Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TEORI DAN STUDI EMPIRIS TENTANG


PENGUKURAN KINERJA BUMN SERTA IMPLEMENTASI
GOOD CORPORATE GOVERNANCE
II.1 EKONOMI SEKTOR PUBLIK DAN PERAN PEMERINTAH
Peran pemerintah dalam perekonomian negara sering dinilai tidak proporsional.
Pemikiran ini boleh jadi merupakan awal dari tumbuh dan berkembangnya konsep
mekanisme pasar. Namun konsep ini akan keliru ketika diartikan bahwa pemerintah tidak
berhak sama sekali campur tangan dalam perekonomian. Peran pemerintah tetap
dibutuhkan walaupun hanya pada batas dan kadar tertentu saja. Adapun yang dimaksud
dengan pemerintah adalah organisasi (dari atas ke bawah, susunan hierarki) yang bertujuan
untuk mengejar tujuan bersama dan sah secara politik untuk menggunakan kekuasaan
melalui peraturan tertentu (Wolfgang Kasper dan Manfred E. Streit).
Pada dasarnya, pemerintah diharapkan untuk dapat menjalankan beberapa peran
pokok. Adapun beberapa peran pokok tersebut adalah:
Melindungi kebebasan/ kemerdekaan dari warganya
Memproduksi barang publik (public goods)
Meredistribusikan hak kepemilikan
Berdasarkan uraian di atas, tampak ada dua peran yang sangat berkaitan dengan
perekonomian yaitu peran pemerintah dalam memproduksi public goods dan
meredistribusikan hak kepemilikan. Terminonologi public goods sendiri adalah mengacu
pada seluruh barang atau jasa yang besifat non excludable dan non rival consumption
(dapat diakses oleh setiap orang dengan bebas tanpa persaingan pada waktu yang

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

35

bersamaan) seperti contohnya : pertahanan negara. Sedangkan peran pemerintah dalam


meredistribusikan hak kepemilikan mengacu pada upaya pemerintah dalam menekan
eksternalitas (negatif) yang mungkin terjadi ketika suatu aktivitas perekonomian
berlangsung.
Namun di luar beberapa peran di atas, pemerintah juga dapat berperan dalam
mengatasi kegagalan pasar sebagai akibat ketidakmampuan mekanisme pasar yang tersedia
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat maupun karena alasan-alasan lainnya seperti
faktor institusi/ kelembagaan dan historis. Hal inilah yang berlangsung ketika pemerintah
terjun langsung dalam menyediakan barang dan jasa yang dinilai esensial bagi kepentingan
masyarakat banyak.5 Secara umum, barang dan jasa yang dikategorikan esensial tersebut
mencakup :
1. Public Utilities yang meliputi energi, komunikasi, dan transportasi. Adapun
contoh konkret dari public utilities, antara lain : listrik, air, gas, radio, televisi,
telepon, jasa pos, jasa penerbangan, jalan raya, dan sebagainya.
2. Basic good industries, yaitu usaha produksi atas hasil-hasil pertambangan
seperti minyak, energi atom, besi, baja, dsb.
3. Finance atau jasa lembaga keuangan yang dikelola pemerintah.
4. Pertanian.
5. Pendidikan dan kesehatan.
Di Indonesia, peran pemerintah dalam sejumlah kegiatan penyediaan barang dan jasa
esensial tersebut cukup nyata melalui kehadiran Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Berikut ini adalah contoh dari beberapa BUMN yang bergerak dalam beberapa bidang
yang telah disebutkan di atas :

Klasifikasi barang dan jasa yang dinilai esensial ini disampaikan oleh Dieter Bos dari University of Bonn, Bonn pada
buku yang berjudul Handbook of Public Economics, vol 1, dengan editor pada buku tersebut A.J. Auerbach dan M.
Feldstein.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

36

Bidang perbankan : PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia


Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, dll.
Bidang telekomunikasi : Perum Produksi Film Negara (PFN), dan PT
Telekomunikasi Indonesia Tbk.
Bidang energi : PT Perusahaan Gas Negara Tbk, PT Perusahaan Listrik
Negara, PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk, dll.
Bidang pertanian : PT Pertani dan PT Sang Hyang Seri (SHS)
Namun, ada satu lagi peran pemerintah yang cukup sentral dan bahkan tersirat secara
langsung dalam definisi pemerintah di atas. Peran tersebut sehubungan dengan
kapasitasnya dalam mengunakan kekuasaan terutama melalui peraturan dan kebijakan yang
diambilnya. Adapun peraturan dan kebijakan tersebut merupakan bagian dari apa yang
dinamakan faktor institusi/ kelembagaan. Perkembangan faktor institusi pun semakin nyata
tidak dapat dipisahkan dari peran pemerintah sebagai regulator, termasuk ketika institusi
yang diciptakan tersebut salah satunya berbicara mengenai isu dalam perekonomian.
II.2 EKONOMI KELEMBAGAAN ( INSTITUTIONAL ECONOMICS )
Salah satu faktor yang tidak terlepas dari setiap interaksi manusia termasuk dalam
aktivitas perekonomiannya adalah kehadiran institusi. Institusi sendiri merupakan batasan
yang menyusun interaksi antar manusia (Douglass North)6. Definisi lain dari institusi
adalah peraturan yang diterapkan dalam suatu masyarakat atau komunitas (Wolfgang
Kasper dan Manfred E. Streit)7. Kehadiran institusi telah mampu mendorong nasabah bank
untuk berani mendepositokan uangnya di bank yang mana nasabah tersebut tidak memiliki
informasi yang relatif sempurna tentang bank tersebut termasuk prilaku pegawainya.
Kondisi serupa juga terjadi ketika pasien mempercayakan dirinya untuk ditangani oleh
dokter yang sebelumnya bahkan tidak dikenal oleh pasien tersebut. Berdasarkan sekelumit
6
7

Douglass North, Economic Performance Throgh Time, Prize Lecture, hal. 1, diakses dari http:/www.nobleprize.org.
Wolfgang Kasper dan Manfred E. Streit, Institutional Economics: Social Order and Public Policy, hal 2-3.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

37

contoh di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa baik nasabah maupun pasien tersebut
merasa aman dalam melakukan aktivitas (transaksi) mereka karena adanya institusi yang
melindungi mereka. Institusi di sini berperan penting dalam membatasi perilaku oportunis
yang amat mungkin terjadi dalam hubungan antar manusia. Namun institusi saja ternyata
belum cukup untuk mencegah prilaku oportunis tersebut, sehingga pemberian sanksi yang
tegas bagi setiap pelanggaran yang terjadi dianggap perlu. Institusi semata tanpa penerapan
sanksi yang tegas, hanya menjadi suatu usaha yang tampak sia-sia.
Jika diteliti lebih jauh, pada awalnya hubungan penting antara biaya transaksi,
institusi dan teori neo-klasikal diperkenalkan oleh Ronald Coase dalam bukunya The
Nature of Firm. Ia juga mencoba menjelaskan hubungan antara kehadiran institusi dengan
tercapainya kesehjateraan suatu bangsa.
Gambar 2-1
Peran Institusi dalam Perekonomian Bangsa
biaya transaksi
turun

Institusi

- sistem hukum
- sistem politik
- sistem sosial
- sist. pendidikan

spesialisasi
meningkat

Produktivitas
ekonomi naik

kesehjateraan

Sumber: The New Institutional Economics, Ronald Coase


Menurutnya, institusi semakin penting ketika terjadi biaya transaksi. Lebih lanjut,
Douglass North, menyimpulkan bahwa jika institusi dianalogikan sebagai aturan

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

38

permainan, maka organisasi termasuk pengusaha di dalamnya adalah pemain. Ia juga


mengklasifikasikan institusi ke dalam batasan formal dan informal.
Gambar 2-2
Jenis Institusi
Institution

Formal
Constraint

Informal
Constraint

- aturan
- konstitusi
- hukum

- konvensi
- norma

Sumber: Economic Performance Through Time, Douglass North


Berdasarkan gambar di atas, tampak bahwa institusi tersebut dapat dibagi ke dalam
dua kelompok besar yaitu batasan yang bersifat formal dan informal. Aturan, konstitusi,
hukum, dan undang-undang di suatu negara adalah bentuk kelembagaan yang batasannya
bersifat formal. Kehadiran Undang-Undang, Perpu, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden dan Keputusan Menteri yang sering ditemui di dalam birokrasi Indonesia juga
adalah bagian dari batasan formal tersebut. Di lain sisi, batasan informal mengacu kepada
halhal yang lebih bersifat tidak resmi (dalam hal ini sering tidak tertulis) namun tetap
diakui sebagai kesepakatan bersama yang harus ditaati/ dijunjung. Di Indonesia sendiri,
batasan informal ini antara lain norma kesopanan, kesusilaan, maupun etika.
Adapun yang dimaksud organisasi adalah sekelompok individu bersama yang dibatasi
oleh tujuan yang sama untuk mencapai tujuan tertentu (Douglass North). Organisasi
tersebut dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok sebagai berikut:
1. Ekonomi, misalnya koperasi dan perusahaan.
2. Pendidikan, misalnya sekolah dan universitas.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

39

3. Sosial, misalnya gereja dan perkumpulan.


4. Politik, misalnya dewan, senat, dan badan pembuat undang-undang.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian kali ini ingin mengetahui peran institusi
(dalam hal ini kebijakan pengukuran tingkat kesehatan BUMN dan penerapan Good
Corporate Governance di tubuh PTPN).

