sindrom
Sjgren,
koksidioidomikosis,
sifilis,
herpes
zoster,
dan
toksik, alergik atau merupakan bagian daripada infeksi. Dapat saja kelainan ini
terjadi secara spontan dan idiopatik.
Patogenesis terlihat mata mera satu sektor yang disebabkan melebarnya
pembuluh darah di bawah konjungtiva. Pembuluh darah ini mengecil bila diberi fenil
efrin 2,5% topikal.Kadang-kadang merupakan kelainan berulang yang ringan. Pada
episkleritis jarang terlibat kornea dan uvea, penglihatan tetap normal.Konjungtivitis
disingkirkan dengan sifat episkleritis yang lokal dan tidak adanya keterlibatan
konjungtiva palpebra.Kelainan ini bersifat jinak dan perjalanan penyakitnya
biasanya sembuh sendiri dalam 1-2 minggu. Namun, kekambuhan dapat terjadi
selama bertahun-tahun.
Terapi awal episkleritis adalah obata anti-inflamasi non-steroid sistemaik.
Obat pilihan adalah indometasin 100 mg per hari, atau ibuprofen 300 mg per hari.
Pada sebagian besar kasus, nyeri cepat mereda diikuti oleh pengurangan
peradangan. Apabila tidak timbul respons dalam 1-2 minggu atau segera setelah
tampak penyumbatan vaskular harus segera dimulai terapi steroid sistematik dosis
tinggi. Steroid ini biasanya diberikan per oral yaitu prednison 80 mg per hari yang
diturunkan dengan cepat dalam 2 minggu sampai dosis pemeliharaan sekitar 10 mg
per hari.
Kadangkala, penyakit yang berat mengharuskan terapi intravena berdenyut deng
metilprednisolon, 1 g setiap minggu. Obat-obat imunosupresif lain juga dapat
digunakan. Siklofosfamid sangat bermanfaat tetapi dapat menjadi tambahan untuk
terapi sistematik. Episkleritis dapat sembuh sempurna atau bersifat residif yang
dapat menyerang tempat yang sama ataupun berbeda-beda dengan lama sakit
umumnya berlangsung 4-5 minggu.
1.
DEFINISI
Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang ditandai
oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan
adanya vaskulitis1.
Skleritis adalah peradangan sklera pada mana pembuluh darah cenderung
tampak bewarna purpel2.
2.
ETIOLOGI
Pada
proses
banyak
kasus,
kelainan-kelainan
skelritis
murni
diperantarai
oleh
tipe III (kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus,
mungkin terjadi invasi mikroba langsung, dan pada sejumlah kasus proses
imunologisnya tampaknya dicetuskan oleh proses-proses lokal,misalnya bedah
katarak.Berikut ini adalah beberapa penyebab skleritis, yaitu:
a)
nodosa,
Polikondritis
berulang,Granulomatosis
Wegener,
Lupus
eritematosus
Vogt-Koyanagi-Harada
c)
Lain-lain Fisik (radiasi, luka bakar termal), Kimia (luka bakar asam atau
PENGKLASIFIKASIAN SKLERITIS
Skleritis diklasifikasikan menjadi 3 antara lain:
1. Episkleritis
a. Simple
Biasanya jinak, sering bilateral, reaksi inflamasi terjadi pada usia
muda yang
berupa rasa tidak nyaman pada mata, disertai berbagai derajat inflamasi
dan
fotofobia.
Terdapat
pelebaran
pembuluh
darah
baik
difus
, 7% dihubungkan dengan
anterior
scleritis
with
inflammation.
Biasa
mengikuti
kerusakan
padasklera
terlihat
jelas.
Apabila
disertai
dengan
3.
Skleritis Posterior
Sebanyak 43% kasus skleritis posterior didiagnosis bersama dengan skleritis
anterior.Biasanya skleritis
kemampuan
melihat.
adanya
cincin
koroid,
massa
di
retina,
udem
nervus
optikus
menyebabkan
ruang okuli anteriordangkal, proptosis, pergerakan ekstra ocular yang terbatas dan
retraksi kelopak mata bawah.
a)
danproptosis.
b)
Dilatasi
fundus
posterior.Skleritis posterior
dapat
berguna
dalam
mengenali
skleritis
c)
PATOFISIOLOGI
Penyakit
tersering
yang menyebabkan
skleritis
antara
lain
genetik dapat
respongranulomatosa kronik
Arthus)
dan
reaksi
sistemik.
