Anda di halaman 1dari 6

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA


Program S1-Reguler
UJIAN TENGAH SEMESTER
Mata Kuliah
: Corporate Governance
Nama Dosen
: Unggul Purwohedi, Ph.D
Nama Mahasiswa
: Ratna Kemala
No. Registrasi
: 8335123490
Kelas
: S1 Akuntansi Reguler A
Questions:
In adbcg report (adbcg_2014 file) you will see that Indonesia has a number of weaknesses in
GCG implementation. Therefore, according to that report, OJK has formulated GCG roadmap
starting from 2014 (see file Indonesia CG Roadmap) to address those issues. Write a paper about
the connections between these weaknesses and OJK roadmap solutions (12 pt, times new roman,
1.5 space, max. 1500 words).
Answer:
Krisis keuangan yang terjadi tahun 1998 di Indonesia dan beberapa Negara Asia lainnya
mendorong terjadinya reformasi dan kerjasama nasional maupun internasional, salah satunya
dengan dibentuknya komunitas ASEAN tahun 2015. Kerjasama tersebut memfokuskan pada
bidang tata kelola perusahaan atau corporate governance (CG). Berdasarkan studi yang
dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB), krisis tersebut disebabkan karena lemahnya tata
kelola perusahaan. Tata kelola perusahaan juga memastikan bahwa pelaku perbankan dan pasar
modal dikelola berdasarkan prinsip-prinsip, diantaranya, kewajaran, transparansi, akuntabilitas,
tanggung jawab, dan kemandirian untuk memperolah kepercayaan investor. Perkembangan
terakhir dalam industri jasa keuangan di Indonesia, termasuk pasar modal, adalah dengan
dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui UU No 21 Tahun 2011 tentang OJK dengan
menggabungkan otoritas pasar modal dan industri keuangan non bank (Bapepam-LK) serta

otoritas perbankan (Bank Indonesia). Untuk mengukur kemajuan pasar modal Indonesia dalam
menerapkan tata kelola perusahaan serta mengidentifikasi area-area mana saja yang harus
diperbaiki, dibentuklah beberapa sistem penilaian tata kelola perusahaan di Indonesia yang
dilakukan oleh lembaga Internasional, salah satunya ASEAN CG Scorecard sebagai suatu alat
untuk memeringkat kinerja tata kelola perusahaan perusahaan publik dan terbuka di ASEAN.
Berdasarkan hasil penelitian di tahun 2012 dan 2013 terdapat peningkatan yang signifikan dalam
tata kelola emiten di Indonesia. Untuk perusahaan dengan capitalization market rata-rata, skor
meningkat dari 11.26 poin dari 43.29 poin pada tahun 2012, untuk capitalization market
minimum dari 20.81 poin menjadi 31.40 poin di tahun 2013, begitu juga dengan capitalization
market maksimum meningkat dari 75.36 poin menjadi 82.28 poin di tahun 2013. Hal ini
menunjukkan bahwa kesadaran menerapkan standar global praktik tata kelola perusahaan
meningkat signifikan di antara PLC di Indonesia. Meskipun peningkatan ini menggembirakan,
namun pelaksanaan praktik global dalam perusahaan pemerintah masih merupakan tantangan
untuk masa depan.
Hak Pemegang Saham dan Roadmap OJK Solution
Rata-rata skor untuk Hak Pemegang Saham adalah 4.15 poin dengan skor tertinggi 7.60 poin dan
skor terendah 2.80 poin. Beberapa kendala yang dihadapi antara lain: dividen yang dibayar
terlambat, risalah RUPS dan minimnya pengumuman hasil RUPS termasuk pengungkapam
pertanyaan dan jawaban, serta resolusi RUPS, hasil voting yang buruk dalam proses
pengambilan keputusan dan daftar hadir. Rekomendasi yang diberikan melalui roadmap OJK
mengenai voting yang buruk, OJK mengungkapkan bahwa UUPT saat ini tidak mengatur secara
eksplisit mekanisme pemberian hak suara baik secara tertutup maupun secara terbuka dalam
RUPS. Praktik keteladanan internasional untuk pemungutan suara dalam RUPS adalah melalui
mekanisme pemberian hak suara secara tertutup (poll voting) untuk meningkatkan independensi,
kebebasan dan kerahasiaan pemegang saham dalam proses pemberian hak suara. Berkaitan
dengan pemberian hak suara, baik secara terbuka atau tertutup, diperlukan ketentuan tentang
prosedur/tata cara pemberian hak suara yang harus dijelaskan di anggaran dasar Emiten atau
Perusahaan Publik, dan diungkapkan kesesuaiannya di dalam laporan tahunan. Pemegang saham
memiliki hak untuk memperoleh informasi yang lengkap mengenai hasil RUPS dalam waktu
singkat. Berdasarkan praktik keteladanan internasional, pemegang saham dapat memperoleh
informasi tersebut secara mudah, cepat dan rinci. Oleh karena itu, Emiten atau Perusahaan Publik

