Anda di halaman 1dari 96

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu wujud tata kepemerintahan yang baik (good governance)
itu terdapatnya citra pemerintahan yang demokratis. Prinsip demokrasi yang
paling penting adalah meletakkan kekuasaan di tangan rakyat dimana pada
tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok
mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan pemerintah
dan negara, oleh karena kebijakan itu menentukan kehidupan rakyat.
Dalam sistem penyelenggaraan kenegaraan, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) ditetapkan sebagai salah satu unsur penyelenggara
pemerintahan Sebagaimana disebutkan pada Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 32
Tahun 2004 adalah penyelenggara urusan DPRD dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksudkan dalam
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kedudukan DPRD sebagaimana yang diamanatkan oleh UU Nomor
32 Tahun 2004 implikasinya adalah antara kepala daerah dan DPRD benarbenar memiliki kesetaraan dan kesederajatan dan tidak ada dominasi salah
satu diantara keduanya .
DPRD ditempatkan kedalam susunan pemerintahan daerah bersama
kepala daerah, pola hubungan antara kepala daerah dan DPRD dilaksanakan
1

secara sub ordinat dalam arti tidak adanya posisi tawar DPRD terhadap
semua kebijakan yang diterbitkan oleh kepala daerah, sehingga eksistensi
DPRD pada masa orde baru tidak lebih hanya sebagai stempel untuk
melegalisasi setiap program dan kegiatan yang diajukan oleh kepala daerah,
apalagi harus melakukan kontrol terhadap jalannya pemerintah daerah.
Setelah runtuhnya rezim orde baru, DPRD yang ditetapkan sebagai lembaga
legislatif

daerah dengan menguatnya peran dan fungsi DPRD terutama

fungsi kontrolnya terhadap pemerintah daerah. Hal ini terlihat dimana kepala
daerah memiliki kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban
kepada DPRD setiap akhir tahun dan akhir masa jabatan. Ketentuan tersebut
membuka peluang terjadinya penolakan oleh DPRD yang dapat berujung
pada upaya pemberhetian (impeachment) terhadap Kepala Daerah. Dalam
perkembangannya, supremasi DPRD atas Kepala Daerah tersebut ternyata
menimbulkan instabilitasi penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Melihat eksistensi lembaga DPRD di era otonomi daerah, maka sudah
sepantasnya DPRD dapat melaksanakan fungsi-fungsi yang dimilikinya
secara lebih optimal. Salah satu fungsi yang dimiliki oleh DPRD adalah fungsi
pengawasan. Fungsi pengawasan DPRD terhadap pemerintah daerah
merupakan hal yang sangat penting untuk dioptimalkan. Hal ini didasari
bahwa fungsi pengawasan DPRD terhadap pemerintah daerah memiliki
peran yang sangat penting dalam pengembangan demokrasi di Indonesia
khususnya di daerah, karena bagaimanapun juga DPRD adalah lembaga

perwakilan rakyat yang berada di daerah untuk menyampaikan aspirasi dan


sudah sepantasnya rakyat juga ikut serta dalam mengawasi jalannya
pemerintahan

daerah

yang

tercermin

dengan

pelaksanaan

fungsi

pengawasan DPRD terhadap pemerintah daerah (eksekutif selaku pelaksana


kebijakan). Dengan adanya pengawasan yang dilakukan oleh DPRD
terhadap pemerintah daerah tentunya merupakan cerminan terlaksananya
mekanisme checks and balances

dalam pengelolaan tata pemerintahan

yang baik (good governace) di daerah.


Salah satu ruang lingkup dari fungsi pengawasan DPRD adalah
pengawasannya terhadap peraturan daerah, sebagaimana dijelaskan pada
Pasal 42 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 32 bahwa ruang lingkup
pengawasan DPRD meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan
peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD,
kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan
daerah, dan kerjasama internasional di daerah.
Mengingat bahwa Peraturan daerah merupakan kebijakan sekaligus
sebagai produk hukum yang tertinggi di tingkat daerah yang dikeluarkan atas
inisiatif DPRD maupun eksekutif merupakan cerminan arah penyelenggaraan
pemerintahan daerah maka sudah sepantasnya setelah merumuskan dan
mengesahkan suatu peraturan daerah, maka DPRD harus melaksanakan
fungsi pengawasannya atas implementasi peraturan daerah tersebut, apakah
sudah sesuai dengan aturan yang telah disepakati bersama dan apakah
sesuai dengan aspirasi masyarakat banyak.
3

Selain itu, fungsi pengawasan DPRD terhadap peraturan daerah juga


memberikan kesempatan kepada DPRD untuk lebih aktif dan kreatif
menyikapi

berbagai

kendala

terhadap

pelaksanaan

Perda.

Melalui

pengawasan dewan, eksekutif sebagai pelaksana kebijakan akan terhindar


dari berbagai penyimpangan dan penyelewengan, dari hasil pengawasan
dewan akan diambil tindakan penyempurnaan memperbaiki pelaksanaan
kebijakan tersebut.
DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) sebagai bagian dari
penyelenggara

pemerintahan

daerah

khususnya

melakukan

fungsi

pengawasan terhadap pemerintah daerah sebagai pelaksana kebijakan


daerah (Perda) dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian, diharapkan DPRD
senantiasa kritis terhadap pemerintah daerah sebagai pelaksana peraturan
daerah, yang sudah sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati
bersama dan memberi manfaat kepada rakyat.
Dari sekian perda yang telah dikeluarkan DPRD Kabupaten Sidenreng
Rappang, maka salah satu Perda yang menjadi pusat kajian dalam penelitian
ini adalah perda No 13 tahun 2008 tentang Peraturan Daerah Retribusi Pasar
jumlah pasar yang berada di Kabupaten Sidenreng Rappang 17 pasar
tersebar hampir semua kecamatan akan tetapi ada tiga pasar yang terbesar
dan produktif dan berpotensi dalam meningkatkan pendapatan asli daerah.
Pasar tersebut adalah Pasar Pangkajena, Pasar Tanru Tedong, dan Pasar
Rappang yang memberikan retribusi ke pendapatan daerah. Anggaran dalam
pengembangan dan penataan pasar yang di Kabupaten Sidenreng Rappang
4

adalah hasil pinjaman dari bank dunia.

Data yang terlihat

setiap tahun

khususnya tahu 2009 peneriman mencapai Rp.12.279.377.239 sedangkan


target penerimaan Rp. 13.160.961.400. begitun pula pada tahun 2010 belum
mencapai target dalam pengelolahannya. Dengan dasar ini dibutuhkan peran
DPRD

Kabupaten

Sidenreng

Rappang

dalam

melaksanakan

fungsi

pengawasannya, khususnya dalam memanfaatkan retribusi tersebut dalam


pembangunan di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap). Dalam penelitian
ini penulis mencoba melihat lebih jauh peran DPRD dalam fungsi
pengawasannya di Kabupaten Sidenreng Rappang khususnya perda tentang
retribusi pasar.
B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka fokus penelitian ini

berada pada fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang


(Sidrap). terhadap Peraturan Daerah. maka penulis memfokuskan penelitian
ini pada Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Retribusi Pasar,
disamping itu peraturan-peraturan lainya yang berkaitan dengan retribusi
pasar. Adapun rumusan masalah penelitian sebagai berikut :
Bagaimana pengawasan DPRD terhadap Perda No 13 tahun 2008
Tentang Retribusi Pasar di Kabupaten Sidenreng Rappang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penenelitian
5

Mendeskripsikan dan menganalisis pengawasan DPRD terhadap


pelaksanaan Perda No 13 tahun 2008 Tentang Retribusi Pasar di
Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap).
Manfaat Penelitian :
1. Manfaat Teoritis
a. Menunjukan secara ilmiah pengawasan

DPRD terhadap

peraturan daerah khususnya Perda tentang Retribusi Pasar.


b. Dalam wilayah akademis, memperkaya khasanah kajian ilmu
politik untuk pengembangan keilmuan, khususnya politik
kontemporer.

2. Manfaat Praktis
a. Memberikan bahan rujukan kepada masyarakat yang berminat
dalam memahami fungsi pengawasan DPRD tentang Retribusi
Pasar.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi anggota
DPRD

dalam

melaksanakan

tugasnya

sebagai

unsur

penyelenggara pemerintahan daerah di Kabupaten Sidenreng


Rappang .
c. Sebagai salah satu prasyarat memperoleh gelar sarjana ilmu
politik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan

pustaka

merupakan

panduan

penulisan

dalam

aspek

konseptual dan teoritis. Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai konsep

pengawasan, konsep DPRD, Otonomi daerah, Peraturan Daerah, Dan


Retribusi Pasar.
A. Konsep Pengawasan
Pengawasan pada dasarnya berupaya penegakan disiplin nasional
dan mencegah deviasi sekaligus menanggulangi ekonomi biaya tinggi serta
menciptakan efisiensi nasional. Dalam kaitan ini oleh Bohari (1995:5)
menganggap bahwa tujuan utama pengawasan bermaksud untuk memahami
apa yang salah demi perbaikan di masa datang, dan mengarahkan seluruh
kegiatan-kegiatan dalam rangka pelaksanaan dari pada suatu rencana
sehingga dapat diharapkan suatu hasil yang maksimal. Esensinya membantu
agar

sasaran

dapat

dicapai

secara

dini

menghindari

terjadinya

penyimpangan, penyalahgunaan wewenang, pemborosan dan pembocoran


dana-dana pembangunan.
Pengawasan memiliki urgensi dalam memaksimalkan tujuan, namun
seperti dikatakan Sumitro Djojohadikusumo (Salindeho, 1995:25) bahwa
pengawasan memang telah dilakukan oleh para pejabat yang berwenang
yang diserahi tanggungjawab tetapi kemampuan sampai tingkat yang efektif
belum dicapai. Dalam hubungan ini, pendayagunaan aparatur pemerintah
terkait dengan aspek pengawasan disebabkan lima tantangan yang sering
dihadapi, yaitu :

1. Bagaimana meningkatkan sikap dan orientasi aparatur pemerintah


terhadap

pembangunan

sehingga

mampu

bertindak

sebagai

pemrakarsa pembaharuan dan penggerak pembangunan.


2. Bagaimana mewujudkan kemampuan aparatur pemerintah agar
berhasil mempergunakan sumber-sumber yang tersedia dengan
kapasitas

dan

produktivitas

optimal

dalam

penyelenggaraan

administrasi pelaksanaan program-program pembangunan .


3. Bagaimana

mengusahakan

agar

aparatur

pemerintah

dapat

meningkatkan mobilisasi dana pembangunan yang berasal dari


sumbersumber dalam negeri.
4. Bagaimana meningkatkan kemampuan perencanaan, pelaksanaan
dan pengendalian pembangunan pada aparatur pemerintah di tingkat
daerah
5. Bagaimana aparatur pemerintah dapat meningkatkan dayaguna
sejalan dengan upaya penyerasian antara pembangunan sektoral
dan pembangunan nasional.
Sehubungan dengan kelima deretan tantangan di atas, maka tujuan
peningkatan serta pembudayaan pengawasan dimaksud meliputi :
Pertama;menumbuhkan budaya pengawasan dan fungsi pengawasan
serta membuat pengawasan berjalan secara wajar, efektif dan efisien. Kedua;
meningkatkan pendayagunaan pelaksanaan pengawasan dalam tubuh

aparatur pemerintah. Ketiga; meningkatkan disiplin aparatur pemerintah


sehingga dapat mendukung terwujudnya disiplin nasional. pengawasan dan
otoritas sesuai pandangan Nicholas Henry (1995:119) harus berbuat dengan
mengikuti perubahan organisasi. Oleh karena itu menurut Henry dengan
mengutip Morris Janowitz menyarankan agar model lama dan tertutup dari
gaya pengawasan dan otoritas militer tradisional (yang punya segi dominasi)
sudah tidak cocok lagi karena sehubungan dengan pesatnya kemajuan
teknologi.

Garry Dessler (Sujamto, 1995 : 65) menyebutkan tiga langkah pokok


dalam melakukan proses pengawasan yaitu Pertama; menetapkan beberapa
jenis standar atau sasaran. Kedua mengukur dan membandingkan kenyataan
yang sebenarnya terhadap standar. Ketiga; identifikasi penyimpangan dan
pengambilan tindakan korektif.

Rangkaian tindakan yang tercakup dalam

proses pengawasan tersebut merupakan tindakan untuk menetapkan standar


pengawasan
Standar pengawasan dimaksud yaitu suatu standar atau tolak ukur yang
merupakan patokan bagi pengawas dalam menilai apakah objek atau
pekerjaan yang diawasi berjalan dengan semestinya atau tidak. Jadi dilihat

10

dari tolak ukur ini, hasil pengawasan hanya mempunyai dua kemungkinan
yaitu : berjalan sesuai dengan standar atau terjadi penyimpangan.
Pengawasan dalam organisasi pemerintah diperlukan agar organisasi
pemerintahan

dapat

Pengawasan

disini

bekerja

secara

merupakan

unsur

efisien,

efektif

penting

untuk

dan

ekonomis.

meningkatkan

pendayagunaan aparatur negara dalam melaksanakan tugas-tugas umum


pemerintahan dan pembangunan menuju terwujudnya pemerintahan yang
bersih dan berwibawa.
Definisi tentang pengawasan yang lain juga diungkapkan oleh
Sarwoto, dimana beliau memberikan definisi tentang pengawasan sebagai
kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana
sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki.
Sedangkan menurut Soekarno K., pengawasan adalah suatu proses yang
menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang harus
dikerjakan, agar apa yang diselenggarakan sejalan dengan rencana.
Kalau definisi pengawasan yang disampaikan oleh Sarwoto lebih
menekankan kepada kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan
terlaksana sesuai dengan rencana, maka Soekarno K lebih menekankan
pengawasan sebagai proses yang menentukan tentang apa yang harus
dikerjakan, sebenarnya tidak jauh berbeda.

11

Dari berbagai definisi dan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli
diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pengawasan pada dasarnya
adalah suatu kegiatan yang dilakukan agar pekerjaan dapat berjalan sesuai
dengan rencana sehinga tujuan dapat tercapai. Dalam penggunaan
pengawasan terdapat beberapa metode antara lain:
a. Metode Pengawasan Preventif
Pengawasan yang dilakukan pada tahap persiapan dan perencanaan
suatu kegiatan terhadap sebuah lembaga. Pengawasan ini bertujuan pada
aspek pencegahan dan perbaikan, termasuk pula pengusulan perbaikan atau
pembentukan regulasi baru untuk berbaikan standar kualitas terhadap
layanan publik. Pengawasan preventif dilakukan melalui pra audit sebelum
pekerjaan dimulai. Misalnya dengan mengadakan pengawasan terhadap
persiapan-persiapan kerja, rencana anggaran, rencana penggunaan tenaga,
dan sumber-sumber lain.
b. Metode Pengawasan Refresif
Pengawasan terhadap proses-proses aktivitas pada sebuah lembaga.
Pengawasan bertujuan menghentikan pelanggaran dan mengembalikan pada
keadaan semula, baik disertai atau tanpa sanksi. Bentuk pengawasan yang
dilakukan melalui post-audit dengan melakukan pemeriksaan terhadap
pelaksanaan ditempat (inspeksi), meminta laporan pelaksanaan, dan
sebagainya.

12

Selain kedua metode pengawasan diatas, masih ada dua metode


pengawasan lainnya yang dapat dilakukan oleh lembaga pengawas. Kedua
metode yang dimaksud adalah :
c. Metode Pengawasan Langsung (direct control)
Metode

pengawasan

langsung

maksudnya

pengawasan

yang

dilakukan dengan mendatangi unit kerja yang bersangkutan. Pengawasan ini


dapat dilakukan dengan mempelajari dan menganalisa berbagai informasi
dan data sebagai bahan masukan yang menggambarkan berbagai kegiatan
yang hendak diketahui efektifitas dan efisiensi pelaksanaannya. Metode ini
bisa juga dilakukan dengan wawancara langsung kepada pelaksana kegiatan
atau orang lain yang dianggap mengetahui dengan baik pelaksanaan
kegiatan tersebut. Dengan demikian metode pengawasan ini dapat dilakukan
dengan pendekatan formal dan informal. Hadari Nawawi (1994 : 5)
Pengawasan formal adalah pengawasan yang dilakukan oleh pejabat instansi
yang

berwenang

baik

bersifat

ekstern

maupun

intern.

