Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENDAHULUAN
Akne vulgaris adalah penyakit radang menahun folikel pilosebasea dengan
gejala klinik : komedo, papul, pustul, kista dan nodus dengan tempat predileksi di
muka, bahu, leher, dada, punggung bagian atas dan lengan atas. Banyak penelitian
yang dilakukan untuk menyingkap tabir etiologi, patogenesis dan terapi akne
vulgaris.
Akne vulgaris menjadi masalah pada hampir semua remaja. Akne minor
adalah suatu bentuk akne yang ringan, dan dialami oleh 85% para remaja.
Gangguan ini masih dapat dianggap sebagai proses fisiologik. Lima belas persen
remaja menderita akne major, yang cukup hebat sehingga mendorong mereka
untuk berobat ke dokter.
Biasanya akne vulgaris mulai timbul pada masa pubertas. Pada wanita,
insidens terbanyak terdapat pada usia 14-17 tahun, sedangkan pada laki-laki 16-19
tahun. Pada waktu pubertas terdapat kenaikan dari hormon androgen yang beredar
dalam darah yang dapat menyebabkan hiperplasia dan hipertrofi dari glandula
sebasea.
Glandula sebasea atau kelenjar palit terdapat di seluruh permukaan kulit
manusia, kecuali di telapak tangan dan kaki. Kelenjar palit atau glandula sebasea
ini disebut juga kelenjar holokrin. Glandula sebasea ini biasanya terdapat
disamping akar rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut (folikel
rambut). Sebum yang dihasilkan oleh kelenjar palit atau glandula sebasea
merupakan faktor penting untuk terjadinya akne vulgaris. Pada anak-anak jumlah

kelenjar palit sedikit sedangkan pada pubertas kelenjar palit menjadi lebih besar
dan banyak serta berfungsi secara aktif oleh karena adanya hormon androgen.
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti
belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat
menyebabkan antara lain; genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic
factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktro psikis,
pemgaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium acnes, Corynebacterium
acnes, Pityrosporum ovale dan Staphylococcus epidemidis), kosmetika dan bahan
kimia lainya.
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan tes laboratorium.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai
dengan adanya komedo, papul, pustul dan kista. Predileksi akne vulgaris pada
daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada dan punggung.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini, maka sering dianggap
sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Baru pada masa remajalah
akne vulgaris menjadi salah satu problem. Umumnya insiden terjadi pasa umur
14-17 tahun pada wanita, 16-19 tahun pada pria dan masa itu lesi yang
pradominan adalah komedo dan papul dan jarang terlihat lesi beradang. Diketahui
pula bahwa ras Oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih jarang menderita akne
vulgaris dibanding dengan ras Kaukasia (Eropa dan Amerika), dan lebih sering
terjadi nodulo-kistik pada kulit putih daripada Negro (Wasiaatmadja, 2007).
2.3 ETIOLOGI
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti
belum diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic
factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, musim,
infeksi bakteri (Propionibacterium acnes, Corynebacterium acnes, Pityrosporum
ovale dan Staphylococcus epidemidis ), kosmetika, dan bahan kimia lainnya.

1. Sebum
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Pada akne
terjadi peningkatan sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya terjadi
pada akne, tetapi dapat juga pada penyakit parkinson dan akromegali.
2. Bakteri
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah . Propionibacterium
acnes, Corynebacterium acnes, Pityrosporum ovale dan Staphylococcus
epidemidis.

Dari

ketiga

mikroba

ini

yang

terpenting

yakni Propionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan bakteri komensal


pada kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk koloni pada
duktus pilosebasea yang menstimulasi trigliserida untuk melepas asam
lemak bebas, memproduksi substansi kemotaktik pada sel-sel inflamasi,
dan menginduksi duktus epitel untuk mensekresi sitokin pro-inflamasi.
3. Herediter
Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar
palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas
akne, kemungkinan besar anaknya akan menderita akne.
4. Hormon
Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar adrenal.
Hormon ini menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi
sebum meningkat pada remaja laki-laki dan perempuan. Hormon androgen
merupakan stimulus utama pada sekresi sebum oleh kelenjar sebasea. Pada
penderita akne, kelenjar sebasea berespon sangat cepat pada peningkatan
kadar hormon ini di atas normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh

peningkatan aktivitas 5-reductase yang lebih tinggi pada kelenjar sebasea


dibanding kelenjar lain dalam tubuh.
5. Diet
Pada beberapa pasien, akne dapat diperburuk oleh beberapa jenis
makanan, seperti coklat, kacang, kopi, dan minuman ringan.
6. Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah hebat
pada musim dingin, dan dapat pula meningkat oleh paparan cahaya
matahari langsung.
7. Faktor iatrogenik
Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan
keratinisasi duktus polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan kortikotropin
dapat menginduksi akne pada dewasa muda. Kontrasepsi oral dapat pula
menginduksi terjadinya akne
2.4 PATOGENESIS
Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor dan
kadang-kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang berhubungan
dengan terjadinya akne, yakni peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi
folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).
1. Peningkatan sekresi sebum
Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis akne ialah
peningkatan produksi sebum oleh glandula sebacea. Pasien dengan akne
akan memproduksi lebih banyak sebum dibanding yang tidak terkena akne
meskipun kualitas sebum pada kedua kelompok tersebut adalah sama.
Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida mungkin berperan

dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah menjadi asam lemak bebas


oleh P.aknes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea. Asam
lemak bebas ini kemudian menyebabkan kolonisasi P.aknes, mendorong
terjadinya inflamasi dan dapat menjadi komedogenik.
Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa dengan
aktifitasnya pada

keratinosit infundibuler follikular, hormon androgen

berikatan dan mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang dengan akne


memiliki kadar serum androgen yang lebih tinggi dibanding dengan orang
yang tidak terkena akne. 5-reduktase, enzim yang bertanggung jawab
untuk mengubah testosteron menjadi DHT poten memiliki aktifitas yang
meningkat pada bagian tubuh yang menjadi predileksi timbulnya akne
yaitu pada wajah, dada, dan punggung.
Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara pasti.
Dosis estrogen yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum jauh
lebih besar jika dibandingkan dengan dosis yang diperlukan untuk
menghambat ovulasi. Mekanisme dimana estrogen mungkin berperan ialah
dengan secara langsung melawan efek androgen dalam glandula sebacea,
menghambat produksi androgen dalam jaringan gonad melalui umpan
balik negatif pelepasan hormon gonadotropin, dan meregulasi gen yang
yang menekan pertumbuhan glandula sebacea atau produksi lipid.

P
a

Gambar. 1. Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c) Inflamasi papul


(pustul) d) Nodul
(Diambil dari kepustakaan 2 )

2. Keratinisasi folikel
Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan
lesi primer akne yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas,
yaitu infundibulum menjadi hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi
dari keratinosit. Kelebihan sel dan kekuatan kohesinya menyebabkan
pembentukan

plug

pada

ostium

follikular.

Plug

ini

kemudian

menyebabkan konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri terakumulasi di


dalam folikel. Hal tersebut kemudian menyebabkan pelebaran folikel
rambut bagian atas, yang kemudian membentuk mikrokomedo. Stimulus
terhadap proliferasi keratinosit dan peningkatan daya adhesi masih belum
diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga menyebabkan
hiperproliferasi keratinosit yaitu stimulasi androgen, penurunan asam
linoleat, dan peningkatan aktifitas interleukin (IL)-1.
Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular
untuk

menyebabkan

hiperproliferasi.

Dihidrotestosteron

(DHT)

merupakan androgen yang poten yang memegang peranan terhadap


timbulnya akne. 17-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5-reduktase

merupakan enzim yang berperan untuk mengubah dehidroepiandrosteron


(DHEAS) menjadi DHT. Jika dibandingkan dengan keratinosit epidermal,
keratinosit

follikular

menunjukkan

peningkatan

aktifitas

17-

hidroksisteroid dehidrogenase dan 5-reduktase yang pada akhirnya


meningkatkan produksi DHT. DHT dapat menstimulasi proliferasi
keratinosit follikular. Hal lain yang mendukung peranan androgen dalam
patogenesis akne ialah bahwa pada orang dengan insensitivitas androgen
komplet tidak terkena akne.
Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam linoleic.
Asam linoleic merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan
menurun pada orang-orang yang terkena akne. Kuantitas asam linolic akan
kembali normal setelah penanganan dengan isotretinoin. Kadar asam
linoleic yang tidak normal dapat menyebabkan hiperproliferasi keratinosit
follikular dan memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa
asam linoleic diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan
mengalami dilusi seiring dengan meningkatnya produksi sebum.
IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit.
Keratinosit follikular pada manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi
dan pembentukan mikrokomedoe ketika diberika IL-1. Antagonis reseptor
IL-1 dapat menghambat pembentukan mikrokome.
3. Bakteri
Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium aknes juga
memiliki peranan aktif dalam proses inflamasi yang terjadi. P.aknes
merupakan bakteri gram-positif, anaerobik, dan mikroaerobik yang

terdapat pada folikel sebacea. Remaja dengan akne memiliki konsentrasi


P.aknes yang lebih tinggi dibanding orang yang normal. Bagaimanapun
tidak terdapat korelasi antara jumlah P.aknes yang terdapat pada glandula
sebacea dan beratnya penyakit yang diderita.
Dinding sel P.aknes mengandung antigen yang karbohidrat yang
menstimulasi perkembangan antibodi. Pasien dengna akne yang paling
berat memiliki titer antibodi yang paling tinggi pula. Antibodi
propionibacterium meningkatkan respon inflamasi dengan mengaktifkan
komplemen, yang pada akhirnya mengawali kaskade proses proinflamasi. P.aknes juga memfalisitasi inflamasi dengan merangsang
reaksi hipersensitifitas tipe lambat dengna memproduksi lipase, protease,
hyaluronidase, dan faktor kemotaktik. Disamping itu, P.aknes tampak
menstimulasi regulasi sitokin dengan berikatan dengan Toll-like receptor
2 pada monosit dan sel polimorfonuklear yang mengelilingi folikel
sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2, sitokin
proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF- dilepaskan.
4. Inflamasi
Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses
pembentukan komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi
dermal sesungguhnya mendahului pembentukan komedo. Biopsi yang
diambil pada kulit yang tidak memiliki komedo dan cenderung menjadi
akne menunjukkan peningkatan inflamasi dermal dibandingkan dengan
kulit normal. Biopsi kulit dari komedo yang baru terbentuk menunjukkan
aktifitas inflamasi yang jauh lebih hebat.

Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri


yang lebih terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan
distensi yang mengakibatkan ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari
keratin, sebum, dan bakteri ke dalam dermis mengakibatkan respon
inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan pada 24 jam pertama ruptur
komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit ditemukan di sekitar unit
pilosebacea dimana sel CD8+ ditemukan pada daerah perivaskuler. Satu
sampai dua hari setelah ruptur komedo, neutrofil menjadi sel yang
predominan yang mengelilingi mikorkomedo.
Keempat elemen dari patogenesis akne yaitu hiperprofliferasi keratinosit
follikular, seboroik, inflamasi, dan P.aknes merupakan langkah-langkah yang
saling berkaitan dalam pembentukan akne.
2.5 GEJALA KLINIS
Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel
pilosebacea yang memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul.
Komedo merupakan lesi primer dari akne. Hal tersebut dapat dilihat sebagai papul
yang datar atau sedikit meninggi dengan pembukaan sentral yang melebar berisi
keratin hitam ( komedo terbuka ). Komedo tertutup biasanya berupa papul
kekuningan berukuran 1 mm yang membutuhkan peregangan pada kulit untuk
dapat terlihat. Makrokomedo, yang jarang terjadi, dapat mencapai ukuran 3-4 mm.
Papul dan pustul biasanya berukuran 1-5 mm dan disebabkan oleh inflamasi, oleh
sebab itu pasti terdapat eritema dan edema. Bentuk tersebut dapat membesar dan
membentuk nodul dan bergabung membentuk plak yang terindurasi mengandung
traktus sinus dan cairan apakan itu serosaginosa atau pus kekuningan.

Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien
dengan kulit yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula kemerahan
sampai keunguan yang memiliki umur yang lebih pendek. Pada pasien dengan
warna kulit yang lebih gelap, makula hiperpigmentasi akan terlihat dan bertahan
sampai beberapa bulan. Skar dari akne memiliki penampakan yang heterogen.
Morofologi yang dibentuk termasuk skar yang dalam, narrow ice-pick yang
terlihat kebanyakan pada dahi dan pipi, lesi canyon-type atrophic pada wajah, skar
papular putih kekuningan pada badan dan dagu, skar tipe anetoderma pada badan,
serta skar hipertrofik dan keloidal yang meninggi pada badan dan leher.
Predileksi akne umunya pada wajah, leher, badan bagian atas, dan lengan
atas. Pada wajah hal tersebut paling sering terjadi pada pipi, dan sebagian kecil
pada hidung, dahi, dan dagu. Telinga dapat terlibat, dengan komedo yang besar
pada concha, kista pada lobus, dan kadang-kadang komedo dan kista pre dan
retro-aurikuler. Pada leher khususnya pada daerah nuchae, lesi kistik yang besar
dapat mendominasi.
Akne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan
tanda awal dari produksi hormon seks yang meningkat. Ketika akne muncul pada
usia 8-12 tahun, yang tampak biasanya berupak komedo yang utamanya muncul
pada dahi dan pipi. Hal tersebut dapat tetap menjadi ringan dalam ekspresinya
dengan papul inflamasi yang kadang-kadang terjadi. Bagaiman pun, sebagaimana
kadar hormon meningkat pada usia-usia pertengahan remaja, pustul dan nodul
inflamasi yang lebih berat dapat terjadi yang dapat menyebar pada tempat lainnya.
Laki-laki muda cenderung memiliki kompleks yang lebih berminyak dan
penyebaran penyakit yang lebih berat dibanding perempuan usia muda.

Perempuan dapat mengalami perjalanan penyakit yang berat dari lesi


papulopustular seminggu sebelum mensturasi. Akne juga dapat muncul pada
perempuan usia 20-35 tahun yang belum mendapatkan akne pada saat remaja.
Akne ini kebanyakan bermanifestasi sebagai papul, pustul, dan nodul dalam
persisten yang nyeri pada daerah dagu dan leher bagian atas.
2.6 KLASIFIKASI
Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk
beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan
tipe

(komedoal/papular,pustular/noduokisitk)

dan/atau

beratnya

penyakit

( ringan/sedang/sedang-berat/ berat ). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai


inflamasi dan non-inflamasi.
1. Klasifikasi sederhana
Akne ringan ( Mild akne ) : Komedo merupakan lesi utama. Papul dan
pusutl mungkin ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah yang
sedikit ( umumnya < 10 ).
Akne sedang (Moderate akne ): Jumlah papul dan pustul yang cukup
banyak (10-40). Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40) juga ada.
Kadang-kadang disertai penyakit yang ringan pada badan.
Akne sedang berat (Moderately severe akne ): Jumlah papul dan pustul
yang sangat banyak

( 40-100), biasanya dengan banyak komedo (40-

100) dan kadang-kadang terdapat lesi nodular dalam yang besar dan
terinflamasi ( mencapai 5 ). Area yang luas biasanya melibatkan wajah,
dada, dan punggung.