Dua paket kebijakan tersebut ingin dilihat

pengaruhnya terhadap kinerja PTPN khususnya pada aspek keuangannya.


II.3 GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN GOOD GOVERNANCE
Istilah Good Corporate Governance (GCG) dan Good (Public) Governance (GPG),
pada intinya mengacu pada suatu terminologi yang sama yaitu sistem tata kelola
(Governance) yang baik. Perbedaan yang tampak hanyalah kenyataan bahwa GPG sering
dikaitkan dengan sistem pengelolaan sektor publik yang baik. Dan GCG dikaitkan dengan
pengelolaan perusahaan (privat) yang baik. Dengan demikan dapat disimpulkan bahwa
letak perbedaan antara GPG dan GCG adalah pada line of accountability. Oleh karena itu
boleh dikatakan prinsip-prinsip utama GPG dan GCG cenderung tidak jauh berbeda.
Adapun istilah Good Governance sendiri sebenarnya berangkat dari penerapan GCG di
sektor privat.
Jika dirunut ke masa lampau, isu Corporate Governance (Prinsip Tata Kelola) pada
dasarnya bermula dari Cadbury Committee yang memperkenalkan konsep ini melalui
laporannya (Cadbury Report) pada tahun 1992. Namun sebenarnya, konsep ini bukanlah
sesuatu yang baru di sejumlah negara terlebih Eropa dan Amerika. Salah satu tonggak yang
dapat dinilai sebagai pemicu dari berkembangnya konsep Corporate Governance ini
adalah timbulnya masalah-masalah seperti kegagalan bisnis, terbatasnya peran auditor,
creative accounting pada sejumlah perusahaan publik di Inggris pada akhir tahun 1980an.
Adapun definisi Corporate Governance sendiri cukup beragam, berikut ini adalah
beberapa diantaranya yang terdapat dalam buku berjudul Komitmen Menegakkan Good

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

40

Corporate Governance: Praktik Terbaik Penerapan Good Corporate Governance


Perusahaan Publik di Indonesia yang diterbitkan oleh The Indonesian Institute For
Corporate Governance :
1. Organization for Economic Cooperation and Development/ OECD menilai bahwa
Corporate Governance menitikberatkan pada pembagian kewenangan antara semua
pihak yang menentukkan arah dan performance suatu perusahaan. Adapun pihakpihak yang dimaksud di sini merujuk pada board of directors, manajemen dan
pemegang saham. 8
2. Monks dan Minow memandang Corporate Governance sebagai hubungan berbagai
partisipan dalam menentukan arah dan kinerja korporasi.
3. The Indonesian Institute For Corporate Governance berpendapat bahwa Corporate
Governance adalah proses dan sruktur yang diterapkan dalam menjalankan
perusahaan, dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam
jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder yang lain.
II.3.1 Good Corporate Governance dan Konsep Pengukuran Kinerja
Dalam perjalanan suatu entitas bisnis (private), diyakini ada dua kondisi utama yang
dapat memicu persoalan Corporate Governance.9 Adapun kedua kondisi yang dimaksud
tersebut adalah :
1. Agency problem terjadi dalam perusahaan suatu ketika ada konflik kepentingan
dalam tubuh organisasi perusahaan. Konflik kepentingan yang terjadi bisa saja
antara pemilik dan manajer, pemilik dengan pekerja, manajer dengan pekerja atau
pekerja dengan konsumen.

8
Herwidayatmo, Implementasi Good Corporate Governance Untuk Perusahaan Publik Indonesia, Usahawan No. 10
Tahun XXIX Oktober 2000, hal 25. Beliau juga menambahkan bahwa ketiga pelaku utama dalam perusahaan di
Indonesia yang menganut civil law adalah pemegang saham, direksi dan dewan komisaris. Hanya saja perlu diperhatikan
bahwa dalam terminologi corporate governance, fungsi manajemen berada di tangan dewan direksi dan yang dipahami
sebagai board of directors tidak lain adalah dewan komisaris.
9
Oliver Hart, Corporate governance: Some theory and Implications, The Economic Journal Vol. 105, No. 430, hal. 678.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

41

2. Kontrak atau perjanjian ternyata tidak dapat menyelesaikan masalah transaction


cost yang merupakan bagian dari agency problem.
Standar dari teori neo-klasikal mengasumsikan situasi dimana sebuah perusahaan
memandang bahwa setiap individu dalam organisasi dapat diinstruksikan untuk
meminimalkan biaya dan memaksimalkan profit dalam kondisi dimana agency problem
tidak ada. Hal ini terjadi karena individu-individu dalam organisasi tersebut telah
dipersiapkan untuk menjalankan instruksi tanpa dibebani oleh target akan hasil aktivitas
organisasi yang harus dicapai. Selain itu berbagai jenis biaya dan usaha memperoleh
penggantian secara langsung sehingga individu dalam organisasi tidak perlu dimotivasi
lagi melalui pemberian insentif. Governance structure (kepemilikan aset) juga tidak
dibutuhkan dalam hal ini karena masalah ketidaksepakatan (disagreement) dalam
organisasi tidak ditemui. Oleh karena itu tidak berlebihan jika perusahaan sepertinya
diperlakukan sebagai black box dalam teori ini, yaitu dimana rencana produksi yang
bervariasi dengan harga input dan output yang dapat diperkirakan tetapi tetap tidak mampu
menjelaskan bagaimana terjadinya proses produksi tersebut. Di sisi lain ada asumsi bahwa
biaya dan usaha atau upaya (effort choices) adalah suatu yang tampak / nyata menurut
pandangan teori neo-klasikal.
Hal ini berbeda dari principal-agent theory yang mengandaikan bahwa beberapa
biaya adalah informasi pribadi. Kasus yang khas dalam menggambarkan masalah principal
agent antara lain, ketika seorang manajer dipekerjakan oleh pemilik perusahaan untuk
menjalankan usahanya. Dalam uraian matematis, dapat ditunjukkan hubungan antara
kinerja perusahaan yang dilambangkan dengan keuntungan kotor ( gross profit ), , yang
bergantung pada usaha manajer/ managers effort ( e ) dan juga variabel kesempatan/
chance variable ( ), ditentukan setelah e dipilih, sehingga :
= g ( e, )

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

42

Berdasarkan uraian tadi maka pada dasarnya managers effort choice hanya bisa
tampak atau diketahui oleh manajer itu sendiri. Dengan demikian kompensasi manajer
harus disesuaikan dengan keuntungan yang ingin dicapai : I = I ( )

10

. Hal ini terjadi

karena perjanjian yang menyebabkan kompensasi manajer (Managers compesation), I,


fungsi langsung dari e tidak dapat dijalankan. Ilustrasi di atas menggambarkan adanya
trade-off klasik antara insentif dan risk-sharing (pembagian resiko). Ketika tujuan utama
perusahaan adalah untuk memotivasi manajer dalam bekerja keras, maka insentif yang
berupa pemberian kewenangan tinggi, untuk membuat I sangat sensitif

terhadap

menjadi sangat penting. Di lain sisi pemberian insentif berupa kewenangan yang rendah
sebagai batasan untuk membuat I tidak sensitif terhadap ditujukan untuk melindungi
manajer dari resiko. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika sebagian besar literatur
yang menulis principal-agent theory menggangap keseimbangan yang optimal antara
masalah penanggungan resiko (risk-bearing) dan efisiensi adalah sesuatu yang sangat perlu
diperhatikan.
Jika contoh di atas adalah kasus yang menggambarkan principal agent berkaitan
dengan alasan mengapa manajer diberi kompensasi gaji / penghasilan yang sesuai dengan
kinerjanya (performance-related pay) maka kasus lain yang menggambarkan principal
agent problem juga tampak ketika manajer bersikap mempertahankan posisinya, walaupun
ia tidak memiliki kompetensi di bidangnya. Sikap manajer yang hanya memanfaatkan
posisi yang dimilikinya untuk dapat menikmati posisi prestisius, aneka fasilitas dan
pelayanan mewah juga dapat digolongkan sebagai masalah principal agent. Di lain sisi
perlu diwaspadai sikap managerial opportunism yang berupa kesalahan mereka dalam
mengalokasikan dana perusahaan atau bahkan pengambilan alih dari investor. Berdasarkan
seluruh uraian di atas dapat disimpulkan bahwa corporate governance penting sebab

10

Diasumsikan juga bahwa pemilik tidak dapat mengetahui

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

43

berhubungan dengan cara pemasok dana/keuangan/investor memastikan bahwa investasi


yang mereka lakukan dapat memberikan hasil (Andrei Shleifer dan Robert W. Vishny)
dengan demikian mekanisme Good Corporate Governance dibutuhkan untuk memberi
jaminan bahwa investor dapat memperoleh imbalan yang sesuai atas investasi yang mereka
tanamkan.11 Hal ini penting, sebab pada umumnya para investor tidak dapat menjalankan
suatu bisnis secara langsung melainkan mendelegasikan hal tersebut kepada pihak lain
(manajer perusahaan). Berikut ini adalah pendekatan dalam corporate governance yang
mempercayakan pada investor sedikit kekuasaan :
1. Memberi kepuasan pada investor melalui perlindungan hukum terhadap
pengambilan alih yang bisa saja dilakukan oleh manajer seperti memberi
perlindungan terhadap hak minoritas.
2. Kepemilikan oleh para investor besar (kepemilikan terkonsentrasi). Sebagai
informasi corporate governance lebih sering dijalankan oleh para investor besar.
Keberhasilan dalam mengelola perusahaan diyakini tercermin juga dari kinerja
perusahaan itu. Oleh karena itu, adalah hal yang wajar jika salah satu cara untuk menilai
baik buruknya pengelolaan perusahaan adalah dengan menganalisis kinerja yang
dicapainya dalam kurun waktu tertentu. Adapun pengukuran kinerja suatu perusahaan
dapat diartikan sebagai suatu inti dari aktivitas pengawasan. Hal ini pun semakin penting
ketika konsep pengukuran kinerja dipakai sebagai suatu alat untuk mendeteksi kemampuan
perusahaan dalam mengelola usahanya selama ini sekaligus sebagai pertimbangan untuk
menetapkan target dan tujuan perusahaan ke depan.

11

Andrei Shleifer dan Robert W. Vishny, A Survey of Corporate Governance, The Journal of Finance, Vol. 52, No. 2
diakses dari (http://www.jstor.org).

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

44

Menurut Alastair Shaw dari The Foundation For Performance Measurement, ada 4
tujuan yang ingin dicapai dari suatu proses pengukuran kinerja.12 Keempat tujuan itu
adalah sebagai berikut ;
Mengetahui apa yang terjadi dengan perusahaan.
Mengetahui penyebab terjadinya suatu kondisi tertentu pada perusahaan.
Mengetahui kemungkinan dari berlanjutnya suatu kondisi tertentu pada perusahaan.
Mengetahui kebijakan seperti apa yang tepat untuk dilakukan dalam menangani
suatu kondisi tertentu yang terjadi di perusahaan itu.
Secara spesifik, para pakar manjemen membagi pengukuran kinerja dalam beberapa
indikator/ dimensi yaitu:
1. keunggulan komparatif, yaitu bagaimana kemampuan perusahaan dalam
bersaing di pasar.
2. kinerja keuangan, yaitu kemampuan perusahaan dalam mengelola sisi
keuangannya.
3. kualitas pelayanan, yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan upaya
perusahaan dalam memelihara hubungan baik dengan konsumen maupun
pihak-pihak di sekelilingnya. Jika dihubungkan dengan salah satu fungsi
BUMN maka hal ini mencakup Public Service Obligation (PSO) atau
pelayanan yang lebih berorientasi pada fungsi sosial daripada sisi komersial.
4. fleksibilitas, yaitu kemudahan dan ketepatan waktu dalam melaksanakan
kegiatan operasional perusahaan.
5. alokasi sumber daya, berhubungan erat dengan kemampuan perusahaan
dalam mengelola sumber daya yang tersedia untuk mencapai target/tujuan
perusahaan.
12

Alastair Shaw, A Guide to Performance Measurement and Non Financial Performance, diakses dari
(http://www.fpm.com), pada tanggal 5 Febuari 2007.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

45

6. inovasi, berkaitan erat dengan kemampuan perusahaan untuk selalu


memiliki ide baru/ terobosan yang dapat memberi peluang bagi kemajuan
perusahaan.
Tabel berikut adalah menjelaskan indikator dari kinerja dan bentuk pengukuran yang
sesuai untuk setiap indikator:
Tabel 2-1
Bentuk Pengukuran Terhadap Berbagai Indikator Kinerja
Indikator/ dimensi Kinerja

Bentuk Pengukuran

Competitiveness

Pangsa pasar relatif dan posisi

Kinerja Keuangan

Pertumbuhan
penjualan,
likuiditas,
struktur modal dan rasio pasar.

Kualitas Pelayanan

Tk. kepercayaan, kebersihan, keamanan,


kenyamanan, ketersediaan, kemudahan,
dll.
Fleksibilitas volume, kecepatan dan
ketepatan waktu.

Fleksibilitas
Penggunaan Sumber Daya

Produktivitas dan efisiensi

Inovasi

Kinerja dari proses inovasi dan inovasi


individu.

Sumber: A Guide to Performance Measurement and Non Financial Performance, Alastair Shaw.

II.3.2 GOOD GOVERNANCE


Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, isu Good Governance berangkat dari konsep
Good Corporate Governance pada dunia swasta. Adapun yang dimaksud dengan Good
Governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang
substansial dan penerapannya untuk menunjang pembangunan yang stabil dengan syarat
utama efisien dan relatif merata (Loina Lalolo Krina, Bappenas).13 Adapun lembagalembaga menyatakan berbagai pendapat mereka tentang prinsip-prinsip tata pemerintahan
13

Penjelasan mengenai good governance serta beberapa prinsip-prinsipnya dari berbagai pandangan lembaga/ organisasi
diperoleh dari tulisan Loina Lalolo Krina P, yang berjudul Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi
dan Partisipasi, dan ditebitkan oleh Sekretariat Good Public Governance, Bappenas tahun 2003 dan diakses dari
(http://www.goodgovernance>bappenas.go.id/frame_index_2.htm) pada tanggal 15 Maret 2007, hal 5-7.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

46

yang baik (Good Governance) sebagai contoh World Bank berpendapat bahwa
karakteristik Good Governance adalah terbuka, masyarakat sipil yang kuat dan
partisipatoris, birokrasi yang profesional dan aturan hukum, pembuatan kebijakan yang
dapat diprediksi. Sedangkan UNDP menyatakan bahwa karakteristik Good Governance
yaitu kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi, kerja sama dengan institusi dan masyarakat
sipil, manajemen sektor publik yang efisien, akuntabilitas, birokratis dan keuangan, sistem
yudisial yang adil dan dapat dipercaya, serta legitimasi politik.
Adapun Indonesia mulai memperhatikan konsep Good Governance terutama ketika
krisis ekonomi mulai menggerogoti Indonesia pada tahun 1997. Tata kelola pemerintahan
yang buruk diyakini menjadi sumber dari kemerosotan bangsa ini khususnya di bidang
politik, sosial, ekonomi dan keamanan. Berdasarkan wacana yang digulirkan oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) maka ada 14 karakteristik konsep Good
Governance yang perlu diperjuangkan di Indonesia, yaitu :14
1. Wawasan ke depan ( Visionary);
2. Keterbukaan dan Transparansi (oppeness and transparency);
3. Partisipasi Masyarakat (participation);
4. Tanggung Gugat (accountability);
5. Supremasi hukum (rule of law);
6. demokrasi (democracy);
7. Profesionalisme dan Kompetensi (professionalism and competency);
8. Daya tanggap (responsiveness);
9. Keefisienan dan keefektifan (efficiency and effectiveness);
10. Desentralisasi (decentralization);

14

Informasi ini diperoleh dari ( http://www.goodgovernance-bappenas.go.id/prinsip-991.htm) dan diakses pada tanggal


14 Maret 2007.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

47

11. Kemitraan dengan dunia usaha swasta dan masyarakat (private sector and civil
society partnership);
12. Komitmen pada pengurangan kesenjangan (commitment to reduce inequality);
13. Komitmen pada lingkungan hidup (commitment to environmental protection);
14. Komitmen pasar yang fair (commitment to fair market)
Setelah mengetahui berbagai prinsip yang dinyatakan oleh berbagai lembaga
sehubungan dengan prinsip-prinsip good governance maka dapat diperhatikan bahwa salah
satu isu yang hingga saat ini begitu gencarnya diupayakan di Indonesia terlebih setelah era
Orde Baru tumbang karena berbagai kasus KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) serta
pelanggaran HAM adalah masalah transparansi, demokrasi, dan akuntabilitas. Sejak krisis
ekonomi mencapai puncaknya pada tahun 1998 tersebut, pemerintah dan masyarakat luas
mulai menyadari bahwa ada hal yang harus segera dibenahi dalam sistem pengelolaan
negara ini.
Bertolak dari peristiwa tersebut, maka pada tahun 1999, pemerintah melalui
persetujuan DPR megeluarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 Tentang
Penyelenggaran Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Hal
ini juga mulai memicu diperkenalkannya sistem Good Corporate Governance pada
perusahaanperusahaan milik negara (BUMN) sebagai upaya untuk mendorong kinerja
perusahaan yang sebagian besar modalnya disokong oleh pemerintah.
Fakta lain yang dapat dilihat sebagai upaya pemerintah dalam mengembangkan
prinsip transparansi, juga terlihat dari diterbitkannya UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara yang mengacu pada Code of Good Practices on Fiscal Transparency
yang diperkenalkan International Monetary Fund (IMF). Menurut lembaga ini, salah satu
aspek penting dari good fiscal management adalah masalah fiscal transpareny. Tak hanya
itu, upaya membangun keuangan yang sehat dan meningkatkan efisiensi dari aktivitas

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

48

pemerintahan juga perlu ditanggapi dengan serius. Tercapainya good governance bahkan
sangat ditentukan oleh fiscal transpareny. IMF sendiri menjelaskan bahwa transparansi
fiskal ini bertujuan untuk:
1. meningkatkan akuntabilitas pemerintah dalam melaksanakan kebijakan
fiskal.
2. membangun pemahaman publik terhadap kebijakan ekonomi dan sekaligus
memperkuat kredibilitas pemerintah.
Adapun empat pilar utama yang dinilai penting oleh IMF dalam upaya mewujudkan
transparansi fiskal adalah :
1. Kejelasan peran dan tanggung jawab dalam pemerintahan.
2. Aktivitas dalam pemerintahan harus diinformasikan kepada publik.
3. Keterbukaan dalam perencanaan, penentuan, dan pelaporan anggaran.
4. Informasi fiskal harus mencapai standar yang berlaku secara umum dari
kualitas data adanya jaminan kebebasan dari integritas harus dijalankan.
Berdasarkan uraian di atas, maka tampak bahwa Good Governance atau yang juga
sering disebut dengan istilah lain sebagai Good Public Governance pada dasarnya
merupakan bentuk dari New Public Management yaitu terminologi yang pernah digunakan
di Inggris pada masa pemerintahan Margareth Thatcher ketika beliau ingin melakukan
reformasi terhadap birokrasi di negeri tersebut.
II.4 KEBIJAKAN PENTING DI LINGKUNGAN BUMN
Setelah pemerintahan orde baru berakhir sebagai imbas dari krisis multidimensi yang
menimpa Indonesia pada pertengahan tahun 1998, wacana tentang tata kelola (corporate
governance) yang baik dan benar pun mulai bergema dalam khasanah pemerintahan
maupun bisnis. Hal ini sejalan dengan pendapat yang berkembang saat itu bahwa
pemerintahan orde baru dan sistem yang berlangsung ketika itu sarat dengan korupsi,

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

49

kolusi, dan, nepotisme yang jelas-jelas menjerumuskan Indonesia ke dalam krisis yang
berkepanjangan. BUMN sebagai perusahaan negara juga tidak terlepas dari praktek tata
kelola yang tidak tepat pada era orde baru tersebut. Sebagai contoh, kasus penyediaan
pasokan listrik yang sering tidak direalisasikan dengan baik oleh PLN, walaupun anggaran
untuk hal itu telah digulirkan. Begitu juga upaya melakukan mark up harga oleh Pertamina
yang mengakibatkan biaya investasi Pertamina tinggi. Di lain sisi, penguasa pada saat itu
juga mengeluarkan Keppres yang mengharuskan BUMN untuk menyisihkan sebagian dari
keuntungannya untuk disetorkan kepada yayasan yang tidak lain dimiliki secara pribadi
oleh penguasa saat itu. Sebagian contoh kecil di atas dapat memberikan gambaran betapa
buruknya pengelolaan BUMN saat itu. Padahal , keberlangsungan BUMN selama itu tidak
lain disokong oleh sejumlah besar penyertaan modal pemerintah yang jelas-jelas
bersumber dari keuangan negara.
Kini, setelah reformasi bergaung di Indonesia, isu tata kelola yang baik dan benar pun
berkembang menjadi wacana krusial yang dituntut untuk diimplementasikan di semua lini
termasuk di lingkungan BUMN. Oleh karena itu tidak berlebihan jika pada tahun 2002
yang lalu pemerintah melalui Kementerian BUMN merumuskan paket kebijakan yang
dinilai penting untuk diterapkan di lingkungan BUMN.
Adapun paket kebijakan yang diterbitkan oleh Kementerian BUMN tersebut
merupakan bagian dari ekonomi kelembagaan (institutional economics) yang berupaya
untuk memacu daya saing dan kinerja BUMN disamping mencegah berbagai tindakan
oportunis terhadap operasionalisasi BUMN yang pada akhirnya dapat merugikan negara
sebagai salah satu stakeholder. Pembahasan akan hal ini akan dibagi ke dalam dua
kelompok besar kebijakan yang selanjutnya akan dijabarkan satu demi satu. Uraian berikut
ini adalah penjelasan atas dua kebijakan yang telah disosialisasikan di lingkungan BUMN
selama ini.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

50

II.4.1 Kebijakan Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN


Kehadiran Keputusan Menteri Negara BUMN No 100 Tahun 2002 (KEP100/MBU/2002) tentang penilaian tingkat kesehatan BUMN di Indonesia sebenarnya
sudah tidak asing lagi. Hanya saja penilaian tingkat kesehatan BUMN sebelum tahun 1998
dilakukan oleh Departemen Keuangan yaitu melalui Ditjen Pembinaan BUMN sedangkan
penilaian pada tahun-tahun selanjutnya langsung dilakukan oleh lembaga terkait yaitu
Kementerian Badan Usaha Milik Negara. 15
Adapun penilaian tingkat kesehatan BUMN dalam UU terbaru tersebut membedakan
antara kelompok jasa keuangan dan non keuangan. Adapun kelompok non jasa keuangan
tersebut dibagi lagi menjadi kelompok BUMN Infrastruktur dan Non Infrastruktur. Oleh
karena pengelompokan inilah, maka penulis merasa bahwa penilaian kinerja terhadap
seluruh BUMN jelas sulit dilakukan karena tolok ukur penilaian berbeda. Dengan
demikian, penilaian dalam satu kelompok BUMN terlebih perusahaan-perusahaan pada
satu bidang yang sama (apakah itu perkebunan, pertambangan, dsb) jauh lebih tepat untuk
diperbandingkan.
Secara singkat, ada tiga aspek yang dinilai dalam menentukan tingkat kesehatan
BUMN yaitu aspek keuangan, aspek operasional, dan aspek administrasi. Adapun aspek
yang dinilai cukup memiliki peran penting dalam menentukan tingkat kesehatan BUMN
adalah aspek keuangan. Hal ini terdiri dari pemberian bobot penilaian yang relatif lebih
besar dibandingkan aspek lainnya untuk kelompok non jasa keuangan.16
Sehubungan dengan topik bahasan penelitian ini yang menekankan pada kinerja
keuangan PTPN, maka penilaian yang dilakukan oleh Kementerian BUMN adalah
berdasarkan penilaian terhadap kelompok BUMN Non Infrastruktur, yaitu dengan

15

Sebagai contoh, pernah diterbitkan SK Menteri Keuangan No.826/KMK.013/1992 tentang penilaian kinerja untuk
menentukan tingkat kesehatan BUMN.
16
Lampiran Keputusan Menteri BUMN No. 100/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat kesehatan BUMN yang diakses
dari (http://www.bumn.go.id).

