Anda di halaman 1dari 6

PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP UMUR SIMPAN BAHAN PANGAN

Firmansyah Hengki P
120331100060
Program Studi Teknologi Pengawetan
Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Trunojoyo madura
Abstrak
Apel (Malus domestica) adalah buah yang memiliki kandungan gizi, vitamin, dan
antioksidan yang sangat tinggi. Buah apel yang memiliki kandungan kadar air yang
banyak menyebabkan cepat membusuk, sehingga diperlukan pengawetan agar buah apel
dapat bertahan lebih lama.Pada umumnya buah yang segar memiliki kadar air yang
tinggi yang mengakomodasi tingginya aktivitas metabolik yang berlangsung terus pada
masa pasca panen yang menjadikan buah pada umumnya cepat membusuk. Pada
penelitian ini bahan yang digunakan adalah buah apel. Metode penelitian yang
digunakan menggunakan proses pengeringan dengan menggunakan cabinet drying
dengan suhu 60oC dan sinar matahari suhu alami dengan lama 2 jam, 4 jam, 6 jam, dan
8 jam dengan perlakuan diiris tipis 2 mm dan memotong seperti dadu 2x2 cm,
masing-masing 900 gram dan di uji berat, kadar, dan uji daya awet selama 4 hari. C8
iris dan C8 dadu didapat hasil paling kecil 4,06% dan 1,54% nilai kadar airnya paling
rendah, M8 iris dan M8 dadu juga didapat nilai kadar air paling renda dengan nilai
masing-masing 5,80% dan 11,97%. M8 iris mengalami penurunan bobot yang
dikarenakan hilangnya kadar air sehingga membuat bahannya menjadi lebih awet
PENDAHULUAN
Ponon Apel (Malus domestica)
adalah tanaman yang masuk di
Indonesia sekitar tahun 1930-an yang di
tanam
di
daerah
Nongkojajar
(Kabupaten Pasuruan). Dan sejak tahun
1960 tanaman apel sudah banyak
ditanam di Batu, Malang untuk
mengganti tanaman jeruk yang mati
diserang penyakit. Sejak saat itu
tanaman apel terus berkembang hingga
sekarang di dataran tinggi (Anonim,
2013). Apel memiliki kandungan gizi
yang sangat tinggi, namun sifat dari
apel yang mudah busuk dan rusak
sehingga diperlukan pengolahan apel
Lee (2006). Buah segar umumnya
mempunyai kadar air yang tinggi,
sehingga mengakomodasi tingginya
aktivitas metabolik. Aktivitas metabolik
ini berlangsung terus pada masa pasca
panen yang menjadikan buah pada

umumnya cepat membusuk. Proses


pengeringan akan memperbaiki daya
tahan produk tanpa penambahan bahan
kimia pengawet dan mengurangi
volume
produk
maupun
biaya
transportasi Setyopatomo (2010), hal
tersebut diperkuat oleh Suismono
(2001) yang menyatakan bahwa tujuan
pengeringan adalah untuk mengurangi
kadar air pada bahan dengan
menguapkan sampai pada batas tertentu
dimana perkembangan mikroorganisme
dapat dihentikan sehingga bahan dapat
disimpan lebih lama. Uap air tersebut
akan berpindah dari lingkungan ke
produk atau sebaliknya sampai tercapai
kondisi kesetimbangan. Perpindahan
uap air ini terjadi sebagai akibat
perbedaan RH lingkungan dan produk,
dimana uap air akan berpindah dari RH
tinggi ke RH rendah (Adawiyah, 2006).
Sementara volume bahan menjadi lebih
kecil sehingga mempermudah dan

