(Artikel IV)
ektor pendidikan di Indonesia tahun ajaran
2014/2015
baru yang
Namanya
para
penggunanya.
Perubahan
yang
cukup
signifikan
memang,
sehingga
dapat melatih siswa-siswi yang kreatif dan berdedikasi tinggi. Faktanya, kurikulum 2013
menyita banyak waktu bermain siswa hungga banyak dijumpai protes atau kritikan di situs
jejaring sosial yang membuat panas suasana di kemendikbud (Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan RI).
Hingga di penghujung 2014, akhirnya, pemerintah memutuskan untuk memberhentikan
kurikulum 2013 dan kembali ke KTSP 2006. Jeritan bahagia diluapkan oleh banyak pelajar seIndonesia yang seolah baru bebas dari penjara. Awal memasuki semester kedua, tak terlihat
perbedaan yang banyak, seolah hanya berganti nama. Setiap hari harus dibebani dengan
setumpuk tugas, ulangan, belum lagi pelajaran yang semakin sulit. Bagi beberapa orang, ah
nanti sajalah kan masih banyak waktu. Ya, kebanyakan pelajar memang begitu. Belum lagi
kalau kalau di rumah masih harus bertemu dengan tugas dari orang tua. Sungguh waktu berjalan
begitu cepat dan tak terasa tiba harinya pengumpulan tugas. Alasan semacam lupa atau
ketinggalan menjadi andalan. Paling aman ya bilang ketinggalan, paling-paling dapet
toleransi dari guru. Itu ya kalau gurunya terlalu baik.
Apalagi kalau diberi tugas kelompok. Nyantai aja,
minggu depan kan? Masih lama. Saat weekend tiba, Ma, aku
pergi dulu ya mau ngerjain tugas kelompok. Tapi si anak tak
kunjung pulang. Sang mama hanya bisa menanti si anak nakal
itu kembali ke rumah. Yang ada di pikirannya mungkin aja
tugasnya banyak jadi agak lama.
Padahal apa? Sambil menyelam minum air, begitu kata
peribahasa. Ya, kerja kelompok sebentar lalu cabut. Entah ke mall entah ke mana, yang penting
bersenang-senang. Itulah yang mereka inginkan. Sekolah 5 hari libur cuma 2 hari ya harus
dimanfaatkan dengan baik dong. Atau Belajar itu ya di sekolah, di rumah saatnya istirahat,
libur ya refreshing
Atau bisa juga kasusnya seperti yang satu ini:
Ceritanya dikasih tugas kelompok harus bikin makalah. Udah pada ngumpul nih di suatu
tempat, katakanlah di sekolah.
A: Eh gimana guys jadinya, mau bikin makalah tentang apa nih?
B: Apa ya, enaknya apa?
C: Terserah aja deh, aku ngikut kalian aja
D: Wah aku diserang nih
B: Weh tak mainke sini mesti menang
D: nggak ah aku mau nyoba sendiri
Selagi B dan D sibuk bermain, si A dan C malah asyik
mengobrol sendiri. Entah ngomongin pacar oranglah, ngomongin
temenlah, ada aja topic pembicaraannya. 2 jam kemudian
A: Eh laper bro, makan yuk
B,C,D: Ayoo
Yah kapan selesainya dong? Akhirnya kerja kelompok pun diundur besoknya. Terus apa yang
mereka lakukan di hari itu? Ya hanya main-main atau sekadar ngobrol nggak jelas atau curhatcurhatan.
Kelihatannya sepele memang, tetapi coba bayangkan kalau hal seperti itu menjadi
habit/kebiasaan? Mau jadi apa kalau sudah besar? Yakinlah nggak ada orang yang mau
mempekerjakan orang seperti itu. Suka menunda-nunda kerjaan, malas, suka berbohong pula.
Yang salah siapa sih sebenernya? Liburan mau refreshing itu nggak salah kok, anggap
saja sebagai media penghilang penat setelah lelah belajar selama 5 hari. Tapi yang namanya
tugas/pekerjaan juga sangat tidak boleh disepelekan hanya karena deadline yang cukup panjang.
Artinya, guru tersebut sebenarnya sudah memperhitungkan kemampuan setiap anak didiknya. Ya
anggap saja sebagai latihan untuk membekali masa depan.
Nah, ada beberapa upaya nih yang bisa dicoba untuk mengendalikan penyimpangan
sosial tersebut. Kenapa disebut menyimpang? Jelaslah, sikap seperti itu tidak boleh menjamur
pada generasi muda penerus bangsa ini. Sejak kapan sekolah mengajari kita untuk malas?
Pernahkah? Tentu tidak, oleh sebab itu kita sebut menyimpang ya. Karena tidak sesuai dengan
kaidah yang ada.
Jadi pengendaliannya bisa dari preventif (pencegahan) bisa juga represif (setelah
pelanggaran terjadi) yang berupa teguran, fraundulens (penyelesaian oleh pihak yang dianggap
mampu menyelesaikan permasalahan), dan kekerasan fisik jika memang sudah parah. Dari ketiga
cara ini, kekerasan fisik memang yang paling keras, dan tidak perlu dilakukan jika memang
masih bisa dihindari. Selalu berawal dari pemberian teguran dan nasihat-nasihat dari orang tua
atau teman dekat, jika masih keras kepala berikan pada walikelas atau konsultasi dengan guru
BK. Pengendalian preventif dapat diberikan melalui cerita, karena biasanya anak remaja suka
mendengarkan cerita. Tanamkan nilai-nilai moral yang baik pada anak agar kelak menjadi orang
yang berguna bagi semua orang.