Sedangkan

pengawasan informal adalah pengawasan yang dilakukan masyarakat (sosial


control), misalnya dengan media massa dan lembaga-lembaga swadaya
masyarakat ataupun melalui surat-surat pengaduan.

d. Metode Pengawasan Tidak Langsung


Metode pengawasan tidak langsung artinya kegiatan pengawasan
yang dilakukan tanpa mendatangi obyek yang diawasi. Caranya adalah
13

dengan mempelajari dan menganalisa segala dokumen-dokumen yang


menyangkut obyek yang diawasi, baik berupa laporan dari pelaksanaan
pekerjaan yang sifatnya berkala ataupun isidentil, laporan hasil pemeriksaan
(LHP) yang diperoleh dari perangkat pengawasan langsung, surat-surat
pengaduan, berita atau artikel di media massa, dan dokumen-dokumen
lainnya. Menurut Nawawi (1991:59) macam-macam pengawasan antara lain :
1. Pengawasan Fungsional, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh
aparatur yang ditugaskan melaksananakan pengawasan seperti BPKP,
Irjenbang, Depertemen, dan aparat pengawasan fungsional lainnya di
Lembaga Non Departemen dan Instansi Pemerintahan lainnya.
2. Pengawasan Politik, yang dilaksananakan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR).
3. Pengawasan yang

dilakukan

oleh

BPK

dan

BPKP

sebagai

pengawasan eksternal eksekutif;


4. Pengawasan Sosial, yaitu pengawasan yang dilakukan media massa,
ormas-ormas, individu, dan anggota masyarakat umumnya.
5. Pengawasan melekat, yakni pengawasan yang dilaksanakan oleh
atasan langsung terhadap bawahannya.
Sementara itu, penggolongan macam-macam pengawasan menurut
subyek yang melakukan pengawasan juga disampaikan oleh LAN (1996),
dimana macam-macam pengawasan dibedakan menjadi empat, yaitu :
1. Pengawasan Melekat (waskat), yaitu pengawasan yang dilakukan oleh
pimpinan terhadap bawahan dan satuan kerja yang dipimpinnya.
2. Pengawasan Fungsional (wasnal), yaitu pengawasan yang dilakukan
secara fungsional oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah,
14

seperti Badan Pemeriksa keuangan (BPK), Inspektur Jendrak


Departemen/Lembaga
(Bawasda)

Negara,

pemerintah

provinsi,

Badan

Pengawasan

kabupaten/kota,

Daerah

serta

Satuan

Pengawas Intern (SPI) BUMN/BUMD.


3. Pengawasan Legislatif (wasleg), yaitu pengawasan yang dilakukan
oleh Lembaga Perwakilan Rakyat baik di tingkat DPR maupun DPRD.
Pengawasan ini merupakan pengawasan politik (waspol).
4. Pengawasan masyarakat (wasmas), yaitu pengawasan yang dilakukan
oleh masyarakat, seperti yang termuat dalam media massa.
Konsep macam-macam pengawasan yang sedikit agak berbeda
dibandingkan macam-macam pengawasan yang telah diutarakan diatas, juga
di paparkan oleh Schermerhorn (2001), dimana Schermerhon membagi
pengawasan menjadi empat jenis, yaitu :
a. Pengawasan

feedforward

(pengawasan

umpan

di

depan).

Pengawasan ini dilakukan sebelum aktivitas dimulai yang bertujuan


untuk

menjamin

memadai,

kejelasan

ketersediaan

sasaran,

sumber

tersedianya

daya

yang

arahan

dibutuhkan

yang
dan

memfokuskan pada kualitas sumber daya.


b. Pengawasan concurrent (pengawasan bersamaan). Pengawasan ini
memfokuskan pada apa yang terjadi selama proses berjalan yang
bertujuan untuk memonitor aktivitas yang sedang berjalan untuk
menjamin segala sesuatu sesuai rencana dan juga untuk mengurangi
hasil yang tidak diinginkan.

15

c. Pengawasan feedback (pengawasan umpan balik). Pengawasan ini


dilakukan setelah aktivitas selesai dilaksanakan. Dengan tujuan untuk
menyediakan informasi yang berguna untuk meningkatkan kinerja di
masa depan dan memfokuskan pada kualitas hasil.
d. Pengawasan internal-external. Pengawasan internal memberikan
kesempatan untuk memperbaiki sendiri sedangkan pengawasan
eksternal melalui supervisi dan penggunaan administrasi formal.
Di dalam suatu sistem Pemerintahan Daerah, pengawasan merupakan
suatu usaha penertiban untuk menjamin terealisasinya segala ketentuan
Undang-Undang, peraturan keputusan kebijaksanaan dan ketentuan daerah
itu sendiri. Hasil pengawasan dapat dijadikan bahan informasi atau umpan
balik dari penyempurnaan baik bagi rencana itu sendiri maupun dalam
mewujudkan rencana itu sendiri.
Tujuan pengawasan itu sendiri adalah agar hasil pelaksana kerja
yang dilaksanakan dapat berdaya guna dan berhasil guna sesuai
dengan rencana, hal ini juga dikemukan oleh Ibrahim Lubis (1987:41)
yang mengemukakan bahwa tujuan pengawasan terdiri atas :
1. Untuk mengetahui apakah suatu rencana berjalan sesuai dengan
yang digariskan.
2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu dilaksanakan sesuai
dengan intruksi serta asas-asas yang telah diinstruksikan.

16

3. Untuk mengetahui segala sesuatu apakah berjalan efisien.


4. Untuk mencari jalan keluar bila ternyata dijumpai kesulitan-kesulitan,
kelemahan-kelemahan,

atau

kegagalan-kegagalan

ke

arah

perbaikan.
Sementara itu, dalam Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia
disebutkan bahwa tujuan pengawasan adalah mencegah sedini mungkin
terjadinya

penyimpangan,pemborosan,kegagalan-kegagalan

dalam

mencapai tujuan, sedang sasaran pengawasan adalah untuk mewujudkan


efisiensi dan efektivitas, kehormatan dan ketertiban

pelaksanaan

pengawasan maksud dari pengawasan bukan untuk mencari kesalahan


terhadap orang yang berbuat, tetapi untuk mencari kebenaran terhadap
pelaksanaan pekerjaannya. Dengan memenuhi berbagai sifat dalam
pelaksanaan kontrol atau pengawasan maka upaya untuk mengantisipasi
penyelenggaraan yang merugikan dan menghambat kelancaran pemantauan
dapat diminimalkan termasuk hal-hal yang merusak citra pemerintah seperti
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang selama ini menjadi sorotan
masyarakat secara menyeluruh yang memang sangat mendesak untuk
ditanggulangi.
Pengawasan dapat tercapai tujuannya sebagaimana yang diharapkan
oleh M. Ichwan Akuntan (1989: 130) bahwa tujuan pengawasan antara lain :

17

1. Untuk mencegah kemungkinan terjadi penyimpangan-penyimpangan


kesalahan pelaksanaan kegiatan
2. Untuk mengupayakan agar pelaksanaan tugas dan pekerjaan dapat
berjalan sesuai dengan yang direncanakan
3. Untuk mengetahui di mana letak kelemahan-kelamahan, sebabsebab terjadinya penyimpangan dan dampaknya, serta siapa yang
bertanggungjawab atas kesalahan tersebut, dan bagaimana cara
memperbaharui di masa datang.
4. Untuk selanjutnya, memperkecil pemborosan dan efisiensi.
Di dalam Instruksi Presiders No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengawasan pada Pasal 1 Ayat (1) dinyatakan bahwa
pengawasan

bertujuan

untuk mendukung

kelancaran

dan

ketepatan

pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan.


Manullang (1981:175) menegaskan pula apa yang menjadi tujuan
pengawasan, yakni tujuan utama dari pengawasan adalah mengusahakan
agar apa yang direncanakan dapat menjadi kenyataan bertitik tolak dari
defenisi tersebut, maka semakin jelas dan nyata bahwa dalam setiap bentuk
kerjasama manusia untuk mencapai tujuan tertentu, maka sangat diperlukan
adanya pengawasan sebagai alat pengamanan dari perencanaan dengan
tujuan agar kegiatan yang direncanakan dapat berjalan dengan hasil yang
maksimal seperti yang menjadi harapan bersama.

18

Selanjutnya menurut Sujamto (1986:157) bahwa dalam merencanakan


dan melaksanakan pengawasan perlu diperhatikan hal-hal berikut :
a. Agar pelaksanaan tugas umum pemerintah dilakukan secara tertib
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
berdasarkan sendi-sendi kewajaran penyelenggaraan pemerintahan
agar tercapai daya guna dan tepat guna yang sebaik-baiknya.
b. Agar pelaksanaan pembangunan dilaksanakan sesuai dengan
rencana dan program pemerintah serta peraturan perundangundangan yang berlaku sehingga tercapai sasaran yang ditetapkan.
c. Agar hasil-hasil pembangunan dapat dinilai seberapa jauh tercapai
untuk memberi umpan balik berupa pendapat, kesimpulan, dan
pelaksana tugas umum pemerintah dan pembangunan
d. Agar sejauh mungkin mencegah terjadinya pemborosan, kebocoran
dan penyimpangan dalam penggunaan wewenang, tenaga, uang dan
perlengkapan milik negara, sehingga dapat terbina aparatur yang
tertib, bersih, berwibawa, berdaya guna dan berhasil guna.
Pengertian

dari

rumusan-rumusan

ataupun

falsafah-falsafah

pengawasan yang telah dikemukakan tadi mau tidak mau harus dipahami
oleh semua pihak, baik pihak atau unsur pelaksana pengawasan maupun
pihak yang diawasi, sehingga proses-proses pembangunan atau yang terkait
dapat berjalan secara maksimal.

19

B. Konsep DPRD
Pada Pasal 40 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan
bahwa

DPRD

merupakan

lembaga

perwakilan

rakyat

daerah

dan

berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.


Dalam UU Nomor 27 Tahun

2009 juga dijelaskan bahwa

DPRD

berkedudukan sebagai unsur penyelengara pemerintahan daerah. Untuk


wilayah

provinsi

maka

disebut

DPRD

provinsi

dan

untuk

wilayah

kabupaten/kota maka disebut dengan DPRD kabupaten/kota.


Susunan DPRD terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan
umum yang dipilih melalui pemilihan umum. Adapun alat kelengkapan DPRD
terdiri atas ; pimpinan, Badan musyawarah, Komisi, Badan Legislasi Daerah,
Badan Anggaran, Badan Kehormatan, dan alat kelengkapan lainnya yang
diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna. Dalam menjalankan tugasnya,
maka alat kelengkapan dibantu oleh sekretariat yang berasal dari pegawai
negeri sipil (PNS). Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mempunyai fungsi :
a. Legislasi, merupakan fungsi DPRD untuk membentuk peraturan
daerah bersama kepala daerah.
b. Anggaran, merupakan fungsi DPRD yang bersama-sama dengan
pemerintah daerah menyusun dan menetapkan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, yang di dalamnya termasuk anggaran untuk
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang DPRD.
20

c. Pengawasan, merupakan fungsi DPRD untuk melaksananakan


pengawasan

terhadap

pelaksanaan

undang-undang,

peraturan

daerah, dan keputusan kepala daerah serta kebijakan yang ditetapkan


oleh Pemerintah daerah.
Selain itu, adapun tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah meliputi :
a. Membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan kepala daerah
untuk mendapatkan persetujuan bersama;
b. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah
mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah yang diajukan
oleh kepala daerah;
c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah
dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah,
APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program
pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah;
d. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil
kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi
DPRD provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur
bagi DPRD kabupaten/kota;
e. Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan
wakil kepala daerah;
f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah
terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
g. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional
yang dilakukan oleh pemerintah daerah;

21

h. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah


dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
i. Membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;
j. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD

dalam

penyelenggaraan pemilihan kepala daerah;


k. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjaasama antar daerah
dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah;

Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan


DPRD, untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya kepada DPRD
diberikan diberikan beberapa hak dan kewajiban. Hak DPRD dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya antara lain :
a. Hak Interpelasi, merupakan hak DPRD untuk meminta keterangan
kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang
penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan
masyarakat dan bernegara;
b. Hak Angket, merupakan hak DPRD untuk melakukan penyelidikan
terhadap kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis
serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, negara
yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
c. Hak menyatakan pendapat, merupakan hak DPRD untuk menyatakan
pendapat terhadap kebijakan pemerintah daerah mengenai kejadian
luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi

22

penyelesaiannya

atau

sebagai

tindak

lanjut

pelaksanaan

hak

interpelasi dan hak angket.


Sementara itu bagi setiap anggota DPRD diberikan hak-hak sebagai
berikut :
a. Mengajukan rancangan peraturan daerah;
b. Mengajukan pertanyaan;
c. Menyampaikan usul dan pendapat;
d. Memilih dan dipilih;
e. Membela diri
f. Imunitas
g. Mengikuti orientasi dan pendalaman tugas
h. Protokoler
i. Keuangan dan administratif.
Adapun kewajiban bagi anggota DPRD antara lain :
a. Memegang teguh dan mengamalkan pancasila;
b. Melaksanakan Undang-undang Dasar 1945 dan menaati peraturan
perundang-undangan
c. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,
kelompok, dan golongan;
e. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;
f. Menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah;
g. Manaati tata tertib dan kode etik;
h. Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota;
i. Menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui keunjungan
kerja secara berkala;Menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan
pengaduan masyarakat;
j. Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada
konstituen di daerah pemilihannya.

23

Pengawasan DPRD melingkupi pengawasan terhadap pelaksanaan


Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah,
APBD,

kebijakan

pemerintah

daerah

dalam

melaksanakan

program

pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah. Bukan hanya


itu, sebagai bagian dari pemerintahan daerah, DPRD sesungguhnya juga
bertanggungjawab melakukan pengawasan terhadap layanan publik.
Tugas DPRD berkaitan dengan fungsi pengawasan pertama sebagai
Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan
peraturan perundang-undangan lainnya, keputusan walikota/bupati, APBD,
kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan
daerah dan kerjasama internasional (Pasal 78 (3) UU 22/2003 dan pasal 42
(3) UU 32/2004), kedua Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban
bupati/walikota dalam pelaksanaan tugas desentralisasi (Pasal 78 (6) UU
22/2003 dan pasal 42 (8) UU No. 32/2004), ketiga DPRD berwenang
meminta pejabat negara tingkat kabupaten/kota, pejabat pemerintah
kabupaten/kota, badan hukum, dan warga masyarakat untuk memberikan
keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan
bangsa dan negara (Pasal 82 UU No. 22/2003).

24

Fungsi pengawasan sebagai agenda kerja Dewan Perwakilan Rakyat


Daerah

dapat

memberikan

perhatian

khususnya

dalam

mengawasi

pencapaian target retribusi pasar dalam menunjang Pendapatan Asli Daerah


(PAD). Pengawasan ini dapat dibagi dalam tiga bentuk pengawasan, sesuai
dengan kebutuhan dan tujuannya yakni:
a. Preliminary Control,
preliminary Pengawasan anggota DPRD pada saat pembahasan
anggaran. Dalam pengawasan pendahuluan ini anggota DPRD sangat
diharapkan perannya dalam meneliti setiap usulan anggaran khususnya dari
penyedia layanan publik, baik dari sisi harga layanan, output maupun
outcomes dari setiap jenis layanan. Sangat diharapkan anggota DPRD
melakukan pengawasan sejak tahap perencanaan. yang dibuat oleh pihak
eksekutif. Dan dari alokasi anggaran untuk pelayanan publik juga bisa
diketahui apakah pemerintah daerah akan memberikan pelayanan publik
kepada masyarakat secara memadai atau tidak.

b. Interim Control,
Interim control yaitu untuk memastikan layanan publik berjalan sesuai
standar yang ditetapkan dan memenuhi harapan masyarakat selama
pelayanan dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Pengawasan juga bisa

25

diarahkan terhadap pelaksanaan anggaran atas layanan publik atau masa


perjalannya sebuah peraturan.

c. Post Control,
Post Control memastikan layanan publik berjalan sesuai harapan, juga
diperuntukkan

atas

evaluasi

terhadap

target

yang

direncanakan.

Pengawasan diharapkan akan menghasilkan rekomendasi mempertahankan,


memperbaiki atau meningkatkan kualitas layanan.
Ada beberapa kemungkinan tindak lanjut yang bisa dilakukan oleh
anggota

DPRD

berdasarkan

hasil-hasil

pengawasan:

a). Tindakan perbaikan, baik secara adminsitrasi, rencana strategis, maupun


pembuatan raperda baru. b). Tindakan penghentian proyek maupun program.
Namun demikian tindakan tersebut tetap disertai dengan rekomendasi
pengusulan perbaikan regulasi c). Tindak lanjut berupa tindakan hukum.
Khusus untuk tindak lanjut secara hukum ini DPRD harus menyerahkan
otoritas secara penuh pada otoritas yang berwenang yaitu kepolisian,
kejaksaan, dan pengadilan atau kepala lembaga-lembaga/komisi pelayanan
publik bagi daerah yang memiliki lembaga ombudsman atau Komisi
Pelayanan Publik, d). Menggunakan Hak Tindakan Politik DPRD. Pasal 43
UU No. 32/2004 menyebutkan bahwa DPRD sesungguhnya memiliki hak
legal yang sewaktu-waktu dapat digunakan sebagai tindakan politik dalam

26

mengukur kinerja pemerintah daerah. Bahkan tindakan politik tersebut bisa


berimplikasi terhadap tindakan penegakan hukum.

C.

