Anda di halaman 1dari 38

Presentasi Kasus

TB PARU BTA (+)


KASUS PUTUS OBAT

Disusun Oleh :
BAGUS HILMAWAN
1102009051
Universitas Yarsi

Pembimbing :
Dr. Dewi Sp,P

KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT DALAM


RSUD KABUPATEN BEKASI

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. MK

Usia

: 52 Tahun

Jenis Kelamin

: Laki - laki

Status Pernikahan

: Menikah

Alamat

: Kp. Keranji RT / RW 01 / 06. Kertamukti, Cibitung

Agama

: Islam

Tanggal Masuk

: 22 Juli 2013

Tanggal Periksa

: 23 Juli 2013

II. ANAMNESIS
Diambil secara auto dan alloanamnesis
Keluhan Utama :
Panas badan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang laki laki datang ke RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan panas badan sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Panas dirasakan terus menerus tetapi tidak disertai
menggigil.
Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak yang berwarna putih sejak 1 bulan yang lalu, batuk
tidak berdarah, sebelumnya pasien mengaku pernah mengalami batuk seperti ini . Pasien sering
berkeringat pada malam hari. Berat badan pasien menurun drastis. Pasien juga merasakan sesak
nafas sejak 2 bulan SMRS, apabila tidur pasien menggunakan 2 bantal. Riwayat merokok tidak ada
dan keluarga pasien tidak ada yang merokok. Pekerjaan pasien sehari-hari sebagai pengemudi truk.
Pasien bercerita pernah ada riwayat minum obat paru selama 2 bulan, namun karena sudah
merasa sehat pasien tidak melanjutkan pengobatan parunya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien menyangkal ada riwayat hipertensi, riwayat diabetes, dan riwayat asma.
Riwayat Penyaki Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami sakit seperti pasien.

Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok tetapi ada riwayat bekerja sebagai pengemudi truk
yang beresiko tinggi terkena polusi. Pasien tidak memiliki tato. Riwayat menggunakan jarum suntik
dan berganti pasangan disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran

: Komposmentis

Keadaan Umum

: Sakit Sedang

GCS

: E4 M6 V5

Tekanan Darah

: 110/80 mmHg

Nadi

: 90 x/menit

Frekuensi Nafas

: 26x/menit

Suhu

: 36,80 C

BB

: 42 kg

KEPALA :
o Rambut

: hitam, tidak mudah dicabut

o Mata

: konjungtiva anemis di kedua mata, tidak ada sklera ikhterik

o Telinga: bentuk telinga normal, serumen (-)


o Hidung
hidung (-)

: bentuk hidung normal, septum tidak defiasi, pernafasan cuping

o Mulut

: lidah terlihat kotor.

LEHER :
Tidak ada pembesaran tiroid dan kelenjar getah bening (KGB), trakea tidak deviasi.
THORAKS:
Inspeksi :

Dada terlihat datar, simetris kanan dan kiri.

Iktus kordis terlihat.

Palpasi :
2

Fremitus Taktil

: Kanan dan kiri simetris

Fremitus Vokal

: Kanan dan kiri simetris

Tidak teraba adanya massa di lapang paru.

Iktus kordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra.

Perkusi : Terdengar sonor diseluruh lapang paru

Pinggang jantung di ICS III linea parasternalis dextra.

Batas kanan jantung di ICS V linea sternalis dextra.

Batas kiri jantung berada di ICS V lineamidclavicularis sinistra.

Auskultasi :

Suara nafas utama vesikuler kanan dan kiri, terdapat rhonki dan tidak ada wheezing.

BJ I-II, reguler, murmur (-), gallop (-).

ABDOMEN :
Inspeksi : perut terlihat datar.
Auskultasi : bising usus terdengar, normal (5-35kali/menit)
Palpasi :

terdapat nyeri tekan epigastrium (+)

hepar tidak teraba

lien tidak teraba

ballotement ginjal (-)

Perkusi : terdengar timpani di empat kuadran abdomen.