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

51

menetapkan bobot penilaian sebesar 70% untuk aspek keuangan dan masing-masing 15%
untuk aspek operasional dan administasi.
Adapun indikator yang digunakan oleh Kementerian BUMN dalam menilai tingkat
kesehatan keuangan BUMN adalah:
1. Imbalan kepada pemegang saham (ROE)
2. Imbalan Investasi
3. Rasio Kas
4. Rasio Lancar
5. Collection Periods
6. Perputaran Persediaan
7. Perputaran Total Aset
8. Rasio Modal sendiri terhadap Total Aktiva
Untuk setiap indikator yang dinilai diberikan skor. Pada akhirnya skor dari kedelapan
indikator inilah yang dijumlahkan untuk mendapatkan total skor keuangan suatu BUMN.
II.4.2 Kebijakan Penerapan Good Corporate Governance Di Lingkungan BUMN
Setelah kementerian BUMN secara mandiri mengadakan penilaian terhadap BUMN
yang dibinanya, maka pada tahun yang sama, kementerian ini juga memperkenalkan
konsep Good Corporate Governance (GCG) di lingkungan BUMN melalui Keputusan
Menteri Negara BUMN Nomor 117 Tahun 2002 (KEP-117/M-MBU/2002) Tentang
Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara
(BUMN).17 Adapun yang dimaksud dengan corporate governance dalam Keputusan
tersebut seperti yang tertuang pada pasal 1 butir a adalah suatu proses dan struktur yang
digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
suatu perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan
17

Sebenarnya, isu Corporate Governance sendiri secara umum telah diperkenalkan pemerintah membentuk Komite
Nasional Mengenai Kebijakan Corporate Governance pada tahun 1999 silam.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

52

tetap

memperhatikan

kepentingan

stakeholder

lainnya,

berlandaskan

peraturan

perundangan dan nilai-nilai etika. Stakehoder yang dimaksud adalah pihak-pihak yang
memiliki kepentingan dengan BUMN, baik langsung maupun tidak langsung yaitu
pemegang saham/ pemilik modal, komisaris/ dewan pengawas, direksi dan karyawan serta
pemerintah, kreditur, dan pihak berkepentingan lainnya. (pasal 1 butir d). Seperti yang
dikemukakan sebelumnya, banyak lembaga memiliki berbagai pendapat tentang apa saja
yang seharusnya menjadi karakteristik good governance. Hal ini juga tampak dalam
penjabaran prinsip-prinsip GCG yang ditetapkan oleh kementerian BUMN (pasal 3).
Adapun prinsip-prinsip GCG tersebut adalah sebagai berikut:
a. transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan
keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
b. kemandirian, yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa
benturan kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai
dengan perturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
c. akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Organ18
sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
d. pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
e. kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak
stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pada akhirnya, dengan penerapan good corporate governance ini diharapkan
tercapainya tujuan-tujuan sebagai berikut (pasal 4):

18
Organ adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Komisaris dan Direksi untuk Perusahaan Perseroan
(PERSERO) dan Pemilik Modal, Dewan Pengawas dan Direksi untuk Perusahaan Umum (PERUM), dan Perusahaan
Jawatan (PERJAN).

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

53

a. memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,


akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki
daya saing yang kuat baik secara nasional maupun internasional.
b. mendorong pengelolaan BUMN secara professional, transparan, dan efisien, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Organ.
c. mendorong agar Organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi
nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap
stakeholders maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.
d. meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian Nasional
e. meningkatkan iklim investasi nasional.
f. mensukseskan program privatisasi.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, salah satu tujuan dari penerapan good
governance adalah untuk memaksimalkan nilai BUMN sebagai sebuah perusahaan (firm).
Nilai perusahaan itu sendiri akan meningkat jika perusahaan mampu mencapai
profitabilitas. Hubungan tersebut dapat dinyatakan melalui gambar berikut ini:
Gambar 2 3
Hubungan Antara Peningkatan Nilai Perusahaan dan Peningkatan Profitabiltas
Peningkatan Nilai Perusahaan

Profitabilitas

Standar
Operasional
1. Rasio Aktivitas
2. Rasio Struktur Biaya

Kebijaksanaan
Manajemen
3. Rasio Likuiditas
4. Rasio Solvabilitas

Sumber : Buku Strategi Pembiayaan dan Regrouping BUMN, Moh. Arsyad Anwar,dkk.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

54

II.5 LATAR BELAKANG BERDIRINYA BUMN


Pendirian BUMN atau yang sering dikenal dengan istilah State Owned Enterprise
(SOE) di sejumlah negara, pada awalnya, tidak terlepas dari tinjauan pemerintah untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa esensial. Akan tetapi sejalan
dengan perkembangan waktu, keberadaan sektor swasta (private) ternyata juga mampu
berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan akan barang dan jasa yang esensial bagi
masyarakat. Bahkan kenyataan di lapangan sering menunjukkan bahwa kinerja sektor
swasta (private) jauh lebih unggul dan efesien dibandingkan kinerja BUMN yang didirikan
negara tersebut. Sistem manajemen yang bersifat profesional dinilai memiliki andil yang
cukup besar dalam mendorong kinerja dunia swasta (private). Jika mengacu pada
pengolaan organisasi, maka sejak awal telah ditemukan perbedaan yang cukup mendasar
dari konsep serta tujuan BUMN dan swasta. BUMN sebagai salah satu institusi
perekonomian Nasional diarahkan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Upaya BUMN
mencapai keuntungan (profit) maksimum bukanlah fokus utama institusi ini. Realita ini
amat berbeda dengan munculnya institusi swasta yang berupaya mengejar keuntungan
semaksimal mungkin (profit oriented).
Sejarah di masa lampau menggambarkan bahwa negara sangat mendominasi dalam
hal kepemilikan tanah dan produksi sumber daya yang penting, seperti hasil tambang dan
pabrik-pabrik industri khususnya pada saat perang dunia berakhir. 19 Dominasi pemerintah
tersebut terlihat dalam penyelenggaraan dan pengolaan sektor yang sebenarnya swastapun
dapat berperan (public private partnership), seperti misalnya : bidang kesehatan (rumah
sakit), pendidikan (sekolah), komunikasi, asuransi hingga perbankan. Hal inilah yang
mendorong lahirnya perusahaan-perusahaan milik negara. Pada kenyataannya tidak semua

19
Seperti diuraikan pada tulisan berjudul State Versus Private Ownership oleh Andrei Shleifer (The Journal of Economic
Perspectives, Vol. 12, No.4 Autumn 1998), pp 133-150. Literatur ini diperoleh dari (http:/www.jstor.org/), diakses pada
tanggal 8 Maret 2006.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

55

negara mengembangkan sepenuhnya BUMN atau (SOEs) yang dimilikinya. Beberapa


negara tertentu seperti Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat telah membatasi peran
pemerintah sejak awal. Namun di beberapa negara seperti Perancis dan Austria, peran
pemerintah tetap dipertahankan meskipun hanya sekedar pada pengawasan bagian-bagian
yang signifikan dari sebuah proses produksi. Akan tetapi di sejumlah negara berkembang
pengelolaan sektor-sektor yang bersifat strategis justru diserahkan kepada BUMN (SOEs).
Bahkan bentuk implementasi yang paling ekstrim dari dominasi kepemilikan negara dapat
ditemui di negara-negara yang menganut sistem perekonomian sosialis dan komunis
dimana negara memiliki kewenangan untuk menguasai seluruh faktor produksi yang
tersedia. Hal ini terbukti dengan pertumbuhan BUMN (SOEs) yang sangat banyak di
sejumlah negara di kawasan Eropa Timur dan Rusia terlebih ketika privatisasi belum
disosialisasikan di negara-negara tersebut.20
II.6 PERKEMBANGAN UMUM BUMN DI DUNIA
Seperti telah diuraikan sebelumnya, negara sangat berperan dalam hal kepemilikan
faktor produksi terutama setelah berakhirnya perang dunia. Hal ini tak lain disebabkan oleh
tingginya rasa sentimen nasionalisme yang muncul di sejumlah negara. Pendirian BUMN
atau yang dikenal dengan istilah State-Owned Enterprises (SOEs) seolah-olah menjadi cara
pemerintah di sejumlah negara mengekspresikan kebanggaan dan nasionalisme dalam
sendi perekonomian negara mereka. Seperti diuraikan pada SME Technical Working Paper
Series tentang Reformasi SOEs, pendirian BUMN (SOEs) pada sejumlah negara ditujukan
untuk :21
-

Memberikan konstribusi pada pemerintah

Mendukung pembangunan perekonomian Nasional yang berdaulat

Mencukupi atau melayani kebutuhan akan barang dan jasa esensial

20

Pandu Patriadi, Studi Banding Kebijakan Privatisasi BUMN di Beberapa Negara, Kajian Ekonomi Keuangan Vol.7
Hal ini seperti dipaparkan pada SME Technical Working Paper Series berjudul Reforming State Owned Enterprises
yang diperoleh dari United Nations Industrial Development Organization, hal. 10.