menghemat ruang pengangkutan dan


pengepakan, berat bahan juga menjadi
berkurang sehingga mempermudah
transport, dengan demikian diharapkan
biaya produksi lebih murah.
Disamping
keuntungankeuntungannya,
pengeringan
juga
mempunyai beberapa kerugian yaitu
karena sifat asal bahan yang
dikeringkan dapat berubah, yaitu
bentuk, sifat fisik dan kimianya,
penurunan mutu, dan sebagainya.
Susanto
dan
Suneto
(1994)
menambahkan
bahwa
pengaruh
pengeringan terhadap kualitas bahan
tergantung pada jenis bahan yang
dikeringkan, perlakuan pendahuluan,
lama
pengeringan,
jenis
proses
pengeringan, dan lain-lain. Proses
pengeringan dapat dilakukan dengan
cara alami (sinar matahari) maupun
dengan cara buatan (artificial drying)
dengan memakai alat pengering seperti
oven dan kabinet dryer.
Berkaitan dengan proses pengeringan
Novary (1997) menyatakan bahwa
waktu dan suhu pengeringan yang
digunakan tidak dapat ditentukan
dengan pasti untuk setiap bahan pangan,
namun tergantung pada jenis bahan
yang
dikeringkan.
Kecepatan
pengeringan dipengaruhi oleh luas
permukaan bahan, kecepatan aliran
udara, ukuran bahan, lama pengeringan
serta suhu yang digunakan. Makin
tinggi suhu dan kecepatan aliran udara
pengering maka makin cepat proses
pengeringan berlangsung.
Tujuan dari pengeringan adalah
mengurangi kadar air bahan sampai
batas tertentu untuk dapat menghambat
atau sampai menghentikan pertumbuhan
bakteri, khamir, dan kapang sehingga
umur simpan bahan menjadi lebih lama.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui
pengaruh
luas
permukaan, metode pengeringan
dan lama pengeringan suatu bahan
terhadap mutu produk akhir.
2. Mengetahui pengaruh kadar air
terhadap daya awet produk.
METODELOGI PENELITIAN
Waktu dan tempat
Penelitian
tentang
pengaruh
pengeringan terhadap umur simpan
bahan dilakssanakan pada nulan
November
2014.
Penelitian
ini
dilakukan di Laboratorium Teknologi
Industri Pertanian Fakultas Pertanian,
Universitas Trunojoyo Madura.
Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah baki alumunium,
cabinet dryer, desikator, Loyang, oven,
timbangan analitik, penggaris pisau.
Sedangkan bahan yang digunakan untuk
penelitian ini yaitu apel.
Metode penelitian
Apel yang akan dikeringkan,
pertama mengupas kulit apel dengan
pisau dan kemudian mencucinya sampai
bersih. Lalu diiris tipis 2 mm (A1) dan
memotong seperti dadu 2x2 cm (A2),
masing-masing
900
gram,
lalu
dilakukan proses blancing (dicelupkan
sebentar pada air panas) dengan suhu
80C selama 5 menit. Setelah proses
blancing slesai, kemudian irisan dan
potongan tersebut disusun pada nampan
atau loyang untuk dikeringkan dengan 2
cara, yakni secara alami menggunakan
panas sinar matahari (B1) dan
menggunakan mesin kabinet dryer (B2)
masing-masing sebanyak 100 gram
pada suhu 60C (selama 2 jam (C1), 4
jam (C2), 6 jam (C3) dan 8 jam (C4)).
Setelah itu menghitung kadar air
sebelum dan sesudah pengeringan serta
mengamati perubahan fisik bahan
secara sensoris. Kemudian bahan

tersebut disimpan pada suhu kamar


dengan kadar air yang berbeda dengan 4
level (K1, K2, K3 dan K4) dengan
waktu penyimpanan (4 level) yaitu T0 =
0 hari, T1 = 2 hari, T2 = 3 hari dan T3 =
4 hari. Setelah itu menentukan daya
awet bahan dengan menghitung
kehilangan bobot bahan.
Analisis pengamatan
Pengamatan
yang
dilakukan
meliputi uji berat awal dan akhir beserta
kadar air dan uji daya awet.
Uji kadar air dan berat
HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahan yang sudah dikeringkan


kemudian dihitung kadar airnya
menggunakan
alat
atau
mesin
penghitung kadar air. Dalam waktu
beberapa menit akan diketahui kadar air
pada bahan tersebut dan menghitung
berat sebelum dan sesudah pengeringan.
Uji daya awet
Uji daya awet dilakukan dengan
mengamati perubahan-perubahan fisik
yang terjadi pada bahan dengan selang
waktu yang telah ditentukan.