Akne sangat berat (Very severe akne ) : Akne nodulokistik dan akne
konglobata dengan lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular yan besar
dan nyeri bersama dengan banyak komdeon, papul, pustul, dan komedo
yang lebih kecil.
2. FDA global grade
Grade 0 : Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 1 : Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 2 : Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi non-inflamasi
dengan sangat sedikit lesi inflamasi yang ada ( papul/pustul, tidak ada lesi
nodular )
Grade 3 :Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan
mungkin terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari satu lesi
nodular
Grade 4 : Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan
inflamasi, dengna sedikit lesi nodular.

2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Berdasarkan anamnesis, akne vulgaris
biasanya terjadi pada saat pubertas, tetapi gejala klinis yang muncul sangatlah
bervariasi. Perempuan mungkin memperhatikan bentuk yang berfluktuasi
berdasarkan siklus mensturasinya. Akne fulminan merupakan subtipe akne yang
jarang dan terjadi pada berbagai manifestasi sistemik, termasuk demam,
arthralgia, myalgia, hepatosplenomegaly, dan lesi tulang osteolitik.
Pada pemeriksaan fisis akne non-inflamasi tampak sebagai komedo
terbuka dan tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi
dapat berkembang menjadi papul, pustul, nodul, atau kista. Kedua tipe lesi
ditemukan pada area dengan glandula sebacea yang banyak.
Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada sebagian besar pasien
dengan akne. Pada pasien dengan akne dan terdapat bukti hiperandrogenisme,

evaluasi hormonal untuk testeteron bebas, dehidroepiandrostenedion sulfat


(DHEA-S), lutenizing hormone (LH), FSH dapat dilakukan. Tes mikrobiologi
rutin tidak perlu pada evaluasi dan dan penanganan pasien dengan akne. Jika lesi
terpusat pada peri oral dan area nasal dan tidak responsif terhadap penanganan
akne konvensional, tes kultur dan sensitivitas bakteri untuk mengevaluasi
follikulitis gram-negatif dapat dilakukan.
2.8 DIAGNOSIS BANDING
Meskipun terdapat satu jenis lesi yang dominan, akne vulgaris didiagnosis
dengan adanya beberapa variasi dari lesi akne (komedo, pustul, papul, dan nodul)
yang erdapat pada wajah, punggung, dan dada. Diagnosis banding akne vulgaris
antara lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.
1.Erupsi akneiformis
Erupsi akneiformis merupakan akne yang disebabkan oleh induksi obat, seperti
kortikosteroid, Isoniazid, barbiturat, bromida, iodida, difenilhidantoin, dan ACTH.
Klinis erupsi berupa papul, pustul monomorf di berbagai tempat tanpa komedo,
timbul mendadak tanpa disertai demam.
2.Rosasea
Rosasea adalah penyakit kronik yang etiologinya belum diketahui secara pasti,
dengan karakteristik adanya eritema pada sentral wajah dan leher. Penyakit ini
terdiri atas dua komponen klinik, yakni perubahan vaskuler yang terdiri atas
eritema intermiten dan persisten serta erupsi akneiform yang terdiri atas papul,
pustul, kista, dan hiperplasia sebasea. Pada rosasea tidak terdapat hubungan antara
eksresi sebum dengan beratnya gejala rosasea.

3.Dermatitis perioral
Dermatitis perional adalah penyakit kulit dengan karakteristik papul dan pustul
kecil yang terdistribusi pada daerah perioral, dengan predominan di sekitar mulut.
Dermatitis perioral biasanya pada wanita muda, sering ditemukan di sekitar mulut,
namun dapat pula di sekitar hidung dan mata. Etiologinya belum diketahui secara
pasti, namun diduga penyebabnya oleh karena: candida, iritasi pasta gigi
berflouride, dan kontrasepsi oral. Dermatitis perioral erpsi simetris yang terbatas
pada area hidung, mult, dan dagu, yang terdiri atas mikropapul, mikrovesikel, atau
papulopustulosa dengan diameter kurang dari 2 mm. Penyebab pasti belum
diketahui, namun terdapat beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab
antara lain faktor hormonal, emosional, sensitif terhadap kosmetik, pasta gigi
berfluoride, agen infektif, dan kortikosteroid topikal.
2.9 PENATALAKSANAAN
Terapi akne vulgaris terdiri atas terapi sistemik, topikal, fisik, operasi dan
diet.
1.Terapi Sistemik
Antibiotik oral
Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang
meradang.

