Disusun oleh :
NAMA
NIM
: 13190
GOL/KEL
: C2/1
ASISTEN
: Dinda Dewanti
ACARA VI
PROSESING BUAH
ASTRAKSI
Praktikum Teknologi Benih Acara VI yang berjudul Prosesing Buah ini dilaksanakan pada hari Selasa, 07
April 2015 yang bertempat di Laboratorium Teknologi Benih, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tujuan dari dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk
mengetahui prosesing biji buah dengan baik dan benar sehingga didapatkan benih yang bermutu tinggi.
Waktu pemungutan yang tepat adalah pada waktu biji tepat masak secara fisiologis yaitu saat viabilitas
tinggi, berat kering maksimum, vigor maksimum, dan kadar air rendah (20%). Bahan-bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah tomat, cabai dengan tingkat kemasakan buah yang berbeda, air,
pasir. Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain petridish, filteran, pisau, kapas
kertas saring, pinset dan timbangan elektrik. Prosesing benih pada biji cabe dilakukan dengan memisahkan
biji dari buah kemudian dicuci dan dikeringkan. Benih cabai yang paling baik adalah benih yang didapatkan
dari buah cabai yang sudah masak fisiologis yang ditandai dengan buah cabai berwarna merah. Prosessing
tomat dilakukan denga fermentasi dan cara kimiawi.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Buah yang akan digunakan sebagai bibit harus dipanen dalam keadaan masak fisiologis
yaitu keadaan dimana suatu buah telah berubah warna dan mengeluarkan aroma yang berbeda.
Jika buah dipanen dalam keadaan belum masak, maka dapat menurunkan kualitas bibit yang
akan disemai. Faktor yang mempengaruhi saat pemungutan buah antara lain temperatur,
kelembaban udara, kelembaban tanah, keadaan cuaca, dan tingkat kemasakan buah.
Agar dapat diperoleh benih yang bermutu, saat pemungutan buah dan cara pemisahan biji
dari buah haruslah dipahami benar. Beberapa faktor mempengaruhi saat pemungutan buah antara
lain : temperatur, kelembaban udara, kelembaban tanah, keadaan cuaca dan tentunya terhadap
tingkat kerusakan buah itu sediri. Pelaksanan pemungutan yang tepat saatnya dan cara
pemisahan yang dilakukan secara benar, akan memberikan hasil yang tinggi. Adapun faktorfaktor yang mempengaruhi hasil yang diperoleh adalah keseragaman tumbuh tanaman,
keserentakan masaknya, kebernasannya dan cara melakukan panen.
B. Tujuan
Untuk mengetahui prosesing biji buah dengan baik dan benar sehingga didapatkan benih
yang bermutu tinggi.
percuma bila pengumpulan benih tidak dilakukan dengan cara yang benar. Untuk itu perlu juga
adanya suatu regu khusus untuk pengambilan benih karena pekerja kontrak biasanya kurang
memperhatikan mutu benih mereka hanya melihat jumlahnya saja (Coppelad, 1980).
Hal yang perlu dilakukan sebelum benih dikumpulkan adalah Menentukan waktu
pengumpulan benih. Setiap jenis pohon memiliki masa berbuah tertentu untuk itu mengetahui
masa berbunga atau berbuah perlu dilakukan sehingga waktu panen yang tepat dapat ditentukan
dengan tepat pula. Tanda-tanda buah masak perlu diketahui sehingga buah yang dipetik cukup
masak (masak fisiologis) dan menyiapkan alat yang dibutuhkan untuk pengumpulan benih.
Setelah dilakukan pengumpulan, benih harus ditangani dengan baik meliputi: Sortasi
buah/polong, ekstrasi benih, pembersihan benih, sortasi benih dan pengeringan benih (Schmidt.
2002).
1. Sortasi buah/ polong : Sortasi buah/ polong merupakan kegiatan pemisahan buah/polong
yang susah masak dari yang belum/kurang masak, kemudian dimasukkan kedalam wadah
yang terpisah.