EKSTREMITAS

Tidak ada edema

Akral hangat

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Hematologi ( 22 Juli 2013 )
Haemoglobin : 9,9

(P : 14-16 g/dl)

Leukosit

: 15.200

( 3500 10000/mm)

LED

: 20

( P : < 10 mm/jam)

Basofil

:0

(0 - 0)

Eosinofil

:1

(0 - 3)

Batang

:0

(2 - 6)

Segmen

: 92

(50 - 70)

Limfosit

:6

(20 - 40)

Monosit

:1

(2 - 8)

Eritrosit

: 5,3

( 3,8-5,8 jt/mm3)

Hematokrit

: 32,9

( 35-50)

Trombosit

: 601

( 150- 400 ribu/mm3 )

Pemeriksaan Kimia Darah ( 22 Juli 2013)


SGOT

: 45

( 0 38 U/L )

SGPT

: 20

( 0 41 U/L )

Ureum

: 29

( 20 40 )

Kreatinin

: 0,5

( 0,50 1,30 mg/dl )

GDS

: 115

( < 170 mg/dl )

Rongen Thoraks ( 22 Juli 2013 )

Hasil :
Trakea tidak deviasi
Tulang intak dan jaringan lunak ekstra torakal baik
Cor :
Jantung sulit dinilai
Aorta sulit dinilai
Paru :
Terdapat infiltrat diparu sebelah kiri dan sebagian sebelah kanan

Follow up
Tanggal
23 Juli 2013

Pemeriksaan
Keluhan : batuk, sesak nafas
TD : 110/60 mmHg, Nadi : 85 x/menit, Pernafasan : 26 x/menit, Suhu: 360
BTA I Positif / + 3

24 Juli 2013

Keluhan : batuk, sesak nafas


TD : 90/60 mmHg, Nadi : 104 x/menit, Pernafasan : 26 x/menit, Suhu: 38,90
Lab : Hb : 8,8 , Leukosit : 16.800 , LED : 65 , basofil : 0 , Eosinofil : 1 ,
Batang : 1, Segmen : 78 , Limfosit : 15 , Monosit : 5 , Eritrosit : 4,6 ,
Hematokrit : 28,2 , Trombosit : 502
BTA II Positif / + 3

25 Juli 2013

Keluhan : batuk, sesak nafas


TD : 100/70 mmHg, Nadi : 88x/menit, Pernafasan : 28 x/menit, Suhu: 360
BTA III Positif / + 3

26 Juli 2013

Keluhan : batuk, sesak nafas


TD : 100/70 mmHg, Nadi : 88 x/menit, Pernafasan : 26 x/menit, Suhu: 360

27 Juli 2013

Keluhan : batuk, sesak nafas


TD : 90/70 mmHg, Nadi : 86 x/menit, Pernafasan : 28 x/menit, Suhu: 36,20
Lab : Hb : 8,1 , Leukosit : 11.900 , LED : 60 , Eritrosit : 3,2 , Hematokrit :
26,5 , Trombosit : 463

28 Juli 2013

Keluhan : batuk, sesak nafas


TD : 100/60 mmHg, Nadi : 90 x/menit, Pernafasan : 27 x/menit, Suhu: 36,30

29 Juli 2013

Keluhan : batuk, sesak nafas


TD : 130/80 mmHg, Nadi : 96 x/menit, Pernafasan : 28 x/menit, Suhu: 36,50
Lab : Hb : 7,9 , Leukosit : 12.000 , LED : 55 , Eritrosit : 4,3 , Hematokrit :

