Sebelum tahun 1990-an di Indonesia udang merupakan produksi andalan karena masih
mudah untuk membudidayakan udang, namun mulai tahun 1998 produksi udang mulai
menurun dan hingga sekarang sulit untuk dibudidayakan. Hal ini dikarenakan dahulu daya
dukung lingkungan masih baik sehingga budidaya udang dapat mencapai produktifitas yang
tinggi tetapi para petambak mengabaikan lingkungan dan menggunakan bahan-bahan kimia
untuk lebih meningkatkan lagi produksi mereka, oleh sebab itu lama kelamaan daya dukung
longkungan menurun sehingga akhirnya sekarang lahan tidak lagi baik untuk budidaya
udang. Seiring dengan hal tersebut banyak penyakit yang bermunculan yang menyerang
udang dan salah satunya adalah WSSV. Untuk itu Departemen Kelautan dan Perikanan
bekerjasama dengan ACIAR untuk memperkenalkan teknologi budidaya udang yang baik
dan benar yaitu BMP (Best Management Practise) tidak hanya baik bagi lingkungan BMP
dan dapat mencegah penyebaran penyakit khususnya WSSV. Adapun tujuan dari BMP
adalah :
1. Mengendalikan virus agar tidak berkembang
2. Memberikan lingkungan yang baik bagi kultivan/udang sehingga tumbuh dengan
baik.
Penerapan BMP mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :
- Seleksi lokasi
- Membatasi virus yang masuk
- Memantau/mencegah udang stress
- Menjaga disiplin antara kelompok
- Memaksimalkan biosecurity untuk mencegah penyebaran virus
Maka dari itu ACIAR dan BPAP Takalar menyelenggarakan Training BMP yang diikuti oleh
12 orang yang terdiri dari Penyuluh, Technical Extensionost dan Petambak baik dari Pinrang
maupun dari Sinjai, yang dilaksanakan pada Tanggal 8 – 10 Juni di BPAP Takalar.
Pertanyaan-pertanyaan dari para Ketua Kelompok :
1. Sehubungan dengan virus, ketika virus sudah terdeteksi pada lingkungan tambak
untuk memperkecil/mencegah penyebaran virus apa yang harus dilakukan tanpa
menggunakan bahan kimia?
2. Apakah ada perlakuan tertentu untuk membunuh virus
3. Apakah perbedaan pola BMP dan pola yang telah ditepakan oleh para petambak saat
ini?
4. Apa kegunaan pematang yang ditanami dengan mangrove?
5. Untuk komiditi yang ekspor pemakaian bagaimana dengan penggunaan pupuk SP36?
Apakah diperbolehkan?
6. Pada saat persiapan terkadang para petambak sudah membalikkan tanah dasar
tambak bahkan dengan menggunakan alat berat, tetapi terkadang masih terkendala
oleh hasil produksinya. Bagaimanakah caranya?
7. Tentang parmeter kualitas air yaitu kecerahan air. Mengapa kecerahan air tidak
disebutkan dalam parmeter yang akan diukur, karena di tmabak tradisional
mengandalkan fitoplankton yang diukur dari kecerahan air.
8. Tentang pengapuran, untuk di Sinjai sulit untuk mendaptkan kapur dolomite. Yang
ada hanya kapur bangunan seperti biasa. Bagaimana caranya pengapuran tambak
dengan kondisi seperti ini.
9. Persiapan lahan, seperti kondisi di pinrang mereka tidak mengetahui bagaimana cara
yang membenar dan pasti untuk melakukan persiapan. Karena mereka membaca
beberapa literatur semua berbeda-beda. Bagaimanakah cara persiapan lahan yang baik
dan benar serta dengan biaya yang rendah.
10. Serangan hama, pada saat ada serangan hama seperti mujair yang melimpah di
tambak mereka tidak tahu bagaimana cara membasminya selain dengan pestisida.
Adakah cara membasmi hama dengan cara yang lain dan baik bagi lingkungan.
11. Jika dalam kelompok yang termasuk dalam kelompok BMP full maka akan ada
tambak yang akan di jadikan tandon
12. Berapa lama virus WSSV bertatan di alam sebelum menemukan inang/udang untuk
diserang?
13. Bagaimana cara meminimalisir outbreak WSSV jika terjadi?
Tanggapan dari para petambak dan penyuluh tentang BMP setelah melihat VCD
tentang tambak BMP di Aceh. Menurut mereka kondisi tambak di Aceh berbeda dengan
tambak di Sinjai, salah satunya pematang yang lebih tinggi diripada di Sinjai. Dan dari 13
tahap yang ada di dalam video beberapa tahap sudah dilakukan oleh petambak di Sinjai.
Bahkan sekarang tambak intensif sudah tidak dilakukan lagi mereka lebih memilih tambak
tradisional yang memerlukan biaya tinggi sehingga mereka lebih memilih tambak
tradisional. Para petambak di Sinjai belum mencatat apa yang mereka lakukan setiap harinya
di tambak,mereka tidak menyadari arti penting hal tersebut. Sehingga tambak mereka tidak
terkontrol dan tidak mengetahui kondisi tambaknya dengan pasti. Mereka juga
menginginkan pengawasan yang berkelanjutan tidak hanya bantuan berupa fisik tapi
diperlukan juga pengawas atau penyuluh yang mengawasi bantuan tersebut. Karena
masyrakat juga tidak mau mencoba suatu teknologi jika belum terbukti bahwa teknologi
tersebut berhasil atau tidak. Jika sudah benar terbukti berhasil maka mereka baru mau
mengadopsi teknologi tersebut. Penyuluh menyadari sikap dari para kelompok masyarakat
yang membutuhkan proses untuk berubah karena mereka sudah terbuai dengan bantuan yang
diberikan oleh pemerintah sehingga mereka mengandalkan bantuan dari pemerintah. Tentang
BMP yang akan di implementasikan pada kelompok mereka maka salah satu dari kelompok
akan mengorbankan tambaknya untuk biofilter. Mereka mendefinisikan petambak sukses
atau panen sukses yaitu apabila produksi udang dengan size yang besar sehingga harga
jualnya lebih tinggi. Di Sinjai siklus yang lalu dari 1 kelompok Pak Ilham terdiri dari 25
Petambak yang berhasil 22 orang dan 3 gagal. Dan salah satunya kendala yang di hadapi
adalah banyaknya penyuluh di daerah mereka yang bukan dari jurusan Perikanan sehingga
pengetahuan mereka tentang perikanan terbatas, padahal mereka menghadapi para petambak
yang sudah berpengalaman dan berpengetahuan yang lebih luas daripada mereka.