Anda di halaman 1dari 4

1.

Strategi Tax Planning yang dapat diterapkan terkait dengan kewajiban entitas
usaha dalam hal pembayaran PPh Badan.
Tax Planning pada Perusahaan
Menurut James A.F. Stoner, perusahaan adalah sekumpulan orang-orang yang
bekerjasama secara terstruktur dengan tujuan untuk mencapai sasaran (goal) yang
spesifik atau sejumlah sasaaran (goals) yang telah ditetapkan. Perusahaan merupakan
bagian integral dari sitem ekonomi yang menggunakan sumber daya langka untuk
menghasilkan barang dan jasa. Salah satu tujuan utama perusahaan adalah laba
(profit ),sekaligus alat pemotivasi investor menanamkan modal dalam perusahaan.
Karena laba merupakan orientasi utama, maka manajemen keuangan perusahaan selain
harus memfokuskan diri pada perolehan dan penggunaan sumber keuangan, juga pada
pemanfaatan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien guna meningkatkan kinerja
perusahaan, sehingga perusahaan dapat mencapai laba yang optimum.
Tax planning dalam kegiatan usaha wajib pajak adalah untuk mencapai sasaran
perusahaan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, dengan cara menggunakan tax
planning secara lengkap, benar dan tepat waktu yang sesuai dengan Undang-undang
Perpajakan, sehingga tidak terkena sanksi administrative (denda, bunga, kenaikan pajak)
dan sanksi pidana. Hal tersebut untuk efisiensi dan efektifitas pemanfaatan sumber daya,
guna meningkatkan kinerja perusahaan dalam memperoleh laba yang optimal, seperti
misalnya dengan tidak melaksanakan penjualan secara besar-besaran (cuci gudang) di
akhir tahun (20X0, namun justru dilakukan pada awal tahun (20X1). Tindakan ini
bertujuan agar pajak yang harus dibayar perusahaan dapat ditunda hingga akhir tahun
20X1. Dibandingkan apabila penjualan dilakukan pada akhir tahun 20X0, perusahaan
harus langsung membayar pajak pada awal tahun 20X1. Dengan demikian kesempatan
untuk memanfaatkan hasil dari penundaan pembayaran pajak (investasi usaha atau
deposito) akan hilang.
Motivasi Dilakukannya Tax Planning
Motivasi yang mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak (tax planning)umumnya
bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu sebagai berikut:
a.Kebijakan perpajakan (tax policy)
Merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam system
perpajakan. Dari berbagai aspek tax policy terdapat faktor-faktor yang mendorong
dilakukannya tax planning, yaitu pajak apa yang akan dipungut, siapa yang akan
dijadikan subjek pajak, apa yang merupakan objek pajak, berapa besarnya tariff pajak
dan bagaimana prosedurnya.
b.Undang-undang perpajakan (tax law)
Dalam pelaksanaannya, Undang-undang selalu diikuti dengan ketentuan-ketentuan
lain, termasuk Undang-undang perpajakan yang diikuti oleh Peraturan Pemerintah,
Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Dirjen Pajak. Dengan
banyaknya ketentuan tersebut, membuka celah bagi wajib pajak untuk menganalisis
kesempatan guna perencanaan pajak yang baik.
c.Administrasi perpajakan (tax administration)
Indonesia masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan administrasi perpajakan
secara memadai. Hal ini mendorong perusahaan untuk melakukan perencanaan pajak
yang baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun pidanakarena perbedaan

penafsiran antara fiskus dan wajib pajak, luasnya aturan perpajakan dan sistem
informasi yang belum efektif.
Tujuan penerapan Tax Planning yaitu untuk mengurangi jumlah atau total pajak yang
harus dibayar. Strategi Tax Planning yang diterapkan terkait dengan kewajiban entitas usaha
harus secara legal, Tax Planning adalah langkah awal dari manajemen strategi WP Badan
secara keseluruhan. Jadistrategi tax planning yang dapat dilakukan terkait dengan kewajiban
entitas usaha dalam hal pembayaran PPh Badan yaitu
-Upaya untuk meminimalisasi pembayaran pajak penghasilan Badan dilakukan dengan cara
memberikan tunjangan kesejahteraan kepada karyawan. Pemberian tunjangan kesejahteraan
karyawan dapat mengurangi biaya yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang
terkena koreksi positif. Biaya kesejahteraan karyawan terdiri dari biaya yang dikeluarkan
perusahaan untuk kepentingan rumah dinas dan biaya lain diluar usaha. Sesuai dengan UU
Nomor 36 Tahun 2008 dijelaskan jika pengeluaran sehubungan dengan pekerjaan yang
boleh dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam bentuk uang, pengeluaran
yang dilakukan dalam bentuk natura atau kenikmatan missal menempati rumah secara Cuma
Cuma tidak boleh dibabankan sebagai biaya dan bagi pihak yang menerima atau menikmati
bukan merupakan penghasilan. Jadi kesimpulannya pengeluaran untuk kesejahteraan
karyawan missal rumah dinas dapat diberikan dalam bentuk uang dengan cara memberkan
tunjangan. Sehingga pengeluaran tersebut missal biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat
mengurangi penghasilan bruto dan tidakt terkena koreksi fiscal positif.
-DilihatdariPPh 21
Jika dilihat dari PPh 21 yang ditanggung perusahaan (WP Badan) jikaPPh 21 ditanggung oleh
karyawan maka perusahaan tidak mengalami kerugian karena tidak dapat kerugian antara
biaya fiscal dan biaya komersial yang harus dibayar perusahaan Jika pajak penghasilan pasal
21 diberikan dalam bentuk tunjangan pajak, maka gaji yang akandibawa lebih besar dari
alternative 1, perusahaan dalam hal ini tidak mengalami kerugian, karena tidak ada selisih
biaya antara pajak dan komersial Jika pajak penghasilan ps 21 di gross up maka gaji yang
akan dibawakaryawan lebih besar dari alternative 1 dan 2, dalam hal ini perusahaan juga
tidak mengalami kerugian karena tidak ada selisih antara biaya fiscal dan komersial yang
harus dibayar perusahaan.
-Perusahaan
Dalam mengeluarkan beban kesehatan untuk karyawan dalam pembayaran premi asuransi
dan beban pengobatan rawat jalan karyawan, jumlah beban tersebut dapat dibebankan oleh
perusahaan, dalam hal beban kesehatan tersebut dilengkapi bukti dokumen asli pembayaran
beban berobat sehingga dapat menjadi pengurang dari penghasilan kena pajak. Tunjangan
tersebut bagi karyawan dapat diakui sebagai penhasilan.
-Pajak atas penghasilan karyawan diperlakukan sebagai tunjangan pajak penghasilan
karyawan yang menambah penghasilan karyawan. Dalam metode ini tidak menghilangkan
kewajiban pemotongan PPh 21 atas penghasilan karyawan dimana PPh pasal 21 tatp dipotong
dari penghasilan karyawan. Perusahaan tetap menanggung PPh pasal 21 karyawan, namun
tanggungan diberikan melalui pemberian tunjangan PPh pasal 21.
2. Siapakah yang layaknya melakukan rekonsiliasi fiskal, jelaskan alasan anda! Serta
jelasakan tahapan-tahapan rekonsiliasi fiskal?

Rekonsiliasi fiscal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib
pajak sebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak
orang pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak).
Rekonsiliasi fiscal terjadi perbedaan pengakuan dalam menyusun laporan keuangan antara
komersial dengan perpajakan. Rekonsiliasi fiscal dilakukan terhadap:
-Wajib pajak yang memiliki penghasilan final.
Atas penghasilan yang telah dikenakanPPh Final maka penghasilan tersebut harus
dikeluarkan dari penghitungan PPh terutang akhir tahun karena kewajiban pajaknya dianggap
telah selesai. Sehingga PPh final yang telah dipotong tidak boleh menjadi kredit pajak.
-Wajib pajak yang memiliki penghasilan yang bukan objek pajak.
Atas penghasilan yang bukanobjekpajak, WP harus memlakukan rekonsiliasi karena atas
penghasilan tersebut WP tidak terutang PPh.Misal dividen yang memenuhi syarat sesuai pasal
4 ayat 3 UU PPh.
-Wajib pajak mengeluarkan biaya biaya yang tidak boleh menjadi pengurang penghasilan
(pasal 9 UU PPH).
Hal ini mengakibatkan adanya beda tetap yaitu perbedaan perlakuan yang sangat jelas karena
pengaturan yang berlawanan antara perpajakan dan standar akuntansi keuangan atas
perbedaan tersebut harus dikoreksi fiscal.
-Wajib Pajak mengeluarkan biaya yang boleh menjadi pengurang tetapi metode pengakuan
biaya tersebut diatur oleh ketentuan fiscal.
Dalam hal ini terjadi beda waktu yaitu perbedaan perlakuan yang diakibatkan oleh adanya
perbedaan metode antara perpajakan dan SAK, atas perbedaan ini harus dikoreksi sesuai
dengan perpajakan.
-Wajib pajak mengeluarkan biaya yang dikeluarkan bersama untuk mendapatkan pendapatan
yang telah dikenakanPPh Final.
Atas pengeluaran biaya tersebut maka WP harus menghitung biaya yang dapat dikurangkan
dan tidak dapat dikurangkan, maka harus dilakukan koreksi.
Tahapan dalam melakukan Rekonsiliasi Fiskal
Penyusunan rekonsliasi fiscal berdasarkan UU No 36 tahun 2008 tentang pajak
penghasilan dan peraturan pelaksanaannya. Rekonsiliasi fiscal terdiri dari koreksi positif dan
koreksi negative. Koreksi positif yaitu koreksi pajak yang mengakibatkan bertambahnya laba
kena pajak dan koreksi fiscal negative yaitu koreksi pajak yang mengakibatkan berkurangnya
laba kena pajak.
Penyusunan rekonsiliasi fiscal dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1.Mencari adanya koreksi fiscal dari peredaran usaha dan pendapatan diluar usaha dengan
cara mencocokkan dengan pasal 4 UU No 36 tahun 2008
2.Kemudian mencari koreksi fiscal dari harga pokok penjualan, biaya administrasi dan umum
serta biaya luar usaha dengan cara mencocokkan dengan pasal 6 dan pasal 9 uu no 36 tahun
2008.
3.Setelah pospos yang dikoreksi dimasukkan pada koreksi positif dan negative maka
selanjutnya menghitung laba sebelum pajak, besarnya PPh, dan laba setelah pajak.

Teknik rekonsiliasi fiskal dilakukan dengan cara sebagai berikut :


1.
Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui menurut fiskal,
rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah penghasilan tersebut dari penghasilan
menurut akuntansi, yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi.
2.
Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui menurut fiskal,
rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah penghasilan tersebut pada penghasilan
menurut akuntansi, yang berarti menambah laba menurut akuntansi.
3.
Jika suatu biaya atau pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui sebagai
pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan
sejumlah biaya/pengeluaran tersebut dari biaya menurut akuntansi yang berarti menambah
laba menurut akuntansi.
4.
Jika suatu biaya/pengeluaran tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui sebagai
pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan
sejumlah biaya/pengeluaran tersebut pada biaya menurut akuntansi, yang berarti mengurangi
laba menurut akuntansi.

Anda mungkin juga menyukai