Antibiotik

yang

diberikan

adalah

Tetrasiklin

mansih

(tetrasiklin,

doksisiklin,minosiklin) eritromisin, kotrimoksasole, dan klindamisin. Antibiotik


ini mengurangi peradangan akne dengan menghambat pertumbuhan dari P.Aknes.
Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin, tetrasiklin klorida)
merupakan obat yang sering digunakan unutk akne.Obat ini digunakan sebagai
terapi lini pertama karena manfaat dan harganya yang murah, walaupun angka
kejadian resistensinya cukup tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan menurunkan
reaksi peradangan 50% dan biasa diberikan dalam dosis 1 gram/hari (500mg

diberikan dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat diturunkan 500 mg/hari.
Karena absorbsinya dihambat oleh makanan, maka obat ini diberika 1 jam
sebelum makan dengan air untuk absorbs yang optimal.
Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan 100mg200mg/ hari dan 50 mg/hari sebagai maintainance dose, (minosiklin) biasanya
diberikan 100mg/hari. Golongan obat ini lebih mahal akan tetapi larut lemak dan
diabsorbsi lebih baik di saluran pencernaan.
Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternative. Obat ini
sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi yang tinggi
terhadap P.aknes dan sering dikaitkan dengan kegagalan terapi.
Klindamisin merupakan jenis obta yang sangat efektif, akan tetapi tidak
baik digunakan untuk jangka panjang karena dapat menimbulkan perimembranous
colitis. Kotrimoksasole (sulfometoksasol/trimetoprim, 160/800mg, dua kali
sehari) direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate respon dengan
antibiotik yang lain dan untuk pasien dengan gram negative folikulitis.
Isotretionoin oral
Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif dan
diberikan untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya, isotretinoin mngurangi
komedogenesis, mengecilkan ukuran glandula sabaseus hingga 90% dengan
menurunkan proliferasi dari basal sebocyte, menekan produksi sebum invivo dan
menghambat diferensiasi termina sebocyte. Walaupun tidak berefek langsung
terhadap P.aknes, ini menghambat efek dari produksi sebum dan menurunkan
jumlah P.Aknes yang mengakibatkan inflamasi.
Masih terjadi perdebatan untuk dosis pemeberian (1gram/kgBB/hari atau
50mg/kgBB/hari), walaupun hasil yang ditunjukkan kedua dosis untuk
pengobatan jangka panjang adalah sama, tapi angka kejadian kambuh dan

memerlukan pengobatan ulang sering didapatkan pada dosis rendah yang


diberikan untuk akn yang berat.
Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan pertama, dan
diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat diberikan 0.2 untuk 3-9
bulan tambahan untuk mngoptimalkan hasil terapi.
Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang lebih cepat
untuk lesi inflamasi dibandingkan dnegan komedo.Pustule menghilang lebih cepat
daripada papul atau nodul, dan lesi yang berlokasi di wajah, lengan atas, dan kaki
daripada di punggung dan badan.
Hormonal
Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai respon
terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal ini secara
sistemik mengurangi kadar testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang pada
akhirnya dapat mengurangi produksi sebum dan mengurangi terbentuknya
komedo. Ada tiga jenis terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan
prednisolon, estrogen dengan

cyproterone acetate(Diane, Dianette) dan

spironolakton. Terapi hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan penderita
harus melanjutkan terapi topikal. Seperti halnya antibiotik, tingkat respon obatobat hormonal juga lambat, dalam bulan pertama terapi tidak didapatkan
perubahan dan perubahan kadang-kadang baru dapat terlihat pada bulan ke enam
pemakaian. Terapi setelah itu akan terlihat perubahan yang nyata. Perubahan yang
dihasilkan pada penggunaan diane hampir mirip dengan tetrasiklin 1 g/hari. Diane
merupakan kombinasi antara 50 g ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone acetate.
Pada wanita usia tua (> 30 tahun) dengan kontraindikasi relatif terhadap pil
kontrasepsi yang mengandung estrogen, salah satu terapi pilihan adalah dengan
penggunaan spironolakton. Dosis efektif yang diberikan antara 100-200 mg.

Anti androgen hormone dapat diberikan pada pasien perempuan dengan


target pilosabaseus unit dan menghambat produksi serum 12.5-65%. Jika
keputusan untuk hormonal terapi telah dibuat, ada berbagi macam pilihan
disekitar androgen reseptor blocker dan inhibitors of androgen synthesis pada
ovarium dan glandula adrenal.
2.Topikal
Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara yang
banyak dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris. Tujuan diberikan terapi
ini adalah untuk mengurangi jumlah akne yang telah ada, mencegah terbentuknya
spot yang baru dan mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal
diberikan untuk beberapa bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan
akne. Obat-obatan topikal tidak hanya dioleskan pada daerah yang terkena
jerawat, tetapi juga pada daerah disekitarnya. Ada berbagai macam obat-obatan

yang dipakai secara topikal, yaitu:


Retinoid topical.
Mekanisme kerja dari retinoid topical:
Mengeluarkan komedo yang telah matur.
Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.
Menghambat reaksi inflamasi.
Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting untuk maintenance
terapi.
Tretinoin
Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan oleh Stuttgen
dan Beer.Mengurangi komedo secara signifikan dan juga lesi peradangan
akne.Hal ini ditunjukkan pada percobaan untuk 12 minggu menurunkan 32-81%
untuk non-inflamnatory lesi dan 17-71% untuk inflammatory lesi. Tretinoin
tersedian dalam galanic formulation: cream 0.025%, 0.1%, gel 0.01%, 0.025%)

dan dalam solution (0.05%).

