ada di layar itu sebenarnya pak Dalang yang bicara, pak Dalang yang bergerak
dan hanya pak Dalang yang hidup. Jadi Petruk itu pak Dalang sekaligus bukan
pak Dalang.
Sifat Semar itu sifat pak Dalang. Wayang kulit Semar. Wayangnya mati. Tidak
mempunyai kehidupan. Apalagi mempunyai sifat. Sifat hanya dipunyai oleh
sesuatu yang hidup. Padahal wayang kulit semar mati, yang hidup hanya
bayangannya di layar. Yang hidup sebenarnya Pak Dalang. Jadi sifatnya Semar
sebenarnya sifat Pak Dalang. Dan juga laku (afal) Semar itu juga laku pak
Dalang. Tapi sekaligus sifat dan laku Semar bukan sifat dan laku pak Dalang.
Kenapa..? Karena pak Dalang itu juga Petruk, pak Dalang itu juga Bagong. Sifat
pak Dalang itu juga sifat Petruk dan sifat pak Dalang dan lakunya itu juga sifat
dan laku nya Bagong.
Pak Dalang memang berjiwa besar. Terlalu besar untuk ditampung satu wayang.
Maka ada banyak wayang. Wayang-wayang hidup sebagai bayangan di layar.
Hanya bayangan. Dunia perwayangan itu imajinasi/takhayyul. Yang sebenarnya
ditonton hanya Pak Dalang. Yang hidup sebenarnya hanya pak Dalang. Tapi Pak
Dalang berjiwa besar dan sempurna (kamal). Jadi Pak Dalang membuat dunia
perwayangan sebagai bayangan dari dirinya sendiri. Di balik layar, WayangWayang tampak hidup. Wayangwayang tampak bergerak. Wayang-wayang
berbicara. Wayang-wayang berkomunikasi. Wayang-wayang ada yang jahat, ada
yang baik, wayang-wayang ada yang diganjari surga dan neraka. Tapi wayangwayang semuanya bayangan. Bayangan pak Dalang. Sesudah semuanya mati
Pak Dalang nggrememeng, Apik tenan wayang iki, opo maneh si Yudistiro.
(bicara sendiri bagus sekali wayang ini , apalagi dia Yudistira )