2. Ekstrasi benih : Ekstrasi benih adalah proses pengeluaran benih dari buahnya/polongnya.
Cara ekstrasi berbeda-beda tergantung dari jenis pohon, dapat dilakukan dengan bantuan
alat dan harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah kerusakan benih.
3. Pembersihan dan sortasi benih : Benih yang sudah diekstrasi masih mengandung kotoran
berupa sekam, sisa polong, ranting, sisa sayap, daging buah, tanah dan benih yang rusak,
harus dibuang untuk meningkatkan mutunya
4. Pengeringan benih: Benih yang baru diekstrasi biasanya mengandung kadar air yang
cukup tinggi, untuk itu perlu dikeringkan sebelum benih benih itu disimpan (tetapi tidak
semua benih biasa dikeringkan). Kadar air untuk masing-masing benih berbeda-beda,
misalnya ada benih benih yang dikeringkan sampai kadar air rendah sehingga dapat
disimpan lama, benih benih ini disebut benih yang ortodoks, contohnya: akasia, kayu
besi, salawaku, gamal, dll. Sebaliknya ada benih yang tidak dapat dikeringkan dan tidak
dapat disimpan lama. Benih benih ini disebut benih yang bersifat rekalsitran seperti:
meranti, damar, mahoni, dll.
Kinerja pengeringan biji-bijian dipengaruhi oleh kondisi udara sekitarnya. Bila kondisi
udara pengering berubah, maka penampilan pengeringan juga akan berubah. Kinerja pengeringan
dapat diketahui melalui pengeringan lapisan tipis yaitu pengeringan terhadap satu lapis biji,
dimana semua biji dalam lapisan tersebut mendapat lingkungan udara pengering yang sama dan
konstan. Proses pengeringan hasil pertanian adalah proses pengeluaran atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan sampai kadar air keseimbangan dengan udara lingkungan atau
sampai kadar air tertentu, dimana jamur, enzim dan serangga yang bersifat merusak tidak dapat
aktif lagi (Hall, 1957).
Dalam pengujian kecepatan berkecambah, penggunaan cara perhitungan pertama atau
first count adalah lazim dilakukan, yang dalam penilaiannya digunakan persentase benih yang
berkecambah pada hari ketiga atau keempat setelah masa tanamnya. Jadi penilaian atau
perhitungan pada hari ketiga atau keempat tersebut merupakan penilaian atau perhitungan
pertama. Dan apabila menurut penilaian atau perhitungan pertama tersebut ternyata benih yang
berkecambah normal adalah sejumlah lebih dari 75% dari keseluruhan benih yang disemaikan
dalam rangka pengujian, keadaan kecepatan berkecambahnya benih tersebut adalah tinggi
(Kartasapoetra, 1986).
Benih-benih rekalsitran merupakan benih yang sensitif terhadap desikasi dan bila
disimpan pada kondisi yang menyebabkan kehilangan air, benih akan kehilangan viabilitasnya.
Viabilitas benih rekalsitran contohnya pada kakao hanya dapat bertahan beberapa hari saja dalam
keadaan terbuka pada suhu kamar. Hal ini merupakan kendala dalam penyimpanan dan
pengeringan buah kakao, desikasi pada buah rekalsitran menyebabkan penurunan daya
berkecambah dan bobot kering dan laju pertumbuhan kecambah normal (Mathius, 2000).
Daya Tumbuh
Indeks
Rendemen
Kemasakan
(%)
Vigor
(%)
(gr)
Merah
0,08590240 a
4,58075 a
7,69400 a
0,460 a
Oranye
0,06819534 a
2,65325 b
8,07575 a
0,498 a
Hijau
0,04215760 b 1,09925 b
2,77425 b
0,520 a
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada = 5%
Tabel 1.2 Tabel parameter benih tomat
Metode
Daya Tumbuh
Indeks
Rendemen
(%)
Vigor
(%)
(gr)
Kimiawi
85,0 a
7,353 a
0,353 a
0,330 a
Fermentasi
87,5 a
7,339 a
0,350 a
0,342 a
Keterangan: Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada = 5%
V. PEMBAHASAN
3.
mengalami deteriorasi, rusak karena hama penyakit, atau penanganan yang kurang baik.
Memperlakukan benih dengan bahan kimia, untuk melindungi benih dari serangan hama
penyakit, atau untuk meningkatkan vigor benih.
Tujuan akhir dari pengolahan benih ialah untuk memperoleh presentase maksimum benih
murni dengan potensi perkecambahan yang tinggi. Konsep ini refleksi dari istilah presentase
benih murni yang hidup (pure live seed presentage).
Kegiatan pemungutan benih tidak kalah pentingnya dengan pemilihan sumber benih,
karena bila pemungutan benih dilakukan dengan tidak benar maka akan diperoleh benih dengan
mutu yang jelek. Semua usaha yang dilakukan untuk mencari sumber benih yang baik akan
percuma bila pengumpulan benih tidak dilakukan dengan cara yang benar. Untuk itu perlu juga
adanya suatu regu khusus untuk pengambilan benih karena pekerja kontrak biasanya kurang
memperhatikan mutu benih mereka hanya melihat jumlahnya saja. Berikut ini diterangkan
beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan dalam kegiatan pengumpulan benih.
Benih yang baru diekstrasi biasanya mengandung kadar air yang cukup tinggi, untuk itu
perlu dikeringkan sebelum benih-benih itu disimpan (tetapi tidak semua benih biasa
dikeringkan). Kadar air untuk masing-masing benih berbeda-beda, misalnya ada benih-benih
yang dikeringkan sampai kadar air rendah sehingga dapat disimpan lama, benih-benih ini disebut
benih yang ortodoks, contohnya: akasia, kayu besi, salawaku, gamal, dll. Sebaliknya ada benih
yang tidak dapat dikeringkan dan tidak dapat disimpan lama. Benih-benih ini disebut benih yang
bersifat rekalsitran seperti: meranti, damar, mahoni, dll.
Pengeringan adalah salah satu kegiatan prosesing benih yang sangat penting dilakukan.
Pengeringan benih merupakan suatu cara untuk mengurangi kandungan air di dalam benih
dengan tujuan agar benih dapat disimpan lebih lama dan tidak mengurangi kualitasnya.
Kandungan air benih sangat menentukan lamanya penyimpanan. Tinggi rendahnya kandungan
air dalam benih memegang peranan yang sangat penting dan berpengaruh besar terhadap
viabilitas dan pertumbuhan umum dari benih.
Jika cuaca di lapangan cukup baik, kelembababn nisbi udara cukup rendah sewaktu
panen, sehingga mengakibatkan kandungan kadar air menjadi rendah, maka benih tidak perlu
dikeringkan. Kadar air ini dianggap tidak akan mendatangkan kerusakan sewaku benih diproses,
diangkut, dan disimpan.
Penjemuran biji dengan panas sinar matahari merupakan salah satu cara pengeringanyang
paling sederhana dan umum dilakukan oleh para petani di Indonesia. Pada benih-benihtertentu
pengeringan tidak bisa dilakukan secara langsung. Missal benih tomat harus melaluiperlakuan
pendahuluan dengan pemeraman yang tujuannnya untuk memisahkan biji dari bahan-bahan yang
melapisinya, barulah setelah itu biji dicuci bersih dan dapat dikeringkan.Pengeringan dapat
dilakukan dengam memakai suatu alat pengering (Articial drying) ataudengan penjemuran di
bawah sinar matahari (sun drying).Untuk pengeringan biji yang dipergunakan sebagai sebagai
benih harus diperhatikantemperature udara sebaiknya antara 32 0C-430C. Pengeringan dengan
sinar matahari harus hati-hati, karena jika terlalu panas akan merusak benih dan menurunkan
kualitas benih.
Pada teknik pengeringan alami diperlukan tempat khusus untuk menjemur, tempat harus
rata dengan tanah dan sehari penuh harus terkena sinar matahari langsung. Kelemahan dari
pengeringan secara alami ini adalah dapat terjadi kerusakan pada benih karena pada pengeringan
secara alami ini, kita tidak dapat mngatur secara langsung.
Untuk cara pengeringan benih dengan cara pengeringan buatan, perinsip dari pengeringan
buatan ini adalah menurunkan kadar air benih dengan pertolongan udara alami yang
dihembuskan ke dalam masa benih dengan kekuatan tertentu, atau membiarkan benih bergerak
dalam kolom udara. Dengan menghembuskan udara ke dalam masa benih, pengeringan dapat
terjadi, karena sewaktu udara melalui masa benih, sekaligus membawa uap air yang ada di
permukaan benih. Peristiwa ini disebut dengan evaporasi. Dengan adanya proses evaporasi, suhu
sekeliling benih akan turun, juga suhu benihnya dan suhu udara di keliling benih. Proses ini
menimbulkan panas, panas ini yang dipergunakan benih untuk mengeluarkan air dari dalam
benih yang disebut dengan transpirasi.
Benih cabai dari berbagai warna tersebut dikecambahkan untuk mengetahui tingkat
kemasakan pada benih cabai. Dilihat dari grafik harian berkecambah benih cabai didapatkan
bahwa cabai yang berwarna merah perkecambahannya stabil, cabai hijau perkecambahanya
rendah. Benih cabai yang berwarna merah lebih banyak yang berkecambah, hal ini dikarenakan
cabai berwarna merah memiliki tingkat kemasakan yang baik.
Histogram daya tumbuh benih menunjukkan bahwa benih cabai yang berwarna merah
berdaya tumbuh yang paling baik yaitu 74, cabai oranye 48, dan cabai hijau 20. Daya tumbuh
hanya dilihat berdasarkan banyaknya benih yang berkecambah setelah 14 hari dikecambahkan
sedangkan kecambah harian ditentukan berdasarkan banyaknya benih yang berkecambah pada
hari pengamatan yang digambarkan dalam bentuk grafik.
Grafik harian indeks vigor merupakan nilai keserentakan benih berkecambah pada hari
pengamatan. Dari
keserempakan tumbuh di awal, sementara untuk tomat fermentasi masih ada yang tumbuh
menjelang akhir pengamatan yaitu pada minggu ke dua.
Untuk daya tumbuh benih tomat fermentasi maupun kimiawi tidak memiliki perbedaan
yang sangat mencolok, hanya benih tomat fermentasi memiliki daya tumbuh 87,5 dan kimiawi
85%. Hasil tidak menunjukan perbedaan yang mencolok karena pada dasarnya buah yang
dipakai tingkat kemasakannya sama, hanya berbeda pada prosessingnya yang menggunakan
teknik fermentasi dan kimiawi.
Dari hasil analisis didapatkan bahwa perbedaan tingkat kemasakan benih cabai
(merah,oranye, hijau) sangat berpengaruh pada perbedaan daya tumbuh, vigor, rendemen dan
juga bobot biji. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa tingkat kemasakan buah sangat
mempengaruhi kualitas benih yang dihasilkan. Namun pada cara prosessing buah tomat
fermentasi dan kimiawi didapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang berarti antara
perbedaan perlakuan ini, yang berarti metode fermentasi dan juga kimiawi tidak terlalu
berpengaruh nyatam pada kualitas benih yang dihasilkan.
VI. KESIMPULAN
1. Tingkat kemasakan benih cabai sangat berpengaruh pada daya tumbuh serta vigornya,
dengan urutan paling baik cabai merah, oranye, hijau.
2. Kualitas suatu benih dipengaruhi oleh waktu panennya.
3. Saat pemungutan yang tepat adalah pada biji tepat masak secara fisiologis (physiological
maturity).
4. Faktor yang mempengaruhi saat pemungutan buah antara lain: temperature, kelembaban
udara, kelembaban tanah, keadaan cuaca dan tingkat kemasakan buah sendiri.
5. Prosessing buah tomat fermentasi dan kimiawi tidak memberikan pengaruh yang berarti
pada kualitas benih.
DAFTAR PUSTAKA
Coppelad, 1980. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publ. co. Minneapolis,
Minnesota.
Hall, C. W. 1957. Drying Farm Crops. Eduard Brothers Co, Michigan.
Hasanah, M. 2002. Peran mutu fisiologik benih dan perkembangan industri benih tanaman
industri. Jurnal Litbang Pertanian 21 : 84-91.
Kartasapoetra, A.G. 1986. Teknologi Benih. Bina Aksara, Jakarta.
Kartika, D. 2004. Kloning parsial gen penyandi enoil-ACP reduktase dari mesokarp buah kelapa
sawit (Elais guinensis). Menara Perkebunan 72 : 26-35.
Mathius, Toruan. 2000. Phishiological and biochemical chages in cocoa seed (Theobroma cacao
L.) caused by desication. Menara Perkebunan 68 : 20-29.
Rabaniyah, Rohmanti. 1988. Cara Pengadaan Benih Tomat (Lycopersicum esculentum Mill),
Pengaruhnya Terhadap Daya Kecambah Dan Hasil Buah. Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis
(terjemahkan) Dr. Mohammad Naiem dkk. Bandung
Sinuraya, F. 2007. Indikator Karotenoid Untuk Menentukan Masak Fisiologi Benih Cabai
Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Sulawesi dan Rama. Skripsi. Pemuliaan
Tnaman dan Teknologi Benih. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
LAMPIRAN ACARA 6
CABAI
Kuning 28 1.379
7.233
0.56
8.967
0.42
7.743
0.51
7.233
0.55
7.900
0.53
7.900
0.49
0.05293975
> a=read.table("clipboard",header=T)
>a
0.07490317
Perlakuan DB
IV Rendemen
Bobot_100_Benih
Kuning 56 3.434
Merah 66 3.369
0.08133001
Hijau 16 0.757
3.497
0.32
10
Hijau 18 0.974
3.767
0.20
0.09606431
Hijau 6 0.302
Hijau 38 2.364
Kuning 64 3.408
7.603
0.49
12
Kuning 42 2.392
8.500
0.52
0.08612970
Kuning 28 1.379
7.233
0.56
>
Kuning 56 3.434
8.967
0.42
>
Merah 66 3.369
7.743
0.51
anova=aov(DBarcsin~Perlakuan,data=b)
2.900
0.20
0.933
1.12
10
Merah 92 6.304
7.233
0.55
11
Merah 64 3.116
7.900
0.53
12
Merah 74 5.534
7.900
0.49
11
Merah 92 6.304
Merah 64 3.116
0.08008558
Merah 74 5.534
> summary(anova)
Df
Perlakuan
b=transform(a,DBarcsin=asin(sqrt(DB)/10
0.00193 **
0))
Residuals
>b
--IV Rendemen
Bobot_100_Benih DBarcsin
1
Hijau 16 0.757
3.497
Hijau 18 0.974
0.32
Hijau 6 0.302
3.767
0.20
Hijau 38 2.364
2.900
0.20
Kuning 64 3.408
Signif. codes:
> library(agricolae)
>
,0.0001429,alpha=0.05)
0.933
1.12
$statistics
Mean
7.603
0.49
Kuning 42 2.392
8.500
0.52
0.06485286
CV MSerror
0.08008558
6
> duncan
0.06168325
5
9 0.001286 0.0001429
duncan=duncan.test(DBarcsin,Perlakuan,9
0.02449735
4
13.55
> attach(b)
0.04243915
3
2 0.003873 0.0019367
0.05 . 0.1 1
0.04001067
2
Mean Sq F value
Pr(>F)
>
Perlakuan DB
Sum Sq
$parameters
Df ntr
9 3
$statistics
$Duncan
Mean
Table CriticalRange
CV MSerror
2 3.199173
0.01912159
3 3.339138
0.01995816
$parameters
Df ntr
$means
9 3
DBarcsin
Hijau
std r
0.04215760
Min
Max
0.015251492