26,7 , Trombosit : 451 , SGOT : 21 , SGPT : 17


30 Juli 2013

Keluhan : batuk, sesak nafas


TD : 100/60 mmHg, Nadi : 80 x/menit, Pernafasan : 28 x/menit, Suhu: 360

V. RESUME
Seorang laki laki datang ke RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan panas badan sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Panas dirasakan terus menerus tetapi tidak disertai
menggigil.Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak yang berwarna putih sejak 1 bulan yang lalu,
batuk tidak berdarah, sebelumnya pasien mengaku pernah mengalami batuk seperti ini . Pasien
sering berkeringat pada malam hari. Berat badan pasien menurun drastis. Pasien juga merasakan
sesak nafas sejak 2 bulan SMRS, apabila tidur pasien menggunakan 2 bantal. Riwayat merokok tidak
ada dan keluarga pasien tidak ada yang merokok. Pekerjaan pasien sehari-hari sebagai pengemudi
truk. Pasien bercerita pernah ada riwayat minum obat paru selama 2 bulan, namun karena sudah
merasa sehat pasien tidak melanjutkan pengobatan parunya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran : Komposmentis, Keadaan Umum :Sakit
Sedang, Tekanan Darah : 110/80 mmHg, Nadi : 90 x/menit, Frekuensi Nafas: 26x/menit, Suhu : 36,8
0
C, BB: 42 kg. Pada auskultasi paru terdengar suara ronkhi.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan Hb : 9,9 , Leukosit : 15.200, LED : 20,
Hematrokit : 32, 9. Foto thoraks, jantung sulit dinilai dan terdapat infiltrat terutama di paru kiri dan
sebagian di kanan atas.
VI. DIAGNOSIS KLINIS
Tuberkulosis paru kasus putus obat
VII. DIAGNOSIS BANDING
PPOK
Pneumonia
VIII. PEMERIKSAAN YANG DIANJURKAN
Spirometri
Kultur sputum
Anti HIV

IX. DIAGNOSIS KERJA


Tuberkulosis paru BTA + putus obat

IX. TATALAKSANA
Pengobatan TB (OAT ) kategori II
Ranitidin 2x1
Ceftriaxone 1x2
B Compleks 3x1
Paracetamol 3x1
Ambroxol 3x1
SF 3x1
Inhalasi

: Fulmicort / 12 jam

2x1

Combivent / 6 jam ` 4x1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacteriu
Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya.1
Tuberkulosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada
manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal didaerah urban, lingkungan yang padat. 3
II. EPIDEMIOLOGI
Gambar 2.1. Insidens TB didunia (WHO, 2004)

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih
menjadi penyebab utama kematian di dunia.1 Prevalensi TB di Indonesia dan negaranegara sedang
berkembang lainnya cukup tinggi.2 Pada tahun 2006, kasus baru di Indonesia berjumlah >600.000
dan sebagian besar diderita oleh masyarakat yang berada dalam usia produktif (1555 tahun). Angka
kematian karena infeksi TB berjumlah sekitar 300 orang per hari dan terjadi >100.000 kematian per
tahun.3 Hal tersebut merupakan tantangan bagi semua pihak untuk terus berupaya mengendalikan
infeksi ini. Salah satu upaya penting untuk menekan penularan TB dimasyarakat adalah dengan
melakukan diagnosis dini yang definitif.2

III. BIOMOLEKULER M. Tuberculosis


Morphology dan Struktur bakteri

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan
tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 mm dan panjang 1 4 mm. Dinding M. tuberculosis
sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M.
tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord
factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam
lemak berantai panjang (C60-C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan
dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri
tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang
kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai
akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam alkohol.
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida
dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi
monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa,
38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam mendiagnosis TB. Ada
juga yang menggolongkan antigen M. tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak
disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen
30.000 a, protein MTP 40 dan lain lain.
Biomolekuler
Genom M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan kandungan guanin (G) dan
sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik
yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen DNA mikobakteria yang selalu
ada (conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sikuen DNA yang menyandi antigen
protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan seperti elemen sisipan.
Gen pab dan gen groEL masing masing menyandi protein berikatan posfat misalnya protein 38
kDa dan protein kejut panas (heat shock protein) seperti protein 65 kDa, gen katG menyandi katalaseperoksidase dan gen 16SrRNA (rrs) menyandi protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA
polimerase. Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari 16 IS ada dalam
mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS (IS-like element). Deteksi gen tersebut
dapat dilakukan dengan teknik PCR dan RFLP (dikutip dari 11).
IV. PATOGENESIS

10

Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan
terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini
mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang
primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer
bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini
akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
a.

Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

b.

Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik,
sarang perkapuran di hilus)

c.

Menyebar dengan cara :


a.

Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya Salah satu contoh adalah epituberkulosis,


yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh
kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar
sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan
peradangan pada

lobus

yang

atelektasis tersebut,

yang

dikenal sebagai

epituberkulosis.
b.

Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya


atau tertelan

c.

Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya
tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh
secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini
akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia
dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
-

Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan


terbelakang

pada

tuberkuloma ) atau

11

anak setelah mendapat

ensefalomeningitis,

Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis


primer.

Tuberkulosis Postprimer
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer,
biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacammacam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan
sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat,
karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang
umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya
berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan
sebagai berikut :
1.

Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

2.

Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan
jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan
keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.

3.

Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan
menjadi:

meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini
akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas

memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.


Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif
kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi

bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh
dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir
sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang
(stellate shaped)

12

Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan penyembuhannya

V. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
a.

Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura 5
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif

13

b. Tuberkulosis paru BTA (-)


Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan
kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis
2. Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe
pasien yaitu :
a. Kasus baru : Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps) : Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi
aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :
-

Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll

TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten


menangani kasus tuberkulosis

c. Kasus defaulted atau drop out Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan
e. Kasus kronik Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan
ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik
f.

Kasus Bekas TB
-

Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi
paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang
menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung

14

Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2
bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi

B. Tuberkulosis Ekstra Paru


Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
kelenjar

getah

bening,

selaput

otak,

tulang,

ginjal,

saluran

kencing

dan

lain-lain.

Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk
kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan
konsisten dengan TB ekstraparu aktif.

Gambar 2. Skema klasifikasi tuberkulosis

15

VI.

DIAGNOSIS

Manifestasi Klinik
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis/jasmani,
pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya Gejala klinis tuberkulosis
dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena
adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1. Gejala respiratorik
-

batuk > 2 minggu

batuk darah

sesak napas

nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang

cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up.
Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala
batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan
untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
-

Demam

gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun

3. Gejala tuberkulosis ekstraparu


Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar
getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada
pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan.
Pemeriksaan Fisik

16

Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan
(awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan
paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1
dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara
lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di
rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai
tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah
leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar
tersebut dapat menjadi cold abscess

Gambar 3. Paru : apeks lobus superior dan apeks lobus inferior


Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat
penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat
berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi
(termasuk biopsi jarum halus/BJH)

17

b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan


Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Pagi ( keesokan harinya )
Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari
berturut-turut
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam
pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah
pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada
gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat
dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi
dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak
yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan
dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identiti pasien yang sesuai dengan
formulir permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh
dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring
melalui jasa pos. Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:
-

Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya

Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas
saring sebanyak + 1 ml

Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang tidak
mengandung bahan dahak

Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di
dalam dus

Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil

Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong
yang terbuka dengan menggunakan lidi

Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak

Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.

18

c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.


Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces
dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara
Mikroskopik
Biakan
Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa

: pewarnaan Ziehl-Nielsen

Mikroskopik fluoresens

pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk

screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
-

3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif

1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali, kemudian bila 1 kali positif, 2 kali
negatif BTA positif

bila 3 kali negatif BTA negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO).


