Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) kini telah menjadi masalah kesehatan serius
di dunia. Menurut (WHO, 2002) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan
saluran kemih telah menyebabkan kematian sebesar 850.000 orang setiap
tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit ini menduduki peringkat ke-12
tertinggi angka kematian.
Penyakit Ginjal Kronik merupakan suatu proses patofisiologi dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,
dan pada umumnya berakhir dengan keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal.
Prevalensi penyakit ginjal kronik atau disebut juga Chronic Kidney
Disease(CKD) meningkat setiap tahunnya. Dalam kurun waktu 1999 hingga 2004,
terdapat 16,8 % dari populasi penduduk usia di atas 20 tahun mengalami penyakit
Ginjal Kronik. Persentase ini meningkat bila dibandingkan data 6 tahun
sebelumnya, yaitu 14,5%.
Di masa depan penderita Penyakit Ginjal Kronik digambarkan akan
meningkat jumlah penderitanya. Hal ini disebabkan prediksi akan terjadi suatu
peningkatan luar biasa dari diabetes mellitus dan hipertensi di dunia ini karena
meningkatnya kemakmuran akan disertai dengan bertambahnya umur manusia,
obesitas dan penyakit degenerative.
Mempelajari data ESRD dunia mengesankan adanya peningkatan yang
signifikan setiap tahun dari kejadian ESRD mulai dari tahun 2000 dan seterusnya,
baik negara berkembang maupun negara maju. Di Asia, Jepang tercatat

mempunyai populasi ESRD tertinggi 1800 per juta penduduk dengan 220 kasus
baru per tahun, suatu peningkatan 4.7 % dari tahun sebelunya. Negara
berkembang di Asia Tenggara pencatatannya belum meyakinkan, kecuali
Singapura dan Thailand.
Ginjal dan hipertensi berkaitan dengan erat, hipertensi dapat menimbulkan
kerusakan ginjal dan kerusakan ginjal menyebabkan hipertensi. Kekhawatiran
akan timbulnya PGK akibat hipertensi tidaklah berlebihan. Prevalensi Hipertensi
di populasi cukup tinggi dan data mengindikasikan adanya kaitan antara PGK dan
hipertensi.
Hipertensi sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
di dunia, karena prevalensinya yang meningkat juga karena masih banyaknya
penderita hipertensi yang belum mendapatkan pengobatan yang memadai maupun
bila sudah mendapatkan pengobatan tapi masih banyak juga penderita yang
tekanan darahnya tidak terkontrol mencapai target 140/90 mmHg.
Penyakit ginjal dan hipertensi dapat menjadi penyakit ginjal kronik (PGK)
dan bila tidak diatasiakan berkembang ke gagalginjal terminal yang memerlukan
terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Penyakit ginjal kronik merupakan penyakit yang saat ini jumlahnya sangat
meningkat, dari survei yang dilakukan oleh Pernefri (Perhimpunan Nefrologi
Indonesia) pada tahun 2009, Prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia sekitar
12,5%, yang berarti terdapat 18 juta orang dewasa di Indonesia menderita
penyakit ginjal kronik.
Gagal ginjal akut ialah suatu sindroma klinik akibat adanya gangguan
fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam-hari) yang
menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen dan non nitrogen. Diagnosis
GGA berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditegakkan bila terjadi peningkatan
secara mendadak kreatin serum 0,5 mg% pada pasien dengan kadar kreatinin awal
<2,5 mg% atau meningkat >20% bila kreatinin awal >2,5 mg%.

Penyebab dari GGA ini dapat dibagi menjad 3, yaitu penyebab pre renal,
renal, dan post renal. GGA post renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA.
GGA post renal disebabkan oleh obstruksi intrarenal dan ekstrarenal. Obstruksi
intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamid) dan protein
(mioglobin , hemoglobin). Obstruksi ekstra renal dapat terjadi pada pelvis-ureter
oleh obstruksi intrinsik (tumor, batu, nekrosis papila) dan ekstrinsik (keganasan
pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis), serta pada kandung kemih (batu, tumor,
hipertrofi/ keganasan prostat), dan uretra.
1.2 Rumusan masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Bagaimana anatomi dan fisiologi ginjal?


Apa fungsi dari ginjal?
Bagaiman patofisiologi ginjal?
Apa yang dimaksud dengan gagal ginjal?
Apa saja klasifikasi dari gagal ginjal?
Bagaimana epidemiologi dari gagal ginjal?
Apa yang dimaksud dengan penyakit batu ginjal?

1.3 Tujuan Penulisan


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mengetahui anatomi dan fisiologi ginjal


Mengetahui fungsi dari ginjal
Mengetahui patofisiologi ginjal
Mengetahui apa yang dimaksud dengan gagal ginjal
Mengetahui klasifikasi dari gagal ginjal
Mengetahui epidemiologi dari gagal ginjal
Mengetahui apa yang di maksud dengan batu ginjal

BAB II
ISI
A. Anatomi fisiologi renal

Ginjal

adalah

organ

ekskresi

yang

berperan

penting

dalam

mempertahankan keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan


tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk seperti kacang
polong, berwarna merah kebiruan.
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen., terutama di daerah
lumbal disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus oleh lapisan lemak
yang tebal di belakang peritoneum atau di luar rongga peritoneum. Ketinggian
ginjal dapat diperkirakan dari belakang dimulai dari ketinggian vertebra torakalis
sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri
karena letak hati yang menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan. Masingmasing ginjal memiliki panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal 2,5 cm.. Berat
ginjal pada pria dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa 115-155 gram.
Ginjal ditutupi oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat, apabila kapsul di
buka terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua. Ginjal terdiri
dari bagian dalam, medula, dan bagian luar, korteks.
Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan fungsional
ginjal. Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-kira 2.400.000 nefron.
Setiap nefron bisa membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi dari satu nefron
dapat menerangkan fungsi dari ginjal.
FUNGSI GINJAL
Fungsi ginjal secara keseluruhan dibagi menjadi dua kelompok :
1. Fungsi Ekskresi
1. Mengekskresi sisa metabolisme protein, yaitu ureum, kalium,
fosfat, sulfat anorganik, dan asam urat.
2. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

3. Menjaga keseimbangan asam basa.


2. Fungsi Endokrin
1. Berpartisipasi dalam eritropoesis. Menghasilkan eritropoetin yang
berperan dalam pembentukan sel darah merah.
2. Menghasilkan renin yang berperan penting dalam pengaturan
tekanan darah.
3. Merubah vitamin D menjadi metabolit aktif yang membantu
penyerapan kalsium.
4. Memproduksi

hormon

prostaglandin

yang

mempengaruhi

pengaturan garam dan air serta tekanan vaskular.


B. Gagal ginjal dan gangguan fungsi ginjal
a) Pengertian gagal ginjal
Gagal ginjal adalah keadaan dimana kedua ginjal tidak bisa menjalankan
fungsinya. Gagal ginjal dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif yang

akhirnya akan mencapai gagal ginjal terminal.


Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik
atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dengan atau
tanpa oliguria sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeotasis tubuh.
b) Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus

dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang

meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya


saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari
nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
(Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :

Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin

serum normal dan penderita asimptomatik.


Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah
rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum

meningkat.
Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari


tingkat penurunan LFG :

Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten

dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)


Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara
60-89 mL/menit/1,73 m2

Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2


Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance

Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :


Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
Manifestasi klinik antara lain :
1. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
2. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai
lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi,
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin angiotensin
aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan
berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik,
pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan
tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
1. Gangguan kardiovaskuler

Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
1. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
1. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas bau ammonia.
1. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet
syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati
( kelemahan dan hipertropi otot otot ekstremitas.
1. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
1) Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi

anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga


rangsangan eritopoesis pada sum sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi
antara lain :
1)

Pemeriksaan lab.darah
Hematologi : Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
RFT ( renal fungsi test ) : ureum dan kreatinin
LFT (liver fungsi test )
Elektrolit : Klorida, kalium, kalsium
koagulasi studi : PTT, PTTK
BGA

2) Urine
urine rutin
urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3) pemeriksaan kardiovaskuler

ECG

ECO
4)

Radidiagnostik
USG abdominal
CT scan abdominal
BNO/IVP, FPA
Renogram
RPG ( retio pielografi )

HYPERTENSI

Definisi

Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan


pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa
oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi
sering kali disebut sebagai pembunuh gelap(Silent Killer), karena termasuk
penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu
sebagai peringatan bagi korbannya.
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat
melebihi batas normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan
usia. Berbagai faktor dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian
besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi essential). Penyebab
tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung,
peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan
volume aliran darah.
Penyakit hipertensi merupakan penyakit kelainan jantung yang ditandai
oleh meningkatnya tekanan darah dalam tubuh. Seseorang yang terjangkit
penyakit ini biasanya berpotensi mengalami penyakit-penyakit lain seperti stroke,
dan penyakit jantung.
Dari definisi-definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipertensi
adalah suatu keadaan di mana tekanan darah menjadi naik karena gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa
oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.
Hubungan Hypertensi dan Penyakit Ginjal
Terjadinya hipertensi pada penyakit ginjal bisa disebabkan karena 2 faktor
yaitu :

Hipervolemia.

Hipervolemia adalah kelebihan oleh karena retensi air dan natrium, efek
mineralokortikoid terhadap peningkatan reabsorpsi natrium dan air di tubuli distal,
pemberian infus larutan garam fisiologik, koloid, atau transfusi darah yang
berlebihan pada anak dengan laju filtrasi glomerulus yang buruk. Hipervolemia
menyebabkan curah jantung meningkat dan mengakibatkan hipertensi. Keadaan
ini sering terjadi pada glomerulonefritis dan gagalginjal.
Gangguan sistem renin, angiotensin dan aldosteron.
Renin adalah ensim yang diekskresi oleh sel aparatus juksta glomerulus.
Bila terjadi penurunan aliran darah intrarenal dan penurunan laju filtrasi
glomerulus, aparatus juksta glomerulus terangsang untuk mensekresi renin yang
akan merubah angiotensinogen yang berasal dari hati, angiotensin I. Kemudian
angiotensin I oleh angiotensin converting enzym diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II menimbulkan vasokonstriksi

pembuluh darah tepi, dan

menyebabkan tekanan darah meningkat. Selanjutnya angiotensin II merangsang


korteks adrenal untuk mengeluarkan aldosteron. Aldosteron meningkatkan retensi
natrium dan air di tubuli ginjal, dan menyebabkan tekanan darah meningkat.
Desain dosis obat pada pasien gagal ginjal
Obat-obatan yang dikonsumsi akan memberikan efek pengobatan bila
mencapai suatu titik konsentrasi tertentu, namun bila konsentrasinya melebihi
batas aman maka akan timbul berbagai macam efek samping dan komplikasi.
Secara garis besar, obat-obatan akan dimetabolisme oleh organ hati dan ginjal.
Pada penderita dengan gangguan ginjal, perlu diwaspadai penggunaan obat-obatan
yang dimetabolisme oleh ginjal. Ginjal tidak dapat berfungsi normal sehingga
tidak dapat mengeluarkan hasil metabolisme. Konsentrasi obat dalam darah akan
meningkat akibat obat-obatan yang diminum dan memberikan berbagai masalah.
Kreatinin Klirens
Dosis obat perlu diukur berdasarkan fungsi ginjal. Semakin buruk fungsi ginjal,
akan semakin rendah pula dosis yang dibutuhkan, untuk itu pemeriksaan fungsi

ginjal amatlah penting. Pemeriksaan yang biasa digunakan sebagai acuan adalah
pemeriksaan Glomerular Filtration Rate (GFR) atau klirens kreatinin. Angka ini
dapat diperoleh menggunakan data serum kreatinin menggunakan formula
Cockroft-Gault:
Klirens kreatinin ={(140 usia) x berat badan bersih(kg) x 0,85(untuk wanita)} /
{Kreatinin serum (umol/L) x 0,0815} (mL/menit)
Kreatinin klirens menggambarkan kesetimbangan antara produksi kreatinin (hasil
metabolisme otot) dengan pengeluarannya oleh ginjal. Ada 2 satuan yang
digunakan yaitu milliliter per menit (mL/mnt) atau milliliter per detik (mL/sec).
Pemeriksaan ini merupakan pemerisksaan yang cukup sederhana dibandingkan
pemeriksaan GFR dan dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan dosis
obat berdasarkan kerusakan fungsi ginjal yang terjadi.
Pemeriksaan kreatinin klirens secara langsung menggunakan pengumpulan urine
selama 24 jam dan serum kreatinin. Pemeriksaan ini membutuhkan kerjasama
pasien yang baik untuk menampung seluruh urine selama 24 jam. Karena
kesulitan ini, maka secara praktis digunakan rumus Cockroft-Gault seperti yang
tercantum di atas. Namun dibalik kepraktisannya, ada beberapa poin yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan formula Cockroft-Gault:

Belum divalidasi pada beberapa populasi

Tidak dapat digunakan pada penderita dengan berat badan yang ekstrim
(malnutrisi berat atau obesitas)

Tidak menggambarkan fungsi ginjal sesungguhnya pada kasus gagal ginjal


yang terjadi akut (pada penderita yang dirawat di ICU, gagal ginjal akut)

Perkiraan GFR
Pemeriksaan perkiraan GFR (estimated GFR) telah digunakan secara luas di dunia
kedokteran, bahkan beberapa Negara selalu mencantumkan nilai perkiraan GFR

bersamaan dengan nilai serum kreatinin. Pemeriksaan ini sangat praktis tanpa
memperkirakan berat badan dan tinggi badan penderita, usia, bahkan jenis
kelamin. Pemeriksaan ini merupakan perkiraan dan tidak dapat digunakan sebagai
acuan fungsi ginjal sesungguhnya. Karena kepraktisannya, pemeriksaan ini biasa
digunakan sebagai alat skrining masal pada masyarakat luas. Pemeriksaan ini
memiliki keterbatasan sama seperti perhitungan klirens kreatinin menggunakan
formula Cockroft-Gault.
Pemberian dosis obat harus berdasarkan nilai GFR murni, bukan hanya perkiraan
GFR, sehingga pemeriksaan ini tidak dapat digunakan dalam penentuan dosis obat
pada penderita dengan gagal ginjal. Penggunaan pemeriksaan ini akan
mengakibatkan overdosing pada penderita gagal ginjal dengan malnutrisi dan
underdosing pada penderita gagal ginjal dengan obesitas. Formula MDRD
(Modification of Diet in Renal Disease) dapat digunakan sebagai alat untuk
memperkirakan GFR karena pada formula ini memasukkan parameter berat
badan. Saat ini belum jelas apakah formula MDRD atau formula Cockroft-Gault
yang lebih baik dalam menentukan dosis obat.
Obat-obatan yang butuh penyesuaian dosis pada keadaan gagal ginjal
Bila kreatinin klirens dibawah 60 mL/mnt maka perlu penyesuaian dosis obat
yang dikonsumsi. Penyesuaian dapat dengan cara mengurangi dosis obat atau
memperpanjang interval minum obat. Penyesuaian ini bertujuan untuk mendapat
efek terapi maksimal tanpa efek samping. Berikut adalah contoh obat-obatan yang
perlu penyesuaian saat diberikan pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal:
1. Antibiotik/Antifungi: aminoglikosida (ct. gentamisin), vancomisin,
ceftazidime, cefepime, cephazolein, ciprofloxacin, fluconazole,
piperacillin, carbapenems (ct. meropenem), sulfamethoxazole
2. Antiviral: famciclovir, acyclovir, valaciclovir, valganciclovir, ganciclovir
3. Antikoagulan: low molecular weight heparins (ct. enoxaparin)

4. Obat jantung: digoksin, sotalol, atenolol


5. Diuretik: bila klirens kreatinin kurang dari 30 mL/mnt maka hindari
penggunaan obat diuretic yang menahan kalium, obat thiazide akan
berkurang efektifitasnya
6. Psikotropika/antikejang: amisulpride, gabapendtin, lithium, levetiracetam,
topiramate, vigabatrin
7. Obat hipoglikemik: metformin, glibenklamid, glimepirid, insulin
8. Obat asam urat: allopurinol, kolkhisin
9. Obat lain: lamivudine, methotrexate, penicillamineBottom of Form

Pengertian Urinary Calculy (Batu Ginjal)


Batu di dalam saluran kemih (Urinary Calculi) adalah massa keras seperti batu
yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di
dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung
kemih).

Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis,

nefrolitiasis).
2.2 Etiologi Urinary Calculy (Batu Ginjal)
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik
yaitu:
1). Faktor intrinsik

Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.

Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding


pasien wanita.

2). Faktor ekstrinsik

Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih


tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt
(sabuk batu).

Iklim dan temperatur.

Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu
saluran kemih.

Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya


banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

Ada beberapa teori tentang terbentuknya Batu saluran kemih adalah:


1). Teori nukleasi
Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu
(nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan
mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu
dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih.
2). Teori matriks

Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin dan


mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal batu.
3). Penghambat kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni
magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah
satu atau beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam
saluran kemih.
2.3 Patofisiologi Urinary Calculy (Batu Ginjal)
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi
saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah
retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih
bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang
dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal,
pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal)

Gambar batu ginjal yang terdapat dalam organ ginjal dan menutup jalannya
saluran kandung kemih (ureter).
Berikut paparan secara jelas proses pembentukan batu ginjal dalam tubuh
manusia :
1.

Batu oksalat/kalsium oksalat


Asam oksalat yang terbentuk di dalam tubuh manusia berasal dari
metabolisme asam amino dan asam askorbat yakni vitamin C. Asam
askorbat merupakan penyumbang terbesar dari prekursor okalat

hingga 30 %.
Kalsium oksalat terbentuk hingga 50 % yang dikeluarkan oksalat
urine. Manusia tidak mampu melakukan metabolisme oksalat,
sehingga harus dikeluarkan melalui ginjal. Jika fungsi kerja organ

ginjal mengandung asupan oksalat berlebih akan mengakibatkan


peningkatan oksalat yang mendorong terbentuknya batu oksalat di
ginjal / kandung kemih.
2.

Batu struvit
Batu struvit tersusun dari magnesium ammonium fosfat (struvit) dan

kalisum karbonat. Batu struvit terbentuk di pelvis dan kalik ginjal apabila
produksi ammonia meningkat dan pH urine semakin tinggi, sehingga kelarutan
fosfat berkurang. Hal tersebut terjadi akibat adanya infeksi bakteri pemecah urea
yang banyak berasal dari spesies proteus dan providencia, peudomonas eratia, dan
semua spesies klebsiella, hemophilus, staphylococus dan coryne bacterium pada
saluran urine.
3.

Batu urat
Batu urat umumnya terjadi pada penderita gout atau sejenis penyakit

rematik, pengguna urikosurik misalnya probenesid atau aspirin dan penderita


diare kronis karena kehilangan cairan dan peningkatan konsentarsi urine serta
asidosis yakni pH urine menjadi asam sehingga terjadi penimbunan yang
membentuk asam urat.
4.

Batu sistina
Sistin merupakan bagian dari asam amino yang memiliki tingkat kelarutan

paling kecil. Kelarutan semakin kecl apabila pH urine menurun atau menjadi
asam. Bila kadar sistin ini tidak dapat larut dan kemudian mengendap serta
membentuk kristal yang kemudian tumbuh di dalam sel ginjal atau saluran
kandung kemih akan membentuk batu ginjal.
5.

Batu kalium fosfat

Batu kalium fosfat umumnya terjadi pada penderita hiperkalsiurik yakni


kadar kalsium dalam urine yang tinggi atau berlebihnya asupan kalsium di dalam
tubuh yang berasal dari konsumsi susu dan keju.
Komplikasi Batu Ginjal
Batu ginjal dapat disebabkan oleh peningkatan pH urine (misalnya batu
kalsium bikarbonat) atau penurunan pH urine (misalnya batu asma urat).
Konsentrasi bahan-bahan pembentuk batu yang tinggi di dalam darah dan urine
serta kebiasaan makan atau obat tertentu, juga dapat merangsang pembentukan
batu. Segala sesuatu yang menghambat aliran urine dan menyebabkan stasis (tidak
ada pergerakan) urine di bagian mana saja di saluran kemih, meningkatkan
kemungkinan pembentukan batu.
Batu di ginjal itu sendiri mungkin asimotmatik kecuali apabila batu
tersebut menyebabkan obstruksi atau timbul infeksi. Umumnya batu ginjal tidak
menimbulkan gejala. Gejala baru nyaya ada jika batu tersangkut di saluran kemih
ginjal atau kalau turun memasuki ureter atau jika menyumbat muara kandung
kemih. Komplikasi dari batu ginjal itu sendiri dapat disertai oleh batu ginjal yang
disertai hipertensi dan batu ginjal disertai diabetes. Jika penderita asam urat
memiliki penyakit hipertensi maka tekanan darah haruslah diturunkan hingga
kembali ke batas tekanan darah normal dengan tekanan darah yang normal
tentunya dapat membantu meringankan batu ginjal yang terjadi di saluran kemih.
Pencegahannya dapat dilakukan dengan cara :

Istirahat yang cukup

Kendalikan stress

Minum air putih sekurang-kurangnya 2 liter sehari

Kurangi makanan yang mengandung garam dan banyak minyak

Yang penting adalah mensyukuri yang sudah diterima dan dimiliki

Minum jus mengkudu, mentimun, cincau rambat, labu siam, seledri atau
belimbing manis.

