KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Jejaring Sosial
Situs Jejaring Sosial (SJS) atau Social Network Service (SNS) diartikan oleh Boyd dan
Ellison sebagai situs yang memberikan layanan sebagai web yang memungkinkan penggunanya
untuk membangun suatu profile public atau semi public dalam suatu sistem terbatas,
menampilkan daftar teman yang melaluinya para pengguna dapat saling berbagi relasi dan
memperlihatkan dan mengubah daftar relasi mereka dalam sistem tersebut.
Ofcom (Office of Communication) mendefinisikan situs jejaring sosial sebagai situs yang
menyediakan layanan bagi pengguna untuk membuat profil atau halaman pribadi,dan
membangun jejaring sosial onlain.Halaman profil berisi informasi pribadi (nama, kelamin,
agama, dll). Sebagai tambahan situs jejaring sosial juga menyediakan kostumasi halaman,
layanan berbagai foto, video, dan musik. Pengguna dapat membanun jejaring sosial yang dapat
ditampilkan dalam bentuk daftar teman.Teman disini dapat berarti teman atau kenalan mereka
didunia nyata, atau hanya orang orang mereka kenal secara onlain, atau bahkan yang tidak
mereka kenal sma sekali.
Beberapa fakta yang dapat dikemukakan adalah sebagian besar pengguna situs jejaring
sosial adalah remaja dan dewasa muda, khususnya kalangan pelajar, mahasiswa dan juga
selebritis.Sepertinya situs jejaring sosial telah menjadi tempat bermain popular dan
menyenangkan bagi mereka. Beberapa penelitian seperti yang dilakukan Ofcom, mendukung
fakta fakta tersebut. Selain itu masalah kesadaran pengguna pada masalah prifasi tidak
menghentikan mereka untuk terlibat dalam sitis jejaring sosial dengan alasan.
Ofcom (Office of Communication) cepatnya pertumbuhan situs jejaring sosial didorong
oleh beberapa faktor yaitu :
Meningkatnya penetrasi internet dan kecepatan koneksinya
Meningkatnya impact teknologi informasi dan komunikasi
Meningkatnya usability/user-friendly aplikasi
Situs jejaring sosial merupakan bagian dari pertumbuhan teknologi web 2.0
Dilihat dari jenisnya, self concept ini terdiri atas beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
1. The basic self concept diartikan sebagai real self yakni konsep seseorang terhadap dirinya
yang meliputi persepsi seseorang tentang penampilan dirinya, kemampuan dan
ketidakmampuannya, peranan dan status dalam kehidupannya, dan nilai-nilai, keyakinan
serta aspirasinya.
2. The transitory self concept artinya kadang seseorang memiliki self concept yang kadang
dipegangannya, tapi pada waktu lain dilepaskannya. Konsep diri ini mungkin
menyenangkan mungkin juga tidak menyenangkan. Kondisinya sangat situasional,
kadang dipengaruhi oleh perasaannya, atau pengalaman yang telah lalu.
3. The social self concept jenis ini berkembang berdasarkan cara individu mempercayai
orang lain yang mempersepsi dirinya baik melalui perkataan maupun tindakan
perkembangan konsep diri ini dipengaruhi oleh kelompok sosial tempat dia hidup
4. The ideal self concept merupakan konsep tentang apa yang diinginkan seseorang terhadap
dirinya, atau keyakinan tentang apa yang seharusnya mengenai dirinya.
Traits dapat diartikan sebagai aspek atau dimensi kepribadian yang terkait dengan
karakteristik respon atau reaksi seseorang yang relatif konsisten dalam rangka menyesuaikan
dirinya secara khas. Diartikan juga sebagai kecenderungan yang dipelajari untuk mereaksi
rangsangan dari lingkungan.
Traits memiliki tiga karakteristik:
(a) unik, kekhasan dalam berperilaku,
(b)traits itu kemungkinan ada yang disenangi dan ada yang tidak disenangi sebab trait
berhubungan dengan keharmonisan, kepuasan, atau sebaliknya pada orang yang mempunyai
traits tersebut
(c) consistency artinya seseorang itu diharapkan dapat berperilaku atau bertindak secara ajeg.
Faktor yang mempengaruhi traits terdiri dari faktor hereditas dan faktor belajar. Faktor
yang paling mempengaruhi adalah pola asuh orang tua dan imitasi terhadap idola.
2.1.3 Sosialisasi.
Sosialisasi merupakan proses pengenalan terhadap simbol-simbol, nilai-nilai, dan
perilaku dari lingkungannya yang kemudian akan direduksi menjadi sistem nilai. Sosialisasi
dimulai dengan internalisasi, yakni penyerapan sesuatu dari lingkungan, kemudian di ikuti
dengan seleksi dan penerimaan, lalu pada akhirnya membentuk konsep diri.
Dengan demikian, sosialisasi bukanlah suatu proses yang terjadi begitu saja, melainkan
menuntut keaktifan subyek individualnya. Semakin aktif menyerap sesuatu dari lingkungan tentu
semakin banyak yang bisa diserap.
2.1.4 Moralitas
Lawrence Kohlberg (2003) memperkenalkan teori tahap-tahap perkembangan moral yang
dikenal dengan Kolhbergs State Theory of Moral Development.
-
Menurut M. K. Opier dalam J.G Holwes (Ed), Modern Perspektive in Adolcent Psyciatry
(1971), berpendapat bahwa adolesen merupakan bentuk budaya anak muda metropolitan.
Masyarakat perkotaan yang mengalami kepatahan tatanan mendorong kelompok anak muda
untuk membuat tatanan baru.
Individu-individu yang pemalu dan cemas secara sosial cenderung untuk menolak orang
lain, barangkali karena mereka takut ditolak diri mereka sendiri. Mereka juga menarik diri tidak
efektif dalam interaksi sosial, barangkali karena mereka mempersepsikan reaksi negatif bahkan
ketika tidak ada seorangpun yang hadir.
Setiap orang pernah mengalami
kadang-
kadang. Ketika mengalami hal ini, biasanya mereka tidak hanya mengalami ketegangan yang
subjektif, tetapi berperilaku dalam cara-cara yang menganggu interaksi sosial.
dosennya dibandingkan tingkah lakunya ketika menghadiri pesta ulang tahun temannya. Pada
setiap situasi di mana Anda berada maka Anda akan memilih suatu peran atau karakter tertentu
dan memainkannya.
Konsep
teori
Everyday Life oleh Erving Goffman disebutkan bahwa: The individual will have to act so that
he intentionally or unintentionally expresses himself and the others will in turn have to be
impressed in some way by him (Goffman, 1959:111). Jadi, masing- masing individu selalu
bertindak mengekspresikan
dirinya,
dan
ekspresi tiap-tiap individu tersebut dalam setiap presentasi diri yang dilakukannya.
Presentasi diri merupakan upaya individu untuk menumbuhkan kesan tertentu di depan
orang lain dengan cara menata perilaku agar orang lain memaknai identitas dirinya sesuai
dengan apayang ia inginkan. Dalam proses produksi identitas tersebut, ada suatupertimbanganpertimbangan yang dilakukan mengenai atribut simbol yanghendak digunakan sesuai dan
mampu mendukung identitas yangditampilkan secara menyeluruh (Mulyana, 2003:112)
Goffman (dalam G. Ritzer dan Douglas Goodman, 2004:400) juga menyatakan bahwa,
seorang aktor dalam panggung depannya terdapat setting dan front personal. Setting merujuk
pada tampilan fisik yang biasanya harus ada jika aktor tampil, tanpa itu aktor biasanya tidak
dapat tampil. Sebagai contoh ahli bedah memerlukan ruang operasi. Front personal terdiri dari
pernik-pernik perlengkapan
ekspresi
diharapkan agar dibawa serta dalam setting tersebut. Seorang ahli bedah, misalnya, akan
memakai pakaian dokter dan alat-alat bedah.
Selanjutnya
Goffman
Tampilan termasuk pernak- pernik yang mengatakan kepada kita status sosial pementas,
misalnya;
baju dokter bedah. Front personal masih terbagi menjadi dua bagian, yaitu
Penampilan yang terdiri dari berbagai jenis barang yang mengenalkan status sosial aktor. Dan
Gaya busana sebagai penampilan yang berarti mengenalkan peran macam apa yang dimainkan
aktor dalam situasi tertentu.