Tabel 1.1 paramater pengujian berat sebelum dan sesudah pengeringan dan perhitungan
kadar air pada apel.
Parameter
C2 Iris
Dadu
C4 Iris
Dadu
C6 Iris
Dadu
C8 Iris
Dadu
M2 Iris
Dadu
M4 Iris
Dadu
M6 Iris
Dadu
M8 Iris
Dadu

Berat Berat
Awal Akhir
1,73 1.360
1,45 1,085
1,61
1,45
1,035 0,995
1,985 1,895
1,98 1,945
2,095 2.010
1,945 1,915
2
0,535
2,065 0,58
2,025 1,68
1,995 1,725
2,09
1,65
2,035 1,735
1,93 1,625
2,005 1,765

% Air
21,39%
24,91%
9,66%
3,40%
4,53%
1,77%
4,06%
1,54%
73,25%
71,91%
16,83%
13,53%
20,86%
14,74%
5,80%
11,97%

Pengeringan bertujuan untuk


mengurangi kadar air bahan sampai
batas tertentu untuk dapat menghambat
atau sampai menghentikan pertumbuhan
bakteri, khamir, dan kapang sehingga
umur simpan bahan menjadi lebih lama.
Dalam proses pengeringan dilakukan
pengaturan
terhadap
suhu,
kelembaban dan
aliran
udara.
Perubahan kadar air dalam bahan
pangan disebabkan oleh perubahan

energi dalam sistem. Pada praktikum


ini Buah apel di iris tipis dan di potong
kotak-kotak
bertujuan
untuk
mengetahui lamanya pengeringan pada
bahan yang dipengaruhi oleh ketebalan.
dilakukan pengujian terhadap buah apel
dengan 2 perlakuan berbeda, yaitu
pengeringan dengan cara alami dan
menggunakan mesin.
Perlakuan yang pertama yaitu
pengeringan
menggunakan
mesin

cabinet dryer. Parameter yang dilakukan


untuk mengamati perubahan selama 4
periode waktu, dan dari data diatas
dapat dilihat bahwa pada perlakuan
yang menggunakan mesin
cabinet
o
drying dengan suhu 60 C setelah 2 jam
(C2)didapat bahawa apel dengan
perlakuan diiris dan dipotong dadu
mengalami penurunan berat, dan hal
yang sama juga terjadi pada 4 jam (C4),
6 jam (C6) dan 8 jam (C8) sampel
mengalami penurunan berat.
Perlakuan yang kedua adalah
irisan dan potongan buah apel
dikeringkan dibawah sinar matahari.
Parameter yang dilakukan sama. Dari
data diatas dapat dilihat bahwa setelah 2
jam (M2) dan diamati didapatkan hasil

bahwa pada irisan tipis dan potongan


dadu mengalami penurunan berat.
Begitu pun nan beratpada 4 jam (M4)
berat bahan terus menurun sampai
parameter terakhir yaitu 8 jam (M8)
sampel mengalami penurunan berat.
Dari 0 hari (T0) samapi dengan
12 hari (T12) sampel (buah apel)
mengalami penurunan berat dan kadar
air bahan yang berkurang. Hal ini
terjadi akibat proses pengeringan akan
memindahkan uap air pada bahan,
sehingga volume bahan menjadi lebih
kecil dan beratnya semakin lama
semakin menurun yang hilang menjadi
uap. Lamanya pengeringan akan
mempengaruhi kadar air bahan semakin
banyak yang berkurang.

Tabel 1.2 parameter pengujian daya awet


Pengamatan

T0

T1

T2

T3

C8 Iris

5,02 5,14 5,21 5,29

C8 Dadu

5,11 5,07

5,2

M8 Iris

5,05

4,97 4,94

M8 Dadu

5,07 5,12 5,13 5,15

5,34

Pengujian daya awet dengan


cara pengeringan dimana pengujian
dilakukan selama 12 hari(T3). Bahan
yang diamati adalah buah apel dari
pengeringan
menggunakan
mesin
cabinet dryer (C8) dan pengeringan
alami menggunakan sinar matahari
(M8) baik dengan irisan tipis maupun
potongan dadu, keduanya mengalami
meningkatnya bobot. Meningkatnya
bobot terjadi karena banyaknya air yang
ada pada sampel. Hal ini menyebabkan
daya awet pada C8 iris tidaak awet
karena menurut Winarno (1997)
kandungan kadar air pada bahan
makanan akan mempengaruhi daya
tahan
bahan
makanan
terhadap
berkembangnya
mikroorganisme.

