropa, tempat lahir dan
berkembangnya kapitalisme. Tahun 1648 (tahun tercapainya perjanjian Westphalia) dipandang
sebagai tahun lahirnya sistem negara modern. Perjanjian itu mengakhiri Perang Tiga Puluh
Tahun (antara Katholik dan Protestan di Eropa) dan menetapkan sistem negara merdeka yang
didasarkan pada konsep kedaulatan dan menolak ketundukan pada otoritas politik Paus dan
Gereja Katholik Roma (Papp, 1988: 17). Inilah awal munculnya sekularisme. Sejak itu aturan
main kehidupan dilepaskan dari gereja (yang merupakan wakil Tuhan), dengan anggapan bahwa
negara itu sendiri yang paling tahu kebutuhan dan kepentingan warganya sehingga negaralah
yang layak membuat aturan untuk kehidupannya, sementara Tuhan (agama) diakui
keberadaannya tetapi dibatasi hanya di gereja (hubungan manusia dengan Tuhannya).

DAFTAR PUSTAKA
http://search.couponsbar.com/?
type=web&q=sejarah+dan+perkembangan+kapitalisme+di+Indonesia
http://www.isomwebs.net/2012/08/makalah-kapitalisme/
Pusat Penelitian Politik, 2009. Seminar Intern: Kapitalisme Modern: Antara Shareholder Capitalism dan Stakeholder
Capitalism
[online],
dalam
http://www.politik.lipi.go.id/in/kegiatan/215-seminar-intern-kapitalisme-modern-antarashareholder-capitalism-dan-stakeholder-capitalism-antara-kapitalisme-pemegang-saham-dan-kapitalisme-pemangkukepentingan-.html [diakses pada 12 Mei 2014].
Robinson, Richard dan Hadiz, Vedi R., 2004. The Genesis of Oligarchy: Soehartos New Order 1965-1982, dalam
Reorganizing Power in Indonesia: the Politics of Oligarchy in an Age of Markets. New York: Routledge Curzon, pp. 40-68.

Anda mungkin juga menyukai