Preskas Paru TB
Preskas Paru TB
Disusun Oleh :
BAGUS HILMAWAN
1102009051
Universitas Yarsi
Pembimbing :
Dr. Dewi Sp,P
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. MK
Usia
: 52 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki - laki
Status Pernikahan
: Menikah
Alamat
Agama
: Islam
Tanggal Masuk
: 22 Juli 2013
Tanggal Periksa
: 23 Juli 2013
II. ANAMNESIS
Diambil secara auto dan alloanamnesis
Keluhan Utama :
Panas badan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang laki laki datang ke RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan panas badan sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Panas dirasakan terus menerus tetapi tidak disertai
menggigil.
Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak yang berwarna putih sejak 1 bulan yang lalu, batuk
tidak berdarah, sebelumnya pasien mengaku pernah mengalami batuk seperti ini . Pasien sering
berkeringat pada malam hari. Berat badan pasien menurun drastis. Pasien juga merasakan sesak
nafas sejak 2 bulan SMRS, apabila tidur pasien menggunakan 2 bantal. Riwayat merokok tidak ada
dan keluarga pasien tidak ada yang merokok. Pekerjaan pasien sehari-hari sebagai pengemudi truk.
Pasien bercerita pernah ada riwayat minum obat paru selama 2 bulan, namun karena sudah
merasa sehat pasien tidak melanjutkan pengobatan parunya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien menyangkal ada riwayat hipertensi, riwayat diabetes, dan riwayat asma.
Riwayat Penyaki Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami sakit seperti pasien.
Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok tetapi ada riwayat bekerja sebagai pengemudi truk
yang beresiko tinggi terkena polusi. Pasien tidak memiliki tato. Riwayat menggunakan jarum suntik
dan berganti pasangan disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran
: Komposmentis
Keadaan Umum
: Sakit Sedang
GCS
: E4 M6 V5
Tekanan Darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 90 x/menit
Frekuensi Nafas
: 26x/menit
Suhu
: 36,80 C
BB
: 42 kg
KEPALA :
o Rambut
o Mata
o Mulut
LEHER :
Tidak ada pembesaran tiroid dan kelenjar getah bening (KGB), trakea tidak deviasi.
THORAKS:
Inspeksi :
Palpasi :
2
Fremitus Taktil
Fremitus Vokal
Auskultasi :
Suara nafas utama vesikuler kanan dan kiri, terdapat rhonki dan tidak ada wheezing.
ABDOMEN :
Inspeksi : perut terlihat datar.
Auskultasi : bising usus terdengar, normal (5-35kali/menit)
Palpasi :
Akral hangat
(P : 14-16 g/dl)
Leukosit
: 15.200
( 3500 10000/mm)
LED
: 20
( P : < 10 mm/jam)
Basofil
:0
(0 - 0)
Eosinofil
:1
(0 - 3)
Batang
:0
(2 - 6)
Segmen
: 92
(50 - 70)
Limfosit
:6
(20 - 40)
Monosit
:1
(2 - 8)
Eritrosit
: 5,3
( 3,8-5,8 jt/mm3)
Hematokrit
: 32,9
( 35-50)
Trombosit
: 601
: 45
( 0 38 U/L )
SGPT
: 20
( 0 41 U/L )
Ureum
: 29
( 20 40 )
Kreatinin
: 0,5
GDS
: 115
Hasil :
Trakea tidak deviasi
Tulang intak dan jaringan lunak ekstra torakal baik
Cor :
Jantung sulit dinilai
Aorta sulit dinilai
Paru :
Terdapat infiltrat diparu sebelah kiri dan sebagian sebelah kanan
Follow up
Tanggal
23 Juli 2013
Pemeriksaan
Keluhan : batuk, sesak nafas
TD : 110/60 mmHg, Nadi : 85 x/menit, Pernafasan : 26 x/menit, Suhu: 360
BTA I Positif / + 3
24 Juli 2013
25 Juli 2013
26 Juli 2013
27 Juli 2013
28 Juli 2013
29 Juli 2013
V. RESUME
Seorang laki laki datang ke RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan panas badan sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Panas dirasakan terus menerus tetapi tidak disertai
menggigil.Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak yang berwarna putih sejak 1 bulan yang lalu,
batuk tidak berdarah, sebelumnya pasien mengaku pernah mengalami batuk seperti ini . Pasien
sering berkeringat pada malam hari. Berat badan pasien menurun drastis. Pasien juga merasakan
sesak nafas sejak 2 bulan SMRS, apabila tidur pasien menggunakan 2 bantal. Riwayat merokok tidak
ada dan keluarga pasien tidak ada yang merokok. Pekerjaan pasien sehari-hari sebagai pengemudi
truk. Pasien bercerita pernah ada riwayat minum obat paru selama 2 bulan, namun karena sudah
merasa sehat pasien tidak melanjutkan pengobatan parunya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran : Komposmentis, Keadaan Umum :Sakit
Sedang, Tekanan Darah : 110/80 mmHg, Nadi : 90 x/menit, Frekuensi Nafas: 26x/menit, Suhu : 36,8
0
C, BB: 42 kg. Pada auskultasi paru terdengar suara ronkhi.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan Hb : 9,9 , Leukosit : 15.200, LED : 20,
Hematrokit : 32, 9. Foto thoraks, jantung sulit dinilai dan terdapat infiltrat terutama di paru kiri dan
sebagian di kanan atas.