Tekanan darah yang tinggi juga memberi pengaruh yang cuku tinggi bagi
timbulnya komplikasi pada penyakit lainnya termasuk batu ginjal.
Beberapa obat penurun tekanan darah dapat mengakibatkan intensitas
berkemih semakin tinggi namun keadaan ginjal yang diliputi oleh batu
ginjal dengan gejala yang sama akan semakin memberatkan kerja ginjal
untuk mengeluarkan urine dari ginjal ke kandung kemih dan kemudian di
buang.
GEJALA BATU GINJAL
Gejala batu ginjal yang dapat dirasakan adalah rasa sakit buang air
kecil, keinginan bunag air kecil terus-menerus tetapi hanya sedikit-sedikit
yang keluar, sering terjadi rasa nyeri di pinggang dan demam menggigil.
Batu ginjal adalah penyakit yang ditandai dengan adanya batu pada organ
ginjal atau ureter. Gejala-gejala umum dari munculnya penyakit batu ginjal
adalah sebagai berikut :

Buang air kecil yang semakin sering terjadi

Nyeri di bagian pinggang

Terkadang disertai demam dan kejang

Air seni berwarna kuning keruh

Adanya riwayat batu ginjal yang sebelumnya di derita oleh salah


satu anggota keluarga

Batu ginjal yang ukurannya masih sangat kecil atau bahkan belum
menyebabkan rasa sakit. Si penderita tanpa merasa terganggu melakukan
aktivitasnya sehari-hari. Namun, jika batu sudah berukuran cukup besar dan sudah
turun ke saluran kemih, rasa sakit akan sangat mendera. Rasanya nyeri, ngilu yang
luar biasa, sampai tidak kuat untuk menahannya. Sakit dirasakan di bagian
pinggang kanan dan kiri, kadang sampai pada sekitar kemaluan. Gejala lain
berupa rasa sakti ketika kencing, air kemih keluar sedikit-sedikit dan kadang
disertai keluarnya darah. Batu ginjal dapat menimbulkan komplikasi yang
tergantung pada lokasi, bentuk dan komposisi bati ginjal itu sendiri, ada batu
ginjal yang bisa keluar dengan sendirinya bersama dengan urine, tetapi ada pula
yang tidak sehingga perlu perawatan khusus.
Batu ginjal dengan ukuran kecil, licin dan bulat mungkin bisa keluar
terbawa urine, sedangkan yang berukuran cukup besar dan bentuknya runcing
akan menyumbat di ginjal atau saluran kemih. Kalau tidak segera diobati,
sumbatan dan infeksi ginjal dapat menyebabkan gagal ginjal.
Ukuran dan bentuk batu ginjal tersebut bermacam-macam, mulai dari yang
sangat kecil (dapat lewat bersama urin tanpa diketahui) sampai yang berukuran 5
cm dan keras. Rasa sakit terjadi ketika batu terserbut bergerak ke luar dari ginjal
dan bentuknya yang tajam dapat mengakibatkan luka pada dinding penyaring
ginjal atau saluran kemih.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan :
sistem REN adalah suatu sistem tempat terjadinya proses penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Fungsi ginjal memegang
peranan yang sangat penting. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut
dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air kemih).
Keluarnya urine dimulai dari vas afferen, glomerulus, vas efferen, capsula
bowm, tubulus proksimal, ansahenle, tubulus distal, tubulus kolektivus, papila

renis, calyces minor, calyces mayor, pelvis renalis, ureter, vesica urinaria dan
akan dikeluarkan melalui

uretra.

DAFTAR PUSTAKA
Mashudi, Sugeng. 2011. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Dasar. Jakarta :
Salemba Medika
Rose dan Wilson. 2011. Dasar-Dasar Anatomi dan Fisiologi Edisi Indonesia.
Jakarta: Salemba Medika
Sudoyo, A., dkk (editor). 2007. Ilmu Ajar Penyakit Dalam Jilid 1 Jakarta :
Penerbit FK UI

Anda mungkin juga menyukai