Lupus Fiks
Lupus Fiks
MAKALAH
oleh
Kelompok 2
MAKALAH
oleh :
Siti Zumrotul Mina
(122310101005)
Jamilatus Sholihah
(122310101007)
Eka Yuliana
(122310101013)
Listya Pratiwi
(122310101017)
Aris Kurniawan
(122310101033)
Made Enstini SP
(122310101035)
(122310101045)
Alfun Hidayatulloh
(122310101047)
M Tutus Prasetyo
(122310101071)
Indra Sarosa
(122310101073)
Nikmatul Khoiriyah
(122310101075)
BAB 1.PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau yang biasa dikenal dengan
istilah Lupus adalah penyakit kronis atau menahun. Penyakit Lupus ini
merupakan penyakit autoimun dimana organ dan sel mengalami kerusakan yang
disebabkan oleh tissue-binding auto antibody dan kompleks imun, yang
menimbulkan peradangan dan bias menyerang berbagai sistem organ. Etiologi
dari beberapa penyakit collagen-vascular sering tidak diketahui tetapi system
imun terlibat sebagai mediator terjadinya penyakit tersebut (Delafuente,
2002).Systemic Lupus Erythematosus (SLE)termasuk dalam penyakit collagenvascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem musculoskeletal,
kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga
diperlukan pengobatan atau terapi yang kompleks.
Penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan salah satu
penyakit yang masih jarang terdengar ditelinga masyarakat Indonesia. Hal ini
bukan berarti yang terkena penyakit ini tidak banyak. Kementrian Kesehatan
menyatakan lebih dari 5 juta orang diseluruh dunia terdiagnosis penyakit Lupus.
Sebagian besar penderitanya ialah perempuan di usia produktif yang ditemukan
lebih dari 100.000 setiap tahun. Di Indonesia jumlah orang yang terkena Lupus
secara tepat masih belum diketahui tetapi di perkirakan mencapai jumlah 1,5juta
orang (Kementerian Kesehatan, 2012). Systemic Lupus Erythematosus (SLE)dapat
menyerang semua usia, namun sebagian besar pasien ditemukan pada perempuan
usia produktif. Sembilan dari sepuluh orang penderita lupus (odapus) adalah
wanita dan sebagian besar wanita yang mengidap SLE ini berusia 15-40 tahun.
Namun, masih belum diketahui secara pasti penyebab lebih banyaknya penyakit
SLE yang menyerang wanita.
Systemic Lupus Erythematosus (SLE)dikenal juga dengan penyakit 1000
wajah karena gejala awal penyakit ini tidak spesifik, sehingga pada awalnya
penyakit ini sangat sulit didiagnosa. Hal tersebut menyebabkan penanganan
1.3.2
Erythematosus (SLE);
Untuk mengetahui epidemiologi Systemic Lupus Erythematosus
1.3.3
1.3.4
(SLE);
Untuk mengetahui etiologi Systemic Lupus Erythematosus (SLE);
Untuk mengetahui tanda dan gejala Systemic Lupus
1.3.5
Erythematosus (SLE);
Untuk mengetahui patofisiologi Systemic Lupus Erythematosus
1.3.6
(SLE);
Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis Systemic Lupus
1.3.7
Erythematosus (SLE);
Untuk mengetahui pengobatan dan pencegahan Systemic Lupus
1.3.8
Erythematosus (SLE);
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan
Systemic Lupus Erythematosus (SLE);
1. Definisi
2012).
individu yang resisten. Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor
presipitasi seperti kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat
misalnya golongan sulfa, penghentian kehamilan dan trauma fisis/psikis. Setiap
serangan biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam, malaise,
kelemahan, nafsu makan berkurang, berat badan menurun dan iritabilitas. Yang
paling menonjol ialah demam, kadang-kadang disertai menggigil. Gejala yang
paling sering pada SLE pada system musculoskeletal, berupa arthritis atau
artralgia (93%) dan acapkali mendahului gejala-gejala lainnya. Yang paling sering
terkena adalah sendi interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan
tangan, metakarpofalangeal, siku dan pergelangan kaki, sering terkena adalah
kaput femoris
4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis penyakit ini sangat beragam tergantung organ yang
terlibat, yaitu:
a. Gejala Konstitusional
Manifestasi yang timbul dapat bervariasi, namun yang paling sering
adalah anorexia, demam, kelelahan, penurunan berat badan, limfadenopati
dan irritable. Gejala dapat berlangsung intermiten atau terus-menerus.
b.