perlu diwajibkan untuk mempublikasikan hasil RUPS dalam situs web perusahaan agar mudah
diakses oleh pemegang saham, dalam waktu 2 (dua) hari kerja setelah RUPS. Sedangkan
informasi mengenai hasil RUPS yang lebih rinci (risalah RUPS), harus tersedia di situs web
Emiten atau Perusahaan Publik dalam waktu paling lambat 14 hari kerja setelah RUPS.
Selanjutnya mengenai pembayaran dividen yang terlambat Pemegang saham memerlukan
kepastian mengenai penerimaan pembagian dividen tunai agar dapat memaksimalkan hasil
investasi. Praktik keteladanan internasional mensyaratkan pembagian dividen tunai tidak
melebihi 30 hari kalender sejak diumumkan. Oleh karena itu, perlu disusun ketentuan yang
mengatur jangka waktu pembayaran dividen tunai untuk mengakomodasi praktik keteladanan
internasional.
Persamaan Perlakuan pada Pemegang Saham dan Roadmap OJK Solution
Daerah ini mengalami peningkatan sebesar 46.59% pada tahun 2013 (5.28 poin menjadi 7.74
poin). Peningkatan ini memberikan sinyal praktik yang lebih baik di masa depan. Beberapa
masalah yang dihadapi pada area ini adalah karena rendahnya kualitas pemberitahuan untuk
panggilan untuk RUPS dan non ketersediaan pemberitahuan untuk panggilan RUPS dan non
ketersediaan pemberitahuan dalam bahasa inggris. Selain itu, rendahnya perlindungan pada
pemegang saham minoritas. Rekomendasi yang diberikan oleh Roadmap OJK dalam rangka
memberikan waktu yang memadai bagi para pemegang saham untuk membaca dan memahami
hal-hal yang akan diputuskan dalam RUPS, dan mempersiapkan tanggapan atau masukan
terhadap agenda RUPS, pemegang saham perlu diberi waktu yang lebih lama. Berkaitan dengan
agenda RUPS, praktik keteladanan internasional menyarankan hal hal sebagai berikut:
a. undangan RUPS tahunan kepada pemegang saham dengan agenda yang rinci, sudah
disampaikan sekurang-kurangnya 21 hari sebelum pelaksanaan RUPS tahunan;
b. undangan RUPS tahunan beserta agenda ringkas disampaikan melalui surat kabar,
sedangkan rincian mengenai agenda dapat diakses di situs web Emiten atau Perusahaan
Publik;
c. undangan RUPS tahunan memuat informasi tentang tujuan dan alasan dari setiap agenda,
yang disertai dengan opini dari Dewan Komisaris dan Direksi untuk setiap agenda.
Peran Pemangku Kepentingan dan Roadmap OJK Solution
Penilaian dalam peran stakeholder rata-rata sebesar 5.84 poin dengan skor tertinggi 9.52 dan skor
terendah 0.48 poin. Keseluruhan peran stakeholder meningkat sebesar 12%. Namun, kebijakan

dan prosedur yang berkaitan dengan kegiatan antikorupsi belum tepat ditangani oleh PLC.
Sebagian besar perusahaan bahkan tidak memiliki kebijakan dan prosedur untuk melindungi
karyawan yang mengungkapkan praktik yang tidak etis. Implementasi manajemen pemasok juga
buruk. Roadmap OJK Solution memberikan rekomendasi pengungkapan tentang kebijakan anti
korupsi yang perlu dilakukan oleh Emiten dan Perusahaan Publik, untuk memastikan bahwa
kegiatan usahanya dilakukan secara legal, prudent dan sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola
yang baik. Praktik keteladanan internasional tentang tata kelola mendorong Emiten dan
Perusahaan Publik untuk memiliki kebijakan anti korupsi dan prosedur implementasinya, serta
mengungkapkannya dalam laporan tahunan. Berkaitan dengan hal tersebut, Emiten dan
Perusahaan Publik perlu didorong untuk memiliki kebijakan dan prosedur dimaksud dan
mengungkapkan kepatuhannya dalam laporan tahunan. Terkait dengan dengan seleksi pemasok,
OJK merekomendasikan bahwa praktik keteladanan internasional tentang tata kelola, Emiten dan
Perusahaan Publik didorong untuk memiliki kebijakan terkait seleksi pemasok dan pemenuhan
hak-hak kreditur. Selain itu, Emiten dan Perusahaan Publik juga didorong untuk mengungkapkan
hal dimaksud dalam laporan tahunan. Oleh karena itu, perlu adanya ketentuan yang mendorong
Emiten dan Perusahaan Publik untuk memiliki kebijakan terkait seleksi pemasok dan pemenuhan
hak-hak kreditur, serta mengungkapkan kesesuaiannya dalam laporan tahunan. Selanjutnya
menegai whistleblower, OJK merekomendasikan Praktik keteladanan internasional di bidang tata
kelola mendorong perusahaan untuk memiliki kebijakan whistleblowing dan pengungkapan
implementasinya. Berkaitan dengan hal tersebut, ketentuan yang ada perlu diperkuat untuk
mendorong Emiten atau Perusahaan Publik agar memiliki kebijakan dimaksud dan
menjelaskannya apabila tidak dapat mematuhinya (comply or explain).
Pengungkapan dan Transparansi dengan Roadmap OJK Scorecard Solution
Skor kinerja di daerah ini sebesar 15,88 poin, meningkat 18% dibandingkan dengan skor kinerja
di tahun 2012.Skor maksimum dan minimum juga meningkat. Beberapa kelemahan yang terjadi
pada area ini antara lain pengungkapan struktur kepemilikan yang buruk, kebijakan
whistleblowing, direksi komisaris yang buruk, kurangnya laporan mengenai kepatuhan
perusahaan, pengungkapan biaya audit dan non audit yang buruk. Dikarenakan kriteria
independensi Komisaris Independen Emiten atau Perusahaan Publik telah diatur, ketentuan pasar
modal Indonesia yang ada perlu ditambahkan untuk mengakomodasi pengungkapan kesesuaian
kriteria independensi Komisaris Independen Emiten atau Perusahaan Publik dengan ketentuan

yang berlaku dalam laporan tahunan. Praktik keteladanan international di bidang tata kelola
perusahaan menunjukkan bahwa Dewan Komisaris memiliki kewenangan yang cukup dalam
melakukan fungsi pengawasan terhadap Direksi diantaranya dalam hal nominasi dan pemberian
remunerasi, yang dikaitkan dengan penilaian kinerja Direksi. Hal ini perlu agar fungsi
pengawasan yang dilakukan Dewan Komisaris terhadap Direksi dapat berfungsi secara optimal.
Dengan memperhatikan batasan yang telah ditetapkan dalam UUPT, regulator perlu menyusun
ketentuan yang mengharuskan Emiten dan Perusahaan Publik memiliki prosedur nominasi dan
remunerasi yang formal dan transparan serta mengungkapkannya dalam laporan tahunan.
Peran dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi
Rata-rata nilai pada area ini sebesar 19.51 poin, meningkat sebesar 11% dibandingkan dengan
tahun 2012. Nilai tertinggi relative konstan, sedangkan skor terendah meningkat sangat
signifikan dari 7.69 poin menjadi 12.12 poin. Namun, daerah ini tetap memerlukan perbaikan
diantaranya lemahnya kebijakan tata kelola perusahaan yang memadai seperti pengungkapan
papan charter dan review visi dan misi perusahaan, strategi bisnis. Selain itu, jumlah komisaris
independen tidak memadai, kekurangan anggota independen dari nominasi dan remunerasi
komite, rendahnya minat dalam memilih dewan komisaris dan direksi, kepemilikan komisaris
independen yang lebih dari dua periode. Dalam hal nominasi dan remunerasi OJK memberikan
solusi bahwa praktik keteladanan international di bidang tata kelola perusahaan menunjukkan
bahwa Dewan Komisaris memiliki kewenangan yang cukup dalam melakukan fungsi
pengawasan terhadap Direksi diantaranya dalam hal nominasi dan pemberian remunerasi, yang
dikaitkan dengan penilaian kinerja Direksi. Hal ini perlu agar fungsi pengawasan yang dilakukan
Dewan Komisaris terhadap Direksi dapat berfungsi secara optimal. Dengan memperhatikan
batasan yang telah ditetapkan dalam UUPT, regulator perlu menyusun ketentuan yang
mengharuskan Emiten dan Perusahaan Publik memiliki prosedur nominasi dan remunerasi yang
formal dan transparan serta mengungkapkannya dalam laporan tahunan. Selain itu Peningkatan
pengetahuan dan pemahaman tentang fiduciary duties kepada anggota Dewan Komisaris dan
Direksi Emiten dan Perusahaan Publik sangat perlu dilakukan agar tugas dan tanggungjawab
kepada pemegang saham publik dapat dilaksanakan dengan baik. Untuk mencapai tujuan
tersebut, perlu adanya kebijakan perusahaan yang mendorong anggota Dewan Komisaris dan
Direksi Emiten dan Perusahaan Publik untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan secara terus-

menerus yang memungkinkan anggota Dewan Komisaris dan Direksi untuk melaksanakan
fiduciary dutiesnya dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai