Anda di halaman 1dari 3

Buang air besar (biasanya disingkat menjadi BAB) atau defekasi adalah suatu tindakan atau

proses makhluk hidup untuk membuang kotoran berupa tinja atau feses melalui anus yang
telah disimpan sementara dalam rectum, baik berbentuk padat atau setengah-padat yang
berasal dari sistem pencernaan mahkluk hidup. Lubang anus terdiri atas otot sfingter yang
berupa otot polos di bagian dalam dan otot lurik dibagian bawah. Manusia dapat melakukan
buang air besar beberapa kali dalam satu hari atau satu kali dalam beberapa hari. Tetapi
bahkan dapat mengalami gangguan yaitu hingga hanya beberapa kali saja dalam satu minggu
atau dapat berkali-kali dalam satu hari, biasanya gangguan-gangguan tersebut diakibatkan
oleh gaya hidup yang tidak benar dan jika dibiarkan dapat menjadi masalah yang lebih besar.
MEKANISME BUANG AIR BESAR (DEFEKASI)
Bila pergerakan massa mendorong feses masuk ke dalam rectum, segera timbul keinginan
untuk defekasi, termasuk refleks kontraksi rectum dan relaksasi sfingter anus.
Pendorongan massa feses yang terus menerus melalui anus dicegah oleh konstriksi tonik dari
(1)sfingter ani internus, penebalan otot sirkular sepanjang beberapa sentimeter yang terletak
tepat di sebelah dalam anus, dan (2) sfingter ani eksternus, yang terdiri dari otot lurik
volunteer yang mengelilingi sfingter internus dan meluas ke sebelah distal.
Refleks Defekasi
Biasanya, defekasi ditimbulkan oleh refleks defekasi. Satu dari refles-refleks ini adalah
Refleks Intrinsik yang diperantarai oleh sistem saraf enteric setempat di dalam dinding
rectum. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Bila feses memasuki rectum, distensi
dinding rectum menimbulkan sinyal-sinyal aferen yang menyebar melalui pleksus
mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltic di dalam kolon desenden, sigmoid,
dan rectum, mendorong feses kea rah anus. Sewaktu gelombang peristaltic mendekati anus,
sfingter ani eksternus juga dalam keadaan sadar, dan berelaksasi secara volunteer pada waktu
yang bersamaan, terjadilah defekasi.
Refleks defekasi mienterik intrinsic yang berfungsi dengan sendirinya secara normal bersifat
relative lemah. Agar menjadi efektif dalam menimbulkan defekasi, refleks biasanya harus
diperkuat oleh refleks defekasi jenis lain, yaitu refleks defekasi parasimpatis yang melibatkan
segmen sacral medulla spinalis. Bila ujung-ujung sraf dalam rectum dirangsang, sinyal-sinyal
dihantarkan pertama ke dalam medulla spinalis dan kemudian secara refleks kembali ke
kolon desenden, sigmoid, rectum dan anus melalui serabut-serabut saraf parasimpatis dalam
nervus pelvikus. Sinyal-sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang peristaltik dan
juga merelaksasikan sfingter ani internus, dengan demikian mengubah refleks defekasi
mienterik intrinsic dari suatu usaha yang lemah menjadi suatu proses defekasi yang kuat,
yang kadang efektif dalam mengosongkan usus besar sepanjang jalan dari fleksura splenikus
kolon sampai ke anus.

Sinyal-sinyal defekasi yang masuk ke medulla spinalis menimbulkan efek-efek lain, seperti
mengambil nafas dalam, penutupan glottis, dan kontraksi otot-otot dinding abdomen untuk
mendorong isi feses dari kolon turun ke bwah dan pada saat yang bersamaan menyebabkan
dasar pelvis mengalami relaksasi ke bawah dan menarik ke luar cincin anus untuk
mengeluarkan feses.
Bila keadaan memungkinkan untuk defekasi, refleks defekasi secara sadar dapat diaktifkan
dengan mengambil napas dalam untuk menggerakkan diafragma turun ke bawah dan
kemudian mengontraksikan otot-otot abdomen untuk meningkatkan tekanan dalam abdomen,
jadi mendorong isi feses ke dalam rectum untuk menimbulkan refleks-refleks yang baru.
Refleks-refleks yang ditimbulkan dengan cara ini hampir tidak seefektif seperti refleks yang
timbul secara alamiah, karena alasan inilah orang yang terlalu sering mengambat refleks
alamiahnya cenderung mengalami konstipasi. Selama buang air besar, otot dada, diafragma,
otot dinding abdomen, dan diafragma pelvis menekan saluran cerna. Pernapasan juga akan
terhenti sementara ketika paru-paru menekan diafragma dada ke bawah untuk memberi
tekanan. Tekanan darah meningkat dan darah yang dipompa menuju jantung meninggi.
Buang air besar dapat terjadi secara sadar dan tak sadar. Kehilangan kontrol dapat terjadi
karena cedera fisik (seperti cedera pada otot sphinkter anus), radang, penyerapan air pada
usus besar yang kurang (menyebabkan diare, kematian, dan faktor faal dan saraf).
Sumber:
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
EGC.

Masalah - masalah Umum yang terjadi eliminasi bowel


1) Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi
mengalami statis usus besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja
yang keluar jadi terlalu kering dan keras.
2) Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami
pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa
mula dan muntah.
3) Inkontinensia usus
Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan
kebiasaan dari proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak

disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya
kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat
kerusakan sphincter.
4) Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas
berlebihan dalam lambung atau usus.
5) Hemorroid
Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai
akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi,
peregangan saat defekasi dan lain-lain.
6) Fecal Impaction
Fecal impaction merupakann massa feses karena dilipatan rektum yang diakibatkan
oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction
adalah asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.

Anda mungkin juga menyukai