Inkontinensia
urin
tipe
urgensi,
yaitu
ditandai
dengan
3.
4. EEG : Terdiri atas gelombang campuran alfa, teta dan delta. Terlihat
adanya kumparan tidur dan kompleks K.
EOG : Tidak terdapat aktivitas bola mata yang cepat.
EMG : Kadang-kadang terlihat peningkatan tonus otot secara tibatiba, menunjukkan bahwa otot-otot tonik belum seluruhnya dalam
keadaan rileks.
5. Stadium III
EEG : Persentase gelombang delta antara 20- 50 %. Tampak
kumparan tidur.
EOG : Tidak tampak aktivitas bola mata yang cepat.
EMG : Gambaran tonus otot yang jelas dari Stadium II.
6. Stadium IV
EEG : Persentase gelombang delta mencapai lebih dari 50%. Tampak
kumparan tidur.
EOG : Tidak tampak aktivitas bola mata yang cepat
EMG : Tonus otot menurun dari pada stadium sebelumnya.
7. Stadium REM (Rapid Eye Movement)
EEG : Terlihat gelombang campuran alfa, beta dan teta. Tidak tampak
gelombang delta, kumparan tidur dan kompleks K.
EOG : Terlihat gambaran REM yang lebar
EMG : Tonus otot sangat rendah. Frekuensi di tinggi dan ereksi.
Stadium I dan II disebut sebagai tidur ringan, sedangkan Stadium III
dan IV sebagai tidur dalam. Stadium I, II, III dan IV disebut Stadium non
REM (NREM).
Stadium REM dikatakan sebagai tidur ringan, sehingga stadium ini
juga disebut sebagai paradoxical leep. Pada stadium REM, individu
mengalami peristiwa mimpi dengan intensitas tinggi sehingga panca indera
ikut terangsang.
Terdapat perubahan tidur secara subjektif dan objektif pada usia
lanjut. Survei epidemiologic menunjukkan bahwa pada usia lanjut yang
tinggal di rumah atau panti werda menunjukkan bahwa 15- 75 persen dari
mereka tidak puas dalam lamanya dan kualitas tidur malam. Pada usia lanjut
wanita sehat secara subjektif lebih merasakan kesulitan tidur dari pada pria.
Yang paling mencolok pada karakteristik tidur pada usia lanjut ialah
konfirmasi poligrafik pada upaya setelah dimulai tidur. Struktur tidur pada
usia lanjut berubah dengan meningkatnya stadium I sehingga terjadi
fragmentasi atau disrupsi dari struktur tidur. Berkurangnya tidur mempunyai
dampak pada pemulihan fungsi tidur.
Orang lanjut usia membutuhkan waktu lebih lama untuk msuk tidur
(berbaring lama di temnpat tidur sebelum tertidur) dan mempunyai lebih
sedikit/lebih pendek waktu tidur nyenyaknya. Pada usia lanjut juga terjadi
perubahan pada irama sirkadian tidur normal yaitu menjadi kurang sensitif
dengan perubahan gelap dan terang. Dalam irama sirkadian yang normal
terdapat peranan pengeluaran hormon dan perubahan temperatur badan
selama siklus 24 jam. Ekskresi kortisol dan GH meningkat pada siang hari
dan temperatur badan menurun di waktu malam. Pada usia lanjut, ekskresi
kortisol dan GH serta perubahan temperatur tubuh berfluktuasi dan kurang
menonjol. Melatonin menurun dengan meningkatnya umur (Sudoyo, 2006).
Penelitian lain menunjukkan kualitas tidur usia lanjut yang sehat,
juga tergantung pada bagaimana aktivitasnya pada siang hari. Bila siang hari
sibuk dan aktif sepanjang hari, pada malam hari tidak ada gangguan dalam
tidurnya, sebaliknya bila siang hari tidak ada kegiatan dan cenderung tidak
aktif, malamnya akan sulit tidur (Sudoyo, 2006).
Apa sajakah efek samping dari penggunaan obat tidur dalam jangka
panjang?
Obat tidur memiliki berbagai efek samping seperti rasa kantuk
berkepanjangan keesokan paginya, mulut kering, kebingungan, lupa,
pusing, sakit kepala, sembelit, nyeri otot, dan insomnia lanjutan. Bila
pasien memiliki alergi, obat tidur juga dapat membuat wajah
membengkak, memori yang tidak stabil, dan halusinasi.
Apa Drug of Choice obat tidur pada LANSIA? Keadaan seperti apa yang
harus diberi obat tidur?
Pada lansia yang mengalami gangguan tidur pada dasarnya lebih
baik memberi tata laksana terlebih dahulu untuk penyakit yang
menyebabkan gangguan tidur pada lansia. Hal ini dikarenakan adanya
penurunan fungsi organ tubuh pada lansia sehingga sebisa mungkin
meminimalisir obat yang masuk. Selain itu, menjaga pola hidup sehat
lebih disarankan bagi lansia yang mengalami gangguan tidur
dibandingkan mengkonsumsi obat tidur dalam jangka waktu lama.