Formula topical gel ini mengandung

polyoprepolymer-2, tretinoin prenetration.


Isotretinoin
Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang sama
dengan tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan inflammatory lesi antar
24 dan 55% setelah 12 minggu pengobatan.
Adapalene
Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam gel, cream,
atau solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam survey yang melibatkan 1000
pasienditunjukkan bahwa adapalen 0.1% gel mempunya efikasi yang sama dengan
tretinoin 0.025%.
Tazarotene
Disamping untuk psoriasis, tazarotene juga digunakan sebagai terapi untuk akne,
di US 0.5 dan 0.1% gel atau cream.
Antibiotik Topikal
Keguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical adalah
rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang resisten
terhadap P.aknes dan S. Aureus.Untuk mengatasi masalah ini, klindamisin dan
eritromisin ditingkatkan konsentrasinya dari 1 menjadi 4% dan formulasi baru
dengan zinc atau kombinasi produk denganBPOs atau retinoid.
Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi akne. Mekanisme
kerja antibiotik topikal yang utama adalah sebagai antimikroba. Hal ini telah
terbukti pada efek klindamisin 1% dalam mengurangi jumlah P.aknes baik
dipermukaan atau dalam saluran kelenjar sebasea.Lebih efektif diberikan pada
pustul dan lesi papulopustular yang kecil. Eritromisin 3% dengan kombinasi
benzoil peroksida 5% tersedia dalam bentuk gel. Thomas dkk melakukan
penelitian dengan membandingkan eritromisin 1,5% dengan klindamisin 1%
mendapatkan hasil yang sama-sama efektif, duapertiga pasien mendapatkan
respon yang sangat baik dalam waktu 12 minggu, tetapi penggunaan eritromisin

secara tunggal tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan resistensi.


Penggunaan

eritromisin

kombinasi

dengan

benzoil

peroksida

lebih

direkomendasikan.
Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena mekanisme kerja
dalam mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka waktu yang panjang. Bakteri
dapat timbul di mana-mana dan tidak secara langsung menyebabkan akne. Pada
keadaan di mana kelenjar sebasea memproduksi sebum berlebihan, pori-pori kulit
juga akan lebih mudah terbuka sehingga banyak bakteri yang akan masuk dan
berkembang. Adanya sel kulit mati juga bisa memperburuk keadaan. Bila kelenjar
sebasea tidak memproduksi sebum berlebihan, maka bakteri tidak mudah masuk
ke dalam kulit. Dengan kata lain, jumlah produksi sebum menjadi masalah utama
dalam akne. Antibiotik topikal kerjanya terbatas, karena tidak mengatasi masalah
dalam jumlah produksi sebum.
Asam Salisilat
Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan konsentrasi
dari substansi lain, selain itu juga mempunyai efek bakteriostatik dan
bakteriosidal.
Anti-androgen
Sejak diketahui bahwa akne merupakan salah satu penyakit yang berhubungan
dengan aktivitas hormon androgen, beberapa dermatologis dan industri
farmakologi mengembangkan anti androgen topikal sebagai salah satu terapi akne
yang tidak mempunyai efek sistemik. Studi yang dikembangkan adalah tentang
penggunaan topikal dari 17-propylmesterolone, akan tetapi preparat ini belum
tersedia secara komersial.
2.10 PROGNOSIS

Onset dari akne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8 tahun
dan kemudian tidak timbul lagi hingga umur 20 atau lebih.Kejadian akne ini
biasanya diikuti oleh remisi yang terjadi secara spontan. Walaupun rata-rata
pasien akan mengalami penyembuhan pada usia awal 20an tapi ada juga yang
masih menderita akne hingga decade ketiga sampai decade keempat.
Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya
dimulai pada awal onset munculnya akne. Pada kebanyakan kasus, akne biasanya
sembuh secara spontan ketika melewati usia remaja dan memasuki usia 20an.
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Kelvin