Gejala Muskuloskeletal
Pada anak-anak gejala yang paling sering ditemukan, dapat berupa
athralgia (90%) dan sering mendahului gejala-gejala lainnya. Yang paling
sering terkena adalah sendi interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut,
pergelangan tangan, metakarpophalangeal, siku dan pergelangan kaki.
Artritis dapat terjadi pada lebih dari 90% anak, umumnya simetris, terjadi
pada beberapa sendi besar maupun kecil. Biasanya sangat responsif terhadap
terapi dibandingkan dengan kelainan organ yang lain pada LES. Arthritis
pada tangan dapat menyebabkan kerusakan ligament dan kekakuan sendi
yang berat. Osteonecrosis umum terjadi dan dapat timbul belakangan
setelah dalam pengobatan kortikosteroid dan vaskulopati.
Berbeda dengan JRA, arthritis LES umumnya sangat nyeri, dan nyeri
ini tak proporsional dengan hasil pemeriksaan fisik sendi. Pemeriksaan
c. Gejala Mukokutan
Kelainan kulit atau selaput lendir ditemukan pada 55% kasus SLE.
1). Lesi Kulit Akut
Ruam kulit yang paling dianggap khas adalah ruam kulit
berbentuk kupu-kupu (butterfly-rash) berupa eritema yang sedikit
edematus pada hidung dan kedua pipi. Karakteristik malar atau ruam
kupu-kupu termasuk jembatan hidung dan bervariasi dari merah
pada erythematous epidermis hingga penebalan scaly patches.
Ruam mungkin akan fotosensitif dan berlaku untuk semua
daerah terkena sinar matahari.
anemia
hemolitik,
anemia
penyakit
kronis
m. Fenomena Raynaud
Ditandai oleh keadaan pucat, disusul oleh sianosis, eritema dan kembali
hangat. Terjadi karena disposisi kompleks imun di endotelium pembuluh
darah dan aktivasi komplemen lokal.
5. Penatalaksanaan
Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis
gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan
organ yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari
pemeriksaan serologis. Monitoring dan evaluasi bisa dilakukan dengan parameter
laboratorium yang dihubungkan dengan aktivitas penyakit. SLE yang tidak diobati
dapat diikuti oleh penyembuhan spontan, dapat menjadi penyakit menahun, atau
kematian yang cepat.
Penyakit LES adalah penyakit kronik yang ditandai dengan remisi dan
relaps. Terapi suportif tidak dapat dianggap remeh. Edukasi bagi orang tua dan
anak penting dalam merencanakan program terapi yang akan dilakukan. Edukasi
dan konseling memerlukan tim ahli yang berpengalaman dalam menangani
penyakit multisistem pada anak dan remaja. Nefrologis perlu dilibatkan pada awal
penyakit untuk pengamatan yang optimal terhadap komplikasi ginjal. Perpindahan
terapi ke masa dewasa harus direncanakan sejak remaja.
1. Diet seimbang dengan masukan kalori yang sesuai. Dengan adanya
kenaikan berat badan akibat penggunaan obat glukokortikoid, maka perlu
dihindari makanan junk food atau makanan mengandung tinggi sodium
untuk menghindari kenaikan berat badan berlebih.
2. Penggunaan tabir surya dengan kadar SPF lebih dari 15 perlu diberikan
pada anak jika berada di luar rumah, karena dapat melindungi dari sinar
UVB.
3. Pencegahan infeksi dilakukan dengan cara imunisasi, karena risiko
infeksi meningkat pada anak dengan LES. Pemberian antibiotik sebagai
profilaksis dihindari dan hanya diberikan sesuai dengan hasil kultur.
Terdapat beberapa patokan untuk penatalaksanaan infeksi pada penderita
lupus, yaitu;
Fenomena Raynaud
Standar terapinya adalah calcium channel blockers, misalnya nifedipin;
alfa 1 adrenergic-receptor antagonist dan nitrat, misalnya isosorbid
mononitrat.
Lupus nefritis
Kelas I
Kelas II
lesi focal
necrotizing.
Kelas IV : (DPGN) kombinasi kortikosteroid dengan siklofosfamid intravena
ternyata lebih baik dibandingkan bila hanya dengan prednison.
Siklofosfamid intravena telah digunakan secara luas baik untuk
DPGN maupun bentuk lain dari lupus nefritis. Azatioprin telah
terbukti memperbaiki outcome jangka panjang untuk tipe DPGN.
Prednison dimulai dengan dosis tinggi harian selama 1 bulan,
bila kadar komplemen meningkat mencapai normal, dosis di
tapering off secara hati-hati selama 4-6 bulan. Siklofosfamid
intravena diberikan setiap bulan, setelah 10-14 hari pemberian,
diperiksa kadar lekositnya. Dosis siklofosfamid selanjutnya akan
dinaikkan atau diturunkan tergantung pada jumlah lekositnya
(normalnya 3.000-4.000/ml).
Kelas V
Gangguan hematologis
Untuk trombositopeni, terapi yang dipertimbangkan pada kelainan ini
adalah kortikosteroid, imunoglobulin intravena, anti D intravena,
vinblastin, danazol dan splenektomi. Sedangkan untuk anemia hemolitik,
terapi yang dipertimbangkan adalah kortikosteroid, siklfosfamid intravena,
danazol dan splenektomi.
Pneumonitis interstitialis lupus
Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan
siklfosfamid intravena.
Vaskulitis lupus dengan keterlibatan organ penting
Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan
siklfosfamid intravena.
Kalsium karbonat
< 6 bulan : 360 mg/hari
6-12 bulan : 540 mg/hari
1-10 bulan : 800 mg/hari
11-18 bulan : 1200 mg/hari
Calcifediol
< 30 kilogram : 20 mcg PO 3 kali/minggu
> 30 kilogram : 50 mcg PO 3 kali/minggu
6. Anti-hipertensi
Nifedipin 0.25-0.5 mg/kg/dosis PO dosis awal, tak lebih dari 10 mg,
diulang tiap 4-8 jam.
Enalapril 0.1 mg/kg/hari PO 4 kali sehari atau 2 kali sehari bisa
ditingkatkan bila perlu, maksimum 0.5 mg/kg/hari
Propranolol 0.5-1 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis, dapat ditingkatkan
bertahap dalam 3-7 hari dengan dosis biasa 1-5 mg/kg/hari
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Darah
1) Hb, leukosit, trombosit: dapat ditemukan anemia dan leukopenia dan
trombositopenia
2) LED dan CRP (indikator reaksi inflamasi nonspesifik)
3) Retikulosit: meningkat
4) PT dan aPTT: biasanya memanjang karena adanya circulating
anticoagulant yang menghambat aktivitas prothrombin activator
complex.
5) Komplemen C3, C4 dan CH50: selama masa aktif, fraksi komplemen
terpakai sehingga kadar menurun terutama bila disertai gangguan ginjal.
Kadar C3, C4 dan anti-ds-DNA dapat dipakai untuk menilai respons
terapi dan aktivitas penyakit terutama pada lupus nefritis.
6) Uji Coomb: positif (10%-30% pasien)
7) Uji ANA (antibodi antinuklear): skrining LES, positif pada penyakit
aktif
8) Anti ds-DNA: positif pada 50-70% anak LES. Lebih spesifik
dibandingkan dengan uji ANA, sangat bermanfaat untuk menilai
respons terapi.
saraf
pusat
(ensefalopati).
5) Biopsi kulit: penderita suspek LES dengan ANA (-). Pada lupus band
test dapat dideteksi adanya deposit kompleks imunoglobulin dan
komplemen pada dermal-epidermal junction.
6) Biopsi ginjal: menilai derajat berat ringannya nefritis
7) Pemeriksaan mata: melihat cotton wool exudates, episkleritis dan
skleritis.
7. Diagnosis SLE
Batasan operasional diagnosis SLE yang dipakai dalam rekomendasi ini
diartikan sebagai terpenuhinya minimum kriteria (de initif) atau banyak kriteria
terpenuhi (klasik) yang mengacu pada kriteria dari the American College of
Rheumbatology (ACR) revisi tahun 1997.
No.
Kriteria
Definisi
1 Bercak malar (butterfly
Eritema datar atau menimbul yang menetap di
rash)
daerah pipi, cenderung menyebar ke lipatan
2 Bercak diskoid
3 Fotosensitif
4 Ulkus mulut
5 Artritis
6 Serositif
7 Gangguan ginjal
8 Gangguan saraf
9 Gangguan darah
10 Gangguan imunologi
nasolabial
Bercak eritema yang menimbul dengan
adherent keratotic scaling dan follicular plugging,
pada lesi lama dapat terjadi parut atrofi
Bercak di kulit yang timbul akibat paparan
sinar matahari, pada anamnesis atau pemeriksaan
fisik
Ulkus mulut atau nasofaring, biasanya tidak nyeri
Artritis non-erosif pada dua atau lebih
persendian perifer, ditandai dengan nyeri tekan,
bengkak atau efusi
a. Pleuritis: Riwayat pleuritic pain atau terdengar
pleural friction rub atau terdapat efusi pleura
pada pemeriksaan fisik, atau
b. Perikarditis: Dibuktikan dengan EKG atau
terdengar pericardial friction rub atau terdapat
efusi perikardial pada pemeriksaan fisik
a. Proteinuria persisten >0,5 g/hari atau
pemeriksaan >+3 jika pemeriksaan kuantitatif
tidak dapat dilakukan, atau
b. Cellular cast: eritrosit, Hb, granular, tubular atau
campuran
1. Kejang: Tidak disebabkan oleh obat atau
kelainan metabolik (uremia, ketoasidosis atau
ketidakseimbangan elektrolit), atau
2. Psikosis: Tidak disebabkan oleh obat atau
kelainan metabolik (uremia, ketoasidosis atau
ketidakseimbangan elektrolit)
Terdapat salah satu kelainan darah:
- Anemia hemolitik dengan retikulositosis, atau
- Leukopenia < 4000/mm3 pada > 1
pemeriksaan, atau
- Limfopenia < 1500/mm3 pada > 2
pemeriksaan, atau
- Trombositopenia < 100.000/mm3 tanpa adanya
intervensi obat, atau
a. Anti-DNA: antibodi terhadap native DNA
dengan titer yang abnormal, atau
b. Anti-Sm: terdapatnya antibodi terhadap antigen
nuklear Sm, atau
11 Antibodi antinuklear
Keterangan:
a. Klasifikasi ini terdiri dari 11 kriteria dimana diagnosis harus memenuhi 4
dari 11 kriteria tersebut yang terjadi secara bersamaan atau dengan tenggang
waktu.
b. Modifikasi kriteria ini dilakukan pada tahun 1997.
Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria diatas, diagnosis SLE memiliki
sensitiitas 85% dan spesiisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah
satunya ANA positif, maka sangat mungkin SLE dan diagnosis bergantung pada
pengamatan klinis. Bila hasil tes ANA negatif, maka kemungkinan bukan SLE.
Apabila hanya tes ANA positif dan manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum
tentu SLE, dan observasi jangka panjang diperlukan.
8. Komplikasi dan Prognosis
a.
Komplikasi LES pada anak meliputi:
Hipertensi (41%)
Gangguan pertumbuhan (38%)
Gangguan paru-paru kronik (31%)
Abnormalitas mata (31%)
Kerusakan ginjal permanen (25%)
BAB 3. PATHWAY
Genetik
Faktor lingkungan
Sinar UV
Perubahan Struktur DNA
Mengkode sel T
Penurunan Sistem imun
Induksi Aportusis
Obat-Obatan
Asetilaksi lambat HLA-DRA
Gangguan nimunoregulasi
SLE
Kulit
Sendi
Darah
Paru-Paru
HB
Efusi Pleura
Atralgia atritis
Ginjal
Hati
Otak
Suplai zat
O2 selama 3 men
mengendap pd
Kerusakan
arteri sintesa
Antibodi Darah
degradasi jaringan
Pola Nafas tak efektif
Imflamasi arteriol terminaslis
prb. nutrisitubhKematian
Mengendap di membran basal glomerulus
ATP
Filtrasi terganggu
Intoleransi aktivitas
Jantung
Keletihan
Proteinuria
Hematuria
Perikarditis
Resti kematian
Data
Etiologi
Masalah
.
1
Keperawatan
SLE
Kerusakan integritas
kulit
Kulit
SLE
Keletihan
Darah
Hb
O2
ATP
Keletihan
sendi
degradasi jaringan
Intoleransi aktivitas
atralgia artritis
intoleransi aktivitas
hematuriaSLE
Paru-paru
Efusi pleura
Antibodi menurun
Degradasi jaringan
Mengendap di membran
basal
Filtrasi terganggu
Hematuria
Proteinuria
Hematuria
6
SLE
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
hati
Kematian
Risti kematian
4.3 Diagnosa
1.
2.
3.
4.
5. Hematuria
6. Perubahan pola nutrisi
7. Risti kematian
4.4 Perencanaan
Diagnosa Keperawatan
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Tujuan:
Setelah
tindakan
teratasi.
Kriteria Hasil:
a.
b.
Tida
k ada tanda-tanda
pasien
6. Monitor status nutrisi pasien
7. Ajarkan pada keluarga tentang luka
infeksi
c.
Kete
jaringan normal
d.
Men
unjukkan
pemahaman dalam
proses
perbaikan
kulit
dan
mencegah
terjadinya
cidera
berulang
e.
Men
unjukkan
terjadinya proses
Keletihan
penyembuhan luka
Tujuan
1.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2x24 jam
2.
teratasi.
Kriteria hasil:
Kem
dan
ampuan aktivitas
kelelahan
adekuat
b.
respon
keletihan pasien
a.
Kaji
6.
Mem
Batasi
lingkungan
untuk
stimulasi
memfasilitasi
pertahankan nutrisi
adekuat
c.
relaksasi
7.
dan istirahat
d.
pada
pasien
Kese
imbangan aktivitas
Jelaskan
penyakit
8.
Mem
pertahankan
interaksi sosial
e.
Men
gidentifikasi
faktor-faktor fisik
dan psikologis
yang menyebabkan
kelelahan
f.
Mem
pertahankan
kemampuan untuk
Intoleransi aktivitas
konsentrasi
Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam
pasien bertoleransi
terhadap aktivitas.
Kriteria Hasil :
a.
Berp
artisipasi dalam
aktivitas fisik
tanpa disertai
peningkatan
tekanan darah,
nadi dan RR
b.
Mam
pu melakukan
aktivitas sehari
hari (ADLs) secara
mandiri
c.
Kese
imbangan aktivitas
dan istirahat
Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2x 24 jam
pasien menunjukkan
keefektifan pola nafas
Kriteria hasil:
a. Mendemonstrasika
suara tambahan
3. Kaji atau pantau frekuensi pernapasan
4. Catat adanya sesak
5. Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
6. Pertahankan jalan nafas yang paten
7. Ajarkan
batuk
efektif,
jika
diindakasikan
dan
dyspneu
b. Menunjukkan jalan
nafas yang paten
c. Tanda Tanda vital
dalam
rentang
normal
(tekanan
darah,
nadi,
pernafasan)
Tujuan:
tubuh
Setelah
tindakan
keperawatan
kebutuhan
nutrisi
klien terpenuhi
Kriteria Hasil:
a. Antropometri :
berat badan klien
ideal
b. albumin normal :
3,5-5 g/dl
c. Hb wanita : 12,016,0 g/dl
d. Hb pria: 13,518,0 g/dl
e. pasien tidak
lemah
f. bising usus
normal (5-35
x/menit)
g. Diet : porsi
makan habis
Implementasi
No
1
Diagnosa
Kerusakan integritas kulit
Implementasi
1. Telah dikaji keadaan kulit pasien setiap h
Keletihan
6.
Telah
dilakukan
pembat
memfasilitasi relaksasi
7.
Telah dijelaskan pada pasie
penyakit
8.
3
Intoleransi aktivitas
1.
2.
3.
4.
secara berlebihan
5. Telah dikaji respon kardivaskuler pasien t
6. Telah dilakukan asistensi terhadap pasien
4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
disukai
Telah dikaji tanda-tanda vital klien
Telah dilakukan auskultasi suara nafas, da
Telah dikaji dan dipantau frekuensi perna
Telah dicatat kemungkinan adanya sesak
Telah diberikan posisi yang nyaman bagi p
Telah dipertahankan jalan nafas yang pate
Telah diajarkan batuk efektif, sesuai indak
1.
2.
3.
4.
5.
6.
4.5 Evaluasi
No
1
Diagnosa
Kerusakan integritas kulit
Evaluasi
S : Pasien mengatakan bahwa luka yang did
Keletihan
Intoleransi Aktivitas
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari penjelasan dalam makalah tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa SLE (Sistemik Lupus Eritematosus) merupakan penyakit multifaktorial
yang melibatkan interaksi kompleks antar faktor genetik, hormonal dan faktor
lingkungan, yang semuanya dianggap ikut memainkan peran untuk menimbulkan
aktivitasi hebat sel B, sehingga menghasilkan pembuatan berbagai autoantibody
polispesifik.
Selain
itu,
pada
banyak
penderita
SLE
gambaran
klinisnya
asalnya, temuan urine yang abnormal atau penyakit sendi yang menyamar sebagai
arthritis rematoid atau demam rheumatic.
5.2 Saran
Sebaiknya apabila ada salah satu anggota keluarga atau saudara kita
terkena penyakit SLE dan sedang menjalani pengobatan, lebih baik jangan
dihentikan. Karena, apabila dihentikan maka penyakit akan muncul kembali dan
kumatlagi. Prognosisnya bertambah baik akhir-akhir ini, kira-kira 70% penderita
akan hidup 10 tahun setelah timbulnya penyakit ini. Apabila didiagnosis lebih
awal dan pengenalan terhadap bentuk penyakit ini ketika masih ringan.
DAFTAR PUSTAKA
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011. Pedoman Pelayanan Medis
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Ed.2. Badan Jakarta: Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
Perhimpunan
Reumatologi
Indonesia.
2011.
Rekomendasi
Perhimpunan