Jumlah air dalam bahan makanan dapat


digunakan sebagai media pertumbuhan
oleh mikroorganisme.
Kemudian pada C8 dadu pada
T0-T2 mengalami penurunan bobot
akan tetapi pada saat T3 bobotnya
mengalami
kenaikan,
hal
ini
menyebabkan bahan menjadi tidak awet
karena adanya air pada bahan, dan pada
M8 dadu terlihat bahwa bobot dari T0T3 mengalami peningkatan yang
menyebabkan bahan tidak awet karena
adanya air pada bahan.
Namun pada M8 iris berbeda,
yakni mengalami penurunan bobot dan
hal ini yang menyebabkan adanya daya
awet pada bahan karena kadar airnya
berkurang. Pada perlakuan ini yang

terbaik karena mengalami


daya
keawetan
karena
tiap
harinya
mengalami penurunan bobot dengan
hilngnya kadar air. Hal ini sesuai
dengan pendapat Suismono (2001) yang
menyatakan bahwa tujuan pengeringan
adalah untuk mengurangi kadar air pada
bahan dengan menguapkan sampai pada
batas tertentu dimana perkembangan
mikroorganisme
dapat
dihentikan
sehingga bahan dapat disimpan lebih
lama

Anonim. 2013. Panduan budidaya apel


di
Indonesia.
http://kpricitrus.wordpress.com.
(Online). Diakses tanggal 18
Desember 2014.

Kesimpulan dan Saran

Muchtadi, T. R. 1997. Teknologi Proses


Pengolahan Pangan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.

Berdasarkan hasil pengamatan


dan pembahasan terhadap perlakuan
diiris maupun dibuat dadu baik yang
menggunakan cabinet drying atau pun
sinar
matahari
terbukti
dapat
menurunkan berat bahan, dan semakin
lama pengeringan kadar airnya akan
semakin sedikit dimana pada praktikum
kali ini C8 iris dan C8 dadu didapat
hasil paling kecil 4,06% dan 1,54% nilai
kadar airnya paling rendah diantara
yang lainnya, dan pada M8 iris dan M8
dadu juga didapat nilai kadar air paling
rendah dibanding yang lain dengan nilai
masing-masing 5,80% dan 11,97%. Dan
pada uji daya awet dapat dilihat bahwa
M8 iris mengalami penurunan bobot
yang dikarenakan hilangnya kadar air
sehingga membuat bahannya menjadi
awet. Dan pengawetan menggunakan
sinar matahari kurang efektif karena
sampel dapat terkontaminasi oleh debu.
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah. 2006. Hubungan Sorpsi Air,
Suhu Transisi Gelas, Dan
Mobilitas Air Serta Pengaruhnya
Terhadap Stabilitas Produk Pada
Model Pangan [disertasi]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.

Lee, H. 2006. Electrical Sterilization of


Juice by Discharged HV Impulse
Waveform. American Journal of
Applied Sciences 2 (10): 20762078.

Novary, E. W. 1997. Penanganan dan


Pengolahan
Sayuran
Segar.
Jakarta: Penebar Swadaya,
Lee, H. 2006. Electrical Sterilization of
Juice by Discharged HV Impulse
Waveform. American Journal of
Applied Sciences 2 (10): 20762078.
Setyopratomo, P. 2010. Pemodelan
Matematika Kandungan Air Pada
Pengeringan Apel. Fakultas
Teknik. Universitas surabaya
Suismono. 2001. Teknologi Pembuatan
Tepung dan Pati Umbi-Umbian
Untuk Menunjang Ketahanan
Pangan. Majalah Pangan Media
Komunikasi dan Informasi 37
(10); 37-94.
Susanto. T dan B. Saneto. 1994.
Teknologi Pengolahan Hasil
Pertanian. Surabaya: Bina Ilmu.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan


Gizi. Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai