Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Sindroma paraneoplastik adalah sekelompok gangguan klinis yang
berkaitan dengan penyakit keganasan yang tidak berhubungan langsung dengan
efek fisi dari tumor primer ataupun metastasis. Sindroma ini mungkin terjadi
akibat produksi subtansi oleh tumor, deplesi dari substansi normal, ataupun
respon dari host terhadap tumor yang akhirnya menyebabkan timbulnya
gejala.2

2. Patogenesis
Penyebab dari sindrom paraneoplastik belum diketahui. Tetapi secara
umum, terdapat 4 mekanisme patogenesis yaitu:
1. Sekresi hormon yang tidak wajar
Sekresi hormon yang berlebihan terjadi pada beberapa kasus seperti
hiperkalsemia dan SIADH (syndrome of inappropriate secretion of
antidiuretic hormone). Umumnya pada kedua sindroma endokrin ini
terjadiproduksi peptida hormon yang tidak wajar oleh sel tumor. Pada
SIADH terjadi produksi hormon anti-diuretik yang berlebihan. Sementara
itu pada hiperkalsemia terdapat produksi berlebihdari parathyroid hormone
(PTH)-related protein (PTHrP).
2. Konversi metabolik hormon steroid
Banyak sel normal dan nonendokrin maligna yang memproduksi
sejumlah protein hormon yang berfungsi secara autokrin atau parakrin.
Beberapa jenis kanker memproduksi hormon dalam jumlah yang banyak
atau memiliki kemampuan untuk mengubah suatu molekul menjadi bentuk
yang aktif yang pada akhirnya mengakibatkan manifestasi sistemik. Pada

sarkoma dan hepatoma dapat meningkatkan aktivitas aromatase yang


mengubah

androgen

menjadi

estradiol,

sehingga

menimbulkan

ginekomastia. Beberapa keganasan hematologi meningkatkan vitamin D


hidrolase sehingga terjadi peningkatan kalsitriol dan hiperkalsemia.
3. Produksi dan sekresi sitokin
Produksi dan sekresi sitokin berperan dalam beberapa sindrom
paraneoplastik seperti eosinofilia, leukositosis, demam, anoreksia, dan
kakeksia. Pada eosinofilia didapatkan peningkatan serum IL-5, IL-3, IL-2,
dan GM-CSF.
4. Stimulasi produksi antibodi autoimun..
Sindroma paraneoplastik dengan manifestasi neurologis terjadi akibat
terbentuknya kompleks antibodi autoimun.3
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari sindroma paraneoplastik dapat timbul berbulanbulan bahkan bertahun-tahun sebelum kanker terdiagnosis atau dapat timbul
kapanpun dalam perjalanan penyakit kanker.3Sindroma paraneoplastik dapat
mengenai berbagai organ tubuh, yang paling sering dijumpai yaitu endokrin,
hematologi, neurologi, reumatologi, dan dermatologi.1
3.1. Endokrin
Kanker dapat menimbulkan sindroma endokrin atau sindroma hormon
ektopik melalui produksi sitokin, hormon protein, atau prekursor hormon yang
dihasilkan oleh tumor. Jarang kanker dapat memetabolisme steroid menjadi
bentuk aktif yang mampu menimbulkan sindroma paraneoplastik. Umumnya,
pengobatan dari kanker yang mendasari dapat ikut mengobati sindroma
paraneoplastik endokrinologis.3 Umumnya, manifestasi klinis endokrin dari
sindroma paraneoplastik ini baru terdeteksi setelah diagnosis kanker
ditegakkan.1

a) Syndrome of Inapproriate Antidiuretic Hormone Secretion (SIADH)

SIADH, yang memiliki karakteristik berupa hipo-osmotik,


hiponatremia euvolemik, mengenai 1-2% pasien dengan kanker. Kanker
yang berhubungan yaitu, kanker gastrointestinal, esofagus, dan SCLC. 3
Sekitar 10-45% pasien kanker paru small-cell (SCLC) bermanifestasi
SIADH. SIADH pada kasus paraneoplastik terjadi akibat dari peningkatan
produksi antidiuretic hormone (ADH) oleh tumor.5 Status euvolemik pada
SIADH dapat ditegakkan dari tidak ditemukannya hipotensi ortostatik atau
edema, nilai central venous pressure yang normal, nilai asam urat
<4mg/dL, dan nilai blood urea nitrogen (BUN) <10 mg/dL. Pada
hiponatremia euvolemik, nilai sodium urin >40 mmol/L atau osmolalitas
urin >100 mOsm/kg dan hal ini mengindikasikan terjadinya SIADH.6
Gejala yang timbul dari SIADH bergantung pada derajat serta
kecepatan onset hiponatremia. Gejala ringan termasuk sakit kepala,
kelemahan, dan kesulitan mengingat. Kadar sodium <125 mEq/L yang jika
terjadi dalam 48 jam dapat ditandai dengan adanya perubahan status
mental, kejang, koma, depresi pernapasan, dan kematian.6
Terapi efektif untuk SIADH paraneoplastik adalah penatalaksanaan
dari penyakit kanker yang mendasari. Restriksi cairan (<1000 ml/hari)
serta intake garam dan protein yang adekuat perlu dilakukan. Tatalaksana
farmakologis utama pada SIADH adalah demeclocycline dan antagonis
reseptor vasopresin. Demeclocycline dapat mengintervensi respon ginjal
terhadap ADH tanpa restriksi cairan untuk mendapatkan efek ini. Agen
antagonis reseptor vasopresin, bekerja mengatasi hiponatremia dengan
memblok vasopresin arginin untuk berikatan dengan reseptornya sehingga
meningkatkan eksresi cairan bebas.5 Pemberian conivaptan secara
intravena dan tolvaptan secara per oral telah diterima oleh FDA. Koreksi
dari

hiponatermia

memprediksikan

memerlukan

kadar

natrium

monitoring
secara

yang

akurat,

intensif
maka

untuk

dari

itu

penatalaksanaan dari hiponatremia perlu dilakukan di rumah sakit dimana


penilaian kadar natrium dapat dilakukan secara cepat dan berkala.1
b) Hiperkalsemia

Kanker yang berhubungan yaitu, kanker paru non small-cell


(NSCLC), nasofaring, payudara, mieloma, limfoma, dan leukemia. 3
Keganasan dengan hiperkalemia terjadi pada 10% pasien kanker stadium
lanjut dan umumnya berkaitan dengan prognosis yang buruk. 7 Nilai 30
day mortality rate pada pasien kanker dengan hiperkalsemia mendekati
50%. Sekresi dari parathyroid hormone (PTH)-related protein (PTHrP)
oleh sel tumor terjadi pada 80% kasus dan paling banyak terjadi pada
tumor sel skuamosa. Sementara itu, untuk 20% kasus sisanya,
hiperkalemia terjadi secara langsung akibat aktivitas osteolitik dari adanya
metastasis tulang. Mekanisme ini biasanya terjadi pada kanker payudara,
mieloma multipel, dan limfoma. Mekanisme lain yang jarang terjadi yaitu
sekresi vitamin D oleh tumor yang berkaitan dengan limfoma tertentu atau
sekresi PTH dari tumor ektopik.8
Manifestasi klinis dari hiperkalemia yaitu, mual, muntah, letargi,
gagal ginjal, dan koma. Beratnya gejala yang muncul tidak hanya
bergantung dari derajat hiperkalemia (kadar kalsium >14 mg/dL dianggap
derajat berat), tetapi juga kecepatan onset serta fungsi neurologis dan
ginjal

pasien.

Pada

pasien

kanker

dengan

hiperkalsemia,

hasil

laboratorium menunjukkan peningkatan kadar kalsium, kadar PTH rendahnormal, dan sering kali kadar PTHrP yang tinggi.7
Sama halnya dengan SIADH, penatalaksanaan yang efektif adalah
dengan mengobati kanker yang mendasari. Penting pula untuk
menghentikan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan hiperkalsemia
seperti suplemen kalsium, vitamin D, diuretik tiazid, antasid yang
mengandung kalsium, dan litium. Terapi lini utama pada hiperkalsemia
adalah koreksi cairan dengan normal saline, yang akan meningkatkan
glomerular filtration rate (GFR) dan menghambat reabsorpsi kalsium di
ginjal. Loop diuretik juga dapat ditambahkan setelah resusitasi cairan.
Pada penatalaksanaan ini perlu diperhatikan pencegahan terjadinya
dehidrasi. Bifosfonat intravena seperti pamidronate dan zoledronate juga
dapat diberikan karena dapat menghambat resorpsi osteoklas dan memiliki
efikasi yang tinggi.8 Pemberian kortikosteroid juga dapat menurunkan
6

