Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Salah satu aspek pembangunan kesehatan adalah kesehatan reproduksi yang
merupakan bagian penting dari program kesehatan dan merupakan titik pusat Sumber
Daya Manusia (SDM) mengingat pengaruhnya terhadap masing-masing institusi dan
mencakup banyak aspek kehidupan individu sejak dalam kandungan sampai pada
kematian. Pelayanan kesehatan reproduksi mencakup empat komponen esensial yang
mampu memberikan hasil

yang

efektif

dan

efisien

bila

dikemas

dalam

pelayanan yang terintegrasi. Empat komponen tersebut tercakup dalam Paket


Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial yaitu Kesehatan Ibu dan Bayi Baru
Lahir, Keluarga Berencana, Kesehatan Reproduksi Remaja, dan Pencegahan dan
Penanggulangan Infeksi Menular Seksual (USAID, 2003).
Angka

Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih relatif tinggi bila

dibandingkan dengan beberapa tetangga, sebagai perbandingan dengan negara lain


pada tahun 2002, , Malaysia: 12 per 1000 kelahiran hidup, Thailand: 32 per
1000 kelahiran hidup, Brunei: 8 per 1000 kelahiran hidup, dan Vietnam: 39 per
1000 kelahiran hidup, sedangkan Indonesia : 52 per 1000 kelahiran hidup. Pada
skala nasional juga masih terdapat kesenjangan AKB antar propinsi yaitu Propinsi
Nusa Tenggara Barat sebesar 103 per 1000 kelahiran hidup (tertinggi) dengan
Propinsi

Daerah

Istimewa Yogyakarta yang hanya 23 per 1000 kelahiran hidup

(terendah), sedangkan Propinsi Jawa Timur sebesar 55 per 1000 kelahiran hidup.
Maka menurut perkiraan setiap tahunnya terdapat sekitar 400 ribu bayi lahir dengan
berat bayi lahir rendah (BBLR). (SDKI, 2002).
1

Bayi adalah anak yang berusia 0-12 bulan. Bayi dapat dikelompokkan menjadi
tiga: bayi cukup bulan, bayi prematur, dan BBLR. Bayi cukup bulan adalah bayi yang
termasuk dalam kelompok kelahiran normal, yaitu kelahiran bayi secara alami tanpa
bantuan suatu alat apa pun atau tanpa operasi. Usia kehamilan secara normal berkisar
sembilan bulan sepuluh hari. Masa kehamilan normal lebih dari sepuluh hari atau
kurang dari sembilan bulan disebut kehamilan tidak normal. Bayi prematur adalah bayi
lahir tidak cukup bulan. Adapun bayi berat badan lahir rendah (BBLR) atau low birth
weight adalah yang bobotnya kurang dari 2500 gram. BBLR disebabkanoleh kelahiran
tidak cukup bulan (prematur), cukup bulan tetapi kecil (proporsional), dan IUGR
(intro-uterine growth retardation) (Departemen Kesehatan RI, 1995).
Berdasarkan perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1995
hampir semua (98%) dari lima juta kematian neonatal terjadi di negara berkembang,
lebih dari dua pertiga kematian itu terjadi pada periode neonatal dini, umumnya
dikarenakan berat badan lahir kurang dari 2.500 gram. Menurut WHO, 17% dari 25
juta

kehamilan

per

tahun

adalah

BBLR

dan

hampir

semua

terjadi

di

negara berkembang. Sedangkan Kejadian BBLR di Indonesia pada tahun 2005


sebesar 13,4% (Depkes, 2006).
Menurut SDKI (2002), di negara maju maupun negara berkembang
BBLR merupakan penyebab utama kematian bayi. Manuaba (1998) menjelaskan
bahwa banyak faktor penyebab terjadinya BBLR diantaranya faktor ibu (gizi ibu,
umur ibu ,< 20 atau >35 tahun, umur kehamilan, paritas, status anemia, penyakit
penyerta, sebab lain), faktor janin (hidramnion, kehamilan ganda, dan kelainan
kromosom), dan faktor lingkungan (tinggal di daerah tinggi radiasi dan beracun).
Akibat yang ditimbulkan oleh bayi dengan BBLR selain kematian juga dapat
menimbulkan

berbagai komplikasi diantaranya adalah

Hipoglikemia

(Kadar
2

Gula darah kurang dari normal), Paru belum berkembang (bayi menjadi sesak napas),
Gangguan Pencernaan (mudah kembung karena fungsi usus belum cukup baik), Mudah
terkena infeksi (Sistem imunitas bayi belum matang), Anemia (bayi kelihatan pucat
oleh karena kadar hemoglobin darah rendah), Mudah kuning, Perdarahan otak,
Gangguan jantung dan perdarahan intraventrikuler bayi (Surasmi, 2003).
Berdasarkan laporan Kabupaten/Kota tahun 2010 diketahui jumlah bayi BBLR
di Jawa Timur sebanyak 16.565 bayi dari 591.746 bayi lahir hidup. Kasus BBLR
memang masih menjadi kasus yang cukup serius. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun
2010, kasus BBLR mencapai

10,3% dari seluruh bayi lahir hidup. Karakteristik

keluarga dengan bayi BBLR terbanyak adalah Jenis kelamin perempuan 12%;
pekerjaan orang tua terbanyak

adalah Petani/ Nelayan/ Buruh sebesar 12,9%;

pendidikan orang tua terbanyak adalah tidak tamat SD/Sederajat 15,1% dan tempat
tinggal terbanyak di Pedesaan 12% (Dinas Kesehatan Jawa Timur 2011).
Berdasarkan data dari Bidang Yankes Provinsi jawa Timur diketahui kasus
kematian BBLR terjadi pada setiap Kabupaten/Kota dengan kematian tertinggi
(>20%) terjadi di Kota Blitar, Batu dan Kabupaten Bondowoso. Manajemen BBLR
dan PONED (Puskesmas dengan pelayanan obstetric neonatal emergensi dasar) perlu
ditingkatkan disamping harus tetap berkoordinasi dengan lintas program dan lintas
sektor dalam upaya penanganan terpadu (Dinas Kesehatan Jawa Timur 2011).