VI. DIAGNOSIS KLINIS
Tuberkulosis paru kasus putus obat
VII. DIAGNOSIS BANDING
PPOK
Pneumonia
VIII. PEMERIKSAAN YANG DIANJURKAN
Spirometri
Kultur sputum
Anti HIV
IX. TATALAKSANA
Pengobatan TB (OAT ) kategori II
Ranitidin 2x1
Ceftriaxone 1x2
B Compleks 3x1
Paracetamol 3x1
Ambroxol 3x1
SF 3x1
Inhalasi
: Fulmicort / 12 jam
2x1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacteriu
Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya.1
Tuberkulosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada
manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal didaerah urban, lingkungan yang padat. 3
II. EPIDEMIOLOGI
Gambar 2.1. Insidens TB didunia (WHO, 2004)
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih
menjadi penyebab utama kematian di dunia.1 Prevalensi TB di Indonesia dan negaranegara sedang
berkembang lainnya cukup tinggi.2 Pada tahun 2006, kasus baru di Indonesia berjumlah >600.000
dan sebagian besar diderita oleh masyarakat yang berada dalam usia produktif (1555 tahun). Angka
kematian karena infeksi TB berjumlah sekitar 300 orang per hari dan terjadi >100.000 kematian per
tahun.3 Hal tersebut merupakan tantangan bagi semua pihak untuk terus berupaya mengendalikan
infeksi ini. Salah satu upaya penting untuk menekan penularan TB dimasyarakat adalah dengan
melakukan diagnosis dini yang definitif.2
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan
tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 mm dan panjang 1 4 mm. Dinding M. tuberculosis
sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M.
tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord
factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam
lemak berantai panjang (C60-C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan
dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri
tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang
kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai
akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam alkohol.
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida
dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi
monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa,
38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam mendiagnosis TB. Ada
juga yang menggolongkan antigen M. tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak
disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen
30.000 a, protein MTP 40 dan lain lain.
Biomolekuler
Genom M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan kandungan guanin (G) dan
sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik
yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen DNA mikobakteria yang selalu
ada (conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sikuen DNA yang menyandi antigen
protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan seperti elemen sisipan.
Gen pab dan gen groEL masing masing menyandi protein berikatan posfat misalnya protein 38
kDa dan protein kejut panas (heat shock protein) seperti protein 65 kDa, gen katG menyandi katalaseperoksidase dan gen 16SrRNA (rrs) menyandi protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA
polimerase. Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari 16 IS ada dalam
mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS (IS-like element). Deteksi gen tersebut
dapat dilakukan dengan teknik PCR dan RFLP (dikutip dari 11).
IV. PATOGENESIS
10
Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan
terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini
mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang
primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer
bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini
akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
a.
b.
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik,
sarang perkapuran di hilus)
c.
lobus
yang
atelektasis tersebut,
yang
dikenal sebagai
epituberkulosis.
b.
c.
Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya
tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh
secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini
akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia
dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
-
pada
tuberkuloma ) atau
11
ensefalomeningitis,
Tuberkulosis Postprimer
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer,
biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacammacam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan
sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat,
karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang
umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya
berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan
sebagai berikut :
1.
2.
Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan
jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan
keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3.
Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan
menjadi:
meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini
akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas
bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh
dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir
sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang
(stellate shaped)
12
V. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
a.
Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura 5
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif
13
c. Kasus defaulted atau drop out Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan
e. Kasus kronik Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan
ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik
f.
Kasus Bekas TB
-
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi
paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang
menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung
14
Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2
bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi
getah
bening,
selaput
otak,
tulang,
ginjal,
saluran
kencing
dan
lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk
kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan
konsisten dengan TB ekstraparu aktif.
15
VI.
DIAGNOSIS
Manifestasi Klinik
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis/jasmani,
pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya Gejala klinis tuberkulosis
dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena
adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1. Gejala respiratorik
-
batuk darah
sesak napas
nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up.
Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala
batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan
untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
-
Demam
gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun
16
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan
(awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan
paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1
dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara
lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di
rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai
tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah
leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar
tersebut dapat menjadi cold abscess
17
Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya
Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas
saring sebanyak + 1 ml
Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang tidak
mengandung bahan dahak
Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di
dalam dus
Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil
Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong
yang terbuka dengan menggunakan lidi
Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak
Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.
18
: pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens
screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
-
1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali, kemudian bila 1 kali positif, 2 kali
negatif BTA positif
Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan
19
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi
Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi
MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji
nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang
timbul
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik,
CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk
(multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
-
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
Fibrotik
Kalsifikasi
Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya
secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis,
20
ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau
penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut
-
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut
(terutama pada kasus BTA negatif) :
-
Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak
lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari
iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra
torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti
Lesi luas
Pemeriksaan khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik
yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
1. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M
tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO 2 yang akan dideteksi
growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan
21
secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan (dikutip dari
13)Bentuk lain teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth Indicator Tube
(MGIT).
2. Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA
M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi.
Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam
pelaksanaannya.
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang
pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar
internasional.
Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang ke arah
diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB Pada
pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru
maupun ekstraparu sesuai dengan organ yang terlibat.
3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:
ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologi
untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostik
TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma
M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam
bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya
digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml
diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen.
Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan
berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif
bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada
membran.
22
c.
Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan
antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir
plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum
tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan
aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan
mudah
mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa dan kombinasi lainnya akan
menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar
negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB ekstraparu,
tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis TB pada anak. Saat ini pemeriksaan serologi belum
dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.
Pemeriksaan Penunjang lain
1. Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien efusi
pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung
diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis
cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh
melalui biopsi atau otopsi, yaitu :
23
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman)
Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans
thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka).
Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam
larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang
kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator
penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang
normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.
4. Uji tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan
prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang
berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau
apabila kepositivan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji
tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.
24
PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau
7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan
a. Obat Anti Tuberkulosis
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah
25
- INH
- Rifampisin
- Pirazinamid
- Streptomisin
Etambutol
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
- Kanamisin
- Amikasin
- Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat
Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :
-
Kapreomisin
Sikloserino
PAS (dulu tersedia)
Derivat rifampisin dan INH
Thioamides (ethionamide dan prothionamide)
Kemasan
-
Obat Dosis
Dosis yg dianjurkan
(Mg/Kg
BB/Hari)
DosisMaks
(mg)
Harian Intermitten
(mg/
(mg/Kg/BB/kali)
kgBB /
hari)
40-60
>60
8-12
10
10
600
300
450
600
4-6
10
300
150
300
450
20-30
25
35
750
1000
1500
15-20
15
30
750
1000
1500
15-18
15
15
Sesuai
BB
750
1000
1000
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk
menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis).
standar
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan
penggunaan monoterapi
Tabel 3. Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap
Fase intensif
Fase lanjutan
2 bulan
BB
4 bulan
Harian
Harian
3x/minggu
Harian
3x/minggu
RHZE
RHZ
RHZ
RH
RH
150/75/400/275
150/75/400
150/150/500
150/75
150/150
30-37
38-54
55-70
>71
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah
ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis
terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila
mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti
yang mampu menanganinya.
B. Panduan Obat Anti Tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi
luas Paduan obat yang dianjurkan :
-
2 RHZE / 4 RH atau
2 RHZE/ 6HE atau
2RHZE/4R3H3
27
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi
-
TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal
Paduan obat yang dianjurkan
: 2 RHZE / 4 RH atau
: 6 RHE atau 2 RHZE/ 4R3H3
TB paru kasus kambuh Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1
RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji
yang optimal
b. Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru
TB Paru kasus putus berobat Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai
pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
a. Berobat > 4 bulan
1) BTA saat ini negatif Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan
maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan
analisis
lebih
lanjut
untuk
memastikan
diagnosis
TB
dengan
OAT
- TB Paru kasus kronik
a. Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES.
Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal
28
terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti
kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan.
b. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
c. Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan
d. Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru
Tabel 4. Ringkasan paduan obat
Kategori Kasus
2 RHZE / 4 RH atau
- TB paru BTA +,
Keterangan
2 RHZE / 6 HE
*2RHZE / 4R3H3
II
- Kambuh
- Gagal pengobatan
II
- TB
berobat
paru
III
IV
- Kronik
IV
- MDR TB
29
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya
efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan
atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis
maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH)
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan
terjadinya
efek
samping
sangat
penting
dilakukan
selama
pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat
dilanjutkan.
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatis
ialah
-
Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu
khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada
keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat
menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya
ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual,
kemerahan dan reaksi kulit yang lain
4. Etambutol
30
Kemungkinan
Penyebab
Minor
Tatalaksana
OAT diteruskan
Rifampisin
Nyeri sendi
Pyrazinamid
Beri aspirin
/allopurinol
INH
Beri vitamin B6
(piridoksin) 1 x 100
31
mg perhari
Warna kemerahan pada air seni
Rifampisin
Mayor
Tuli
Streptomisin
Streptomisin
dihentikan
Gangguan
Streptomisin
keseimbangan (vertigo
dan nistagmus)
Streptomisin
dihentikan
Ikterik / Hepatitis
Sebagian besar OAT
Imbas Obat (penyebab
lain disingkirkan)
Hentikan etambutol
Kelainan sistemik,
termasuk syok dan
purpura
Hentikan Rimpafisin
Rimpafisin
32
a.
Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada
prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit
komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain
2. Pasien rawat inap
Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
Batuk darah masif
Keadaan umum buruk
Pneumotoraks
Empiema
Efusi pleura masif / bilateral
Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
-
TB paru milier
Meningitis TB
Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat
Terapi Pembedahan
lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a.
Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif
b.
Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c.
Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif
2. lndikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap.
Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)
Bronkoskopi
Punksi pleura
Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
Pengobatan TB Pada Keadaan Khusus5
33
1.
2.
Ibu menyusui dan bayinya Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak
berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu
menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT
secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah
penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi
tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada
bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.
3.
4.
TB pada pasien
dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada
pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS.
Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB.
Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai
dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus memperhatikan
Prinsip-
prinsip
Universal
Precaution
(Kewaspadaan
Keamanan
Universal)
Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu sarana
pelayanan kesehatan untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur. Pasien TB
yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary
Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIV).
34
5.
Pasien TB dengan hepatitis akut Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis
akut dan atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami
penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan
diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya
menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.
6.
Pasien TB dengan kelainan hati kronik Bila ada kecurigaan gangguan faal hati,
dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT
meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan,
harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat
dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati,
Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah
2RHES/6RH atau 2HES/10HE.
7.
Pasien TB dengan gagal ginjal Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z)
dapat di ekskresi melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang
tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien
dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh
karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila
fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat
diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk
pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.
8.
9.
diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkan secara bertahap.
Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.
35
VIII. KOMPLIKASI
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan
atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang
IX.
36
DAFTAR PUSTAKA
1.
Perhimpunan
Dokter
Paru
Indonesia.
2.
3.
4.
5.
37
Tuberkulosis:
Pedoman
Pedoman
Nasional
Diagnosis
dan
Penanggulangan