absorpsi kalsium pada saluran pencernaan. Selain bifosfonat, kalsitonin,


yang bekerja dengan menghambat resorpsi tulang dan meningkatkan
eksresi kalsium di ginjal dapat diberikan pada pasien dengan penyakit
ginjal karena bifosfonat tidak aman diberikan.7 Galium nitrat diberikan
pada kasus yang tidak respon dengan bifosfonat. Hemodialisis merupakan
terapi efektif pada pasien dengan penyakit ginjal dan jantung yang
intoleran terhadap pemberian cairan dalam jumlah besar dan bifosfonat.8
c) Sindroma Cushing
Kanker yang berhubungan yaitu, kanker paru small-cell (SCLC),
karsinoid, timoma, dan tiroid medullary.3Sekitar 5-10% kasus Sindroma
Cushing (hiperkortisolisme) adalah paraneoplastik dan sebanyak 50-60%
di antaranya terjadi pada tumor paru neuroendokrin (SCLC dan karsinoid
bronkhial). Manifestasi sindroma Cushing ini biasa terjadi sebelum
diagnosis kanker ditegakkan.1
Sindroma Cushing paraneoplastik terjadi akibat peningkatan
sekresi hormon adrenokortikotropik atau corticotropinn releasing factor
oleh tumor. Hal ini menyebabkan produksi kortisol oleh kelenjar adrenal.
Secara klinis dapat ditemukan adanya hipertensi, hipokalemia, kelemahan
otot, dan edema anasarka. Obesitas sentral lebih sering ditemukan pada
sindroma Cushing non paraneoplastik. Pada hasil laboratorium, kadar
kortisol >29 g/dl, kadar free cortisol pada urin >47 g/24 jam, dan kadar
hormon adrenocortikoropik >100 ng/L.9
Di samping pengobatan dari penyakit kanker yang mendasari,
terapi farmakologis lini pertama yang dapat diberikan yaitu inhibisi
langsung dari produksi steroid. Obat-obatan ini termasuk ketoconazole,
mitotane, metyrapone, dan aminoglutethimide.Agen hipertensi dan
diuretik juga dapat diberikan dalam kasus ini dengan monitoring kadar
potasium. Pilihan lain yang jarang digunakan adalah ocreotide yang
bekerja dengan menghambat pelepasan hormon adrenokortikotropik dan
etomidate yang bekerja dengan menghambat produksi steroid sehingga
menurunkan kadar kortisol pada pasien yang tidak dapat mengonsumsi
obat secara oral. Mifepristone, yang berikatan secara kompetitif dengan

reseptor glukokortikoid juga telah terbukti dalam terapi sindroma


Cushing.10 Jika terapi farmakologis tidak berhasil, tindakan adrenalektomi
dapat dipertimbangkan.1
d) Hipoglikemia
Kanker yang berhubungan dengan hipoglikemia yaitu, sarkoma
dan hepatoma.3Hipoglikemia yang berkaitan dengan tumor jarang
ditemukan dan dapat disebabkan akibat produksi insulin oleh sel islet
tumor

atau

dapat

(paraneoplastik)

dan

tumor

ekstrapankreatik.

Hipoglikemia ini kemudian disebut sebagai nonislet cell tumor


hypoglycemia (NICTH), muncul dengan episode hipoglikemia rekuren
atau konstan (kadar glukosa <20 mg/dL) dan biasanya terdapat pada
pasien dengan kanker stadium lanjut.1 Hipoglikemia ini dapat diprediksi
sebagai adanya penyakit kanker yang mendasari.11
NICTH biasanya terjadi akibat produksi IGF-2 oleh tumor atau
dapat juga terjadi akibat produksi insulin oleh tumor. Pada hasil
laboratorium untuk NICTH ditemukan kadar insulin yang rendah
(biasanya <1.44-3.60 IU/mL), kadar C-peptida yang rendah (biasanya
<0.3 ng/mL), kenaikan rasio IGF-2:IGF-1 (biasanya >10:1). Untuk
insulinomas: glukosa rendah, insulin meningkat, C-peptida meningkat,
rasio IGF-2:IGF-1 normal.11
Terapi optimal untuk mengatasi NITCH yaitu dengan mengobati
penyakit kanker yang mendasari. Jika terapi ini sulit dilakukan, target dari
terapi adalah untuk mengontrol kadar glukosa darah. Pada keadaan akut,
oral dan/atau parenteral dekstrosa dapat diberikan. Satu ampul dekstrosa
50% (D50) yang mengandung 25 gram dekstrosa dalam 50 ml dapat
menaikkan kadar gula darah dengan segera. Glukosa yang diberikan secara
oral juga dapat menaikkan glukosa darah dalam 15-3 menit. Untuk episode
hipoglikemia rekuren atau kronik dapat diberikan corticosteroids, growth
hormone, diazoxide, octreotide,atau glucagon.11
e) Onkogenik osteomalasia
Gambaran klinisnya berupa hipofosfatemia, penurunan vitamin D,
osteopeni, nyeri tulang. Terjadi akibat peningkatan eksresi fosfat di ginjal.
Kanker yang berhubungan yaitu, sarkoma, prostat, SCLC.3

f) Akromegali
Gambaran klinisnya berupa raut muka yang kasar, peningkatan
ukuran

kaki/tangan.

Penyebabnya

adalah

peningkatan

hormon

pertumbuhan, GHRH (growth hormone-releasing hormone). Kanker yang


berhubungan yaitu, paru, lambung, payudara, dan karsinoid.3
g) Ginekomastia
Gambaran klinisnya berupa pembesaran payudara pada laki-laki.
Penyebabnya adalah peningkatan aktivitas aromatase. Kanker yang
berhubungan yaitu, hepatoma dan sarkoma.3

Sindroma

Gejala Klinis

Hasil Laboratorium

SIADH

gait disturbances,
sering terjatuh, sakit
kepala, nausea, fatigue,
keram otot, anoreksia,
konfusi, letargi, kejang,
depresi pernafasan,
koma

Hiponatremia: ringan,
sodium 130-134 mEq/L;
sedang, sodium 125-129
mEq/L, kenaikan
osmolalitas urin (>100
mOsm/kg dalam konteks
hiponatermia non
hipovolemik)

Gangguan mental,
kelemahan, ataksia,
letargi, hipertoni, gagal
ginjal, nausea, muntah,
hipertensi, bradikardi

Hiperkalsemia: ringan,
kalsium 10.5-11.9 mg/dL;
sedang, kalsium 12.0-13.9
mg/dL; berat, kalsium
14.0 mg/dL, kadar PTH
yang rendah-normal (<20
pg/mL), Kenaikan kadar
PTHrP

Hiperglikemia

Kanker yang
Berhubungan
SCLC,
mesothelioma, bulibuli, uretra,
endometrium,
prostat, orofaringeal,
timoma, limfoma,
sarkoma Ewing, otak,
GI, payudara, adrenal

Payudara, mieloma
multipel, sel renal,
squamous cell
cancers (terutama
paru), limfoma
(termasuk HTLVyang berkaitan
dengan limfoma),
ovarium,
endometrium

Pilihan Pengobatan

Restriksi cairan (biasanya


<1000 mL/d), intake garam da
protein yang adekuat,
demeclocycline 300-600 mg 2x
po, conivaptan 20-40 mg/hari
IV, tolvapan 10-60 mg/hari po
Hipertonik saline (3%) <1-2
mL/kg/jam
Normal saline 200-500 ml/jam
furosemid 20-40 mg IV (hany
dengan resusitasi cairan yang
adekuat), pamidronate 60-80
mg IV, zoledronate 4 mg IV,
prednison 40-100 mg /hari po
(untuk limfoma, mieloma),
kalsitonin 4-8 IU/kg SC atau IM
setiap 12 jam, mithramycin 25
g/kg IV
(biasanya membutuhkan dosis
multipel) gallium nitrate 100200 mg/m2/hari IV berlanjut
hingga 5 hari, hemodialisis

Sindroma
Cushing

Hipoglikemia

kelemahan otot, edema


perifer, hipertensi,
kenaikan berat badan,
obesitas sentral

Hipokalemia (biasanya < 3.0


mmol/L), kenaikan kadar
serum kortisol (>29.0
g/dL), Kenaikan kadar
ACTH tengah malam (>100
ng/L) tanpa supresi dari
penggunaan deksametason

SCLC, bronchial
carcinoid (tumor
paru neuroendokrin
dengan 50-60%
kasus sindroma
Cushing), timoma,
medullary thyroid,
GI, pankreas,
adrenal, ovarium

palpitasi, rasa lapar,


kelemahan, kejang,
konfusi, koma

Untuk non-islet cell tumor:


hipoglikemi dengan glukosa
rendah, insulin rendah
(biasanya <1.44-3.60
IU/mL), kadar C-peptida
yang rendah (biasanya <0.3
ng/mL), kenaikan rasio IGF2:IGF-1 (biasanya >10:1).
Untuk insulinomas: glukosa
rendah, insulin meningkat,
C-peptida meningkat, rasio
IGF-2:IGF-1 normal

Mesotelioma,
sarkoma, paru, GI

Ketoconazole 600-1200
mg/hari/po, ocreotide 600-150
g/hari SC, atau ocreotide long
acting release 20-30 mg IM
setiap bulan, aminoglutethimid
0.5-2 gram/hari/po, metyrapon
0.5-8 gr/hari/po, etonidate 0.3
mg/kg/hari/po, mifepristone 10
20 mg/kg/hari/po,
adrenalektomi
Glukosa (oral, parenteral),
deksametason 4 mg 2 atau 3x
sehari prednison 10-15 mg/har
diaxozide 3-8 mjg/kg/hari/po
dibagi dalam 2 atau 3 dosis,
infus glukagon 0.06-0.3
mg/jam/IV, octreotide ~50-150
g/hari/SC atau octreotide LAR
20-30 mg IM setiap bulan
(biasanya dengan
kortikosteroid), human growth
hormone2 U/hari/SC (biasany
dengan kortikosteroid)

Tabel 1.Sindroma Paraneoplastik Endokrin1

3.2. Hematologi
Kelainan hematologi pada sindroma paraneoplastik jarang simptomatik.
Kondisi ini biasanya baru terdeteksi setelah diagnosis kanker ditegakkan dan
biasanya ditemukan pada kasus stadium lanjut. Kondisi ini jarang membutuhkan
terapi spesifik dan mungkin dapat membaik dengan mengobati penyakit kanker
yang mendasari.
a) Eosinofilia
Eosinofilia sekunder pada sindroma paraneoplastik terjadi akibat
produksi eosinophil growth factors IL-3, IL-5, dan GM-CSF. Pada pasien
mungkin ditemukan adanya kenaikan kadar serum IL-3, IL-5, dan GMCSF, sama halnya dengan kenaikan kadar IL-2, kemoatraktan eosin.
Kanker yang paling banyak berhubungan yaitu, limfoma dan leukemia.
Eosinofilia paraneoplastik biasanya asimptomatik, tetapi pada kasus

10

tertentu dapat ditemukan wheezing dan dyspnea, yang biasanya respon


dengan terapi kortikosteroid. Setelah pengobatan kanker yang berhasil,
adanya eosinofilia kembali dapat mengindikasikan adanya tumor yang
rekuren.1
b) Granulositosis
Granulositosis paraneoplastik terjadi pada 15% pasien dengan
tumor solid. Leukosit biasanya berkisar antara 12-30 109/L tetapi pada
kasus tertentu dapat melebihi 50 109/L. Pada studi terbaru yang
mengambil data dari 750 pasien dengan kanker, ditemukan etiologi dari
terjadinya leukosistosis yaitu, hematopoietic growth factors (69%), infeksi
(15%), paraneoplastik (10%), glukokortikoid atau vasopresor (5%), dan
leukemia (1%). Untuk menyingkirkan berbagai diagnosis banding
penyebab dari leukosistosis dapat dilakukan beberapa tes termasuk
erythrocyte sedimentation rate, C-reactive protein (meningkat pada
inflamasi dan infeksi), dan leukocyte alkaline phospatase (rendah ada
CML).1
Granulositosis paraneoplastik biasanya berhubungan dengan
kanker paru khususnya non small cell lung cancer (NSCLC), juga pada
kanker

gastrointestinal,

otak,

payudara,

ginjal,

dan

ginekologi.

Mekanismenya masih belum dipahami. Leukositosis mungkin terjadi dari


adanya keterlibatan sumsum tulang pada penyakit kanker yang mendasari.
Granulositosis paraneoplastik tidak membutuhkan terapi spesifik.1
c) Pure Red Cells Aplasia
Pure red cells aplasia paraneoplastik paling banyak berkaitan
dengan timoma dan dapat juga ditemukan pada kanker lain seperti
limfoma dan leukemia. Peningkatan T-large granular lymphocytes
menyebabkan disfungsi autoimun eritropoiesis. Pure red cells aplasia juga
mungkin terjadi akibat adanya defek stem cell.1
Pengobatan dari keadaan ini berfokus pada terapi kanker dan
imunosupresi.

Beberapa

terapi

pilihan

yaitu,

corticosteroids,

antithymocyte globulin, azathioprine, cyclosporine A, cyclophosphamide,


dan antibodi monoklonal alemtuzumab, rituximab, pertukaran plasma, dan
11

terapi androgen. Pada kasus timoma, gejala ini mungkin hilang setelah
timektomi dan terapi imunosupresi dibutuhkan pasca operasi.1
d) Trombositosis
Sekitar 35% pasien trombositosis dengan platelet >400 109/L
menderita penyakit keganasan. Trombositosis paraneoplastik terjadi akibat
produksi IL-61 oleh tumor dan juga mungkin disebabkan karena produksi
trombopoietin yang berlebihan atau dapat disebabkan oleh kelainan
sekunder seperti inflamasi, perdarahan, dan anemia hemolitik. 3 Kanker
yang berhubungan yaitu, limfoma dan tumor padat. Tidak ada terapi
spesifik untuk trombositosis paraneoplastik. Trombositosis biasanya
dikaitkan dengan kanker stadium lanjut dengan klinis yang lebih buruk.1
e) Trombositopenia
Kadar trombosit yang menurun didapatkan karena adanya antibodi
terhadap trombosit. Kanker yang berhubungan yaitu, limfoma.3
f) Anemia
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan hemoglobin,
hematokrit, skistositosis, dan penurunan prekursor eritroid. Anemia terjadi
karena penurunan relatif eritropoietin, hemolisis autoimun, pure red cells
aplasia. Anemia dapat terjadi pada semua kanker.3
g) Eritrositosis
Pada

pemeriksaan

laboratorium

didapatkan

peningkatan

hemoglobin/hematokrit. Hal ini disebabkan peningkatan eritropoietin.


Kanker yang berhubungan yaitu, kanker ginjal dan hepatoma.3
h) Reaksi leukomoid
Pada pemeriksaan

laboratorium

didapatkan

leukositosis

>20.000/mm3. Reaksi ini disebabkan oleh sitokin dan dapat terjadi pada
semua kanker.3
i) Tromboemboli
Gambaran klinisya berupa migratory thrombosis,sterile valvular
vegetations, emboli sistemik, CVA (cerebrovascular accident). Hal ini
terjadi akibat ketidakseimbangan antara koagulasi dan fibrinolisis,
peningkatan katabolisme fibrinogen dan trombosit, penurunan kadar AT

12

III, protein C dan protein S. Kanker yang berhubungan yaitu, kanker


gastrointestinal, adenokarsinoma musinus.3
j) DIC (Disseminated Intravascular Coagulopathy)
Gambaran klinisnya berupa peningkatan PT (protrombin time),
PTT (partial thromboplastin time), fibrinogen, trombositopenia, D-dimer.
Penyebabnya adalah peningkatan ikatan protein aneksin II dengan
fosfolipid. Kanker yang berhubungan yaitu, AML dan tumor padat.3
Sindroma

Eosinofilia

Granulositosis

Pure Red
Cells Aplasia

Trombositosis

Gejala Klinis

Hasil Laboratorium

Kanker yang
Berhubungan

Pilihan Pengobatan

Dispnea, wheezing

Hipereosinofilia (>0.5
109/L); peningkatan serum
IL-5, IL-3, IL-2, dan GMCSF

Limfoma Hodgkin
dan non-Hodgkin,
CML, ALL, paru,
tiroid, GI, ginjal,
payudara, ginekologi

Kortikosteroid (inhale dan ora


prednison 1mg/kgBB/hari)

Asimptomatik

Granulosit (neutrofil)
>8x106/L, biasanya tanpa
peningkatan neutrofil
imatur; peningkatan LAP,
G-CSF

GI, paru, payudara,


ginekologi, saluran
kemih, otak, limfoma
Hodgkin, sarkoma

Tidak ada pengobatan spesifik

Anemia (hematokrit <20,


retikulosit rendah/tidak ada,
pada sumsum tulang tidak
ada prekursor eutiroid,
platelt dan WBC normal)

Timoma, leukemia,
limpoma, sindroma
mielodisplastik

Transfusi darah, prednison


1mg/kgBB/hari/po,
antithymocyte globulin 500
mg/hari/IV (dengan
kortikosteroid atar
cyclophosphamide),
cyclosporine A 100 mg/po 2x1
cyclophosphamide 1-3
mg/kgBB/hari/po, rituximab
375 mg/m2/IV/dosis,
alemtuzumab 30 mg/IV/dosis
plasma exchange, splenoktom

Peningkatan jumlah platelet


>400x109/L; peningkatan
serum IL-6

GI, paru, payudara,


ginekologi, limfoma,
sel renal, rostat,
mesotelioma,
glioblastoma, kepala
dan leher

Tidak ada pengobatan spesifik

Dispnea, pallor,
fatigue, syncope

Asimptomatik

Tabel 2. Sindroma Paraneoplastik Hematologi1

13

BAB III
KESIMPULAN

Sindroma paraneoplastik adalah sekelompok gangguan klinis yang


berkaitan dengan penyakit keganasan yang tidak berhubungan langsung dengan
efek fisi dari tumor primer ataupun metastasis. Sindroma ini mungkin terjadi
akibat produksi subtansi oleh tumor, deplesi dari substansi normal, ataupun respon
dari host terhadap tumor yang akhirnya menyebabkan timbulnya gejala.Penyebab
dari sindroma paraneoplastik belum diketahui sepenuhnya, tetapi terdapat 4
mekanisme patogenesis yaitu, sekresi hormnon yang tidak wajar, konversi
metabolik hormon steroid, produksi dan sekresi sitokin, serta stimulasi produksi
antibodi autoimun. Kelainan ini dapat mengenai berbagai organ tubuh, keadaan
yang paling sering dijumpai yaitu SIADH, hiperkalsemia, eosinofilia,
trombositosis, dan kelainan endokrin, hematologi, neurologi serta dermatologi
lainnya.
Insidensi dari sindroma paraneoplastik akan terus meningkat seiring
dengan

semakin

bertambahnya

jumlah

penderita

kanker

dan

semakin

berkembangnya terapi dari kanker tersebut sehingga penderita kanker kini dapat
hidup lebih lama. Saat ini sindroma paraneoplastik telah dapat terdiagnosis
dengan baik, memiliki patogenesis yang cukup jelas, dan memiliki berbagai
pilihan pengobatan yang efektif. Kemampuan dalam mengenali serta mengobati
sindroma paraneoplastik diharapkan dapat memberikan berbagai keuntungan
seperti deteksi dini dari kanker, meningkatnya kualitas hidup pasien, dan
meningkatnya kualitas pengobatan tumor secara langsung.

14

Anda mungkin juga menyukai