1.2 Identifikasi Masalah


Faktor Ibu
a. Gizi ibu
b. Umur Ibu (<20 atau
>35 tahun)
c. Umur kehamilan
d. Paritas
e. Status anemia
f. Penyakit penyerta
g. pendidikan

BBLR

Faktor janin
a. Hidramnion
b. Kehamilan Ganda
c. Kelainan
Kromosom
Faktor lingkungan
Tinggal didaerah tinggi
radiasi dan beracum
Gambar 2.1 berbagai faktor yang mempengaruhi BBLR
1.3 Perumusan Masalah
Dari identifikasi masalah tersebut, maka perumusan masalah adalah:
Apakah faktor karakteristik ibu (umur ibu, umur kehamilan, paritas, penyakit penyerta,
status anemia, pendidikan) berhubungan dengan kejadian BBLR di PUSKESMAS
Porong tahun 2014?
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :
Menganalisis karakteristik ibu yang berhubungan dengan kejadian BBLR di
PUSKESMAS Porong tahun 2014.
4

Tujuan Khusus :
1. Mengidentifikasi kejadian kejadian BBLR di PUSKESMAS Porong
tahun 2014
2. Mengidentifikasi karakteristik ibu (umur ibu, umur kehamilan, paritas,
status anemia, penyakit penyerta)
3. Menganalisis hubungan BBLR dengan karakteristik ibu
1.4.2. Manfaat Penelitian
Untuk Institusi
Sebagai sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang
pentingnya derajat kesehatan ibu hamil dalam mendapatkan bayi yang sehat
dan berkualitas serta terhindar dari BBLR.
Untuk Tempat yang diteliti
Meningkatkan deteksi dini dan penanggulangan ibu hamil dengan risiko
bayi BBLR sehingga dapat menghasilkan bayi dan ibu yang sehat serta
proses kehamilan dan persalinan yang lancar.
Untuk Peneliti
Meningkatkan pengetahuan serta wawasan keilmuan peneliti khususnya
dalam penanganan BBLR sehingga dapat bermanfaat dalam menjalankan
tugas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


2.1.1 Pengertian
Pada umumnya bayi dilahirkan setelah dikandung kurang lebih 40 minggu
dalam rahim ibu. Pada waktu lahir bayi mempunyai berat badan sekitar tiga
kilogram dan panjang badan 50 cm (Pudjiadi, 2003). Secara umum berat badan
bayi lahir normal adalah antara 3000 sampai 4000 gr, dan bila di bawah atau
kurang dari 2500 gr dikatakan Berat badan lahir rendah (BBLR) (Juminiarni,
1996). Sylviati (2008) mengklasifikasikan berat bayi lahir menjadi tiga yaitu
bayi berat lahir rendah (<2500 gram), berat bayi lahir normal (2000 4000
gram) dan berat bayi lebih (4000 gram).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang
berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2.500 gram. Dahulu neonatus
dengan berat badan lahir kurang dari 2.500 gram atau sama dengan 2.500
gram disebut prematur. Pada tahun 1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir
dengan berat lahir kurang dari 2.500 gram disebut Low Birth Weight Infants
(BBLR) (Yushananta,2001).
Berdasarkan kurva

pertumbuhan intrauterine dari Lubchenko, kebanyakan

bayi prematur akan dilahirkan dengan berat badan yang rendah (BBLR), BBLR
dibedakan atas Berat Lahir Sangat Rendah (BLSR), yaitu bila berat bayi lahir <
1.500 gram, dan Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BLASR), yaitu bila berat bayi
lahir < 1.000 gram (Yushananta, 2001). Menurut Saifuddin dkk (2000), berkaitan
dengan penanganan dan harapan hidupnya, Bayi berat lahir rendah (BBLR)
6

dibedakan menjadi :
1.

Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500-2500 gram

2.

Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), berat lahir 1000-1500

3.

Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER), berat lahir <1000

Manuaba
golongan, yaitu

(1998),

bayi

dengan

BBLR

dapat

dibagi

menjadi 2

1. Prematuritas murni
Adalah bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37
minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk
masa kehamilan atau disebut Neonatus Kurang Bulan - Sesuai Masa
Kehamilan (NKB- SMK). Mengingat belum sempurnanya kerja alatalat tubuh yang perIu untuk pertumbuhan dan perkembangan serta
penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di Iuar uterus maka perlu
diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan dan bila
perlu oksigen, mencegah infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan
zat besi.
a. Pengaturan suhu badan bayi prematuritas/ BBLR
Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas
badan dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas
badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah dan
permukaan badan relatif luas oleh karena itu bayi prematuritas
harus

dirawat

di

dalam inkubator sehingga panas badannya

mendekati dalam rahim. Bila bayi dirawat dalam inkubator maka


suhu bayi dengan berat badan, 2 kg adalah 35 derajat celsius dan
untuk bayi dengan berat badan 2-2,5 kg adalah 33-34 derajat
celsius. Bila inkubator tidak ada bayi dapat dibungkus dengan
7

kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas, sehingga
panas badannya dapat di pertahankan.
b. Makanan bayi prematur
Alat pencemaan bayi prematur masih belum sempuma.
lambung kecil, enzim
kebutuhan

pencernaan

belum

matang,

sedangkan

protein 3-5 gr/kg BB dan kalori 110 Kal/kg BB

sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum


bayi

sekitar

jam

setelah

lahir dan

didahului dengan

menghisap cairan lambung. Refleks menghisap masih


sehingga pemberian minum

sebaiknya

lemah,

sedikit demi sedikit,

tetapi frekuensi yang lebih sering. ASI merupakan makanan


yang paling utama, sehingga ASI yang paling dahulu diberikan.
Bila kurang, maka ASI dapat diperas dan di minumkan perlahanlahan atau dengan memasang sonde menuju lambung. Permulaan
cairan diberikan sekitar 50-60 cc/kg BB/hari dan terus dinaikkan
sampai mencapai sekitar 200 cc/kg BB/hari.
c. Menghindari infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena
daya tahan tubuh \ yang masih lemah, kemampuan leukosit
masih kurang dan pembentukan anti bodi belum sempuma. Oleh
karena itu upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan
sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas (BBLR). Dengan
demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara
khusus dan terisolasi dengan baik.
2. Dismaturitas
8

Adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat


badan seharusnya untuk masa kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam
preterm, term, dan post term.
2.1.2 Karakteristik BBLR
Menurut Manuaba (1998), karakteristik Bayi Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) adalah sebagai berikut:
a. Berat kurang dari 2.500 gram
b. Panjang badan kurang dari 45 cm
c. Lingkar dada kurang dari 30 cm.
d. Lingkar kepala kurang dari 33 cm.
e. Usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
f. Kepala relatif besar, kepala tidak mampu tegak
g.

Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kulit kurang, otot
hipotonik- lemah.

h. Pernafasan tidak teratur dapat terjadi gagal nafas, pernafasan sekitar 40- 50
kali per menit.
i. Kepala tidak mampu tegak
j. Frekuensi nadi 100-140 kali per menit.
2.1.3 Berbagai faktor yang dapat menyebabkan BBLR
1. Faktor lbu
a. Umur ibu
Undang-undang No. 1

tahun 1974 yang mengatur ketentuan usia

perkawinan di Indonesia adalah sebagai berikut;


1. Izin orang tua bagi orang yang akan melangsungkan perkawinan apabila
belum mencapai umur 21 tahun (pasal 6 ayat 2).
9

2. Umur minimal untuk diizinkan melangsungkan perkawinan, yaitu pria


19 tahun dan wanita 16 tahun (pasal 7 ayat 1).
3. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin,
berada didalam kekuasaan orang tua (pasal 47 ayat 1).
4. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin,
yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tuanya, berada di bawah
kekuasaan wali (pasal 50 ayat 1)
Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia < 20 tahun
atau >35 tahun, dan multi gravida yang jarak kelahiran terlalu dekat.
Kejadian terendah ialah pada usia antara 26 - 35 tahun.
b. Umur kehamilan
Menurut Jumiarni (1996) klasifikasi bayi menurut umur kehamilan
dibagi dalam tiga kelompok yaitu bayi kurang bulan adalah bayi dengan
masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari), bayi cukup bulan adalah
bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu sampai dengan 42
minggu (259-293 hari) dan bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa
kehamilan mulai 42 minggu atau lebih.
c. Paritas
Paritas secara luas mencakup gravida/ jumlah kehamilan, premature/
jumlah kelahiran, dan jumlah abortus/ jumlah keguguran. Sedangkan
dalam arti sebenarnya, yaitu jumlah atau banyaknya anak yang dilahirkan.
Paritas dikatakan tinggi apabila seorang ibu/ wanita melahirkan anak ke
empat atau lebih, seorang wanita yang sudah mempunyai tiga anak dan
terjadi kehamilan lagi, keadaan kesehatannya akan mulai menurun dan
sering mengalami kurang darah (anemia), terjadi perdarahan lewat jalan
10

lahir dan letak bayi yang sungsang ataupun melintang.


Adapun pembagian paritas yaitu primipara, multipara dam grand
multipara. Primipara adalah seorang wanita yang baru pertama kali
melahirkan dimana janin mencapai usia kehamilan 28 minggu atau lebih
(Pusdiknakes, 2003). Multipara adalah seorang wanita yang telah
mengalami hamil dengan usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah
melahirkan buah kehamilannya 2 kali atau lebih (Pusdiknakes, 2003).
Grand multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami hamil
dengan usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah
kehamilannya lebih dari lima kali (Wikjosastro, 2002).
e. Status anemia
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi
dan asam folat dalam makanan ibu. Anemia pada kehamilan merupakan
masalah nasional, karena dapat mencerminkan nilai kesejahteraan sosial
ekonomi masyarakat, serta mempunyai pengaruh yang besar terhadap
kualitas sumber daya manusia. Anemia pada ibu hamil biasanya disebut
potential danger to mother and child yaitu suatu potensial yang
membahayakan ibu dan anak. Pada umumnya anemia pada ibu hamil
disebabkan oleh berkurangnya cadangan zat besi yang sangat pesat
dikarenakan kebutuhan janin akan zat besi sangat besar, juga karena
bertambahnya volume darah pada plasma darah sehingga menurunkan Hb
pada sel darah merah.
Menurut Kartaji (1981), makanan yang mengandung zat besi adalah
sayuran

berdaun

hijau,

sedangkan

ikan

dan

buah-buahan

dapat

meningkatkan penyerapanzat besi. Sedangkan untuk penambahan asam


11

folat banyak terdapat pada makanan pokok dan umbi-umbian. Wanita


memerlukan zat besi lebih tinggi daripada laki-laki karena terjadi
menstruasi dengan perdarahan sebanyak 50-80 cc setiap bulan dan
kehilangan zat besi sebesar 30-40 mgr. Disamping itu kehamilan
memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan sel darah merah dan
membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Makin sering seorang
wanita mengalami kehamilan dan melahirkan makan akan semakin banyak
kehilangan zat besi dan menjadi semakin anemis.
e. Penyakit penyerta
Ada beberapa penyakit yang dianggap mempengaruhi kejadian
BBLR. Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan dan
penyakit yang berhubungan pada partus. misalnya perdarahan antepartum,
kekurangan gizi trauma

fisik dan psikologis,

diabetes

mellitus,

toksemia gravidarum, dan nefritis akut.(Depkes, 1993).


Penyakit pada saat kehamilan yang dapat mempengaruhi berat bayi
lahir diantaranya adalah Diabetes Melitus (DM), cacar air, dan penyakit
TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes). Penyakit
DM adalah suatu penyakit dimana badan tidak sanggup menggunakan gula
sebagaimana mestinya, penyebabnya adalah pankreas tidak cukup produksi
insulin yang ada. Akibat dari DM ini banyak macamnya diantaranya adalah
bagi ibu hamil bisa mengalami keguguran, bayi mati, bayi mati setelah lahir
(kematian perinatal) karena bayi yang dilahirkan terlalu saat besar, dan
menderita edem (Sitorus, 1999).
Penyakit pada saat partus yang berhubungan dengan kejadian BBLR
misalnya sifilis, toksemia gravidarum dan perdarahan antepartum. Sifilis
12

dapat menyebabkan partus immaturus dan partus prematur. Pre eklamsia


(toksemia gravidarum) adalah suatu kondisi dimana tekanan darah
meningkat selama masa kehamilan. Bila tekanan darah anda meningkat,
tubuh anda menahan air, dan protein bisa ditemukan dalam urin anda. Hal
seperti ini juga disebut sebagai toxemia atau pregnancy induced
hypertension (PIH). Pre

eklamsia dapat membuat plasenta tidak

mendapatkan darah dalam jumlah yang cukup. Bila plasenta tidak


mendapatkan cukup darah, maka bayi tidak akan mendapatkan cukup
oksigen dan makanan. Ini dapat mengakibatkan kelahiran dengan berat
badan rendah. Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi
setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya
daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar, R, 1998).
2.1.4 Komplikasi pada Bayi BBLR
Komplikasi yang terjadi pada bayi BBLR antara adalah:
1. Kerusakan bernafas : fungsi organ belum sempuma
2. Pneumonia, aspirasi : refleks menelan dan batuk belurn sempurna
3.

Perdarahan intraventrikuler: perdarahan spontan di ventrikel otak


lateral disebabkan

anoksia menyebabkan

hipoksia otak yang dapat

menimbulkan terjadinya kegagalan peredaran darah sistemik.


2.1.5

Masalah-masalah pada Bayi BBLR


Menurut Manuaba (2001), menghadapi bayi BBLR harus memperhatikan
masalah berikut:
1. Suhu Tubuh
a. Pusat pengatur panas badan belum sempurna
b. Luas badan bayi relatifbesar sehingga penguapannya bertambah
13

c. Otot bayi masih lemah


d.

Lemak kulit dan lemak coklat kurang sehingga cepat kehilangan


panas badan

e.

Kemampuan metabolisme panas masih rendah, sehingga bayi


dengan BBLR perlu diperhatikan agar tidak terlalu banyak
kehilangan panas badan dan dapat diperhatikan sekitar 30

0
sampai 37 C
2. Pernafasan
a. Pusat pengatur pernafasan belum sempuma
b. Surfaktan

paru-paru masih

perkembangannya

kurang,

sehingga

tidak sempurna

c. Otot pernafasan dan tulang iga lemah


d. Dapat disertai penyakit : penyakit hialin membran, mudah
infeksi paru-paru, gagal pernafasan.
3. Alat pencernaan makanan
a. Belum berfungsi sempurna, sehingga penyerapan makanan kurang
baik
b.

Aktivitas

otot

pencernaan

makanan

masih

belum

sempurna sehingga pengosongan lambung berkurang.


c.

Mudah

terjadinya

regurgitasi

isi

lambung

dan

dapat

menimbulkan aspirasi pneumonia.


4. Hepar yang belum matang (immatur)
Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga
mudah terjadi hiperbilirubinemia (kuning) sampai kernicterus.
14

5. Ginjal masih belum matang


Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air
masih belum sempurna sehingga mudah terjadi edema.
6. Perdarahan dalam otak
a. Pembuluh darah bayi prematur masih rapuh dan mudah pecah
b.

Sering

mengalami

gangguan

pernafasan

sehingga

memudahkan terjadi perdarahan dalam otak.


c. Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan dapat
menyebabkan kematian
d.

Pemberian

oksigen

belum

mampu

diatur

sehingga

memudahkan terjadi perdarahan dan nekrosis.


2.2 Berbagai Penelitian Tentang BBLR
2.2.1. Umur Ibu
Masa kehamilan merupakan masa yang rawan bagi seorang ibu,
sehingga diperlukan

kesiapan

yang

matang untuk

menghadapinya

termasuk kecukupan umur ibu. Kuti (1994) dalam Srimalem (1998)


mengatakan umur ibu yang terlalu muda (kurang dari 20 tahun) atau
terlalu tua (lebih dari 35 tahun) cenderung meningkatkan frekuensi
komplikasi selama kehamilan dan persalinan. Hasil penelitian terhadap 632
ibu hamil diperoleh kejadian BBLR pada ibu hamil yang berusia 10-19 tahun
dan 36-45 tahun menunjukkan kejadian BBLR yang tinggi dibandingkan
dengan kelompok umur yang lain.
2.2.2. Umur Kehamilan
Kebutuhan zat gizi khususnya zat besi pada ibu hamil meningkat
sesuai dengan

bertambahnya

umur

kehamilan.

Apabila

terjadi
15

peningkatan kebutuhan zat besi tanpa disertai oleh pemasukan yang


memadai,

maka

cadangan

zat

besi

akan menurun

dan

dapat

mengakibatkan terjadinya anemia. Jumlah zat besi yang dibutuhkan


pada waktu hamil jauh lebih besar dari wanita tidak hamil, hal ini
dikarenakan

kebutuhan

Fe

naik

untuk

kebutuhan

plasenta

dan

janin dalam kandungan. Pada masa trimester I kehamilan, kebutuhan zat


besi lebih rendah dari sebelum hamil karena tidak menstruasi dan jumlah
zat besi yang ditransfer kepada janin masih rendah. Pada waktu mulai
menginjak trimester II, terdapat peningkatan volume plasma darah yang
lebih besar dibandingkan pertambahan masa sel darah merah sampai
pada trimester III sehingga terjadi anemia yang bersifat fisiologis
(Suwandono, 1995).
Apabila wanita hamil tidak mempunyai simpanan zat besi yang cukup
banyak dan tidak mendapat suplemen preparat besi, sementara janin
bertambah terus dengan pesat maka janin dalam hal ini akan berperan
sebagai parasit, ibu akhirnya akan menderita anemia, sedangkan janin
umumnya dipertahankan normal, kecuali pada keadaan yang sangat berat
misalnya kadar Hb ibu sangat rendah maka zat besi yang kurang
berpengaruh

pula

terhadap

janin

sehingga

menimbulkan

akan
BBLR

(Manuaba, 1998).
Pembagian kehamilan berdasarkan usia kehamilan menurut WHO
(1979) dalam Manuaba (1998) dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :
a. Preterm yaitu umur kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari)
b. Aterm yaitu umur kehamilan antara 37 minggu sampai 42 minggu
(259 --- 293 hari).
16

c. Post-term yaitu umur kehamilan di atas 42 minggu (294 hari).


Menurut

penelitian

Liesmayani

(2002),

bayi

dengan

BBLR

sebagian besar (86%) dilahirkan oleh ibu dengan umur kehamilan kurang
dari 37 minggu. Sehingga umur kehamilan yang kurang dapat menyebabkan
makin kecil bayi yang dilahirkan. Hal

ini

disebabkan

karena

pertumbuhan dan perkembangan organ bayi belum sempurna.


2.2.3. Paritas
Paritas adalah faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan
janin selama kehamilan maupun melahirkan. Dalam studinya, Sorjoenoes
(1993) dalam Srimalem (1998), di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
ditemukan bahw prevalensi kejadian BBLR

berfluktuatif

dengan

bertambahnya paritas yakni 46,79% untuk primipara, 30,43% untuk


multipara dan 37,05% untuk grande multipara.
Berdasarkan penelitian Hanifa (2004) di RS Koja Jakarta Utara
diketahui bahwa kasus BBLR banyak terjadi pada primipara yaitu sebesar
62,4%, dibandingkan dengan multipara (37,6%). Hal ini dikarenakan
fungsi

organ

pada

kahamilan multipara lebih siap dalam menjaga

kehamilan dan menerima kahadiran janin dalam kandungan.