Umur

: 15 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status Perkawinan

: Belum Menikah

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Pekerjaan

: Pelajar, kelas 2 SMP

Alamat

: Besuk Gurah, RT 3 RW 3, Kediri

Tanggal Pemeriksaan

: Selasa, 07 April 2015

3.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan dengan pasien pada tanggal, Selasa, 7 April 2015.
Jam 10.35 WIB di Poliklinik Umum Kulit dan Kelamin, Unit Rawat Jalan RSUD
Gambiran Kediri.
Keluhan Utama
Bentol Kemerahan pada wajah dan gatal
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin dengan keluhan muncul bentol
kemerahan diwajah dan terasa gatal, pasien mengatakan seperti jerawat, awalnya
pasien bilang seperti merintis kecil-kecil terus seperti bentol, muncul tiba-tiba
diwajah sekitar 1 bulanan dan bertambah banyak. Keluhan serupa juga dirasakan
di daerah dada dan punggung, namun merintis hanya beberapa tidak sebanyak
diwajah. Kalau ada yang muncul kadang dipencet karena merasa risih, dan
menjadi hitam. Pasien juga sering menggaruk bentolan itu bila terasa gatal dan
semakin meluas di daerah pipi dan wajah. Sebelumnya pasien sering gonta ganti
sabun wajah, keluhan ini belum pernah diobati sama sekali. Pasien tidak sedang
dalam masalah atau stress. tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan. Pasien juga
mengaku senang mengkonsumsi gorengan dan pedas.
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat menderita penyakit ini sebelumnya disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Kakak pasien pernah berjerawat

Riwayat Psikososial

Lingkungan rumah bersih

Suka gonta-ganti sabun wajah

Suka makanan gorengan dan pedas

3.3 STATUS GENERALISATA


PEMERIKSAAN UMUM
Kesadaran
: Compos Mentis
Keadaan Umum
: Tampak Sakit Ringan
Kepala
: Lihat status dermatologis
Leher
: Dalam batas normal
Thorax
: Lihat status dermatologis
Abdomen
: Dalam batas normal
Ekstermitas
: Dalam batas normal
3.4 STATUS DERMATOLOGIS
Lokasi
: Wajah, Punggung, dan Dada
Effloresensi

: Tampak papulopustul, dan nodul, eritema,

multipel, milier sampai lentikuler, diskret, sebagian tampak erosi, disertai


dengan Komedo white head dan black head ditemukan, dan tampak
hiperpigmentasi.

3.5 RESUME

Laki-laki, 15 tahun, seorang pelajar kelas 2 SMP datang ke Poli Kulit dan
Kelamin dengan keluhan muncul bentol kemerahan diwajah dan terasa gatal,
pasien mengatakan seperti jerawat, awalnya pasien bilang seperti merintis kecilkecil terus seperti bentol, muncul tiba-tiba diwajah sekitar 1 bulanan dan
bertambah banyak. Keluhan serupa juga dirasakan di daerah dada dan punggung,
namun merintis hanya beberapa tidak sebanyak diwajah. Kalau ada yang muncul
kadang dipencet karena merasa risih, dan menjadi hitam. Pasien juga sering
menggaruk bentolan itu bila terasa gatal dan semakin meluas di daerah pipi dan
wajah. Sebelumnya pasien sering gonta ganti sabun wajah, keluhan ini belum
pernah diobati sama sekali. Pasien tidak sedang dalam masalah atau stress. tidak
sedang mengkonsumsi obat-obatan. Pasien juga mengaku senang mengkonsumsi
gorengan dan pedas.
3.6 DIAGNOSIS
Akne vulgaris tipe papulopustular
3.7 DIAGNOSIS BANDING
- Erupsi akneiformis
- Folikulitis
- Akne venenata
- Rosasea
3.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
3.9 PENATALAKSANAAN
a. NONMEDIKAMENTOSA
1. Tetap menjaga kebersihan wajah (rajin membersihkan wajah/cuci
wajah)
2. Jangan gonta-ganti sabun wajah, pilih yang sesuai jenis kulit untuk
jerawat..
3. Hindari
berlemak.

makan

kacang-kacangan,

gorengan,

dan

makanan

4. Jangan memencet-mencet lesi


5. Pengobatan memerlukan waktu serta ada kemungkinan efek
samping.
b. MEDIKAMENTOSA
1.

Antibiotik oral : Doksisiklin 2 x 100 mg (setelah makan) selama 10


hari.

2.

Lotio khummerfeldi (dioleskan pada malam hari)

3.10 PROGNOSIS
Quo ad Vitam
Quo ad Sanam
Quo ad Fuctionam
Quo ad Kosmetika

: Bonam
: Bonam
: Bonam
: Dubia ad bonam

BAB 4
PEMBAHASAN
Pada kasus ini Kelvi, 15 tahun, pelajar kelas 2 SMP datang ke Poliklinik
Kulit dan Kelamin RSUD Gambiran Kediri pada tanggal, Senin, 7 April 2015
dengan keluhan timbul bentol kemerahan diwajah dan terasa gatal.
Diagnosis akne vulgaris pada pasien ditegakan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pada anamnesis dijumpai keluhan utama berupa bentol
kemerahan yang disertai dengan rasa gatal sekitar 1 bulanan minggu, dan bentol
timbul akibat pasien sering gonta-ganti sabun wajah dan senang mengkonsumsi
makanan yang berminyak dan pedas. Pada anamnesis kemungkinan timbulnya
keluhan disebabkan oleh faktor etiologi salah satunya kosmetika dan higien
pasien.

Pada pemeriksaan dermatologi pada daerah y.ang dikeluhkan terutama wajah,


serta dada dan punggung hanya muncul beberapa bentolan saja. Tampak
papulopustul, dan nodul, eritema, multipel, milier sampai lentikuler, diskret,
sebagian tampak erosi, disertai dengan Komedo white head dan black head
ditemukan, dan tampak hiperpigmentasi. Hal ini sesuai dengan kepustakan yang
menyatakan bahwa tempat predileksi akne vulgaris adalah wajah, bahu, leher,
dada, punggung dan lengan atas bagian luar.
Berdasarakan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Maka diagnosis banding
pada kasus ini adalah akne vulgaris, erupsi akneiformis, akne venenata dan
rosasea. Dan berdasarkan status dermatologikus tipe akne vulgaris pada kasus ini
adalah tipe papulopustular
Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang apapun,
pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan ekskholeasi sebum, yaitu
pengeluaran sumbatan sebumdengan komedo ekstraktor (sendok Unna). Sebum
yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti lilin atau massa lebih
lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam. Pemeriksaan
histopatologi dan mikrobiologi dapat dilaakukan tetapi membutuhkan waktu yang
lebih lama, sementara pemeriksaan terhadapa gejala klinis yang timbul sudah
cukup untuk menegakan diagnosis klinis
Penatalaksanan pada pasien ini

ada secara umum dan secara khusus.

Penatalaksanaan secara umum adalah menjaga kebersihan kulit wajah, Memilih


jenis sabun wajah yang cocok untuk jenis kulit berjerawat, menghindari makan
kacang-kacangan, gorengan dan makanan berlemak lainya, hindari memencetmemencet lesi.

Penatalaksanaan secara khusus adalah terapi secara topikal berupa


dioleskan 1 kali pada malam hari, Lotio Khummerfeldi dioleskan pada malam hari
dan obat sistemik Doksisiklin 2 x 100 mg ( setelah makan) selama 10 hari. Hal ini
sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa pengobatan akne vulgaris
secara umum adalah diet rendah lemak dan karbohidrat, serta melakukan
perawatan kulit wajah dari kotoran dan jasad renik. Pengobatan khusus terdiri dari
topikal dan sistemik. Secara topikal berupa bahan iritan yang dapat
mengelupaskan kulit misalnya vitmain A 0.025-0.1% yang biasanya yang
biasanya diberikan pada lesi akne. Antibiotik topikal seperti tetrasiklin 1% dan
klindamisin fosfat 1% yang biasanya diberikan pada tipe pepulopustular.
Pengobatan sistemik dapat diberikan antibiotik sistemik seperti tetrasiklin dan
doksisiklin.
Prognosis pada pasien ini adalah baik, hal ini sesuai dengan kepustakaan
yang menyatakan bahwa umumnya prognosis penyakit ini baik. Pada umumnya
prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya dimulai pada awal
onset munculnya akne. Pada kebanyakan kasus, akne biasanya sembuh secara
spontan ketika melewati usia remaja dan memasuki usia 20an.

DAFTAR PUSTAKA
1. Andrianto, P., dan Sukardi, E., 1988, Kapita Selekta Dermato-Venerologi, Akne
Vulgaris, EGC, Jakarta, Hal : 132-135.
2. Strauss, J. S., 1991, Acne & Rosacea, Dermathology, Ed. Milton Orkin, dkk.,
firs edition, Alarge Medical Book, Hall International Inc., Minnesota, Hal :
332-339.
3. Wasitaatmadja, S., 2002, Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofema, Ilmu
Penyakit kulit Dan Kelamin, Ed. Adhi Djuanda, Edisi ke-3, Cetak ulang 2002
dengan perbaikan, FKUI, Hal :235-241.
4. Widjaja, E., 2000, Rosasea dan Akne Vulgaris, Ilmu Penyakit Kulit, Ed.
Marwali Harahap, Cetakan 1, Hipokrates, Jakarta, Hal :31 45.
5. Siregar , R. S., Akne Vulgaris, Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Ed.
Carolin wijaya & Peter Anugrerah, Cetakan III, EGC, Jakarta, Hal : 209 214.
6. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and
Acneiform Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A,
Leffell D, eds. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7 th ed. New
York: McGraw-Hill; 2008. p: 690-703.
7. James WD, Berger TG, Eston DM, Acne. In: James WD Berger TG, Eston DM.
Andrews diseases of the skin, 10th ed. WB Saunders Company, Canada.2011;
231-39.

8. Zaenglein L. Andrea, et al. Acne Vulgaris and Acneiform Eruptions. In:


Dermatology in General Medicine Fitzpatricks. The McGraw-Hill Companies,
Inc. 2008; 690-700.
9. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 May 2015. Available from:
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html
10. Schalock PC. Rosaceae and perioral (periorificial) dermatitis. In: Manual of
Dermatology Therapeutics 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and
Wilkins; 2007. P:175-180
11. Boothroyd, Steve. Topical therapy and formulation priciples. In: Webster GF,
Rawlings AV, eds. Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007.
p:253-256

Anda mungkin juga menyukai