Reaksi
lokal
dapat
diperagakan
memiliki titer IgG yang signifikan. Karena FcgammaRIII adalah reseptor dengan
daya ikat rendah dan juga karena ambang batas aktivasi melalui reseptor ini
lebih
tinggi dari pada untuk reseptor IgE, reaksi hipersensitivitas lebih lama dibandingkan
dengan tipe I, secara umum memakan waktu maksimal 4 8 jam dan bersifat
lebih menyeluruh.
Reaksi sistemik
terjadi
yamengakibatkan pembentukan
dengan
adanya
antigen
dalam
sirkulasi
dan
membuat kerusakanpada
endotelium
dan
bermacam macam lokasiseperti kulit, ginjal, atau sendi. Contoh paling sering dari
hipersensitivitas tipe III adalah komplikasi post infeksi seperti arthritis dan
glomerulonefritis.4
Hipersensitivitas tipe IV adalah satu satunya reaksi hipersensitivitas
yang
juga hipersensitivitas tipe lambat. Hipersensitivitas tipe lambat terjadi saat sel
jaringandendritik
telah
mengangkat
antigen
lalu
memprosesnya
dan
kemudian mengalami kontak dengan sell TH1 yang berada dalam jaringan.
Aktivasi dari sel T tersebut,membuatnya memproduksi sitokin seperti
kemokin untuk makrofag, sel T lainnya,dan juga kepada netrofil. Konsekuensi dari
hal ini adalah adanya
seorang
individu
dengan
garam
metal
diakibatkan dari
atau
bahan kimia
5.
Gejala-gejala dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia, spasme, dan
penurunan ketajaman penglihatan.Tanda primernya adalah mata merah. Nyeri
adalah gejala yang paling sering dan merupakan indikator terjadinya inflamasi yang
aktif.. Nyeri timbul dari stimulasilangsung dan peregangan ujung saraf akibat
adanya inflamasi. Karakteristik nyeri pada skleritis yaitu nyeri terasa berat, nyeri
tajam menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus, pasien terbangun sepanjang
malam,
kambuh
akibat
sentuhan.
Nyeri
dapat
hilang
sementara
dengan
penggunaan obat analgetik. Mata berair atau fotofobia pada skleritis tanpa disertai
sekret mukopurulen.
6.
KOMPLIKASI
Penyulit skleritis adalah keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina,
ablasio
retina
eksudatif,
proptosis,
katarak,
dan
hipermetropia.
Keratitis
PEMERIKASAAN FISIK
a)
b)
Pemeriksaan Slit Lamp, Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di jaringan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemerikasaan Lab
a)
b)
c)
d)
Imunologi E
e)
9.
PENATALAKSANAAN
Terapi skleritis disesuaikan dengan penyebabnya. Terapi awal
banyak
kompleks imun dalam darah. Tetapi steroid topikal saja tidak bermanfaattetapi
dapat dapat menjadi terapi tambahan untuk terapi sistemik. Apabila dapat
diidentifikasiadanya infeksi, harus diberikan terapi spesifik. Peran terapi steroid
sistemik kemudian akanditentukan oleh sifat proses penyakitnya, yakni apakah
penyakitnya merupakan suatu responhipersensitif atau efek dari invasi langsung
mikroba.Tindakan bedah jarang dilakukan kecuali untuk memperbaiki perforasi
sklera ataukornea. Tindakan ini kemungkinan besar diperlukan apabila terjadi
kerusakan hebat akibat invasilangsung mikroba, atau pada granulomatosis Wegener
atau poliarteritis nodosa yang disertaipenyulit perforasi kornea.Penipisan sklera
pada skleritis yang semata-mata akibat peradangan jarang menimbulkan perforasi
kecuali apabila juga terdapat galukoma atau terjadi trauma langsung terutama
pada usaha mengambil sediaan biopsi[3].
Tandur sklera pernah digunakan sebagai tindakan profilaktik dalam terapi
skleritis, tetapi tandur semacam itu tidak jarang mencair kecuali apabila juga
disertai pemberian kemoterapi.Skleromalasia perforans[4] tidak terpengaruh oleh
terapi kecuali apabila terapi diberikanpada stadium paling dini penyakit. Karena
pada stadium inijarang timbul gejala, sebagian besarkasus tidak diobati sampai
timbul penyulit.