21

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

56

Menghasilkan keuntungan untuk akumulasi modal

Pembangunan infrastruktur

Mengurangi angka kemiskinan

Menciptakan lapangan pekerjaan

Mencapai keuntungan finansial dan skala produksi yang efisien


Tak dapat dipungkiri bahwa BUMN (SOEs) selalu dihadapkan dengan masalah

efisiensi. Namun sebenarnya ketika konsep SOEs berkembang di negara maju pada tahun
1950an-1980an terlihat bahwa sejumlah SOEs memiliki prestasi yang baik. Hanya saja
perlu dipahami bahwa tidak semua negara sanggup mengembangkan SOEs yang
dimilikinya termasuk sejumlah negara berkembang yang mencoba konsep ini.
Berikut ini adalah gambaran umum kinerja SOE di sejumlah kawasan/negara :
Tabel 2-2
Kinerja BUMN (SOEs) secara Umum di Berbagai Negara dan Kawasan
Kawasan / Negara
1. Afrika Utara dan Subsahara

Hasil Penelitian
Berdasarkan survey di kawasan tersebut pada tahun 1934
terhadap 48 perusahaan negara memperlihatkan bahwa hanya
12 perusahaan saja yang memiliki net profit margin di atas
4%.
2. Afrika Barat
Survei yang melibatkan 12 negara di Afrika Barat tersebut
menunjukkan 62 % merugi dan 36 % mengalami ekuitas
negatif.
3. Philipina
Secara umum, tampak bahwa rata-rata ROE dan ROA dari
sejumlah SOE sebesar 2,9 % dan 3,71 %. Angka persentase
tersebut berada 10 % di bawah rata-rata ROE dari 1000
perusahaan teratas selama kurun waktu 1984-1987.
4. Ghana
Sekitar 43 % dari jumlah SOE dalam perekonomian negara
tersebut menderita kerugian tiap tahunnya selama kurun
waktu 1979-1983.
5. Trinidad dan Tobago
SOEs yang bergerak di luar bidang usaha pertambangan
minyak, mengalami kerugian mencapai $ 700 juta selama
tahun 1985.
6. Thailand
Pada tahun 1989, sektor usaha yang dikelola swasta mencapai
keuntungan sebelum pajak sebesar 45,9 juta bant($ 1,8
milyar). Hanya lima perusahaan negara mengalami kerugian.
7. Republik Korea
Kinerja SOE. Di Korea terbilang lebih baik dari negaranegara lain. Namun demikian persentase kontribusinya masih
kecil dibanding kontribusi keseluruhan dunia industri.
8. Indonesia
Secara keseluruhan ROA dari sejumlah SOE berada di bawah
2,5 % selama kurun waktu 1983-1987 dan 3,5 % pada tahun
1989. Selain itu sekitar 70 % SOE tergolong tidak sehat
secara finansial.
Sumber : SME Technical Working Paper Series, UNIDO

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

57

Berdasarkan hasil temuan di atas, terlihat bahwa BUMN (SOEs) cenderung


mengalami kesulitan dalam hal kinerja finansial. Namun, sebagian dari fakta di atas tidak
dapat dengan serta merta menunjukkan bahwa SOE tidak berpeluang untuk maju dan
berkembang. Salah satu hal yang mendukung pernyataan tersebut adalah keberhasilan
BUMN (SOEs) dalam persaingan global.
II.7 DIMENSI INTERNASIONAL DARI BUMN
BUMN (SOEs) yang dimiliki suatu negara tidaklah selamanya diasosiasikan sebagai
pemain lokal dalam perekonomian negara tersebut. Tak jarang sebuah BUMN (SOEs)
dapat berkembang menjadi entitas bisnis yang mendunia. Beberapa contoh BUMN (SOEs)
yang sukses menjadi perusahaan terkemuka dunia, misalnya saja :
-

Canadian Wheat Board di Kanada yang sukses menjadi produsen gandum terbesar di
dunia.

Japanese Food Agency di bidang pertanian

Petronas (Malaysia) di bidang eksplorasi minyak

Singapore Telecom (Singapura) di bidang komunikasi di Asia

Aerospatiale (Perancis) di bidang teknologi canggih.

SK Corp (Korea Selatan) di bidang bisnis, energi, petrokimia, dan telekomunikasi.


Sebuah konsep yang menarik dari BUMN (SOEs) adalah kenyataan bahwa eksistensi

BUMN (SOEs) selalu digambarkan dalam posisi yang aman selama suatu negara masih
berdiri. Adapun pendirian BUMN (SOEs) di sejumlah negara dapat ditelaah dari
dimensi/aspek internasional.

22

Berikut ini adalah beberapa motif pendirian SOE yang

berdimensi internasional :
a.

BUMN (SOEs) dipandang sebagai fiscal agent

22

Raymond Vernon, The International Aspect of State Owned Enterprises, Journal of International Business Studies,
Vol. 10, No.3 (Winter 1979), pp. 7-15. Literatur ini diperoleh dari (http:/www.jstor.org/), diakses pada tanggal 11
September 2006, hal 8-9.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

58

Hal ini menempatkan BUMN (SOEs) sebagai satu lembaga ekonomi yang dapat
digunakan sebagai alat untuk menarik pajak. Realita ini tampak dalam kegiatan monopoli
dan monopsoni yang dilakukan BUMN (SOEs), Kasus yang sangat khas untuk
mengilustrasikan motif ini adalah penjualan pada tingkat harga yang tinggi (monopoly
prices) pada kasus tembakau asal Perancis dan Italia. Begitu juga alkohol serta pembelian
pada harga terendah (monopsony prices) pada produk Coklat di Ghana.
Fungsi BUMN (SOEs) sebagai fiscal agent juga tampak ketika BUMN (SOEs) berada
dalam situasi untuk mengurangi risiko yang mungkin terjadi pada kasus produk pertanian
(yang cenderung memiliki harga yang tidak stabil). Pada kondisi tersebut, BUMN (SOEs)
menerapkan tingkat pajak yang tinggi di masa-masa yang menguntungkan dan membayar
subsidi tahun-tahun yang buruk. Hal lain yang perlu dipahami adalah seperti halnya
perusahaan-perusahaan swasta lainnya, BUMN (SOEs) juga berkewajiban menyusun
laporan keuangan. Adapun laporan keuangan BUMN (SOEs) perlu disimak lebih cermat
karena perolehan laba yang besar tidak selamanya menunjukkan kinerja yang baik. Fakta
bahwa BUMN (SOEs) meraih laba yang tinggi terkadang hanya menggambarkan
kemampuan pemerintah menarik pajak yang diwajibkan dari perolehan uang dalam
kegiatan monopoli BUMN (SOEs)
b.

BUMN (SOEs) sebagai National Champion


Pemerintah ingin memastikan bahwa industri dalam negeri mereka tetap dikelola

secara mandiri tanpa dominasi investor asing. Selain itu pendirian BUMN (SOEs) juga
merupakan suatu langkah yang harus diambil pemerintah ketika pihak swasta tidak mampu
mendirikan industri tersebut.
c.

BUMN (SOEs) sebagai penggerak monopoli Nasional dan pemegang wewenang


monopsoni.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

59

Seperti telah diuraikan sebelumnya, BUMN (SOEs) juga dikontrol dalam melakukan
aktivitasnya, terutama ketika BUMN (SOEs) terlibat dalam masalah perdagangan
internasional baik itu ekspor maupun impor. Hal inilah yang terjadi ketika The Export
Marketing Board pada beberapa negara seperti Ghana membatasi ekspor produk Coklat
dan Kolombia untuk produk kopi.
d.

BUMN (SOEs) sebagai perwakilan (agen pemerintah) dalam perjanjian bilateral


Pada beberapa negara tertentu, perjanjian perdagangan bilateral yang dilakukan

BUMN (SOEs) dapat menolong suatu negara untuk memastikan bahwa transaksi-transaksi
atau perjanjian yang disepakati bersama dengan negara lain dapat terlaksana dengan baik.
e.

BUMN (SOEs) sebagai agen dari kebijakan industri (agen of industial policy)
BUMN (SOEs) yang dimiliki suatu negara dituntut untuk mampu memberikan solusi

termasuk dalam mengatasi masalah perubahan struktural maupun siklus perekonomian


khususnya dalam upaya untuk menahan diri dalam hal PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)
ketika terjadi penurunan permintaan oleh masyarakat, seperti yang pernah dialami negara
Mexico, Italia, dan Inggris.
II.8 PERKEMBANGAN BUMN DI BEBERAPA NEGARA
II.8.1 BUMN di Malaysia
Malaysia memiliki tiga bentuk dari apa yang dinamakan perusahaan negara23. Bentuk
yang pertama, adalah perusahaan yang berada di dalam kewenangan atau otoritas suatu
kementerian. Negara melakukan pengawasan penuh. Sebagai catatan, bentuk perusahaan
ini mendapatkan anggaran dari negara, bebas pajak, dan laporan keuangannya diaudit oleh
negara. Bentuk kedua, adalah perusahaan dengan karakteristik semi-negara. Artinya
perusahaan ini tetap memperoleh anggaran dari negara, hanya saja pengawasan tidak
sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan bentuk yang ketiga adalah BUMN.
23
Penjelasan mengenai BUMN di Malaysia termasuk Petronas salah satunya diperoleh dari tulisan Baharudin Mydin,
berjudul Memanajemeni BUMN: Pengalaman Petronas Malaysia yang disajikan kembali dalam buku BUMN Indonesia
: Isu, Kebijakan, dan Strategi, 2005, hal 173-174 dengan Riant Nugroho D. dan Ricky Siahaan sebagai penyunting.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

60

Adapun BUMN di Malaysia memiliki posisi yang independen dan diaudit oleh auditor
independen tetapi tetap dianggap sebagai wajib pajak. Beberapa contoh BUMN Malaysia
yang tetap eksis hingga kini adalah MISC, HICOM, Tenaga, Telekom, PLUS, Kelang
PORT, dan TV3.
Salah satu BUMN Malaysia yang tergolong sukses adalah Petronas. Jika merujuk
pada tujuan utama, pembentukan BUMN ini adalah untuk mendayagunakan sumber daya
alam minyak dan gas bumi yang ada di Malaysia dalam rangka menolong pemerintah.
Selain itu pendirian BUMN ini juga ingin menerapkan apa yang disebut sebagai New
Economic Policy, yaitu program sosial ekonomi dirancang untuk menekan kesenjangan
antaretnis khususnya dalam bidang sosial ekonomi.
Adapun isu yang menarik dari pengelolaan Petronas adalah sikap pemerintah yang
tidak membebani Petronas dengan kewajibannya dalam pelayanan sosial (civil service
rules and regulation). Petronas juga independen dari intervensi pemerintah dan diberikan
kesempatan untuk memanfaatkan laba yang diperolehnya untuk meningkatkan
investasinya. Kini, perusahaan yang berdiri sejak 17 Agustus 1974 ini telah menjadi salah
satu perusahaan minyak dan gas terbesar di dunia yang memiliki wilayah operasi di 32
negara dan mempekerjakan sekitar 23.000 orang.
Kunci keberhasilan Petronas yang utama terletak pada independensi Petronas dan
sistem pengelolaan perusahaan yang mengacu pada Tata Kelola yang Baik (Good
Corporate Governance). Selain itu sikap pemerintah yang memperlakukan Petronas
sebagai entitas bisnis membuat BUMN ini kompetitif di bidangnya.
II.8.2 BUMN di Singapura
Perkembangan BUMN di Singapura terbilang cukup baik. Beberapa BUMN yang
dimiliki negara ini bahkan telah mampu bersaing di pasar internasional seperti: Singapore

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

61

Airlines di industri maskapai penerbangan, Singapore Seaport, Temasek holding dan


Singapore Telecom.
Singapore Telecom (Singtel) adalah contoh BUMN yang sukses dalam menembus
persaingan telekomunikasi Asia.24 Perjalanan Singtel dimulai ketika pada tahun 1879 jasa
pelayanan telepon diluncurkan. Selanjutnya, pemerintah Inggris membangun suatu
lembaga yang dinamakan Telephone Department of Singapore pada tahun 1946. Sejarah
Singtel yang cukup panjang membuatnya beberapa kali berganti nama hingga Singtel
berdiri dengan nama yang sama pada tahun 1988 dan hal itu berlangsung hingga saat ini.
Lembaga ini kemudian mengalami korporatisasi pada tahun 1992 dengan nama Singapore
Telecom Pte. Ltd yang sekaligus menjadi sebuah BUMN. Kiprah Singtel sebagai
perusahaan publik diawali dengan tercatatnya saham perusahaan tersebut pada Bursa
Saham negeri itu dan di Bursa Saham Australia pada tahun 1993. Hal ini juga yang
mendorong Singtel merambah ke bisnis telepon bergerak di tahun 1997 dan selanjutnya
melebarkan sayap bisnisnya keluar negara itu pada tahun 2000.
Adapun tujuan Singtel dikorporatisasi antara lain membatasi peran pemerintah dan
sebagai tahap awal privatisasi. Sedangkan privatisasi sebagai kelanjutan korporatisasi
bertujuan untuk memberi insentif ruang gerak kepada Singtel untuk mengambil keputusan/
langkah strategi dalam berbisnis, mengembangkan pasar modal negeri tersebut, dan
mendukung partisipasi publik Singapura dalam hal kepemilikan saham Singtel. Kini
beberapa perusahaan telekomunikasi di Asia seperti:Globe Telecom (Philipina), New
Century Infocom (Taiwan), APT Satelite (Hongkong) dan Telkomsel ( Indonesia) menjadi
tempat Singtel berinvestasi.

24

Uraian ini diperoleh dari tulisan dari Mr. Lim Toon, Chief Operating Officer Singtel Group, Singapura yang berjudul
Privatisasi dan Regionalisasi: Perjalanan Singapore Telecom dan disajikan kembali dalam buku BUMN Indonesia : Isu,
Kebijakan, dan Strategi, 2005, hal 145-148 dengan Riant Nugroho D. dan Ricky Siahaan sebagai penyunting.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

62

II.8.3 BUMN di Kanada


Kanada sebagai salah satu negara persemakmuran (commonwealth) mengenal BUMN
dengan istilah Crown Corporation.25 Adapun BUMN di Kanada ini terdiri atas dua
kelompok besar yaitu yang dikelola oleh provincial government (pemerintah tingkat
propinsi/ daerah) dan federal government (pemerintah di tingkat negara). BUMN di
Kanada sendiri dikembangkan untuk tujuan ekonomi dan sosial. Beberapa contohnya
adalah: Federal Crown Corporation di Kanada antara lain Canada Post, Canada Lands
Company, Marine Atlantic, Canadian Broadcasting Corporation, Atomic Energy of Canada
Limited (AECL), dan VIA Rail. Sedangkan beberapa contoh provincial crown corporation
diantaranya Manitoba Hydro, Hydro Quebec, TV Ontario, Sydney Steel Corporation,
Ontario Power Generation, Newfoundland and Labrador Hydro, NB Power, Sask Tel, dan
Alberta Treasury Branches.
Adapun crown corporation yang eksistensinya dirasakan cukup penting hingga saat
ini di Kanada antara lain Canadian National Railway, CBC, VIA Rail, Air Canada dan
Marine Atlantic. Namun salah satu BUMN yang menonjol adalah Canadian Wheat Board
(CWB) yang bergerak dalam pemasaran gandum. CWB adalah salah satu eksportir
gandum terbesar di dunia dengan tujuan ekspor ke hampir 70 negara. Sebagai State Owned
Enterprises, CWB juga memiliki dewan direksi. Dewan ini terdiri dari 15 orang yang
ditunjuk oleh Western Canadian Farmers dan federal government.
II.8.4 BUMN di Perancis
Perancis memiliki BUMN ternama yaitu Aerospatiale.26 SOE yang bergerak dalam
pembuatan pesawat, roket masyarakat, dan militer ini, telah mendunia. Pada awalnya,
perusahaan yang didirikan pada tahun 1970 ini merupakan gabungan dari perusahaan milik
negara Sud Aviation, Nord Aviation, dan Societe d etudes et de realisation d engines
25
26

Penjelasan mengenai BUMN di Kanada dan beberapa contohnya diperoleh dari Wikipedia.
Informasi ini diperoleh dari (http://id.wikipedia.org/wiki/A%C3%A9rospatiale) dan diakses pada 7 November 2006.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

63

balistiques (SEREB). Adapun jenis produk yang diciptakan oleh Aerospatiale diantaranya:
Airbus transport, Aloette (helikopter), Arabsat (satelit), Ariane (roket), dan Exocet (misil).
II 8.5 BUMN di Selandia Baru
BUMN di Selandia Baru pada dahulunya adalah sejumlah besar departemen
pemerintah yang dikorporatisasi dan terdaftar dalam daftar 1 dan 2 dari State Owned
Enterprise Act 1986.27 New Zealand Post Limited, Meteorological Service of New Zealand
Limited ( MetService ), Airways New Zealand ( instansi penyedia jasa navigasi dan
pengawasan udara ), Transpower New Zealand Limited adalah beberapa SOE terkemuka di
New Zealand.
II.8.6 BUMN di Amerika Serikat
BUMN di Amerika Serikat yang hingga kini masih dipertahankan hingga kini adalah
Amtrak, Tennese Valey Authority, United States Postal Service, dan Corporation for
Public Broadcasting. Adapun Amtrak adalah perusahaan yang bergerak dalam jasa
pelayanan kereta api. Sedangkan Tennese Valley Authority adalah BUMN yang bergerak
di bidang penyediaan listrik bagi masyarakat Amerika Serikat terutama yang tinggal di
pedesaan/ pemukiman menengah ke bawah.
II.9 PENELITIAN MENGENAI KINERJA BUMN (SOEs)
Fenomena SOEs ternyata cukup menarik perhatian kalangan akademisi. Hal ini
terbukti dari sejumlah riset yang pernah diadakan di berbagai negara dan kawasan. Berikut
ini adalah beberapa penelitian yang pernah dipublikasikan dalam jurnal-jurnal ilmiah:
1. Penelitian atas kinerja keuangan dan operasional dari perusahaan pemerintah yang
menerapkan privatisasi. Penelitian ini dilakukan oleh William L. Megginson,
Robert C. Nash, dan Matthias Van Randenborgh pada tahun 1994. Adapun
penelitian tersebut menggunakan metodologi statistik yaitu Wilcoxon signed-rank
27

Penjelasan tentang BUMN dan contohnya di Selandia Baru diperoleh dari (http://www.ccmau.govt.nz/soes.html) dan
diakses pada tanggal 7 November 2006.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

64

test yang berupaya membandingkan kinerja SOE sebelum dan setelah diprivatisasi.
Perbandingan ini dilakukan setelah beberapa proxy atas variabel ditentukan.
Adapun beberapa variabel itu adalah: profitabilitas, efisiensi, investasi, output,
jumlah tenaga kerja, tingkat utang dan dividen. Hasil penelitian tersebut
menjelaskan bahwa terdapat kemajuan kinerja yang signifikan pada sejumlah SOE
di negara-negara berkembang dan maju yang melaksanakan privatisasi.
2. Penelitian serupa yang mengacu pada metodologi yang dikembangkan oleh
Megginson, Nash, Randenborgh (MNR) juga dilakukan oleh Narjess Boubakri dan
Jean-Claude Cosset pada tahun 1998. Satu hal yang membedakan penelitian ini
adalah bahwa data yang digunakan bersumber dari negara-negara berkembang saja.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sejumlah SOE yang diprivatisasi
mengalami peningkatan kinerja.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Ravi Ramamurti secara khusus ingin menelaah
evaluasi kinerja SOE di India terutama SOE di sektor manufaktur selama periode
1982-1986. Pada penelitian ini sejumlah kuisioner diberikan kepada sejumlah
responden yaitu yang mewakili kalangan: birokrat senior di bidang keuangan dan
perencanaan, birokrat senior di kementerian yang menangani pengawasan SOE,
wartawan yang secara reguler menulis tentang SOEs di India, dan anggota
parlemen India. Kuisioner tersebut berisi 8 kriteria penting yang berhubungan
dengan kinerja SOE. Adapun 8 kriteria tersebut meliputi: penyerapan tenaga kerja,
ekspor, pertumbuhan tingkat penjualan, subtitusi impor, commercial profitability,
quality of industrial relation, kemampuan/ penguasaan teknologi, dan tren
keuntungan. Setiap responden diminta memberikan penilaian terhadap SOE yang
diketahuinya dengan baik. Berdasarkan pendekatan statistik dan scorring, data

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

65

primer yang diperoleh tersebut akan diolah. Hasilnya merupakan perbandingan


penilaian kinerja SOE dari masing-masing sudut pandang kalangan responden.
4. Penelitian selanjutnya adalah studi empiris terhadap profitabilitas, tingkat utang dan
intensitas pekerja yang diteliti oleh Kathryn L. Dewenter dan Paul H. Malatesta.
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2001 ini mengambil data sejumlah SOEs dan
perusahaan swasta dari berbagi negara sejak tahun 1985-1995. Metodologi yang
digunakan adalah melakukan regresi terhadap profitabilitas, tingkat utang, tingkat
intensitas pekerja termasuk variabel pengendali (control variable) dari business
cycle GGDP di antara regresor. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
SOEs tampaknya kurang menguntungkan, memiliki tingkat utang dan jumlah
pekerja yang cukup besar dibandingkan swasta. Sedangkan perusahaan swasta
disimpulkan jauh lebih menguntungkan, memiliki tingkat utang yang relatif kecil
dibandingkan SOE dan memiliki tingkat intensitas pekerja yang lebih rendah.
5. Salah satu penelitian yang berupaya untuk mengukur kinerja BUMN di Indonesia
adalah yang ditulis oleh Chusnul Chotimah dalam skripsinya untuk meraih gelar
sarjana dari Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta pada tahun 2004 lalu. Pada
skripsi tersebut, ia meneliti kinerja keuangan BUMN Perkebunan yaitu PTPN
sebelum dan setelah dilaksanakannya Regrouping.
6. Penelitian terhadap Kinerja BUMN juga pernah dilakukan oleh Monika Natalia
dalam skripsinya untuk meraih gelar sarjana ekonomi dari FEUI. Dalam tulisannya
ia menganalisis kinerja BUMN sebelum dan setelah go public dari segi
keuangannya.
7. Penelitian berkaitan dengan kinerja keuangan dan operasional BUMN yang
diprivatisasi juga pernah diangkat dalam Tesis yang ditulis oleh Judilherry Justam
dari Universitas Indonesia.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

66

8. Penelitian atas kinerja PT PLN dan anak perusahaannya sebelum dan setelah
terjadinya kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) pernah diangkat oleh Ribut Nurul
Tri W. dalam skripsinya berjudul Pengaruh kenaikan harga BBM dan TDL Tahun
2003 Terhadap Kinerja Keuangan PT PLN Tahun 2004 Dibandingkan dengan
Kinerja Keuangan PT PLN Tahun 2002, untuk meraih gelar sarjana dari Sekolah
Tinggi Ilmu Statistik Jakarta pada tahun 2006 lalu.
9. Penelitian berjudul Analisa Penerapan GCG pada BUMN: Studi Kasus pada PT
Kawasan Berikat Nusantara juga pernah dilakukan oleh mahasiswi FEUI Nurlufti
Tanjung Sari melalui skripsinya pada tahun 2007.
II.10 INEFISIENSI SEKTOR PUBLIK
Berdasarkan beberapa argumen di atas, tampak bahwa masalah inefisiensi adalah
salah satu faktor yang turut menurunkan kinerja BUMN (SOEs). Jika ditelaah lebih jauh,
ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya inefisiensi di sektor publik. Secara garis
besar, inefisiensi (dalam hal ini BUMN/ SOEs) bersumber dari dua alasan pokok yaitu:
organizational differences dan individual differences28.
Berikut adalah penjelasan yang dapat diberikan mengenai sumber inefisiensi tersebut:
1. Organizational Differences (perbedaan organisasional) yang mencakup :
-

Soft budget constraint, yaitu dimana perusahaan negara tidak pernah


khawatir jika suatu saat merugi karena kedudukannya sebagai perusahaan
yang

dimiliki

negara

menyebabkan

BUMN

(SOEs)

tidak

dapat

dibangkrutkan. Masalah soft budget constraint ini terjadi karena sejak awal
BUMN (SOEs) tidak sepenuhnya dituntut untuk mencari keuntungan,
sehingga usaha memaksimalkan produktivitas terbilang rendah.

28

Joseph stiglitz, Economic in Public Sector, hal 200-205.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

67

Role of political concern, yaitu ketika pemerintah melakukan intervensi


dalam pengelolaan BUMN (SOEs) sebagai kompensasi atas kepemilikan
terbesar pemerintah dalam manajemen BUMN (SOEs).

Absence of competition, yaitu kondisi BUMN (SOEs) yang terbilang selalu


nyaman dan terbebas dari kompetisi.

2. Individual differences, mencakup:


-

Absence of incentives pay, yaitu kondisi dalam perusahaan publik yang sulit
untuk menerapakan sistem insentif baik itu yang bersifat memberikan
reward (bonus pada pegawai yang berprestasi) maupun punishment
(hukuman bagi yang tidak produktif). Masalah ini muncul karena sebagai
perusahaan negara, BUMN (SOEs) tidak dimungkinkan untuk bangkrut
sehingga karyawan selalu merasa aman dan terbebas dari ancaman PHK
dan tekanan untuk mencapai target perusahaan. Keseluruhan pengelolaan
yang bersifat demikian menyebakan munculnya istilah bureaucratic
behavior yang artinya pengelolaan BUMN (SOEs) lebih didasari oleh
tujuan-tujuan politik. Sikap ini pula yang menyebabkan manajemen BUMN
(SOEs) menjadi besar dan cenderung tidak efisien.

Analisis pengaruh ..., Lammindo Jelita, FE UI, 2007

68

Anda mungkin juga menyukai