Otonomi Daerah
Secara etimologi, istilah otonomi berasal dari bahasa latin, yaitu

autus yang artinya sendiri dan nomos yang artinya aturan. Dari sudut ini
kemudian beberapa ahli

memberi arti otonomi ini sebagai zelwetgeving

atau pengundangan sendiri, mengatur atau memerintah sendiri atau


pemerintahan sendiri.1
Beberapa penggiat otonomi di Indonesia menyampaikan pendapat
yang berbeda-beda, misalnya Syarif Saleh yang menyimpulkan otonomi itu
sebagai hak mengatur dan memerintah daerah sendiri. Atas inisiatif dan
kemauan sendiri. Hak yang diperoleh dari pemerintah pusat. Sedangkan F.
Sugeng Istanto menyatakan bahwa otonomi diartikan sebagai hak atau
wewenang mengatur dan mengurus rumah tangga daerah. Kemudian Ateng
Syafruddin

berpendapat

bahwa

istilah

otonomi

mempunyai

makna

kebebasan atas kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. 2


Menurut Widjaja (2004 : 76) otonomi daerah adalah kewenangan
daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
1

Victor M. Situmorang, Hukum Administrasi Pemerintahan di Daerah (Jakarta: Sinar Grafika,


1993), hal. 60
2
Victor M. Situmorang, ibid, hal. 61

27

setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai


dengan

peraturan

perundang-undangan. 3

Sedangkan

Undang-undang

otonomi daerah (1999 : 4) mendefinisikan bahwa otonomi daerah adalah


kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan asprirasi
masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari sekian banyak perumusan yang dikemukakan oleh beberapa
penggiat otonomi di Indonesia tentang apa sebenarnya yang dimaksud
dengan otonomi itu, pada prinsipnya selalu melihat otonomi itu sebagai hak
dan kewenagan dari suatu daerah untuk mengatur daerahnya sendiri. Daerah
yang mendapat hak otonomi disebut daerah otonom. Otonomi adalah
penyerahan urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang
bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan. Tujuan
otonomi adalah mencapai efisiensi dan efektivitas dalam pelayanan kepada
masyarakat. Tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan urusan ini
adalah antara lain : menumbuh kembangkan daerah dalam berbagai bidang,
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian
daerah, dan meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan.
Sejalan dengan penyerahan urusan, apabila urusan tersebut akan
menjadi beban daerah, maka akan dilaksanakan melalui asas pembantuan.
3

Haw Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom (Jakarta: Grafindo Persada, 2004),

28

Proses dari sentralisasi ke desentralisasi ini pada dasarnya tidak sematamata desentralisasi administratif, tetapi juga bidang politik dan sosial budaya.
Melaui otonomi diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan
seluruh kegiatannya dan pemerintah pusat diharapkan tidak terlalu aktif
mengatur daerah.

Pemerintah daerah diharapkan mampu memainkan

peranannya dalam membuka peluang memajukan daerah dengan melakukan


identifikasi potensi sumber-sumber pendapatannya dan mampu menetapkan
belanja daerah secara efisien, efektif, termaksud kemampuan perangkat
daerah

meningkatkan

kinerja,

mempertanggung-jawabkan

kepada

pemerintah atasannya maupun kepada publik/masyarakat. 4


Menurut Mardiasmo, kebijakan pemberian otonomi daerah dan
desentralisasi

yang

nyata,

dan

bertanggung

jawab

kepada

daerah

merupakan langkah strategis dalam dua hal. Pertama, otonomi daerah dan
desentralisasi
Indonesia

merupakan

berupa

pembangunan,

jawaban

ancaman

rendahnya

bangsa,

kualitas

pembangunan

sumber daya

desentralisasi

merupakan langkah

menyongsong

era

globalisasi

atas

hidup

permasalahan
kemiskinan,

manusia. Kedua, otonomi

ekonomi

dengan

bangsa

ketidakmerataan

masyarakat,

strategis bangsa

lokal

dan

masalah

daerah

dan

Indonesia

untuk

memperkuat

basis

perekonomian daerah.5

Haw Widjaja, ibid, hal. 7

29

Berkaitan dengan hal tersebut, peran pemerintahan daerah sangat


menentukan keberhasilan daerah otonom menciptakan kemandirian untuk
membangun daerahnya. Terlepas dari ketidaksiapan daerah di berbagai
bidang, namun otonomi daerah diyakini merupakan jalan terbaik dalam
rangka

mendorong

pembangunan

daerah

menggantikan

sistem

pembangunan terpusat (sentralisasi) yang oleh banyak pihak dianggap


sebagai penyebab lambannya pembangunan di daerah dan semakin
besarnya ketimpangan sosial antara pemerintah pusat dengan daerah dan
antar-daerah.
Dengan

pemberian

otonomi

seluas-luasnya,

daerah

diberikan

kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah


tangganya

sendiri,

yang

tujuannya

antara

lain

adalah

untuk

lebih

mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan


masyarakat untuk memonitor dan mengontrol penggunaan dana yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), selain
untuk menciptakan persaingan yang sehat antar-daerah dan mendorong
timbulnya inovasi. Implikasi langsung dari kewenangan yang diserahkan
kepada daerah adalah kebutuhan dana yang cukup besar. Dengan demikian,
penyerahan kewenangan kepada pemerintah daerah dalam otonomi harus

Mardiasmo, Otonomi dan manajemen keuangan daerah (Yogyakarta: ANDI offset, 2004),
hal. 96

30

disertai dengan pelimpahan kewenangan di bidang keuangan (desentralisasi


fiskal).
Dalam pelaksanaan otonomi daerah terdapat empat elemen penting
yang diserahkan pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah. Keempat
elemen tersebut menurut Rondinelli adalah desentralisasi politik (Political
Decentralization), desentralisasi administrasi (Administrative), desentralisasi
fiskal (Fiscal Decentralization), dan desentralisasi ekonomi (Economic or
Market Decentralization). Keempat elemen desentralisasi tersebut akan
saling terkait dan tidak dapat terlepas antara satu dengan lainnya.
Keempatnya harus dibingkai dalam satu konsep grand design yang utuh dan
dikelola secara efisien dan efektif, sehingga dengan demikian akan terwujud
kemampuan dan kemandirian suatu daerah untuk melaksanakan fungsinya
sebagai daerah otonom. Desentralisasi fiskal merupakan salah satu
komponen

utama

dari

desentralisasi.

Apabila

pemerintah

daerah

melaksanakan fungsinya secara efektif, dan diberikan kebebasan dalam


pengambilan keputusan penyediaan pelayanan di sektor publik, maka
mereka harus didukung sumber-sumber keuangan yang memadai baik
berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) termasuk surcharge of taxes,
pinjaman, maupun dana perimbangan dari pemerintah pusat.

31

E. Peraturan Daerah
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud
dengan Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan
yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan
bersama Kepala Daerah.
Definisi lain tentang Perda berdasarkan ketentuan Undang-Undang
tentang Pemerintah Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang
dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala
Daerah baik di Propinsi maupun di Kabupaten/Kota.
Menurut Sadu Wasisitiono dan Yonatan Wiyoso (2009 : 59), peranan
dari Perda meliputi:
1. Perda menentukan arah pembangunan dan pemerintahan di daerah.
Sebagai kebijakan publik tertinggi di daerah, Perda harus menjadi
acuan seluruh kebijakan publik yang dibuat termasuk di dalamnya
sebagai acuan daerah dalam menyusun program pembangunan
daerah.

Contoh

konkritnya

adalah

Perda

tentang

Rancangan

Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah dan rancangan


Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) atau Rencana Stratejik
Daerah (Renstra).
2. Perda sebagai dasar perumusan kebijakan publik di daerah. Sebagai
kebijakan publik tertinggi di daerah, Perda harus menjadi acuan bagi

32

seluruh kebijakan publik lainnya, baik berupa peraturan kepala daerah,


keputusan kepala daerah maupun kebijakan teknis yang dibuat oleh
para pemimpin Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Beberapa kebijakan publik yang harus mengacu pada peraturan
daerah antara lain berupa :
a. Kebijakan publik tentang manajerial pelaksanaan program;
b. Kebijakan publik tentang pengalokasian dan pemberdayaan sumber
daya manusia;
c. Kebijakan pelaksanaan keuangan dan anggaran;
d. Kebijakan tentang pelaksanaan sistem dan prosedur;
e. Kebijakan tentang teknik penyelesaian pekerjaan/program;
f. Kebijakan pembentukan struktur organisasi.
3. Perda sebagai kontrak sosial di daerah
Tiga hal perwujudan Perda sebagai kontrak sosial antara masyarakat
dengan penyelenggara negara/daerah yaitu :
1. Kontrak sosial yang sudah konkrit seperti : Perda tentang penetapan
strategi pembangunan daerah untuk kurun waktu duapuluh tahunan
(RPJPD) atau untuk kurun waktu lima tahunan (RPJMD)
2. Kontrak yang yang mengatur hal-hal yang lebih mendesak dan lebih
tegas, seperti kontrak sosial terjadi ketika Perda disusun melalui
mekanisme yang mengikutsertakan partisipasi masyarakat.
3. Kontrak sosial yang mengatur hal-hal yang masih belum tegas dan
dapat berubah, terjadi ketika masyarakat mempercayakan kepada
seseorang untuk duduk sebagai penyelenggara pemerintah di daerah
dengan cara memberikan suaranya berdasarkan program yang
ditawarkannya.
4. Perda sebagai pendukung pembentukan perangkat daerah dan susunan
organisasi perangat daerah.

33

Lebih lanjut, Misdayanti dan R.G. Kartasapoetra mengemukakan


pendapatnya tentang peraturan daerah dengan melihat dari segi isi Perda
tersebut. Adapun peraturan daerah yang untuk berlakunya memerlukan
pengawasan pejabat yang berwenang, pada pokoknya adalah yang :
1. Menetapkan ketentuan-ketentuan yang mengikat rakyat. Ketentuanketentuan yang mengandung perintah, larangan, keharusan untuk
berbuat sesuatu dan lain-lain yang ditujukan langsung kepada rakyat.
2. Mengadakan ancaman pidana berupa dengan atau kurungan atas
pelanggaran

ketentuan-ketentuan

tertentu

yang

ditetapkan

dalam

peraturan daerah.
3. Memberikan beban kepada rakyat, misalnya pajak atau retribusi daerah.
4. Menetapkan segala sesuatu yang perlu diketahui oleh umum karena
menyangkut kepentingan rakyat, misalnya : mengadakan hutang-piutang,
menanggung pinjaman, mengadakan perusahaan daerah, meletakkan
dan mengubah anggaran pendapatan dan belanja daerah, mengatur gaji
pegawai dan lain-lain.
1. Mekanisme Pembentukan Perda
Rancangan peraturan daerah (Raperda) dapat berasal dari DPRD
atau kepala daerah (gubernur, bupati, atau walikota). Raperda yang
disiapkan oleh Kepala Daerah disampaikan kepada DPRD. Sedangkan
Raperda yang disiapkan oleh DPRD disampaikan oleh pimpinan DPRD
kepada Kepala Daerah. Pembahasan Raperda di DPRD dilakukan oleh
DPRD bersama gubernur atau bupati/walikota. Pembahasan bersama
tersebut melalui tingkat-tingkat pembicaraan, dalam rapat komisi/panitia/alat
34

kelengkapan DPRD yang khusus menangani legislasi, dan dalam rapat


paripurna. Raperda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur
atau Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur
atau Bupati/Walikota untuk disahkan menjadi Perda, dalam jangka waktu
paling lambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Raperda tersebut
disahkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan menandatangani dalam
jangka waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui oleh DPRD dan
Gubernur atau Bupati/Walikota. Jika dalam waktu 30 hari sejak Raperda
tersebut

disetujui

bersama

tidak

ditandangani

oleh

Gubernur

atau

Bupati/Walikota, maka Raperda tersebut sah menjadi Perda dan wajib


diundangkan.
2.Tinjauan Mengenai Retribusi
Pendapatan asli daerah yang dimiliki oleh daerah merupakan salah
satu faktor pendukung dalam rangka mewujudkan pelaksanaan otonomi
daerah,

dengan

demikian

sangat

dibutuhkan

adanya

peningkatan

penerimaan dari sektor pendapatan asli daerah ini. Salah satu sektor yang
menjadi sumber pemasukan terhadap pendapatan asli daerah adalah berasal
dari pemungutan retribusi daerah, dimana dalam pelaksanaannya ditetapkan
melalui peraturan daerah.
Dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, dijelaskan bahwa apa
yang dimaksud dengan Retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi,

35

adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah
untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Selanjutnya Perda Retribusi dibagi atas tiga golongan :
a.

Retribusi Jasa Umum, merupakan jasa yang disediakan atau diberikan


oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan

b.

umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.


Retribusi Jasa Usaha, merupakan jasa yang disediakan

oleh

pemerintah daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena


c.

pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.


Retribusi Perizinan Tertentu, merupakan kegiatan tertentu pemerintah
daerah dalam rangka pemberian izin kepada pribadi atau badan yang
dimaksudkan untuk pembinaan, pemanfaatan ruang, penggunaan
sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu
guna

melindungi

kepentingan

umum

dan

menjaga

kelestarian

lingkungan.
E. Retribusi Pasar
Pasar dalam pengertian sehari - hari yang kita kenal sesbagai tempat
jual beli barang-barang kehidupan sehari-hari. Ada pula yang mengartikan
sebagai tempat terjadinya transaksi antara pembeli dan penjual, namun
pengertian pasar disini adalah pengertian pasar secara umum.

36

Widarta mengemukakan bahwa pasar adalah : 1) Kelompok orang dan


atau organisasi yang diidentifikasi oleh kebutuhan bersama dan dimana
terdapat sumber-sumber daya guna memuaskan kebutuhan tersebut, 2)
Tempat para pembeli dan penjual berkumpul untuk melaksanakan jual beli, 3)
Memasarkan barang-barang atau jasa tertentu, melaksanakan perniagaan,
membeli dan menjual keuntungan berupa uang. 6 Pandangan lain mengenai
pasar disampaikan oleh Bustaman yaitu:
"Bahwa pasar adalah suatu perantara yang mengatur komunikasi dan
interaksi antara penjual dan pembeli yang bertujuan untuk
mengadakan transaksi pertukaran benda, asal ekonomi dan uang, dan
tempat hasil transaksi dan disampaikan pada waktu itu atau pada
waktu yang akan datang berdasarkan harga yang telah disepakati ". 7
Dalam teori ekonomi dikemukakan bahwa pasar adalah tempat
pertemuan antara permintaan dan penawaran. Penawaran adalah jumlah
barang yang ditawarkan oleh penjual/produsen ke pasar pada setiap tingkat
harga, sedangkan permintaan adalah jumlah permintaan pasar. Samuelson
mengemukakan bahwa pasar adalah proses yang digunakan oleh pembeli
dan penjual untuk berhubungan dalam menentukan harga dan jumlah. 8
Pengertian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pasar
adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli atau produsen dan
6

Moenir, HAS. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. (Jakarta :Bumi Aksara,


2000)
7
Bustaman, Zuraima, Dkk. Peranan Pasar pada Masyarakat Pedesaan. (Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1991)
8
Paul, A Samuelson. Ekonomi, Terjemahan oleh Jaka Wasanah, (Jakarta:
Airlangga, 1996)

37

konsumen, baik secara langsung maupun perantara (makelar). Disatu pihak


produsen menjual barangnya dan dipihak lain konsumen membeli barangnya.
Dalam konteks dengan penelitian, pasar adalah sarana/prasarana
untuk memungut retribusi daerah serta penerimaan lain yang merupakan
pemasukan bagi suatu daerah. Dalam upaya inilah suatu pasar harus
memiliki fasilitas-fasilitas utama seperti lods, dan tempat penjualan, kios,
serta pelataran penjualan. Selain fasilitas utama tersebut suatu unit pasar
dapat juga didukung oleh fasilitas penunjang seperti pelataran parkir dan
MCK yang dapat dipungut bayaran karena pemanfaatan sarana tersebut.
Retribusi pasar merupakan salah satu jenis retribusi daerah yang potensial
untuk dikembangkan dalam rangka menunjang pendapatan asli daerah.
Pengelolaan retribusi pasar harus dilakukan dengan baik dan profesional
agar dapat memberikan kontribusi bagi pendapat asli daerah dengan
memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna layanan pasar.
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap).
Nomor 13 Tahun 2008 tentang retribusi pasar, di jelaskan bahwa untuk
mendukung pelaksanaan otonomi daerah, pembiayaan pemerintahan dan
pembangunan daerah yang bersumber dari pendapatan asli daerah,
khususnya retribusi daerah dan lebih spesifik retribusi pasar pengaturannya
perlu lebih ditingkatkan, karena apabila retribusi pasar meningkat akan
berdampak pada peningkatan pendapatan asli daerah. Sejalan dengan makin

38

meningkatnya pelaksanaan pembangunan dan pemberian pelayanan kepada


masyarakat serta perkembangan perekonomian maka perlu penyediaan
sumber - sumber pendapatan asli daerah khususnya retribusi pasar. Upaya
peningkatan penyediaan pelayanan maka perlu dilakukan penyederhanaan
dan penyempurnaan serta peningkatan kinerja pemungutannya sehingga
diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemungutan
retribusi pasar, mengurangi biaya ekonomi tinggi, serta peningkatan mutu
pelayanan kepada masyarakat sehingga wajib retribusi pasar dapat dengan
mudah memahami dan memenuhi kewajibannya dalam membayar retribusi
pasar.
Ada kecenderungan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan
pendapatan

asli

daerahnya

dengan

berusaha

menciptakan

sumber

pendapatan yang baru tanpa dibarengi dengan perubahan dan perbaikan


pelayanan kepada masyarakat hal ini dapat menimbulkan keresahan di
masyarakat
kemungkinan

karena
dapat

penciptaan
membebani

pendapatan
masyarakat

asli

daerah

dengan

yang

baru

bertambahnya

pungutan.
Berdasarkan hal tersebut, maka peran retribusi pasar haruslah
berorientasi pada pelayanan yang baik dalam memuaskan pengguna fasilitas
pasar, baik dad segi aksesbilitas penjual dan pembeli, diperlukan penataan
pasar yang memadai dan ditunjang oleh tingkat keamanan dan kenyamanan

39

untuk menjual maupun untuk berbelanja. Petugas pengelolah pasar


merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat kepuasan pengguna
fasilitas pasar. Apabila kepuasan pengguna pasar terpenuhi maka akan
timbul kesadaran masyarakat untuk membayar retribusi pasar sehingga pada
akhirnya retribusi pasar akan meningkat.
F. Kerangka Pikir
Otonomi daerah yang mendapatkan payung hukum pada UU No. 32
tahun 2004 dan UU No.33 tahun 2004 sebenarnya sudah memberi acuan
kepada pemerintah untuk meningkatkan layanan publik secara efektif dan
efisien, khususnya dalam mengelola sumber daya daerah. Pedoman ini
terutama terkait dengan bentuk keterlibatan
terhadap retribusi pasar

DPRD. Dalam Pengawasan

yang menjadi penting untuk memastikan bahwa

pengawasan yang dijalankan lembaga Negara diharapkan berkualitas sesuai


standar layanan yang ditetapkan. Dalam menjalankan fungsi pengawasan
tersebut, DPRD sesungguhnya dapat menggunakan kewenangan yang
semaksimal mungkin yang dimiliki demi untuk menjaga objektifitas penilaian
dan pendapat DPRD dalam menilai pelaksanaan pengawasan.

Pengawasan Politik
DPRD Kabupaten
Sidenreng Rappang
Preliminary Control
Interm Control
Post Cntrol

PERDA
RETRIBUSI
PASAR
40

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksananakan di wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang
(Sidrap) dengan melihat pertumbuhan dan perkembangan penghasilan
masyarakat dari sektor hasil bumi dimana pusat penjualan terutama pada
produksi hasil bumi dan juga produksi hasil ternak terdapat pada semua
pasar khususnya

pasar terbesar dan yang dapat memberikan kontribusi

PAD.
B. Tipe dan Dasar Penelitian
Dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metodologi kualitatif untuk menghasilkan temuan atau kebenaran yang
didalam

penelitian

kualitatif

disebut

kebenaran

intersubjektif,

yakni

kebenaran yang dibangun dari jalinan berbagai faktor yang bekerja bersamasama, seperti budaya dan sifat unik manusia, maka realitas kebenaran
adalah sesuatu yang dipresepsikan oleh yang melihat bukan sekedar fakta
41

yang bebas konteks dan interpretasi apapun. Kebenaran merupakan


bangunan (konstruksi) yang disusun oleh peneliti dengan mencatat dan
memahami apa yang terjadi dalam interaksi sosial kemasyarakatan. 9
Tipe penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu penelitian diarahkan
untuk menggambarkan fakta dengan argument yang tepat. Penelitian
dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala
yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian
dilakukan. ujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat penjelasan
secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta. Namun
demikian, dalam perkembangannya selain menjelaskan tentang situasi atau
kejadian yang sudah berlangsung sebuah penelitian deskriptif juga dirancang
untuk membuat komparasi maupun untuk mengetahui hubungan atas satu
variabel kepada variabel lain.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif
adalah tipe penelitian yang menggambarkan secara mendalam tentang
situasi, atau proses yang penggambaran bagaimana DPRD kabupaten
Sidrap menjalankan fungsi pengawasanya terhadap peraturan daerah
dengan mangambil kasus pada Perda tentang Retribusi Pasar. Penulis
menggunakan dasar penelitian studi kasus. dimaksudkan untuk menyelidiki

Prasetya Irawan, Penelitian kwalitatif dan kwantitatif untuk ilmu-ilmu sosial


(Jakarta: DIA FISIP UI,2006),hal.5

42

secara lebih mendalam/terfokus atas suatu fakta-fakta dan gejala-gejala yang


ada tentang permasalahan yang diteliti.
C. Sumber Data
Dalam memperoleh informasi yang sesuai dengan permasalahan yang
diteliti, digunakan teknik pengumpulan data dengan 2 cara yaitu :
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh melalui lapangan atau daerah
penelitian dari hasil wawancara mendalam dengan informan dan observasi
langsung. Peneliti turun langsung ke daerah penelitian untuk mengumpulkan
data dalam berbagai bentuk, seperti rekaman hasil wawancara dan foto
kegiatan di lapangan. Dari proses wawancara peneliti berharap akan
mendapatkan data-data seperti pengawasan DPRD terhadap Perda Tentang
Retribusi Pasar di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap)..
2.

Data sekunder

Data diperolah melalui studi pustaka (library research). Teknik ini


dimaksudkan untuk mengumpulkan data-data melalui buku-buku, surat kabar,
dokumen-dokumen, undang-undang dan media informasi lainnya yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti.

D. Teknik Pengumpulan Data

43

Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini


yaitu : Wawancara Mendalam dan Arsip / Dokumen.
a. Wawancara Mendalam
Penulis dalam melakukan pengumpulan data dengan cara wawancara
mendalam, pedoman wawancara (interview guide) agar wawancara tetap
berada pada fokus penelitian, meski tidak menutup kemungkinan terdapat
pertanyaan-pertanyaan berlanjut. Pedoman wawancara digunakan untuk
mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas,
juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan
tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman tersebut interviwer
harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara
kongkrit dalam kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan
konteks aktual saat wawancara berlangsung. Proses pengumpulan data
dengan wawancara mendalam penulis membaginya menjadi dua tahap,
yakni:
1. Tahap Persiapan Penelitian
Pertama peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun
berdasarkan demensi kebermaknaan hidup sesuai dengan permasalahan
yang dihadapi subjek. Pedoman wawancara ini berisi pertanyaan-pertanyaan
mendasar yang nantinya akan berkembang dalam wawancara. Pedoman

44

wawancara yang telah disusun, ditunjukan kepada yang lebih ahli dalam hal
ini adalah pembimbing penelitian untuk mendapat masukan mengenai isi
pedoman wawancara. Setelah mendapat masukan dan koreksi dari
pembimbing, peneliti membuat perbaikan terhadap pedoman wawancara dan
mempersiapkan

diri

untuk

melakukan

wawancara.

Tahap

persiapan

selanjutnya adalah peneliti membuat pedoman observasi yang disusun


berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku subjek selama wawancara dan
observasi terhadap lingkungan atau setting wawancara, serta pengaruhnya
terhadap perilaku subjek dan pencatatan langsung yang dilakukan pada saat
peneliti melakukan observasi. Namun apabila tidak memungkinkan maka
peneliti sesegera mungkin mencatatnya setelah wawancara selesai. Peneliti
selanjutnya mencari subjek yang sesuai dengan karakteristik subjek
penelitian. Sebelum wawancara dilaksanakan peneliti bertanya kepada
subjek tentang kesiapanya untuk diwawancarai. Setelah subjek bersedia
untuk diwawancarai, peneliti membuat kesepakatan dengan subjek tersebut
mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Peneliti membuat kesepakatan dengan subjek mengenai waktu dan
tempat untuk melakukan wawancara berdasarkan pedoman yang dibuat.
Setelah wawancara dilakukan, peneliti memindahakan hasil rekaman
berdasrkan wawancara dalam bentuk tertulis. Selanjutnya peneliti melakukan

45

analisis data dan interprestasi data sesuai dengan langkah-langkah yang


dijabarkan pada bagian metode analisis data di akhir bab ini. setelah itu,
peneliti membuat analisa pembahasan berdasarkan data primer dan
sekunder dan membuat kesimpulan, peneliti memberikan saran-saran untuk
penelitian selanjutnya. Informan yang penulis wawancarai Seketaris Komisi II
DPRD Sidenreng Rappang, beberapa Anggota komisi II dan beberapa Dinas
pendapatan daerah.
b. Arsip/Dokumen
Arsip atau Dokumen mengenai berbagai informasi dan hal yang
berkaitan dengan fokus penelitian merupakan sumber data yang penting
dalam penelitian. Dokumen yang dimaksud dapat berupa dokumen tertulis
gambar atau foto, film audio-visual, data statistik, tulisan ilmiah yang dapat
memperkaya data yang dikumpulkan. Data-data ini didapat di Dinas
pendapatan daerah ,Perpustakaan Daerah & DPRD Kabupaten Sidenreng
Rappang.
E.

Teknik Analisis Data


Data dan informasi yang telah dikumpulkan dari informan akan diolah

dan dianalisa secara kualitatif dengan melihat pelaksanaan pengawasan


yang dilakukan DPRD kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap). Adapun
angka-angka yang muncul dalam penelitian ini tidak dimaksudkan untuk

46

dianalisa

secara

kuantitatif,

akan

tetapi

hanya

sebagai

pelengkap

memperkuat analisa kualitatif demi pencapaian tujuan penelitian.


Analisis data dilakukan bersamaan atau hampir bersamaan dengan
pengumpulan data. Langkah yang digunakan dalam analisis data adalah
sebagai berikut : Reduksi Data, Sajian Data, dan Penyimpulan Data

1. Reduksi Data
Pada tahap ini dilakukan proses pengumpulan data mentah, dengan
menggunakan alat-alat yang perlu seperti rekaman MP3, field note, serta
observasi yang dilakukan penulis selama berada dilokasi penelitian. Pada
tahap ini sekaligus dilakukan proses penyeleksian, penyederhanaan,
pemfokuskan, dan pengabstraksian data dari field note dan transkrip hasil
wawancara. Proses ini berlangsung selama penelitian dilakukan dengan
membuat singkatan, kategorisasi, memusatkan tema, menentukan batasbatas permasalahan. Reduksi data sperti ini diperlukan sebagai analisis yang
akan menyeleksi, mempertegas, membuat fokus dan membuang hal yang
tidak penting dan mengatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan sebuah
kesimpulan.
Pada tahap selanjutnya, setelah memperoleh data hasil wawancara
yang berupa rekaman MP3, catatan lapangan, dan pengamatan lainnya,

47

peneliti melakukan transkrip data untuk mengubah data hasil wawancara,


catatan lapangan dalam bentuk tulisan yang lebih teratur dan sistematis.
Setelah seluruh data sudah dirubah dalam bentuk tertulis, peneliti membaca
seluruh data tersebut dan mencari hal-hal yang perlu dicatat untuk proses
selanjutnya yakni pengkategorisasian data agar data dapat diperoleh lebih
sederhana sesuai dengan kebutuhan penelitian. Sampai disini diperoleh
kesimpulan sementara berdasarkan data-data yang telah ada. Pada tahap
selanjutnya, penulis melakukan triangulasi yakni check and recheck antara
satu sumber data dengan sumber data yang lainnya. Apakah sumber data
yang satu sesuai dengan data yang lainnya, hal ini dilakukan untuk
meningkatkan validitas data.
2. Sajian Data
Sajian data adalah suatu informasi yang memungkinkan kesimpulan
penelitian dapat dilakukan. Dengan melihat sajian data penulis dapat lebih
memahami berbagai hal yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan
sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pemahaman
tersebut. Sajian data diperoleh dari hasil interpretasi, usaha memahami, dan
analisis data secara mendalam terhadap data yang telah direduksi,
dikategorisasi, dan check and recheck antara saru sumber data dengan
sumber yang lainnya. Sajian data dapat meliputi deskriftif, matriks dan table.

48

Sajian data yang baik dan jelas sistematikanya akan mudah memahami dan
mengerti.
3. Penyimpulan Data
Dari hasil pengumpulan data yang telah diperoleh peneliti menemukan
berbagai hal-hal penting yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Pada
saat mengolah data peneliti sudah mendapat kesimpulan sementara,
kesimpulan sementara yang masih berdasarkan data akan dipahami dan
dikomentari oleh peneliti yang pada akhirnya akan mendeskripsikan atau
menarik suatu kesimpulan akhir dari hasil penelitian yang telah diperoleh.
Penelitian berakhir ketika peneliti sudah merasa bahwa data sudah jenuh dan
setiap penambahan data baru hanya berarti ketumpang tindihan

BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Kabupaten Sidenreng Rappang

49

Sebelum ditetapkan menjadi sebuah Kabupaten, Sidenreng Rappang


atau yang lebih akrab disingkat SIDRAP, memiliki sejarah panjang sebagai
kerajaan Bugis yang cukup disegani di Sulawesi Selatan sejak abad XIV,
disamping kerajaan Luwu, Bone, Gowa, Soppeng, dan Wajo. Berbagai
literatur yang ada menyebutkan, eksitensi kerajaan ini turut memberi warna
dalam percaturan ekonomi dan politik kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan.
Sidenreng merupakan salah satu dari sedikit kerajaan yang tercatat dalam
Kitab La Galigo yang amat melegenda. Sementara masa La Galigo, menurut
Christian Pelras yang menulis buku Manusia Bugis, berlangsung pada
periode abad ke 11 dan 13 Masehi. Ini berarti Sidenreng merupakan salah
satu Kerajaan Kuno atau pertama di Sulawesi Selatan.
Dalam literatur lain, Rappang disebutkan sebagai kerajaan yang
menguasai Daerah Hilir Sungai Saddang di abad 15 M. Bersama dengan
Sidenreng, Sawitto, Alitta, Suppa, dan Bacukiki, mereka membentuk
persekutuan AjaTappareng (wilayah barat danau) untuk membendung
dominasi Luwu. Persekutuan itu kemudian diikatkan dalam perkawinan antar
keluarga raja-raja mereka.

Dalam perjalanannya, Kerajaan Sidenreng dan Rappang mengalami


pasang surut pemerintahan, hingga pada Tahun 1906 kedua kerajaan yang
ketika itu diperintah La Sadapotto, Addatuang Sidenreng XII sekaligus Arung
Rappang XX, akhirnya dipaksa tunduk kepada Kolonial Belanda setelah
50

melalui perlawanan yang sengit. Wilayah Kedua Kerajaan ini kemudian


berstatus Distrik dalam Wilayah Onderafdeling Parepare.Selanjutnya pada
Tahun 1917 kedua wilayah tersebut digabung menjadi satu, sebagai bagian
dari wilayah pemerintahan Afdeling Parepare yang meliputi :
1. Onderafdeling Sidenreng Rappang
2. Onderafdeling Pinrang
3. Onderafdeling Parepare
4. Onderafdeling Enrekang; dan
5. Onderafdeling Barru.
Onderafdeling Sidenreng Rappang di bawah pemerintahan Controleur
yang berkedudukan di Rappang, dengan membawahi Wilayah Administrasi
Daerah adat yang disebut Regen. Keadaan ini berlangsung hingga masa
pendudukan Pemerintahan Jepang yang pada masa itu berada dibawah
pengawasan Bunken Kanrikan.
Seiring Fajar Kemerdekaan yang menyingsing pada 17 Agustus 1945,
gelora semangat persatuan Indonesia tak terbendung lagi. Maka dengan
dukungan penuh seluruh masyarakat, Sidenreng Rappang menyatakan diri
sebagai bagian dari negera kesatuan Republik Indonesia. Ketika Parepare
menjadi Daerah Swatanra Tingkat II berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 34 Tahun 1952, Sidenreng Rappang menjadi kewedanan yang di
dalamnya terdapat Swapraja Sidenreng dan Swapraja Rappang yang

51

berotonomi sebagai lembaga pemerintahan adat berdasarkan Staatblat 1938


Nomor 529.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi, Kewedanan Sidenreng
Rappang yang meliputi Swapraja Sidenreng dan Swapraja Rappang dibentuk
menjadi

Daerah

Tingkat

II

Sidenreng

Rappang

dengan

pusat

pemerintahannya berkedudukan di Pangkajene Sidenreng 10 yang meliputi 7


(tujuh) wilayah kecamatan masing-masing :
1. Kecamatan Dua Pitue;
2. Kecamatan Maritengngae;
3. Kecamatan Panca Lautang;
4. Kecamatan Tellu Limpoe;
5. Kecamatan Watang Pulu;
6. Kecamatan Panca Rijang; dan
7. Kecamatan Baranti.