-

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negative

Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :


-

Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan

Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)

Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)

Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

19

Pemeriksaan biakan kuman:


Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :
-

Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh

Agar base media : Middle brook

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi
Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi
MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji
nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang
timbul
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik,
CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk
(multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
-

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah

Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular

Bayangan bercak milier

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif


-

Fibrotik

Kalsifikasi

Schwarte atau penebalan pleura

Luluh paru (destroyed Lung ) :


-

Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya
secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis,

20

ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau
penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut
-

Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakit

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut
(terutama pada kasus BTA negatif) :
-

Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak
lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari
iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra
torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti

Lesi luas

Bila proses lebih luas dari lesi minimal

Pemeriksaan khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik
yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
1. Pemeriksaan BACTEC

Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M
tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO 2 yang akan dideteksi
growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan
21

secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan (dikutip dari
13)Bentuk lain teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth Indicator Tube
(MGIT).
2. Polymerase chain reaction (PCR):

Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA
M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi.
Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam
pelaksanaannya.
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang
pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar

internasional.

Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang ke arah
diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB Pada
pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru
maupun ekstraparu sesuai dengan organ yang terlibat.
3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:

a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)


Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral
berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain
adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.
b.

ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologi
untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostik
TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma
M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam
bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya
digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml
diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen.
Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan
berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif
bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada
membran.

22

c.

Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan
antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir
plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum
tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan
aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan
mudah

d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)


Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi. Dalam
menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena
banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.
e. Uji serologi yang baru / IgG TB
Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG dengan
antigen spesifik

untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan antigen

mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa dan kombinasi lainnya akan
menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar
negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB ekstraparu,
tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis TB pada anak. Saat ini pemeriksaan serologi belum
dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.
Pemeriksaan Penunjang lain
1. Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien efusi
pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung
diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis
cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh
melalui biopsi atau otopsi, yaitu :

23

Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)

Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman)

Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans
thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka).

Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam

larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang
kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator
penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang
normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.
4. Uji tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan
prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang
berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau
apabila kepositivan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji
tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.

24

Gambar 4. Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa


VII.

PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau

7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan
a. Obat Anti Tuberkulosis
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah

25

- INH
- Rifampisin
- Pirazinamid
- Streptomisin
Etambutol
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
- Kanamisin
- Amikasin
- Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat
Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :
-

Kapreomisin
Sikloserino
PAS (dulu tersedia)
Derivat rifampisin dan INH
Thioamides (ethionamide dan prothionamide)

Kemasan
-

Obat tunggal, Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin,

pirazinamid dan etambutol.


Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination FDC) Kombinasi dosis
tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet
Dosis OAT Tabel 2. Jenis dan dosis OAT

Obat Dosis

Dosis yg dianjurkan

(Mg/Kg
BB/Hari)

DosisMaks
(mg)

Harian Intermitten
(mg/
(mg/Kg/BB/kali)
kgBB /
hari)

Dosis (mg) / berat


badan (kg)
< 40

40-60

>60

8-12

10

10

600

300

450

600

4-6

10

300

150

300

450

20-30

25

35

750

1000

1500

15-20

15

30

750

1000

1500

15-18

15

15

Sesuai
BB

750

1000

1000

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk
menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis).

Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama


WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO
menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam
pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap
berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 3. Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:
1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan

pengobatan yang tidak disengaja


3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan

standar
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan

penggunaan monoterapi
Tabel 3. Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap
Fase intensif

Fase lanjutan

2 bulan
BB

4 bulan

Harian

Harian

3x/minggu

Harian

3x/minggu

RHZE

RHZ

RHZ

RH

RH

150/75/400/275

150/75/400

150/150/500

150/75

150/150

30-37

38-54

55-70

>71

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah
ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis
terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila
mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti
yang mampu menanganinya.
B. Panduan Obat Anti Tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi
luas Paduan obat yang dianjurkan :
-

2 RHZE / 4 RH atau
2 RHZE/ 6HE atau
2RHZE/4R3H3
27

Paduan ini dianjurkan untuk


-

TB paru BTA (+), kasus baru


TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)

Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi
-

TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal
Paduan obat yang dianjurkan
: 2 RHZE / 4 RH atau
: 6 RHE atau 2 RHZE/ 4R3H3
TB paru kasus kambuh Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1
RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji

resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan


TB Paru kasus gagal pengobatan Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan
obat lini 2 (contoh paduan: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin
dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak
memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai
dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat
RHE selama 5 bulan.
a. Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil

yang optimal
b. Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru
TB Paru kasus putus berobat Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai
pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
a. Berobat > 4 bulan
1) BTA saat ini negatif Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan
maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan
analisis

lebih

lanjut

untuk

memastikan

diagnosis

TB

dengan

mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB


maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan
2)

jangka waktu pengobatan yang lebih lama


BTA saat ini positif Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang

lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama


b. Berobat < 4 bulan
1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang
2)

lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama


Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan
diteruskan Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap

OAT
- TB Paru kasus kronik
a. Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES.
Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal
28

terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti
kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan.
b. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
c. Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan
d. Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru
Tabel 4. Ringkasan paduan obat
Kategori Kasus

Paduan obat yang diajurkan

2 RHZE / 4 RH atau

- TB paru BTA +,

BTA - , lesi luas

Keterangan

2 RHZE / 6 HE
*2RHZE / 4R3H3

II

- Kambuh
- Gagal pengobatan

-RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji Bila


streptomisin
resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / 5alergi, dapat diganti
RHE
kanamisin
-3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid,
sikloserin / 15-18 ofloksasin, etionamid,
sikloserin atau 2RHZES / 1RHZE /
5RHE

II

- TB
berobat

paru

putusSesuai lama pengobatan sebelumnya,


lama berhenti minum obat dan keadaan
klinis, bakteriologi dan radiologi saat ini
(lihat uraiannya) atau
*2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3

III

-TB paru BTA neg. lesi2 RHZE / 4 RH atau


minimal
6 RHE atau
*2RHZE /4 R3H3

IV

- Kronik

RHZES / sesuai hasil uji resistensi


(minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2
(pengobatan minimal 18 bulan)

IV

- MDR TB

Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H


seumur hidup

Catatan : * Obat yang disediakan oleh Program Nasional TB5


EFEK SAMPING OAT5

29

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya
efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan
atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis
maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH)
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan
terjadinya

efek

samping

sangat

penting

dilakukan

selama

pengobatan.

Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat
dilanjutkan.
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatis
ialah
-

Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang


Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadangkadang diare
Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :


-

Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu

dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus


Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari
gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi

walaupun gejalanya telah menghilang


Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas Rifampisin dapat
menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur. Warna
merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal
ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu

khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada
keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat
menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya
ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual,
kemerahan dan reaksi kulit yang lain
4. Etambutol

30

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman,


buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut
tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB
perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan
kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol
tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring
dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan
meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping
yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan.
Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr.
Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap
(kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit
kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang
terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera
setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr
Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada
perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.

Tabel 5. Efek samping OAT dan Penatalaksanaannya


Efek samping

Kemungkinan
Penyebab

Minor

Tatalaksana
OAT diteruskan

Tidak nafsu makan, mual, sakit perut

Rifampisin

Obat diminum malam


sebelum tidur

Nyeri sendi

Pyrazinamid

Beri aspirin
/allopurinol

Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki

INH

Beri vitamin B6
(piridoksin) 1 x 100

31

mg perhari
Warna kemerahan pada air seni

Rifampisin

Mayor

Beri penjelasan, tidak


perlu diberi apa-apa
Hentikan obat

Gatal dan kemerahan


pada kulit

Semua jenis OAT

Beri antihistamin dan


dievaluasi ketat

Tuli

Streptomisin

Streptomisin
dihentikan

Gangguan
Streptomisin
keseimbangan (vertigo
dan nistagmus)

Streptomisin
dihentikan

Ikterik / Hepatitis
Sebagian besar OAT
Imbas Obat (penyebab
lain disingkirkan)

Hentikan semua OAT


sampai ikterik
menghilang dan boleh
diberikan
hepatoprotektor

Muntah dan confusion Sebagian besar OAT


(suspected druginduced pre-icteric
hepatitis)

Hentikan semua OAT


dan lakukan uji fungsi
hati

Gangguan penglihatan Etambutol

Hentikan etambutol

Kelainan sistemik,
termasuk syok dan
purpura

Hentikan Rimpafisin

Rimpafisin

Pengobatan suportif dan simtomatik


Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak
ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan
atau suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
1. Pasien rawat jalan

32

a.

Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada
prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit

komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain
2. Pasien rawat inap
Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
Batuk darah masif
Keadaan umum buruk
Pneumotoraks
Empiema
Efusi pleura masif / bilateral
Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
-

TB paru milier
Meningitis TB

Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat
Terapi Pembedahan
lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a.
Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif
b.
Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c.
Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif
2. lndikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap.
Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)
Bronkoskopi
Punksi pleura
Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
Pengobatan TB Pada Keadaan Khusus5

33

1.

Kehamilan Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan


pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk
kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan
karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang
menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa
keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat
berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.

2.

Ibu menyusui dan bayinya Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak
berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu
menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT
secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah
penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi
tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada
bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.

3.

Pasien TB pengguna kontrasepsi Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi


hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas
kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi nonhormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).

4.

Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS Tatalaksanan pengobatan

TB pada pasien

dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada
pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS.
Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB.
Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai
dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus memperhatikan
Prinsip-

prinsip

Universal

Precaution

(Kewaspadaan

Keamanan

Universal)

Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu sarana
pelayanan kesehatan untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur. Pasien TB
yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary
Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIV).

34

5.

Pasien TB dengan hepatitis akut Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis
akut dan atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami
penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan

Tb sangat diperlukan dapat

diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya
menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.
6.

Pasien TB dengan kelainan hati kronik Bila ada kecurigaan gangguan faal hati,
dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT
meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan,
harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat
dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati,
Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah
2RHES/6RH atau 2HES/10HE.

7.

Pasien TB dengan gagal ginjal Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z)
dapat di ekskresi melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang
tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien
dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh
karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila
fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat
diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk
pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.

8.

Pasien TB dengan Diabetes Melitus Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin


dapat mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat
anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula
darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Pada
pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena
itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan
tersebut.

9.

Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid Kortikosteroid hanya


digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa pasien seperti:
Meningitis TB TB milier dengan atau tanpa meningitis TB dengan Pleuritis
eksudativa TB dengan Perikarditis konstriktiva.

Selama fase akut prednison

diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkan secara bertahap.
Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.
35

VIII. KOMPLIKASI
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan
atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang
IX.

mungikin timbul adalah :


Batuk darah
Pneumotoraks
Luluh paru
Gagal napas
Gagal jantung
Efusi pleura
PROGNOSIS
b. Jika berobat teratur sembuh total (95%)
c. Jika dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1 % yang mungkin relaps
d. Terapi yang cepat dan legeartis akan sembuh baik
e. Bila daya tahan baik dapat sembuh sendiri.4

36

DAFTAR PUSTAKA
1.

Perhimpunan

Dokter

Paru

Indonesia.

2.

Penatalaksanaannya di Indonesia. 2011


Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB) ;

3.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364/MENKES/SK/V/2009.


Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Dalam: Sudoyo et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

4.

Jilid II. 4th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 2230-2231.


M. Wilson Lorraine, Sylvia A. price. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit

5.

Vol. 2 ; edisi 6, EGC 2006. P 852-861


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Tuberkulosis. Edisi 2, 2006.

37

Tuberkulosis:

Pedoman

Pedoman

Nasional

Diagnosis

dan

Penanggulangan

Anda mungkin juga menyukai