2.2.4. Status Anemia
Muhilal Djumadias A. N, (1979) mengemukakan bahwa sekitar 70 persen
ibu hamil di Indonesia menderita anemia kekurangan gizi. Pada pengamatannya
lebih lanjut menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang diderita masyarakat
Indonesia adalah karena kekurangan zat besi yang dapat diatasi melalui
pemberian zat besi secara teratur dan peningkatan gizi.
2.2.5. Penyakit Penyerta
17

Oesman Syarif (2004) dalam penelitiannya mengenai kejadian


BBLR pada Rumah Sakit di Kabupaten Serang dan Tangerang memperoleh
hasil bahwa ibu hamil dengan penyakit penyerta misalnya trauma fisik
dan psikologis, DM, toksemia gravidarum, dan nefritis akut kemungkinan
memiliki resiko terjadinya BBLR 6,8 kali lebih tinggi jika dibandingkan
dengan ibu hamil tanpa penyakit penyerta.
Dari 100 kehamilan yang mencapai minggu ke-20, kurang dari
2 akan menghasilkan bayi lahir dalam keadaan meninggal atau kematian
bayi dalam bulan pertama kehidupannya. Penyebabnya agak kompleks.
Lebih dari 30% kejadian penyebabnya tidak diketahui, meskipun sebagian
besar bayi dilahirkan prematur atau dengan BBLR, pada saat dilahirkan.
Sekitar 15% kematian terjadi karena antepartum haemorrhage, dan jumlah
yang sama dari bayi kelainan bentuk. Hampir 6% terjadi karena hipertensi
kehamilan, dan jumlah yang sama karena penyakit yang diderita ibu (Derek
Llewelynn-Jones, 2005).

18

BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep Penelitian


Berdasarkan penelitian BBLR dan tinjauan pustaka, maka disusu konsep penelitian,
yaitu :
Karakteristik Ibu :
a. Umur
b. kehamilan
- umur
- Ganda/Tunggal
c. Paritas
d. Penyakit Penyerta
e. Status anemia
f. Pendidikan Ibu
e. Status Sosial Ekonomi
g. Sebab lain : merokok,
pecandu alkohol, dsb
h. Pengetahuan
Faktor Janin :

BBLR

a. Hidramnion
b. Kehamilan ganda
c. Kelainan kromosom
Faktor Lingkungan :

Keterangan:

- Tinggal di daerah tinggi

Diteliti

radiasi & beracun

Tidak Diteliti

Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian


Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian BBLR, diantaranya karakteristik
19

ibu (umur ibu, umur kehamilan, paritas, status anemia, penyakit penyerta, status so sial
ekonomi, sebab lain, pengetahuan), faktor janin (hidroamnion, kehamilan ganda,
kehamilan kromosom) dan faktor lingkungan. Akan tetapi, saya hanya meneliti
hubungan antara karakteristik ibu (umur ibu, umur kehamilan, paritas, penyakit
penyerta, status anemia, pendidikan) dengan kejadian BBLR.
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah;
3.2.1 Ada hubungan antara umur ibu hamil dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit
Umum Daerah Ibnu Sina Gresik tahun 2011.
3.2.2 Ada hubungan antara umur kehamilan dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit
Umum Daerah Ibnu Sina Gresik tahun 2011.
3.2.3 Ada hubungan antara status paritas ibu hamil dengan kejadian BBLR di
Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah Ibnu Sina Gresik tahun 2011.
3.2.4 Ada hubungan antara Status anemia yang diderita ibu hamil dengan
Umum Daerah kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum daerah Ibnu Sina
Gresik tahun 2011.
3.2.5 Ada hubungan antara penyakit penyerta yang diderita ibu hamil dengan
Umum daerah kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum Daerah Ibnu Sina
Gresik tahun 2011.

BAB IV
20

METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian NON EKSPERIMENTAL, yang bersifat
deskriptif analitik cross sectional dan pengumpulan data dilakukan secara retrospektif.
Metode deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama
untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif.
Metode penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan atau

menjawab

permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang, dengan pendekatan


retrospektif yaitu suatu penelitian yang melihat ke belakang (Soekidjo, 2005). Studi
cross sectional adalah suatu rancangan penelitian observasional yang dilakukan untuk
mengetahui hubungan variabel independen dengan variabel dependen dimana
pengukurannya dilakukan pada satu saat (serentak). Menurut Sastroasmoro dan Ismael
(2002), cross sectional adalah peneliti mencari hubungan faktor risiko dengan faktor
efek dengan melakukan pengukuran sesaat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan karakteristik ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR di Rumah sakit
Umum Daerah Ibnu Sina pada tanggal 1 Januari sampai 31 Desember tahun 2011.
4.2. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Ibnu Sina Gresik dengan
waktu pelaksanaan bulan Desember 2012.
4.3. Populasi dan sampel/subyek penelitian
4.3.1. Populasi
Menurut Notoatmodjo (1997) : populasi adalah keseluruhan objek
penelitian atau objek yang diteliti. Populasi adalah keseluruhan objek
penelitian (Suharsimi, 2006). Sedangkan menurut Soekidjo (2005) populasi adalah
keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti. Populasi dalam
21

penelitian ini adalah semua ibu yang melahirkan bayi di Rumah sakit Umum
Daerah Ibnu Sina Gresik pada 1 Januari sampai 31 Desember 2011 sebanyak
1500.
4.3.1.1 Populasi target
Populasi target adalah populasi yang memenuhi sampling kriteria dan
menjadi sasaran akhir penelitian. Populasi target dalam penelitian ini adalah
seluruh ibu yang melahirkan dan memiliki bayi BBLR
4.3.1.2 Populasi terjangkau
Populasi terjangkau adalah populasi yang memenuhi kriteria
dalam penelitian dan biasanya dapat dijangkau oleh penelitian dari
kelompoknya, peneliti biasanya menjadikan sampel pada populasi
tersebut dan diharapkan dapat dipergunakan untuk memiliki
kelompok populasi (Nursalam,2003 : 94).
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah populasi target
yang memenuhi kriteria inklusi. adapun kriteria inklusi dalam
penelitian ini adalah
a. Data yang ada di ruang Rekam Medik lengkap tentang ibu
bersalin dan kejadian BBLR
b. Ibu yang melahirkan di RSUD Ibnu Sina Gresik
c. Ibu yang berdomisili di wilayah Gresik
4.3.2. Sampel
4.3.2.1 Besar sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek
yang diteliti dianggap memakai sebagian populasi (Notoadmojdo,
2002). Untuk menentukan jumlah sample, peneliti menggunakan rumus
22

sebagai berikut, (Notoadmojo, 2005) :

n=

1 + N (d2)
n=

2500

= 344 sample

1 + 2500 (0,052)
Keterangan :
N = Besar populasi
n = Besar sampel
d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0.05%)
(Notoatmodjo, 2005)
4.3.2.2 Sampling
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari
populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2003).
Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan simple random
sampling dengan mengundi anggota populasi (lottery technique).
4.4. Penentuan Variabel Penelitian
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah Anak yang lahir hidup dengan
BBLR, Ibu yang melahirkan di Rumah Sakit Umum Daerah Ibnu Sina Kabupaten
Gresik dan Orang tua anak yang berdomisili di Kabupaten Gresik.

4.5. Definisi Operasional


Tabel 4.1 Definisi Operasional
23

No.
1. 1.

2.

Variabel
BBLR

Umur ibu

Definisi

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala
Nominal

Berat badan

Catatan

1. BBLR (1500-

bayi lahir

medis

2500 gram)

dibawah 2500

2. Normal

gram

(>2500gram)

Usia ibu hamil

Catatan

yang tertera di

medis

catatan medis

1. Berisiko (< 20
th dan > 35 th) Nominal
2. Tdk berisiko
( 20 s/d 35 thn)

3.

Umur

Masa yang

Catatan

kehamilan

dihitung sejak

medis

haid terakhir

1. Kurang bulan Ordinal


(<37 minggu)
2.cukup bulan( 37

sampai saat

42 minggu)

persalinan yang

3. Lebih bulan

tertera di

(>42 minggu)

Catatan medis
4.

Paritas

Jumlah

Catatan

1. Primipara

persalinan yang medik

2. Multipara

pernah dialami

3. Grand

oleh responden

multipara

Ordinal

yang tertera di
catatan medis
5.

Penyakit

Penyakit yang
record

Catatan

penyerta

diderita ibu

medis

1. Penyakit yang Ordinal


berhubungan

hamil selama

dengan

kehamilan

kehamilan dan

terakhir yang

partus

tertera di

2. Penyakit yang

catatan medis

tidak

24

4.6. Kerangka Operasional Penelitian


Populasi
(ibu bersalin dengan bayi BBLR di RS baptis
dan berdomisili di kota Batu)

Sampling
(dengan menggunakan simple random sampling
dengan mengundi anggota sampling)

Mengumpulkan
Data

Pengolahan
Data

Analisis Masalah
Gambar 4.1 Kerangka operasional penelitian
Kerangka operasional penelitian dimulai dengan menentukan populasi. Populasi
dalam penelitian ini adalah ibu bersalin dengan bayi BBLR di Rumah Sakit umum
Daerah Ibnu Sina Gresik yang berdomisili di kota Gresik. Langkah selanjutnya
dilakukan penentuan sampling dengan simple random sampling dengan mengundi
anggota. Apabila sampel sudah ditentukan, akan dilakukan pengumpulan data yang
tertera dalam rekam medis. Selanjutnya alan dilakukan pengolahan data dan analisis
masalah.

25

4.7 Metode Pengolahan dan Analisis Data


4.7.1. Metode Pengolahan Data
Teknik analisa data yang digunakan di penelitian ini menggunakan
perhitungan statistik sederhana yaitu presentasi atau proporsi (Budiarto,2002).
Setelah data terkumpul melalui pengumpulan data, kemudian dilakukan
pengolahan data melalui tahapan antara lain
1. Editing.
Dimana penulis akan melakukan penelitian terhadap data yang akan
diperoleh dan diteliti apakah terdapat kekeliruan atau tidak ada dalam
penelitian, Yaitu berupa catatan medik ibu yang melahirkan bayi dengan
BBLR yang terkumpul selama tanggal 1 Januari sampai 31 Desember tahun
2011.
2. Coding
Setelah dilakukan editing, selanjutnya penulis memberikan kode yaitu
tanda check () pada tiap-tiap data sehingga memudahkan dalam
melakukan analisa data. Dalam tiap variabel yang terdapat pada data
dikelompokan sesuai dengan variabel yang diteliti dari umur ibu, umur
kehamilan, paritas, status anemia dan penyakit penyerta.
3. Entry
Merupakan tahap memasukkan data yang telah di editing dan di coding
kedalam program komputer.
4. Tabulating
Data yang telah diberikan kode kemudian dikelompokan, lalu di hitung
dan di jumlahkan dan dituliskan dalam tabel. Data-data yang sesuai
dengan variabel penelitian seperti nomor rekam medik, nama ibu, umur
26

ibu, umur kehamilan, paritas, status anemia, dan penyakit penyerta akan
dimasukan dalam bentuk tabulasi data.
5.Penyajian data
Data disajikan dalam bentuk narasi dan tabel
4.7.2. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang dilakukan terdiri dari 2 macam yaitu :
a). Analisis Univariate
Analisis Univariate yaitu untuk mengetahui distribusi frekuensi dan
proporsi masing-masing variable yang akan diteliti. Analisis dalam
bilangan persentase sebagai langkah awal dari keseluruhan proses
analisis, kemudian mentabulasi data yang disusun dalam tabel.
R= X/n x 100%
b). Analisis Bivariat
Yaitu tabel dua variabel (Variabel Independen dan Variabel dependen)
dianalisis

untuk

melihat

kemaknaan

hubungan

antara

variabel

independen dan variabel dependen. Faktor resiko yang digunakan dalam


studi cross sectional adalah resiko prevalens (RP). Prevalens adalah
perbandingan antara jumlah subyek

dengan penyakit pada satu saat

dengan seluruh subjek yang ada (Sastroasmoro, 2002). RP dihitung


dengan cara sederhana yakni dengan menggunakan tabel 2x2, dengan
formula :
Tabel 4.2 Formula penghitungan RP
Faktor

K1

K2

Independen

(Faktor

(Faktor

B1

dependen)
A

dependen)
b

Jumlah

a+b
27

B2
Jumlah

C
a+c

d
b+d

c+d
a+b+c+d

Keterangan:
a : Subyek dengan faktor resiko yang mengalami efek
b : Subyek dengan faktor resiko yang tidak mengalami efek
c : Subyek tanpa faktor resiko yang mengalami efek
d : Subyek tanpa faktor resiko yang tidak mengalami efek
x hitung > x = h0 ditolak
x hitung < x = h0 diterima
Berdasarkan tabel 6.2, maka formula penghitungan RP yang digunakan
untuk mengetahui besar risiko pada studi cross sectonal adalah :
RP = a/(a+b) : c/(c+d)
Catatan :
a/(a+b) : Proporsi (prevalensi) subjek yang mempunyai faktor
risiko yang alami efek
c/(c+d) : proporsi (prevalens) subjek tanpa risiko yang
mengalami efek
Rasio Prevalens (RP) harus selalu disertai dengan nilai interval
kepercayaan (incidence interval) yang dikehendaki, yang akan menentukan
apakah rasio prevalens tersebut bermakna atau tidak dengan parameter sebagai
berikut :
Jika interval kepercayaan melewati (tidak mencakup) angka satu
pada titik awal maka faktor risiko tersebut bermakna.
Jika interval kepercayaan di bawah (mencakup) angka satu pada titik
awalnya maka faktor risiko tersebut tidak bermakna.
28

Interpretasi hasil Rasio Prevalens dalam studi cross sectionjal selain


didasarkan pada nilai confidence interval (CI) juga didasarkan pada nilai rasio
prevalens (RP) dengan parameternya :

RP = 1, artinya variabel independen bukan merupakan faktor risiko

RP>1 artinya variabel independen merupakan faktor risiko

dan confidence interval tidak mencakup angka 1, artinya variabel


independen merupakan faktor protektif dan pencegah

DAFTAR PUSTAKA
Ariawan, Iwan, 1998, Besar dan Metode Sampel dalam Penelitian Kesehatan, FKMUI, Jakarta
29

Azwar, A, 1994,
Pengantar Administrasi Kesehatan, edisi Kedua, Bina Rupa
Aksara, Jakarta
Candra, B, 1996, Pengantar Prinsip dan Metode Epidemiologi, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta
Departemen Kesehatan RI, 1993,
Asuhan Kesehatan Anak Dalam
KonteksKeluarga, Depkes RI, Jakarta
, 1997, Penanganan Bayi Resiko Tinggi Bagi PetugasKesehatan, Depkes RI,
Jakarta
, 1999, Indonesia Sehat 2010, Visi, Misi, Kebijakan dan Strategi
Pembangunan Kesehatan, Depkes RI, Jakarta
, 2003, Menyusui dan Kesehatan, Depkes RI, Jakarta
, 2006, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2005, Depkes RI, Jakarta
Derek Llewelllyn-Jones, (2005). Setiap Wanita, Delapratas Publishing: Jakarta.
Gunarti, Sri. 2003. Analisis faktor yang berhubungan dengan Bayi Berat Lahir rendah di
RSUD Labuang Baji. Thesis, Program pasca sarjana universitas Hasanudin Makassar
Hanifa, 2004, Analisis Kasus BBLR di RS Koja Jakarta Utara Tahun 2004, Skripsi
FKM-UI, Depok
Lismayani, 2002, Perawatan Bayi Risiko Tinggi, Penerbit Buku Kedokteran, EGC,
Jakarta
Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998, Ilmu kebidanan, Penyakit Kandungan & KBuntuk
Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta
,2001. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
berencana untuk pendidikan Bidan. Jakarta :EGC.
,2007. Pengantar Kuliah Obstetri.Jakarta: EGC
,2009. Memahami Kesehatan reproduksi Wanita. Jakarta: EGC
Mochtar, R,1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi dan Patologi. Jakarta :EGC
Notoatmodjo, Sukidjo, 1997, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Penerbit Rineka Cipta,
Jakarta
, 1997, Metodologi Penelitian Kesehatan, Penerbit Rineka Cipta,
Jakarta
Oesman Syarief, 2004, Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian BBLR di RS
30

Kabupaten Serang dan Tangerang Tahun 2004, Tesis FKM-UI, Depo


Varney, H. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta :EGC.
Winkjosastro,H. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.

31

Anda mungkin juga menyukai