Seiring dengan itu pula, terbit pula Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor U.P.7/73-374 tanggal 28 Januari 1960 yang menetapkan Andi Sapada
Mappangile sebagai Bupati Kepala Daerah Tingkat II Sidenreng Rappang
yang Pertama. Pada 18 Peberuari 1960, Andi Sapada Mappangile kemudian

10

Bapeda Kab Sidrap. Selayang Pandang Kabupaten Sidenreng Rappang. (Sidrap:


Bapeda Kabupaten Sidenreng Rappang,2006) hal 6

52

dilantik sebagai Bupati oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi


Selatan. Atas dasar pelantikan Bupati tersebut , maka ditetapkan tanggal 18
Pebruari 1960 sebagai hari jadi daerah Kabupaten Sidenreng Rappang yang
diperingati setiap tahunnya. Sejak itu berakhir sudah Pemerintahan Feodal
Para Bangsawan To Manurung yang telah berlangsung berabad-abad.
Namun, yang jauh lebih penting adalah tumbuhnya rasa kebangsaan sebagai
warga negara Indonesia yang memiliki persamaan hak dan derajat.
B. Topografi Kabupaten Sidenreng Rappang
Secara geografis, Kabupaten yang beribukota Pangkajene ini terletak
di sebelah Utara Kota Makassar, tepatnya di antara titik koordinat : 3, 430
sampai dengan 4, 090 Lintang Selatan, dan 119, 41 0 sampai dengan 120, 100
Bujur Timur.11 Sementara Posisi Wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang
berbatasan dengan langsung dengan:
Sebelah Utara

: Kabupaten Pinrang dan Enrekang;

Sebelah Timur

: Kabupaten Luwu dan Wajo;

Sebelah Selatan

: Kabupaten Barru dan Soppeng; dan

Sebelah Barat

: Kabupaten Pinrang dan Kota Parepare.

Sidrap pada sekarang dikenal sebagai Lumbung Beras Nasional. Selain


itu, kabupaten ini juga dikenal memiliki populasi unggas terbesar di Kawasan

11

Bapeda Kabupaten Sidenreng Rappang. Selayang Pandang Kabupaten Sidrap.


(Sidrap: Bapeda Sidrap,2006) hal36

53

Timur Indonesia. Saat ini tercatat sebanyak dua juta ekor lebih Unggas yang
dikembangbiakkan di Sidenreng Rappang atau yang biasa juga disingkat
SIDRAP adalah Daerah yang berlokasi di Propinsi Sulawesi Selatan, sekitar
185 km ke arah Utara Makassar. Luas wilayahnya 2.506,19 km2 atau sekitar
3% dari total luas wilayah Sulawesi Selatan dengan ketinggian antara 10 m
1500 m dari permukaan laut.
Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang memiliki dua jenis musim yaitu
musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi pada bulan AprilSeptember dan musim kemarau terjadi pada bulan Oktober-Maret. Suhu
Udara mencapai 250 270 C, dan Altitude mencapai 100 150 m dpl.
Peruntukan lahan di SIDRAP didominasi oleh 37.212 ha Sawah Irigasi,
19.162 ha Padang Rumput, dan 15.326 ha Kerkebunan Kelapa. Peruntukan
lahan lainnya termasuk Sawah Tanah Kering (8.987 ha), Cokelat (6.765 ha),
Buah Kemiri (6.398 ha), Cengkeh (4.064 ha), Kacang Mente (2.304 ha), Lada
Hitam (210 ha), Kopi (172 ha), dan Pohon Kapuk (141 ha) (BPS Sidrap
2004). Sidrap dianggap sebagai Produsen Utama Komoditas Pertanian.
Kabupaten ini merupakan Produsen/Pengekspor BERAS paling besar, juga
Pengekspor Daging Sapi/Ternak di Sulawesi Selatan. Beras di Ekspor ke
Negara-Negara Timur Tengah, sedangkan Daging Sapi/Ternak di Ekspor ke
Jakarta dan Kalimantan.
Jumlah penduduknya sebanyak kurang lebih 250.000 jiwa dengan
kepadatan penduduk 126 jiwa/km2, dan pertumbuhan penduduk pertahun
54

sebesar 0,25%. Masyarakat SIDRAP sangat Rajin dan Pekerja Keras, serta
Berpegang Teguh pada Prinsip Lokal Resopa Temmangingngi Namalomo
Naletei Pammase Dewata (Hanya Dengan Kerja Keraslah Rahmat Tuhan
Bisa Diperoleh). Kebanyakan keluarga bergantung pada sektor pertanian
sebagai sumber mata pencaharian mereka. Kondisi ekonomi makro yang
positif mampu menutupi rendahnya kondisi ekonomi sebagian besar
masyarakatnya. Data Daerah mengindikasikan bahwa pada tahun 2003 65%
Penduduknya mampu Hidup Layak, dan 8% Hidup dibawah Garis
Kemiskinan

C. Politik Pemerintahan Kabupaten Sidenreng Rappang


Kabupaten Sidrap dipimpin oleh seorang Bupati sebagai kepala
daerah, Sesuai dengan tuntutan perubahan dengan pertimbangan efektifitas
pelaksanaan pemerintahan, di era kepemimpinan H. S. Parawansa, S.H.
Ketujuh Kecamatan dimekarkan menjadi sebelas sesuai Peraturan Daerah
Kabupaten Sidenreng Rappang Nomor 10 Tahun 2000 tentang Pembentukan
dan Susunan Organisasi Kecamatan dan Kelurahan. secara administrasi
pemerintahan Kabupaten Sidrap yang beribukota Pangkajene terdiri dari 11
kecamatan yang terdiri dari 38 kelurahan, 67 desa, 10 desa swadaya, 64
desa swakarsa, dan 30 desa swasembada.

Tabel Nama Bupati Kabupaten Sidenreng Rappang


55

Nama
Masa Jabatan
H. Andi Sapada
(1960 1966)
Mappangile
H. Arifin Numang
(1966 1978)
H. Opu Sidik
(1978 1988)
H. M. Yunus Bandu
(1988 1993)
Drs. A. Salipolo Palalloi
(1993 1998)
H. S. Parawansa, S.H
(1998 2003)
H. Andi Ranggong
(2003 2008)
H. Rusdi Masse
(2008 sekarang)
Sumber BPS Kabupaten Sidenreng Rappang

Tabel Kecamatan Kabupaten Sidenreng Rappang


Kecamatan
Kelurahan
Panca Lautang
3
Tellu LimpoE
6
Watang Pulu
5
Baranti
5
Panca Rijang
4
Kulo
Maritengngae
7
Sidenreng
3
Pitu Riawa
2
Dua PituE
2
Pitu Riase
1
Sumber BPS Sidenreng Rappang

Desa
7
3
5
4
4
6
5
5
10
7
11

D. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang


DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang adalah lembaga perwakilan
rakyat yang bertugas menampung segala aspirasi rakyat. Fungsi DPRD ada
tiga fungsi pengawasan, fungsi legislasi dan fungsi anggaran, dalam artian
DPRD membuat kebijakan dan mengawasi jalannya kebijakan (perda).

56

Ketua DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap). adalah Andi Sukri


Baharman, SE.
DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang memiliki tiga komisi, Komisi I
merupakan

Bidang

Perekonomian

dan

Pemerintahan,
Keuangan,

dan

Komisi
Komisi

II

merupakan

Bidang

III

merupakan

Bidang

Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat. 12 DPRD Kabupaten Sidenreng


Rappang (Sidrap). juga memiliki tiga Badan yakni: badan musyawarah,
badan legislasi daerah, badan anggaran, badan kehormatan.
Pimpinan DPRD merupakan bagian dari alat kelengkapan DPRD yang
telah dipilih dalam Rapat Paripurna dan ditetapkan dengan keputusan DPRD.
Pimpinan DPRD merupakan kesatuan yang bersifat kolektif yang merupakan
representasi seluruh anggota DPRD. Pimpinan DPRD terdiri dari 1 (satu)
orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua (Pasal 37 ayat 1)

13

dan masa

jabatannya sama dengan masa keanggotaanya, terhitung sejak tanggal


pengucapan janji.
Selanjutnya, pada Pasal 41 ayat (1) dijelaskan lebih lanjut mengenai
tugas Pimpinan DPRD sebagai berikut :.
a. Memimpin sidang DPRD dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil
keputusan;
b. Menyusun rencana kerja pimpinan dan mengadakan pembagian kerja
antara ketua dan wakil ketua
12

Peraturan Daerah No 01 tahun 2010 tentang Tatib II DPRD Kabupaten


Sidenreng Rappang
13
ibid

57

c. Melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan


d.
e.
f.
g.

agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPRD,


Menjadi juru bicara DPRD
Melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPRD,
Mewakili DPRD dalam berhubungan dengan lembaga/instansi lainnya,
Mengadakan konsultasi dengan bupati dan pimpinan lembaga/ intansi

lainnya sesuai dengan keputusan DPRD


h. Mewakili DPRD di pengadilan
i. Melaksanakan keputusan DPRD berkenaan dengan penetapan
sangksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
j. Menyusun rencana anggaran DPRD bersama sekertariat DPRD yang
pengesahannya dilakukan dengan rapat paripurna: dan
k. Menyampaikan laporan kinerja pimpinan DPRD dalam rapat paripurna
DPRD yang khusus diadakan untuk itu.
Adapun Fraksi sesuai Tata Tertib DPRD Kabupaten Sidrap Nomor 01
Tahun 2010, setiap anggota DPRD wajib menjadi salah satu fraksi :14
Sama halnya dengan pimpinan DPRD, Komisi juga merupakan bagian
dari alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk pada
permulaan masa keanggotaan DPRD. DPRD Kabupaten Sidrap terdapat 3
komisi yang terdiri dari:
a. Komisi I : Bidang Pemerintahan
Yang meliputi bidang bidang hukum, perundang-undangan, pemerintahan,
keamanan dan ketertiban umum, kependudukan dan catatan sipil,
penerangan dan pres, kepegawaian dan aparatur, pengawasan, perijinan,

14

Pasal 31 Tatib DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang

58

sosial politik, organisasi masyarakat, kebudayaan, pertanahan, kerja


sama

internasional

dan

antar

daerah,

pendidikan,

kesehatan,

ketenagakerjaan, transmigrasi, aset daerah, dan agama.


b. Komisi II : Bidang Perekonomian dan Keuangan
Yang meliputi bidang-bidang perdagangan, perindustrian, pertanian,
perikanan,

peternakan,

perkebunan,

kehutanan,

pengadaan

dan

ketahanan pangan, logistik, koperasi, usaha kecil dan menengah,


keuangan daerah, pendapatan asli daerah, perpajakan, retribusi,
perbankan, badan usaha milik daerah, penanaman modal dan dunia
usaha,serta perhubungan dan pariwisata.
c. Komisi III : Bidang Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat
`Yang meliputi bidan pekerajaan umum, tata ruang, sumber daya air,
pertamanan, kebersihan, pemberdayaan masyarakat dan kesejahteraan
sosial, sumber daya alam, pertambangan dan energi, perumahan rakyat,
lingkungan hidup, kepemudaan dan keolahragaan, keluarga berencana,
dan pemberdayaan wanita, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sementara itu, adapun tugas dari pada komisi sebagaimana yang
dijelaskan pada pasal 49 Tata Tertib DPRD antara lain, yaitu :
a. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan peraturan
perundang undangan,
b. Melakukan pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah dan
rancangan keputusan DPRD,
c. Melakukan pengawasan terhadap peraturan daerah dan APBD sesuai
dengan ruang lingkup tugas komisi,

59

d. Membantu pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian masalah


yang disampaikan oleh bupati dan / atau masyarakat kepada DPRD,
e. Menerima, menampung, dan membahas serta menindaklanjuti aspirasi
masyarakat,
f. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah
g. Melakukan kunjungan kerja komisi yang bersangkutan atas persetujuan
pimpinan DPRD,
h. Mengadakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat,
i. Mengajukan usul kepada pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang
lingkup bidang tugas masing-masing komisi, dan
j. Memberikan laporan tertulis kepada pimpinan DPRD tentang hasil
pelaksanaan tugas komisi.
Tugas komisi di bidang pengawasan pasal 49 ayat 4:
a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dan
peraturan daerah, termasuk APBN, APBD provinsi dan APBD
kabupaten/kota serta peraturan pelaksanaan yang termasuk dalam
ruang lingkup tugasnya,
b. Membahas dan menindak lanjuti hasil pemeriksaan BPK dan BPKP
yang berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya,
c. Melakukan pengawasan terhadap kebijakan

pemerintah

dan

pemerintah daerah,
d. Menyiapkan masukan tentang bahan-bahan temuan kepada pansus
LKPJ-KDH untuk dipertimbangkan sebagai bahan masukan dalam
penyusunana dan catatan rekomendasi DPRD terhadap LKPJ-KDH
tahun anggaran sebelumnya.

60

Badan musyawarah mempunyai tugas:15


a. Menetapkan agenda DPRD untuk 1 (satu) tahun sidang, 1 (satu) masa
persidangan, atau sebagian dari suatu masa sidang, perkiraan waktu
penyelesaian suatu masalah, dan jangka waktu

penyelesaian

rancangan peraturan daerah, dengan tidak mengurangi kewenangan


rapat paripurna untuk mengubahnya,
b. Memberikan pendapat kepada pimpinan DPRD dalam menentuka
garis kebijakan yang menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang
DPRD,
c. Meminta atau/ memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan
DPRD yang lain untuk memberikan keterangan/penjelasan mengenai
d.
e.
f.
g.

pelaksanaan tugas masing-masing,


Menentapkan jadwal acara rapat DPRD,
Memberi saran/pendapat untuk memperlancar kegiatan,
Merekomendasikan panitia khusus dan,
Melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh rapat paripurna kepada

badan musyawarah.
Badan Legislasi Daerah merupakan alat kelengkapan DPRD bersifat
tetap, dibentuk dalam rapat paripurna DPRD,memiliki tugas: 16
a. Menginterventaris seluruh perda yang ada untuk dibuat klasifikasinya
kedalam tiga kelompok:
1. Perda yang sudah tidak berfungsi sebagai instrumen hukum untuk
perda semacam ini diusulkan dan diganti dengan perda yang baru.
2. Perda yang sebagian materinya sudah tidak sesuai dengan kondisi
sosiologis masyarakat atau bertentangan dengan peraturan

15
16

Pasal 47 tatib DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang


Pasal 50 tatib DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang

61

perundang-undangan yang berlaku, perda kategori ini perlu diubah


atau diganti.
3. Perda yang berlaku secara efektif.
b. Menyusun rancangan program legislasi daerah yang termuat daftar
urutan dan prioritas rancangan peraturan daerah beserta alasannya
untuk setiap tahun anggaran dilingkungan DPRD.
c. Koordinasi untuk penyusunan program legislasi daerah antara DPRD
dan pemerintah daerah,
d. Menyiapkan rancangan peraturan daerah usul DPRD berdasarkan
program prioritas yang ditetapkan.
e. Melakukan pengharmonisasian,

pembulatan

dan

pemantapan

konsepsi rancangan daerah yang diajukan anggota,komisi dan atau/


gabungan komisi sebelum rancangan peraturan daerah tersebut
disampaikan kepada pimpinan DPRD,
f. Memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan daerah
yang diajukan oleh anggota komisi dan /atau gabungan komisi, diluar
prioritas rancangan peraturan daerah tahun berjalan atau diluar
rancangan peraturan daerah yang terdaftar dalam program legislasi
daerah,
g. Mengikuti

perkembangan

dan

melaukan

evaluasi

terhadap

pembahasan materi muatan rancangan peraturan daerah melalui


koordinasi dengan komisi dan /atau panitia khusus.
h. Memberikan masukan kepada pimpinan DPRD atas rancangan
peraturan daerah yang ditugaskan oleh badan musyawarah

62

i. Membuat laporan kinerja pada masa akhir keanggotaan DPRD baik


yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat digunakan
oleh badan legislasi pada masa keanggotaan berikutnya.
Badan Angaran memilik tugas;17
a. Memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD
kepada bupati dalam mempersiapkan rancangan APBD paling lambat
5 (lima) bulan sebelum ditetapkan APBD,
b. Melakukan konsultasi yang dapat diwakili oleh anggotanya kepada
komisi terkait untuk memperoleh masukan dalam rangka pembahasan
rancangan kebijakan umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran
sementara,
c. Memberikan

saran

dan

pendapat

kepada

bupati

dalam

mempersiapkan rancangan peraturan daerah tentang perubahan


APBD dan rancangan peraturan daerah terntang pertanggung
jawaban pelaksanaan APBD,
d. Melakukan penyempurnaan rancangan peraturan daerah tentang
APBD dan rancangan peraturan daerah tentang pertanggung jawaban
pelaksanaan APBD berdasarkan hasil evaluasi gubernur bersama tim
anggaran pemerintah daerah,
e. Melakukan pembahasan bersama tim anggaran pemerintah daerah
terhadap rancangan kebijakan umum APBD, serta
f. Memberikan saran kepada pimpinan DPRD dalam penyusunan
anggaran DPRD.
1. Badan kehormatan mempunyai tugas; 18
17
18

Pasal 56 tatib DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang


Pasal 58 tatib DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang

63

a. Memantau dan mengevaluasi disiplin dan/atau peraturan tata terib


DPRD dalam rangka menjaga martabat, kehormatan, citra dan
kredibilitas DPRD,
b. Meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD terhadap
peraturan tata tertib dan/atau kode etik DPRD,
c. Melakukan penyelidikan, verifikasi, danm klarifikasi atas pengaduan
pimpinan DPRD,anggota DPRD, dan/atau masyarakat, dan
d. Melaporkan keputusan badan kehormatan atas hasil penyelidikan,
verifikasi,dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf c kepada
rapat paripurna DPRD.
2. Dalam melaksanakan

penyelidikan,

verifikasi

dan

klarifikasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) badan kehormatan dapat


meminta bantuan dari ahli independen.
Konsultasi antara DPRD dengan pemerintah daerah dilaksanakan dalam
bentuk pertemuan antara pimpinan DPRD dengan bupati. 19
a. Pembicaraan awal mengenai muatan materi rancangan peraturan
daerah dan/ atau rancangan kebijakan umum anggaran (KUA) serta
prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS) dalam rangka
penyusunan rancangan APBD,
b. Pembicaraan mengenai penanganan suatu masalah yang memerlukan
keputusan/kesepakatan bersama DPRD dan pemerintah daerah
berdasarkan peraturan perundang-undangan: atau
c. Permintaan penjelasan mengenai kebijakan atau program kerja
tertentu yang ditetapkan atau dilaksanakan oleh bupati.

19

Pasal 140 tatib DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang

64

Pimpinan DPRD didampingi oleh pimpinan alat kelengkapan DPRD


yang terkait dengan materi konsultasi dan bupati didampingi oleh
pimpinan perangkat daerah yang terkait.
Penerimaan pengaduan dan /atau aspirasi yang disampaikan langsung
oleh masyarakat, baik secara perseorangan maupun kelompok, diterima oleh
pimpinan DPRD dan/atau alat kelengkapan terkait. 20 Pada pasal 143
dikatakan:
1. Pimpinan DPRD, alat kelengkapan DPR, anggota DPRD atau fraksi
DPRD menerima, menampung, menyerap, dan menindaklanjuti
pengaduan dan/atau aspirasi masyarakat yang disampaikan secara
langsung atau tertulis tentang permasalahan, sesuai dengan tugas,
fungsi dan wewenang DPRD,
2. Pengaduan dan/ atau aspirasi sebagaimana dimaksud ayat (1)
dilakukan proses administrasi oleh sekretariat DPRD dan diteruskan
oleh sekretariat DPRD dan diteruskan kepada pimpinan DPRD, alat
kelengkapan DPRD yang terkait, anggota DPRD atau fraksi di DPRD,
3. Pimpinan DPRD kelengkapan DPRD yang terkait, anggota DPRD atau
fraksi di DPRD dapat menindak lanjuti pengaduan dan/ atau aspirasi
sesuai kewenangannya.
4. Anggota DPRD dapat menindaklanjuti pengaduan dan/ atau aspirasi
kepada pimpinan DPRD, alat kelengkapan DPRD yang terkait atau
fraksinya,
5. Dalam hal diperlukan, pengaduan dan/atau aspiarsi masyarakat dapat
ditindaklajuti dengan:
20

Pasal 142 tatib DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang

65

a. Rapat dengar pendapat umum


b. Rapat dengar pendapat
c. Kunjungan kerja dan pemantauan lapangan:atau.
d. Rapat kerja alat kelengkapan DPRD dengan mitra kerjanya
Tata cara penerimaan dan tindak lanjut pengaduan dan/atau aspirasi
masyarakat diatur oleh sekertaris DPRD dengan persetujuan pimpinan
DPRD.

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
66

Pengawasan DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) Terhadap


Perda No 13 Tahun 2008 tentang Retribusi Pasar

Pengawasan DPRD terhadap Peraturan daerah merupakan salah satu


ruang lingkup dari fungsi pengawasan yang melekat pada DPRD. Bagi DPRD
Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap). Periode 2004-2009, dasar hukum
yang menyebutkan tentang fungsi pengawasan DPRD termuat dalam
Keputusan DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang Nomor 01 Tahun 2010
tentang Tata Tertib DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang, pada pasal 2 ayat
(1) disebutkan bahwa DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan
pengawasan, serta pada ayat (4) disebutkan bahwa fungsi pengawasan
sebagaimana yang dimaksud ayat (1) diwujudkan dalam bentuk pengawasan
terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD.
Fungsi DPRD dalam bidang pengawasan merupakan tindak lanjut dari
fungsi-fungsi yang diperankan DPRD sebelumnya yaitu fungsi legislasi dan
fungsi anggaran, karena obyek-obyek yang diawasi DPRD kebanyakan
merupakan kebijakan-kebijakan maupun program-program hasil dari fungsi
legislasi maupun anggaran, oleh karena itu fungsi pengawasan merupakan
sebuah kesatuan yang tak dapat dipisahkan dengan fungsi-fungsi lainnya.
Dalam sebuah wawancara

dengan Hamka, SP

: memberikan

komentarnya mengenai Fungsi Pengawasan ini, dimana beliau mengatakan


sebagai berikut : DPRD memiliki tiga fungsi pokok yaitu pengawasan,
67

legislasi, dan anggaran, dalam fungsi pengawasan kami melakukan


pengawasan perda yang telah kami buat.
Dari wawancara
penjelasan

bahwa

21

di atas, secara tidak langsung memberikan

pengawasan

DPRD

terhadap

Peraturan

daerah

dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan Perda yang telah


dilahirkan, baik itu berasal dari inisiatif DPRD sendiri maupun yang berasal
dari inisiatif eksekutif pada dasarnya pengawasan DPRD terhadap Peraturan
daerah sebagai salah satu ruang lingkup dari fungsi pengawasan yang
dilakukan DPRD, dimaksudkan untuk mengetahui efektifitas dari perda-perda
yang telah dilahirkan DPRD di lapangan. Sejatinya fungsi pengawasan DPRD
secara keseluruhan bertujuan untuk mengembangkan kehidupan demokrasi
di daerah, menjamin keterwakilan rakyat dan daerah dalam melaksanakan
tugas dan kewenangannya, serta mengembangkan mekanisme check and
balances antara DPRD dan Pemerintah daerah sebagai sesama unsur
penyelenggaran pemerintahan daerah demi terwujudnya tata pemerintahan
yang baik. Dalam sebuah wawancara dengan Sekertaris Komisi II DPRD
Kabupaten Sidrap yaitu Andi Fachry A. B. S.Pi memberikan penjelasan
tentang pentingnya fungsi pengawasan DPRD terhadap Peraturan daerah,
dimana beliau mengatakan :
21

Wawancara dengan Hamka SP anggota Komisi II DPRD Kabupaten Sidenreng


Rappang,Selasa tanggal 7 februari 2012 pukul 13.45. Wita di Kantor DPRD
Kabupaten Sidenreng Rappang

68

kami juga mengawasi aparatur pelaksanan Perda baik itu Bupati


maupun SKPD, apakah mereka benar-benar telah melaksanakan
dengan sebaik-baiknya perda yang telah ditetapkan. Bila terdapat
penyimpangan, maka tentunya kami akan menindak lanjuti
berdasarkan temuan-temuan22
Berdasarkan hasil wawancara sebagaimana yang dipaparkan diatas,
dapat diketahui maksud, tujuan dan manfaat dari fungsi pengawasan yang
dilakukan DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang khususnya pengawasannya
terhadap Peraturan daerah antara lain sebagai berikut :
a. Menjamin agar pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya tidak bertentangan dengan aturan atau perda yang telah
dibuat;
b. Mencegah terjadinya tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah sebagai pelaksana dari Perda;
c. Mengetahui efektifitas dari Perda yang telah dihasilkan DPRD, baik itu
Perda yang berasal dari inisiatif DPRD sendiri maupun yang berasal dari
Bupati, sehingga bisa dilakukan tindakan penyempurnaan atas Perda
tersebut bila ternyata dalam implementasinya berjalan kurang efektif.
Dari sekian alat kelengkapan yang ada, khususnya di DPRD
Kabupaten Sidenreng Rappang Komisi merupakan alat kelengkapan yang
sering melakukan pengawasan termasuk pengawasan terhadap Peraturan
daerah. Hal ini dikarenakan Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang
sifatnya teknis, artinya komisi merupakan perpanjangan tangan dari DPRD
dan lebih intensif melakukan pengawasan terhadap Peraturan daerah
22

Andi Fahcry, A. B. S.Pi selaku Seketaris Komisi II DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap),Rabu
tanggal 8 februari 2012 pukul 10.00 Wita di Kantor DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang

69

maupun kebijakan dan program lainnya yang dilahirkan DPRD. Oleh karena
itu, setiap komisi akan melakukan pengawasan terhadap Peraturan daerah
yang berada pada ranah tugas dan wewenang bidang masing-masing.
Komisi 1 akan melakukan pengawasan di bidang Pemerintahan, Hukum dan
Politik. Komisi II melakukan pengawasan di bidang Ekonomi Keuangan.
Komisi

III

melakukan

pengawasan

di

bidang

Pembangunan

dan

kesejahteraan rakyat.23 Satu tugas komisi adalah melakukan pengawasan


terhadap pelaksanaan peraturan daerah, dan APBD sesuai dengan ruang
lingkup tugas komisi24 seperti juga dikatakan Sekertaris Komisi II DPRD
Kabupaten

Sidenreng

Rappang

(Sidrap).

yaitu

Andi

Fachry A.

B.

S.Pi :Komisi merupakan bagian utama DPRD, komisi bersentuhan dengan


masyarakat dan bekerja sesuai bidang yang ditetapkan, komisi lebih banyak
melaksanakan fungsi pengawasan 25

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam hal


pengawasan yang dilakukan DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang terhadap
Peraturan daerah, terdapat dua aspek yang termuat di dalamnya, aspek
pertama adalah DPRD mengawasi keefektifan dari pada Perda itu sendiri
sebagai sebuah kebijakan maupun sebagai produk hukum yang bersifat
23

Perda No 01 tahun 2010 tentang Tatib DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang


(pasal 48, ayat 3)
24
Ibid. (pasal 49, ayat 1 c)
25
Andi Fahcry, A. B. S.Pi selaku Seketaris Komisi II DPRD Kabupaten Sidenreng
Rappang( Sidrap), Rabu tanggal 8 februari 2012 pukul 10.00 Wita di Kantor DPRD
Kabupaten Sidenreng Rappang

70

pengaturan yang telah dihasilkan, dan aspek yang kedua adalah DPRD
mengawasi lembaga/instansi yang terkait atas suatu Peraturan daerah. Oleh
karena itu tindak lanjut hasil pengawasan yang dilakukan DPRD Kabupaten
Sidenreng Rappang akan berujung pada ke dua aspek tesebut dimana dapat
berupa perbaikan regulasi yang ada maupun penyempurnaan kebijakan yang
telah

di

hasilkan

dan

pencegahan

tindakan

penyelewengan

atau

penyalahgunaan yang dilakukan oleh aparatur pelaksana Peraturan daerah


tersebut bahkan dapat berujung pada penyelesain ke proses hukum bila
terbukti melakukan tindakan penyelewengan ataupun penyalahgunaan atas
Peraturan daerah tersebut. Seperti yang diungkapkan H. Zainuddin Sadide
selaku anggota komisi II DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang:
Jika ada aspirasi dari masyarakat kami akan menampungnya, karena
kami lembaga perwakilan rakyat, selama kami bisa selesaikan langsung
maka kami langsung selesaikan dengan kunjungan lapangan, namun
tetap akan kami tindaklanjuti demi perbaikan perda yang sesuai dengan
yang diharapkan.26
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari wawancara-wawancara
dan studi pustaka yang dilakukan selama proses penelitian, temuan-temuan
maupun indikasi-indikasi penyelewengan maupun penyalahgunaan yang
dilakukan aparatur pelaksana atas sebuah Peraturan daerah, yang
ditemukan oleh komisi sebagai alat kelengkapan DPRD yang intens
melakukan pengawasan dari kegiatan pengawasan yang dilakukan baik yang
26

H. Zainuddin Sadide selaku Anggota komisi II DPRD Kab. Sidenreng Rappang,


tanggal 15 februari 2012 pukul 11.00. Wita di rumahnya Jalan Poros Pinrang

71

berupa kunjungan kerja atau kunjungan lapangan, sidak, dengar pendapat,


rapat koordinasi dan rapat konsultasi bersama instansi pemerintah yang ada
di Kabupaten Sidenreng Rappang, kemudian akan ditindak lanjuti dengan
menyampaikan hasil temuan kepada Pimpinan DPRD yang disertai dengan
rekomendasi-rekomendasi komisi. Rekomendasi komisi ini lahir dari rapat
yang dilakukan komisi maupun rapat antar komisi bila permasalahan yang
dihadapi melibatkan dua komisi atau lebih. Selanjutnya, Pimpinan DPRD
menyampaikan undangan kepada alat-alat kelengkapan DPRD yang ada
untuk mengadakan rapat paripurna guna membahas rekomendasi yang telah
disampaikan oleh komisi maupun gabungan komisi sebelumnya. Ditolak atau
diterimanya rekomendasi-rekomendasi yang telah disampaikan oleh komisi
atas

temuan-temuan

hasil

pengawasan

yang

diperoleh

dilapangan,

tergantung pada fraksi melalui pandangan akhir fraksi, karena pandangan


akhir fraksi yang menentukan disetujui atau tidaknya rekomendasi tersebut,
bila sebagian besar fraksi menolak rekomendasi tersebut maka rekomendasi
tersebut batal, sebaliknya bila rekomendasi tersebut diterima, maka melalui
rapat paripurna ini akan dihasilkan Keputusan DPRD untuk menindak lanjuti
rekomendasi yang disampaikan oleh komisi maupun gabungan komisi
sebelumnya. Keputusan DPRD dapat berupa perbaikan terhadap Peraturan
daerah, maupun dapat berupa sikap, saran, teguran, masukan dan
rekomendasi yang harus mendapat perhatian dan dilaksanakan lebih lanjut
oleh pemerintah daerah.
72

1. Preliminary Control
Preliminary Control merupakan pengawasan awal anggota DPRD
pada saat pembahasan anggaran. Dalam pengawasan pendahuluan ini
anggota DPRD sangat diharapkan perannya dalam meneliti setiap usulan
khususnya anggaran dari penyedia layanan masyarakat menyangkut tentang
perda retribusi pasar ini diharapkan DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang
lebih melihat kesesuaian dengan tingkat pendapatan pedagang khususnya
dari sisi biaya retribusi
Dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah
daerah disebutkan bahwa DPRD memiliki fungsi pengawasan, fungsi
pengawasan

tersebut

dilakukan

terhadap

beberapa

hal

antara

lain

pelaksanaan peraturan daerah, peraturan kepala daerah/Keputusan Bupati,


pelaksanaan APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan
program pembangunan, dan kerja sama internasional di daerah.
Dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, yang terkait dengan
penelitian ini dijelaskan bahwa apa yang dimaksud dengan Retribusi daerah
yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi
atau badan
Peraturan daerah tentang Retribusi Pasar merupakan salah satu dari
sekian banyak Perda yang telah dilahirkan DPRD Kabupaten Sidenreng
73

Rappang bersama dengan eksekutif, yang harus diawasi sejak awal


perencanaannya. Perda No 13 Tahun 2008 tentang Retribusi Pasar objek
kajian

sebagai langka awal pengawasan DRPD Kabupten Sidenreng

Rappang harus melihat draf yang diusulkan pemerintah daerah, sebagimana


yang diungkapkan hasil wawancara dengan Ahmad D. SP mengatakan :
Perda retribusi Pasar merupakan usulan dari pemerintah Kabupaten
Sidrap yang telah diproses dalam satu kepanitian yang melibatkan
beberapa SKPD terkait dan membahas segala hal yang dianggap perlu
dari perda terebut yang kemudian diusulkan ke dewan. 27
Perda Retribusi Pasar merupakan kebijakan pemerintah daerah
Kabupaten Sidenreng Rappang yang bersifat mengatur pengelolaan dalam
hal retribusi pasar. yang merupakan bagian dari retribusi daerah yang
menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD). Peran yang
diambil dalam melakukan pengawasan DPRD
Rappang

setelah

menerima

usulan

atau

Kabupaten Sidenreng

rancangan

perda

maka

sebagaimana yang diungkapkan H. Zainuddin Sadide dalam wawancaranya


mengatakan :
Keterlibatan dewan ketika usulan perda tersebut dari pemerintah
kabupaten Sidrap diserahkan ke dewan kemudian diserahkan ke Badan
Legislasi untuk dikaji lebih lanjut jika dianggap sudah lengkap draf
pembahasan baru diserahkan ke pimpinan Dewan untuk disetujui yang
kemudian diserahkan ke Badan Musyawarah setelah dianggap sudah
lengkap baru diplenokan dengan dihadiri DPRD dan mengundangkan
pemerintah kabupaten dengan perwakilan SKPD yang terkait. 28
27

Wawancara dengan Ahmad D. SP. Msi selaku kepala bidang retribusi ,tanggal 13
februari 2012 pukul 13.45. Wita di Kantor Dispenda Kabipaten Sidenreng
Rappang

74

Rapat dengar pendapat atau searing atas sebuah persoalan yang


terjadi

berkaitan

dengan

kebijakan

pemerintah

merupakan

bentuk

pengawasan politik dewan seperti pada perda retribusi pasar di Kabupaten


Sidenreng Rappang

pada saat rapat

pleno

dengan mendengarkan

penjelasan pemerintah melalui SKPD terkait menyangkut perencanaan dalam


pelaksanaan perda tersebut, Pada rapat pleno cukup alot membahas tentang
penentuan tarif di dalam pasal 10 menjelaskan Prinsip penetapan struktur
dan besarnya tarif didasarkan dengan memperhatikan biaya penyediaan
fasilitas yang meliputi biaya investasi, penyusutan, kebersihan, keamanan,
operasional, dan pemeliharaan pengadaan karcis/kartu pasar dan uang
pinjaman, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan dari penjelasan
pasal ini beberapa partai menyoroti khususnya partai-partai kecil terutama
Partai

Gerindra

yang

merupakan

misi

perjuangan

partai

yaitu

memperjuangan pedagang tradisional, mereka menuntut untuk menggganti


pasal tersebut dengan redaksi bahwa penentuan tarif sebagaimana yang
diungkapkan dari Bapak Muh Ali Hafid komisi II mengatakan : Sekarang ini
pola perencanaan pembangunan diarahkan dari bawah keatas atau buttonup, makanya penetuan tarif pasar didasarkan pada tingkat kemapuan para
pedagang dari berbagai golongan yang ada

28

H. Zainuddin Sadide selaku Anggota komisi II DPRD Kabupaten sidenreng


Rappang, tanggal 15 februari 2012 pukul 11.00. Wita di rumahnya Jalan Poros
Pinrang

75

Pemerintah menjelsakan dalam wawancara dengan Dispenda bahwa


apa yang usulkan dewan sudah dijalankan sejak dulu ketika pemerintah
menggunakan APBD dalam pengembangan pasar di Kabupaten Sidenreng
Rappang

hasil

survey

pemerintah

para

pedagang

terlalu

rendah

keinginannya terhadap tarif sewa/biaya sedangkan diketahui bahwa pada loslos

dan

kios-kios

tertentu

banyak

memberikan

pedagangnya dan termasuk juga mereka

keuntungan

dalam

adalah pedangang besar yang

menempati beberapa los, dengan melihat kondisi riil dilapangan pemerintah


harus juga dapat mempertibangkan segala sesuatunya dalam menentukan
tarif tersebut kemudian perlu diperhatikan bahwa pengembangan pasar ini
merupakan bantuan pinjaman bank dunia yang harus dikembalikan oleh
karena itu segala sesuatu pemerintah telah mempertimbangkanya
Hasil pembahasan rancangan perda retribusi pasar disepakati dengan
pertimbangan akan melihat kemajuan kemudian. Perda ini cukup diawasi
dibandingkan Perda-perda lainnya, karena berkaitan juga dengan fungsi
budgeting DPRD sebagai bahan untuk menetapkan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah tiap tahunnya dan sangat berkaitan juga dengan fungsi
legislasi dimana setiap Peraturan daerah yang akan dihasilkan haruslah
memenuhi asas Pembentukan Perda dan asas materi muatan Perda. Oleh
karena itu lebih lanjut dikatakan Andi Fachry A. B. S.Pi :Bahwa sebelum
diundangkan menjadi lembaran Negara kabupaten Sidrap Dewan kembali

76

untuk dievalusai kembali jika disetujui baru diundangkan yang tidak sama
dengan perda lainnya yang nonretribusi. 29

Disamping mengawasai Perda Retribusi Pasar sebagai kebijakan


daerah yang telah disepakati bersama dengan pemerintah daerah dalam
program legislasi daerah, Komisi II DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang
dalam melakukan pengawasannya juga mengawasi pemerintah daerah yang
terkait dengan Perda Retribusi Pasar tersebut Pemerintah Kabupaten
Sidenreng Rappang retribusi pasar berada pada ranah tugas dan wewenang
Dinas Pendapatan Daerah karena retribusi pasar merupakan salah satu
sumber Pendapatan Asli Daerah. Selanjutnya disetiap pasar yang berada di
wilayah administrasi Kabupaten Sidenreng Rappang pengelola pasar ini yang
kemudian mengelola pasar dalam artian mengelola fasilitas pasar yang telah
disediakan oleh Pemerintah Daerah yang diperuntukkan kepada masyarakat
pengguna jasa tersebut, termasuk dalam hal penarikan atau pemungutan tarif
retribusi pasar.
Perda Retribusi Pasar tergolong dalam Retribusi Jasa Umum.
Retribusi Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh
Pemerintah daerah untuk tujuan dan kepentingan umum serta dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
29

Andi Fahcry, A. B. S.Pi selaku Seketaris Komisi II DPRD Kabupaten Sidenreng


Rappang(Sidrap), tanggal 8 februari 2012 pukul 13.45 Wita di Kantor DPRD
Sidenreng Rappang

77

Dalam klasifikasi pasar berdasarkan perda No 13 tahun 2008 tentang


retribusi pasar, pasar di Kabupaten Sidenreng Rappang di bagi menjadi
empat tipe yaitu:
1. Tipe A (Pasar Pangkajene, Pasar Rappang, dan Pasar
Tanrutedong)
2. Tipe B (Pasar Amparita)
3. Tipe C (Pasar Bilokka, Pasar Lawawoi, Pasar Baranti, Pasar
EmpagaE, Pasar Lacinrang, Pasar Otting)
4. Tipe D ( Pasar Lise, Pasar Wanio, Pasar WetteE, Pasar
Massepe, Pasar Manisa, Pasar Bila, Pasar Batu)
Prinsip penetapan struktur dan besarnya tarif didasarkan pada
kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan fasilitas,
yang

meliputi

biaya

investasi,

penyusutan,

kebersihan,

keamanan,operasional, dan pemeliharaan pengadaan karcis dan uang


pinjaman,serta kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. Ahmad D. SP
mengatakan: struktur tarif terdiri dari kontrak tahunan dan harian
berdasarkan tipe pasar. 30

2. Interim Control

30

Wawancara dengan Ahmad D. SP. Msi selaku kepala bidang retribusi ,tanggal
21 februari 2012 pukul 13.45. Wita

78

Interim Control Pengawasan untuk memastikan retribusi pasar


berjalan sesuai standar yang ditetapkan dan memenuhi harapan masyarakat
selama

dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Pengawasan juga bisa

diarahkan terhadap pelaksanaan kebijakan pada masa perjalannya sebuah


peraturan. Pengawasan ini akan melihat pelaksanaan pengawasan DPRD
Kabupaten Sidenreng Rappang terhadap Aparatur pelaksana dari instansi
pemerintah daerah yang terkait dalam retribusi pasar dalam menjalankan
Peraturan daerah.
Berdasarkan hasil penelitian, dari pengawasan yang dilakukan Komisi
II DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang sebagai alat kelengkapan teknis
DPRD yang membidangi pajak dan retribusi, sebagaimana mengatakan
bahwa sebenarnya dari segi kebijakan tidak terdapat masalah terhadap
ketentuan-ketentuan yang telah disepakati dan diatur dalam Perda retribusi
Pasar tersebut, hanya saja dalam implementasinya dilapangan, aparatur
yang menjalankan secara teknis

dari Perda tersebut dinilai sangat

memaksakan dalam menjalankan tugasnya, terutama pihak pengelola pasar,


dalam pengamatan penulis sebagaimana yang diungkapkan oleh H.
Zainuddin Sadide:
Perlu diktehui disini bahwa dalam pengelolahan pasar tersebut
alokasi anggaranya bersumber dari pinjaman Bank dunia yang harus
dikembaliakn sesuai dengan waktunya, makanya pemerintah sangat
serius mengelolah retribusi tersebut. 31
31

H. Zainuddin Sadide selaku Anggota komisi II DPRD Kabupaten sidenreng


Rappang, tanggal 15 februari 2012 pukul 11.00. Wita di rumahnya Jalan Poros
Pinrang

79

`
Dalam pengawasan dewan pada perda ini sangat serius oleh karena
merupakan

tanggunjawab

bersama

dengan

pemerintah

Kabupaten

Sidenreng Rappang mengingat dana yang digunakan pinjaman Bank Dunia


dan pada tahun berjalan 2009 dapat dikatakan terselesaikan namun
kelihatannya agak dipaksakan dalan pemungutannya.
Salah satu aspek yang menjadi penilaian DPRD Kabupaten Sidenreng
Rappang ketika melakukan pengawasan dengan pendekatan interim control
terhadap Peraturan daerah adalah dengan menilai Peraturan daerah itu
sendiri sebagai sebuah kebijakan pemerintah. Sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa fungsi pengawasan merupakan tindak lanjut
dari fungsi sebelumnya yaitu control internal Dalam aspek ini, pengawasan
yang dilakukan oleh DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang bertujuan untuk
mengetahui apakah kebijakan-kebijakan yang telah dihasilkan dari legislasi
daerah, seperti Peraturan daerah sebagai sebuah kebijakan daerah yang
bersifat pengaturan sebagaimana hasil wawan cara dengan bapak Muh. Ali
Hafid komisi II mengatakan :
Dalam penentuan tarif biaya yang dibebankan para pedagang telah
dilibatkan terhadap komunitas pedagang dan pada saat itu mereka
namun tarif tersebut tidak sesuai dengan kesepakatan apa yang
diharapkan pedagang, namun dengan pertimbangan tertentu dari
pemerintah dalam penentuan tarif 32
32

Wawancara dengan Muhammad Ali Hafid A. Md. Pi selaku anggota Komisi II


,tanggal 14 februari 2012 pukul 11.45. Wita di Kantor DPRD Kabupaten Sidenreng
Rappang (Sidrap)

80

Dari wawancara tersebut terlihat bahwa mengambil jalan tengah


dalam menampung aspirasi masyarakat yang juga telah memihak kepada
kepentingan masyarakat yang dianggap sebagai konstituen mereka. Selain
itu, melalui aspek ini juga DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang mencoba
untuk mengetahui apakah Perda yang telah dihasilkan berjalan dengan
efektif atau

tidak di lapangan, sehingga dapat

dilakukan tindakan

penyempurnaan baik dari segi redaksi materi maupun substansi yang


termuat dalam Perda tersebut. Lebih lanjut dikatakan Hamka, SP:
Kalau berjalannya tetap berjalan tetapi kalau dilihat dari efektifnya
masih ada kendala yang dihadapi khusunya dalam pemugutan retribusi
karena mau tidak mau masih banyak pedagang yang tidak membayar
bahkan kuncing-kucingan dari petugas selain itu juga para tetugas kita
tidak tahu apa dilaporkan atau tidak, tanggungjawab itu ada pada
pemda 33
Pemungutan retribusi pasar yang ada juga lihat pada tipe pasar
sebagaimana yang diungkap diatas, namun khusus tarif yang dapat terjadi
kekurangan dapat dilihat pungutan retribusi diantaranya pada pedagang kios
dan los yang sifatnya permanen hampir tidak ada kendala dalam
penyelesaian pajak retribusi Cuma terkadang ada yang mencicil, bahkan ada
yang pihak ketigakan sehingga pihak petugas trkendala untuk menagih,
sedangkan gardu dan pelataran ini yang banyak bermasalah karena pajak
retribusi bersifat harian yang ada aksi kucing-kucingan dengan petugas yang

33

Wawancara dengan Hamka SP anggota Komisi II DPRD DPRD Kabupaten


Sidenreng Rappang,tanggal 15 februari 2012 pukul 13.45. Wita di Kantor DPRD
Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap)

81

dilihat dari segi jumlahnya cukup besar yang menyediakan kebutuhan seharihari. Penjalasan ini diberikan pada Dispenda
Peninjauan lapangan atas pelaksanaan perda tersebut merupakan
pengawasan politik dalam pelaksnaan suatu kebijkan pemerintah sebagai
tindak lanjut bentuk pengawasan yang sering dilakukan oleh

DPRD

Kabupaten Sidenreng Rappang , dalam hal ini Komisi II, adalah dengan
melakukan kunjungan lapangan. Sebagaimana yang dipaparkan Andi Fachry
A. B. S.Pi:
.Naa jadi setiap tahun kita berkunjung ke pasar-pasar, kadang kita
bagi dua umpamanya ada yang ke timur ada yang ke barat, masuk ke
pasar-pasar, kita mencoba sharing dengan pedagang-pedagang disitu
tentang bagaimana pelaksanaan Retribusi yang berjalan selama ini. 34
Dalam kesempatan wawancara lainnya, juga memberikan informasi
mengenai pengawasan yang dilakukan terhadap Perda Retribusi Pasar
Muhammad Ali Hafid :
.Kalau Perda Tentang Retribusi pasar saja contoh, nah implementasi dari
Perda ini kita juga langsung turun ke lapangan melihat sinkronisasi dengan
fakta-fakta yang ada dilapangan, disini kita juga melihat landasan dalam
mengevaluasi awal apakah Perda Retribusi Pasar ini masih relevan dan
kondisi sosial ekonomi masyarakat, ini kita lihat. 35

34

Andi Fahcry, A. B. S.Pi selaku Seketaris Komisi II DPRD Kabupaten Sidenreng


Rappang, tanggal 8 februari 2012 pukul 10.00 Wita di Kantor DPRD Kabupaten
Sidenreng Rappang
35
Wawancara dengan Muhammad Ali Hafid A. Md. Pi selaku anggota Komisi II
,tanggal 13 februari 2012 pukul 11.45. Wita di Kantor DPRD Kabupaten Sidenreng
Rappang.

82

Dalam pendekatan pengawasan oleh DPRD kabupaten Sidenreng


Rappang setelah melakukan kujungan Lapangan ada beberapa keluhan
pedagang diantaranya terutama tarif khusunya pedagang kecil yang teralu
tinggi, adanya over los/kios kepada pihak lain yang tidak sepengatahuan
pengelolah, kondisi pasar yang tidak kondusif pada musim hujan hal yang
harus dilakukan bentuk tugas dan tanggungjawab dan beberapa hal lainya.
DPRD selaku lembaga pengawasan politik dari hasil pengamatan perda
retribusi tersebut dalam implementasinya kelihatan tidak berjalan efektif oleh
karena banyak keluhan-keluhan pedagang dan masyarakat pengguna pasar

Pengawasan yang dilakukan oleh Komisi II DPRD Kabupaten


Sidenreng Rappang pada aspek ini bertujuan untuk mengontrol agar aktivitas
yang dilakukan oleh pemerintah daerah yaitu dinas pendapatan daerah dan
pengelola pasar dalam hal retribusi pasar, benar-benar telah sesuai dengan
aturan yang ada dalam Perda Retribusi Pasar maupun Peraturan Perundangundangan yang mengatur tentang retribusi, karena Perda retribusi Pasar
merupakan kebijakan daerah yang sudah menjadi kesepakatan bersama
antara DPRD dengan Pemerintah Daerah dalam proglam legislasi daerah.
Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah daerah sebagai
pelaksan kebijakan untuk benar-benar menjalankannya sesuai dengan apa
yang telah disepakati bersama dan bagi DPRD pengawasannya terhadap
aspek ini untuk memastikan hal tersebut terlaksana agar tidak terjadi

83

penyimpangan maupun penyelewengan yang dilakukan oleh aparatur


pemerintah daaerah. Sebagaimana yang diungkapkan Ahmad D. SP :
Sesungguhnya program pengembangan dan peningkatan pasar yang
ada di Kabupaten Sidrap merupakan program yang memang sudah
lama dianggap berkelanjutan Cuma mendapat perhatian dari Bupati
karena salah satu tujuan pemerintah yang diharapakan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan daerah
sendiri.36
Program-program pembangunan yang dijalankan Bupati diantaranya
adalah peningkatan dan pengembangan Pasar yang ada di Kabupaten
Sidenreng Rappang dimana setiap kecamatan terdapat pasar sekalipun
demikian sesungguhnya apa yang dikerjakan Bupati dari setiap program
pembangunan tidak lebih dari pencitraan politik dalam kepemimpinannya
karena beliau sangat didukung kemampuan material secara pribadi dengan
latar belakang pengusaha yang sukses di Kabupaten Sidenreng Rappang,
sebagaimana yang dikatan kepala bidang Retribusi dispenda Ahmad ,SP,MSI
Soal kebijakan yang dikeluarkan bupati itu mengarah pada
pengembangan potensi daerah termasuk pada pasar tersebut, bahkan
terkadang ada kecendrungan untuk memaksakan setiap program
harus berhasil
3. Post Control
Post Control merupakan evaluasi terhadap target yang direncanakan.
Pengawasan diharapkan akan menghasilkan rekomendasi mempertahankan,

36

Wawancara dengan Ahmad D. SP. Msi selaku kepala bidang retribusi ,tanggal 21
februari 2012 pukul 13.45. Wita