$Duncan
0.02449735 0.06168325
Kuning
0.06819534
Table CriticalRange
0.011976059
0.05293975 0.08008558
Merah
0.08590240
0.007258519
2 3.199173
1.902769
3 3.339138
1.986015
0.08008558 0.09606431
$means
IV
$comparison
NULL
$groups
trt
means M
$comparison
1 Merah 0.08590240 a
NULL
2 Kuning 0.06819534 a
3 Hijau 0.04215760 b
$groups
trt means M
> anova=aov(IV~Perlakuan,data=b)
1 Merah 4.58075 a
> summary(anova)
2 Kuning 2.65325 b
24.34
12.167
8.601
0.00816 **
Residuals
3 Hijau 1.09925 b
>
9 12.73 1.415
--Signif. codes:
anova=aov(Rendemen~Perlakuan,data=b
)
> summary(anova)
0.05 . 0.1 1
>
Pr(>F)
duncan=duncan.test(IV,Perlakuan,9,1.415,
Perlakuan
alpha=0.05)
05 ***
> duncan
Residuals
0.79
---
>
Signif. codes:
anova=aov(Bobot_100_Benih~Perlakuan,d
0.05 . 0.1 1
ata=b)
>
> summary(anova)
duncan=duncan.test(Rendemen,Perlakuan
,9,0.79,alpha=0.05)
Perlakuan
> duncan
0.947
$statistics
Residuals
Mean
CV MSerror
6.181333 14.37909
2 0.0073 0.00367
0.055
9 0.6029 0.06699
>
0.79
$parameters
TOMAT
Df ntr
9 3
$Duncan
> a=read.table("clipboard",header=T)
Table CriticalRange
2 3.199173
1.421744
3 3.339138
1.483945
>a
Perlakuan
Rendemen
Kimiawi 44 2.316
2
std r Min Max
IV Rendemen
Bobot_100_Benih
1
$means
DB
0.388
0.37
Kimiawi 100
8.135
0.367
Kimiawi 100
8.669
0.321
96 10.291
0.337
0.36
0.30
Kimiawi
0.29
$comparison
5 Fermentasi
60
4.998
0.320
NULL
0.30
92
9.631
0.352
7 Fermentasi 100
5.478
0.352
9.250
0.377
6 Fermentasi
$groups
trt means M
0.34
1 Kuning 8.07575 a
0.28
2 Merah 7.69400 a
8 Fermentasi
3 Hijau 2.77425 b
0.45
98
>
b=transform(a,DBarcsin=asin(sqrt(DB)/10
0))
>b
Perlakuan
Perlakuan
DB
IV Rendemen
Bobot_100_Benih DBarcsin
1
Kimiawi 44 2.316
0.37
0.06638124
2
Kimiawi 100
8.135
0.367
Kimiawi 100
8.669
0.321
96 10.291
0.337
0.29 0.09813704
5 Fermentasi
4.998
0.320
92
9.631
0.352
7 Fermentasi 100
5.478
0.352
9.250
0.377
0.30 0.07753734
0.34 0.09606431
0.28 0.10016742
8 Fermentasi
98
0.45 0.09915736
> nindy=aov(DBarcsin~Perlakuan,data=b)
> summary(nindy)
Df
Sum Sq
Mean Sq F value
Pr(>F)
Perlakuan
1 0.0000081 8.150e-06
0.042 0.844
6 0.0011625 1.937e-04
> nindy=aov(IV~Perlakuan,data=b)
> summary(nindy)
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
Perlakuan
Residuals
6 54.2 9.033
0.0 0.000
0 0.995
>
nindy=aov(Rendemen~Perlakuan,data=b)
> summary(nindy)
Df
Pr(>F)
Df
Perlakuan
1 0.000313 0.000313
0.781
60
6 Fermentasi
ata=b)
Pr(>F)
Kimiawi
Residuals
>
> summary(nindy)
0.30 0.10016742
4
6 0.004337 0.0007229
nindy=aov(Bobot_100_Benih~Perlakuan,d
0.36 0.10016742
3
0.025
0.88
Residuals
0.388
1 0.000018 0.0000180
Sum Sq
Mean Sq F value
Residuals
6 0.022275 0.003712
0.084