84

memperbaiki atau meningkatkan suatu peraturan daerah. Penilaian atas


selesainya sebuah kegiatan yang sudah direncanakan dalam program kerja
pemerintah dalam hal ini melihat pengawasan hasil yang dicapai pada
retribusi pasar tersebut yang menyangkut segala ketentuan mengenai hasil
yang dicapai terhadap perda retribusi pasar dalam hasil penelitian terlihat
bahwa DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang pada tahun 2009 melakukan
evaluasi sebagai mana yang diharapkan dalam pendekatan post control
Laporan pemerintah terhadap Peraturan daerah yang menyangkut
retribusi pasar dari hasil yang dicapai kususnya mengenai capaian target
biaya kelihatan tidak mencapai target yaitu kurang dari 10% capaian yang
telah ditargetkan sebagaimana yang tetulis dalam bab pedahuluan asumsi
penulis jumlah 10% atau sekitar satu milliard adalah jumlah yang cukup besar
pada tingkat daerah hal ini terindikasi penulis sebagai hipotesa awal bahwa
ada

penyelewengan

anggaran

retribusi

pasar

terhadap

pemerintah

sehinggan dibutuhkan pengawasan lebih lanjut


Retribusi pasar tersebut merupakan salah satu yang memberikan
kontribusi pemasukan terhadap pendapatan asli daerah yang cukup besar
yang ada Kabupaten Sidenreng Rappang, maka evaluasi sangat diperlukan
baik dari segi pencapain dan penggunaan anggaran tersebut H. Zainuddin
Sadide mengatakan:
Perda retribusi pasar tahun 2009 hasil evaluasi kami memeliki
beberapa kekurangan khususnya pencapaian target sedangkan pada
tahun 2010 terjadi peningkatan pendapatan sebesar 10% sebagai
85

bahan pembanding masalanya terkait dalam penentuan tarif bagi


pedagang. Sebagai tindak lanjut DPRD pada 2011 mengeluarkan perda
baru yang intinya perubahan tarif bagi pedagang yang kami turunkan
sekita 10%-15% dari biaya yang terdahulu.37
Dari wawancara diatas, diperoleh gambaran bahwa Perda retribusi
pasar dianggap tidak efektif berjalan sebagaimana hasil yang didapatkan
dalam penelitian ini, indikasinya adalah tidak dilakukannya studi kelayakan
terhadap

penentuan

tarif

bagi

pedagang

disemua

kalangan

yang

mengakibatkan beban tarif bagi pedagang dianggap terlalu tinggi dampaknya


ada beberapa kios atau los tdk tersewa dan mencicil bahkan ada yang
mengalihkan ke pihak lain tanpa sepengatahuan petugas yang dapat
menyulitkan penagihan sedangkan pada pedagang pelataran dan gardu yang
jumlahnya cukup besar banyak yang menghindar dari petugas untuk
menghindari pembayaran, hal ini sehingga pedagang pelataran terkadang
berpindah-pindah tempat, melihat kondisi ini pemerintah bersama DPRD
merevisi perda tersebut dan membentuk perda baru yang memuat
penyempurnaan tarif biaya yang dibebankan pedagang dan masyarakat, dan
kekurangan lainya, sebagai tindak lanjutnya di kelurkan perda baru Np 13
tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Pasar yang pada intinya adalah
penyesuaian tarif dan hal-hal lain yang dianggap perlu.
Dalam perda retribusi khusus pada tahun 2011, mengalami perubahan,
Perubahan ini didasarkan bahwa penyedian fasilitas oleh pemerintah daerah
37

Andi Fahcry, A. B. S.Pi selaku Seketaris Komisi II DPRD Kab. Sidenreng rappang,
tanggal 8 februari 2012 pukul 10.00 Wita di Kantor II DPRD Kabupaten Sidenreng
Rappang

86

yang berupa kios, menjadi obyek dari retribusi pasar yang tergolong dalam
retribusi jasa umum, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun
2001 tentang Retribusi Daerah bahwa fasilitas pasar yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah yang dikontrakkan kepada pengguna jasa pasar
termasuk jenis retribusi pasar.
Retribusi pasar berada dibawah tanggung jawab Dinas Pendapatan
daerah, dimana dalam penarikan retribusinya dilakukan oleh pihak Pengelola
pasar yang yang telah dibentuk dan bertanggung jawab. DPRD Kabupaten
Sidenreng Rappang dalam mengawasi jalannya Peraturan daerah dapat
mengetahui

hasil

atas

Peraturan

daerah

ketika

Perda

tersebut

diimplementasikan, dengan demikian dari hasil pengawasan ini Peraturan


daerah dijalankan akan disempurnakan sebagaimana yang diungkapkan Andi
Fachry A. B. S.Pi:
Perda retribusi pasar ini kan sebagai upaya kita untuk bersama-sama
dengan penggunaan pasar untuk melakukan penggunaan secara
optimal kemudian juga mereka bisa memanfaatkan fasilitas pemerintah
secara baik dalam rangka meningkatkan pendapatan mereka kan.
Sesungguhnya fungsi pasar itu signifikan dengan pembiayaan
pengelolaan pasar, atau hal lain yang dianggap tidak relevan maka itu
tugas kami dan pemerintah untuk membenahi.38
Bentuk pengawasan dalam evaluasi memberikan penjelasan tentang
keberhasilan dan kekurangan yang telah dialami yang dilakukan pemerintah
yang sifatnya reaksional dalam mengawasi sebuah Peraturan daerah. Begitu
38

H. Zainuddin Sadide selaku Anggota komisi II DPRD Kabupaten Sidenreng


Rappang, tanggal 15 februari 2012 pukul 11.00. Wita di rumahnya Jalan Poros
Pinrang

87

pula pada aparatur pelaksana dari instansi pemerintah daerah yang terkait
dalam sebuah Peraturan daerah dilakukan untuk meminta keterangan atau
untuk mengkonsultasikan maupun mengkoordinasikan atas permasalahanpermasalahan yang dihadapi dalam implementasi Peraturan daerah.
Secara garis besar Dinas Pendapatan Daerah Sidenreng Rappang
secara

panjang

lebar

menjelasakan

bahwa

retribusi

daerah

dapat

dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi


Jasa Usaha, dan Retribusi Perizinan Tertentu. Perda Retribusi Pasar
tergolong dalam Retribusi Jasa Umum. Sebagaimana yang dijelaskan pada
Pasal 1 ayat (66) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 bahwa Retribusi
Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah
daerah untuk tujuan dan kepentingan umum serta dapat dinikmati oleh orang
pribadi atau badan. Ada beberapa jenis retribusi yang menjadi bagian dari
retribusi jasa umum, antara lain :
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan;
b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.

Catatan Sipil;
Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
Retribusi Pelayanan Pasar;
Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;
Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;
Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;
Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan
88

n. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.


Jenis-jenis retribusi yang tergolong dalam retribusi jasa umum
sebagaimana yang disebutkan diatas, tidak semua daerah memilikinya,
tergantung dari jasa yang diberikan oleh Pemerintah Daerah. Yang dimaksud
dengan Jasa disini sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 1 ayat (65)
Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 adalah kegiatan Pemerintah daerah
berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau
kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.

BAB IV
PE N U T U P
Pada bab ini, penulis akan menarik beberapa kesimpulan berdasarkan
dari pembahasan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya. Sebagai bahan masukan dari penulis maka akan dikemukakan
pula beberapa saran demi penyempurnaan pelaksanaan tugas-tugas
pengawasan DPRD di masa yang akan datang.
A. Kesimpulan
Secara garis besar pengawasan DPRD Kabupaten Sidrap terhadap
Peraturan Daerah dapat dilakukan oleh suluruh alat kelengkapan yang ada di
DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang baik Pimpinan, Panitia Musyawarah,
Panitia Anggaran, Komisi-komisi, dan Fraksi. Namun dalam pelaksanaan
pengawasan terhadap peraturan daerah khusus retribusi Pasar lebih intens

89

dilakukan oleh oleh Komisi II yang membidangi Bidang Ekonomi, Keuangan


dan Industri sebagai alat kelengkapan teknis DPRD Kabupaten Sidenreng
Rappang begitu pula setiap Komisi akan melakukan pengawasan terhadap
Peraturan daerah sesuai dengan ranah tugas masing-masing.
Dalam melakukan pengawasan terhadap peraturan daerah maka ada
tiga bentuk pengawasan politik yang telah diungkapkan dalam penelitian ini
Preliminary control, interim control dan post control dari hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa
a. DRPD Kabupaten Sidenreng Rappang telah mekakukan pengawasan
Preliminary Control (perencanaan) hal ini sejalan tugas yang harus
lakukan oleh Dewan karena Perda retribusi Pasar yang merupakan
usulan

pemerintah

dilakukan

program

peningkatan

pembangunan

yang

Bupati yang merupakan program berkelanjutan, Rapat

dengar pendapat atau sharing atas sebuah persoalan yang terjadi


berkaitan

dengan

kebijakan

pemerintah

merupakan

bentuk

pengawasan politik dewan yang terkait dengan pencapaian draf


usulan perda retribusi pasar di Kabupaten Sidenreng Rappang pada
saat rapat pleno dengan mendengarkan penjelasan pemerintah
melalui SKPD terkait menyangkut perencanaan dalam pelaksanaan
perda tersebut.
b. Interim Control terhadap perda retribusi Pemungutan retribusi pasar
yang ada juga lihat pada tipe pasar, namun khusus tarif yang dapat

90

terjadi kekurangan dapat dilihat pemungutan retribusi diantaranya


pada pedagang kios dan los yang sifatnya permanen hampir tidak ada
kendala dalam penyelesai pajak retribusi hanya terkadang ada yang
mencicil, ada yang tidak puas dengan posisi los dan kios, dan bahkan
ada yang pihak ketigakan sehingga pihak petugas terkendala untuk
menagih,

sedangkan

gardu

dan

pelataran

ini

yang

banyak

bermasalah karena pajak retribusi bersifat harian yang ada aksi


kucing-kucingan dengan petugas yang dilihat dari segi jumlahnya
cukup besar yang menyediakan kebutuhan sehari-hari. Peninjauan
lapangan atas pelaksanaan sebuah kebijakan merupakan tindak lanjut
bentuk pengawasan yang Sharing dilakukan oleh DPRD Kabupaten
Sidenreng Rappang , dalam hal ini Komisi II, dengan melihat
kekurangan-kekurangan yang terjadi dilapangan.
c. Penilaian atas selesainya sebuah kegiatan yang sudah direncanakan
dalam program kerja pemerintah. Bentuk pengawasan pada bagian ini
menyangkut segala ketentuan mengenai retribusi pasar diatur dalam
Perda tersebut dalam hasilnya DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang
pada tahun 2009 melakukan evaluasi sebagai mana yang diharapkan
dalam post control terhadap Peraturan daerah trhadap retribusi pasar,
mengingat bahwa retribusi pasar memberikan kontribusi pemasukan
terhadap pendapatan asli daerah yang cukup besar, maka hasil
evaluasi dianggap perda tersebut tidak efektif berjalan oleh karena itu

91

sebagai tindak lanjut dikeluarkan perdan baru mengenai Retribusi


Pelayan Pasar tahu 2011 yang pada dasrnya adalah penyesuaian
tarif. Pemerintah Kabupaten Sidenreng Rappang dan DRPD sebagai
mitra kerja sejalan dengan apa yang digariskan dalan pola
pembagunan Kabupaten Sidenreng Rappang, peneliti melihat bahwa
akselarasi bupati dalam menjalankan pembangunan sangat antusias
oleh karena semangat yang tinggi sebagai bentuk pencitraan politik di
mata masyarakat
B. Saran-saran
Berikut ini akan diajukan beberapa saran dari penulis sebagai bahan
perhatian dan masukan bagi anggota DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang
sebagai wakilrakyat, DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang diharapkan dapat
menjalankan fungsi pengawasannya secara lebih optimal dan lebih efektif
lagi karena fungsi yang dimiliki DPRD tidak hanya dalam hal pembentukan
Peraturan daerah maupun penetapan anggaran daerah saja, tapi adalah
yang lebih penting bagaimana DPRD melakukan pengawasan terhadap
kebijakan-kebijakan yang telah dihasilkannya, karena dengan pengawasan
tersebut DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang dapat memastikan apakah
kebijakan-kebijakan yang telah dihasilkan benar-benar telah berpihak pada
rakyat dan benar-benar bertujuan untuk mensejahterakan rakyat sebagai
konstituen mereka maka perlu diperhatikan

92

a. Perlunya diperhatikan aspirasi rakyat dalam mentukan isi satu perda yang
akan dikeluarkan sehingga dalam penerapannya dapat berjalan dengan
baik begitupula pengawasan jelas dilakukan oleh DPRD.
b. Perlu disusun pedoman pengawasan baik itu agenda pengawasan serta
metodologi pengawasan yang akan dilakukan oleh DPRD Kabupaten
Sidenreng Rappang(Sidrap), sehingga fungsi pengawasan tersebut dapat
berjalan lebih terarah.

DAFTAR PUSTAKA
Budiarjo, Miriam, 1981. Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia, Jakarta.
FORMAPPI, 2005. Lembaga Perwakilan Rakyat Indonesia, Studi, dan
Analisis Sebelum dan Setelah Perubahan UUD 1945 (Kritik, Masalah
dan Solusi). Formappi dan AusAid.
Haris, Syamsudin, 2007. Desentralisasi & OtonomiDaerah:Desentralisasi,
Demokrasi, dan Akuntabilitas Pemerintah Daerah. UPI Press, Jakarta.
Husen, La Ode, 2005. Hubungan Fungsi Pengawasan DPR Dengan BPK
Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia. CV. Utomo, Bandung.
Idrus, Muhammad, 2007. Metode Penelitian Ilmu-ilmu Sosial (Pendekatan
Kualitatif dan Kuantitatif). UII Press, Yogyakarta.
Komisi Pemberantasan Korupsi, 2005. Telaah Peran Anggota DPRD. Jakarta.
Kurnia, Muhammad, 2001. Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD
Terhadap Pelaksanaan Peraturan Daerah Di Kabupaten Selayar.
Sebuah Skripsi.
LGSP, 2009. Pengawasan DPRD Terhadap Pelayanan Publik Panduan
Untuk DPRD. LGSP, Jakarta.
Marbun, BN, 2006. DPRD Pertumbuhan dan Cara Kerjanya. Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta.

93

Nihin, Dj., 2005. Pemerintahan Untuk Membawa Kesejahteraan Rakyat.


Pustaka Cendikia Press, Yogyakarta.
Sanit, Arbi, 1985. Perwakilan Politik Di Indonesia. CV. Rajawali, Jakarta.
Sembiring, Sentosa, 2009. Himpunan Lengkap Undang-undang Tentang
Pemerintah Daerah. Nuansa Aulia, Bandung.
Sipayung, Nurdin, 2008. Pengawasan DPRD Terhadap Implementasi
Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati Di Kabupaten Serdang
Begadai. Sebuah Tesis
Sirajuddin, dkk, 2009. DPRD-Peran dan Fungsi dalam Dinamika Otonomi
Daerah. SETARA Press, Malang.
Soejito, Irawan, 1983. Aspek-aspek Pengawasan di Indonesia. Sinar Grafika,
Jakarta.
Sujamto, cetakan kedua, 1994. Aspek-aspek Pengawasan Di Indonesia.
Sinar Grafika, Jakarta.
Syafiie, Inu Kencana, 2002. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Reefika Aditama,
Jakarta
Syueb, Sudomo, 2009. Dinamika Hukum Pemerintahan Daerah. LaksBang,
Yogyakarta.
Thaib, Dahlan, 2000. DPRD Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia.
Liberty, Yogyakarta.
Una, Sayuti, 2004. Pergeseran Kekuasaan Pemerintahan Daerah Menurut
Konstitusi Indonesia. UII Press, Yogyakarta.
Wasistiono, Sadu dan Yonatan W., 2009. Meningkatkan Kinerja Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Fokusmedia, Bandung.
Wasisitiono, Sadu, 2002. Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah.
Alqaprint, Bandung.
Yuhana, Abdy, 2009. Sistem Ketatanegaraan Indonesia. Fokus Media,
Bandung.

1. Peraturan-peraturan
Undang-undang Dasar 1945

94

Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan
Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD, dan
DPRD.s
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 Tentang
Pedoman Tata Cara Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2004 Tentang
Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah

2. Internet
http://www.depsos.go.id/Balatbang/Puslitbang%20UKS/PDF/Sutaat.pdf
http://www.slideshare.net/DadangSolihin/peran-dprd-dalam-pembuatanperda-dan-pengawasannya
http://blogger.kebumen.info/docs/konsep-pengawasan-dprd.php
http://www.slideshare.net/DadangSolihin/konsep-dan-teoripengawasan/download
http://konsepnegaraideal.blogspot.com/2009/05/fungsi-pengawasan-dalammewujudkan.html
http://cetak.bangkapos.com/opini/read/187/Fungsi+Pengawasan+DPRD.html
http://www.docstoc.com/docs/25394264/Fungsi-DPRD-dalam-PengawasanKinerja-Pemerintahan-Daerah
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/4731/1/067005057.pdf
http://intanghina.wordpress.com/2008/05/30/mekanisme-pengawasan-dprdterhadap-penyelenggaraan-retribusi-pasar-di-kecamatan-babakanciparay-kota-bandung/

95

96

Anda mungkin juga menyukai