Asfiksia Neonatorum: Sarnisyah Dwi Martiani - C111 08 101 Fakultas Kedokteran UNHAS
Asfiksia Neonatorum: Sarnisyah Dwi Martiani - C111 08 101 Fakultas Kedokteran UNHAS
PKMRS
FAKULTAS KEDOKTERAN
FEBRUARI 2012
UNIVERSITAS HASANUDDIN
ASFIKSIA NEONATORUM
DISUSUN OLEH:
SARNISYAH DWI MARTIANI
(C 111 08 101)
PEMBIMBING :
dr. NOOR HAMIDAH
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Nama
NIM
: C 111 08 101
Pembimbing
Coass
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
ii
iii
I. PENDAHULUAN .................................................................................
II. EPIDEMIOLOGI
III. ETIOLOGI
................................................................................
..........................................................................................
IV. PATOFISIOLOGI
...............................................................................
V. DIAGNOSIS .......................................................................................
VI. PENATALAKSANAAN
....................................................................
VII. PENCEGAHAN.....................................................................................
13
14
IX. PROGNOSIS..........................................................................................
15
17
LAMPIRAN REFERENSI
ASFIKSIA NEONATORUM
I.
PENDAHULUAN
Asfiksia adalah progresif hipoksemia dan hiperkapnea yang disertai
uterus, (2)
kehamilannya beresiko, (3) faktor plasenta, seperti janin dengan solusio plasenta,
(4) faktor janin itu sendiri, seperti terjadi kelainan pada tali pusat antara janin dan
jalan lahir, serta (5) faktor persalinan seperti partus lama atau partus dengan
tindakan tertentu.1,2,3
Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multiorgan, kejang dan
ensefalopati hipoksik-iskemik, serta asidemia metabolik. Bayi yang mengalami
episode hipoksia-iskemi yang signifikan saat lahir memiliki risiko disfungsi dari
berbagai organ, dengan disfungsi otak sebagai pertimbangan utama. Haupt (1971)
memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi sebagai akibat
hipoksia sangat tinggi.Asidosis,gangguan kardiovaskuler serta komplikasinya
sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan ini
akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari
pertama setelah lahir (james,1959). Penyelidikan
dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa (1971) Menunjukkan nekrosis berat dan
difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia.4,5
II.
EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan bahwa sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus di
seluruh dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir mati
yang lebih besar. Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan
bahwa sejak tahun 2000-2003 asfiksia menempati urutan ke-6, yaitu sebanyak
8%, sebagai penyebab kematian anak diseluruh dunia setelah pneumonia, malaria,
sepsis neonatorum dan kelahiran prematur.1,3 Diperkirakan 1 juta anak yang
bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan morbiditas
jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan belajar.4
Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, tiga penyebab utama kematian
perinatal di Indonesia adalah gangguan pernapasan/respiratory disorders (35,9%),
prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum (12.0%). 4
Menurut data-data di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2004
bayi baru lahir berjumlah 184 orang, meninggal 9 orang (4,89%) 1 bayi
meninggal dengan asphyxia neonatorum. Tahun 2005 bayi baru lahir berjumlah
215, meninggal 9 orang (4,19%) dimana 1 bayi meninggal dengan asphyxia
neonatorum.2
Di Rumah Sakit Dr Pirngadi Medan. Tahun 2005, bayi baru lahir
berjumlah 754 orang, 27 bayi (3,58%) meninggal dan tahun 2006 dari jumlah
kelahiran 1.185 bayi, bayi dengan asphyxia neonatorum 205 meninggal sebelum
usia 7 hari sejumlah 134 (11,31%), dimana asphyxia neonatorum merupakan
penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 108 bayi (81%) dan tahun 2007
angka kelahiran 757, bayi lahir dengan asfiksia neonatorum sebanyak 234
(30,31%) dan meninggal sebelum usia 7 hari sebanyak 59 (77,94 per seribu) dan
bayi meninggal dengan asphyxia neonatorum sebanyak 20 bayi (34%). 2
III. ETIOLOGI
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses
persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat
bergantung pada pertukaran plasenta untuk
pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah umbilikal maupun
plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia.4
Perubahan pertukaran gas dan transport oksigen selama kehamilan dan
persalinan akan mempengaruhi oksigenasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat
mengakibatkan gangguan fungsi sel. Gangguan fungsi sel ini dapat ringan dan
sementara atau menetap, tergantung dari perubahan homeostatis yang terdapat
pada janin. Perubahan homeostatis ini berhubungan erat dengan beratnya dan
aliran
darah
pada
uterus
akan
menyebabkan
IV.
PATOFISIOLOGI
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau
paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi
akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan. 4
Bila terdapat gangguaan pertukaran
gas/pengangkutan O2 selama
kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan
mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan
kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung
kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu
periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung
selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian
diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini
tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary
apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah. 3
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme
dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama
dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3
berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa
glikolisis glikogen tubuh , sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan
hati akan berkuang.asam organik
akan
keadaan
V. DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan gangguan/ kesulitan bernapas waktu lahir
dan lahir tidak bernafas/menangis. 4Pada anamnesis juga diarahkan untuk mencari
faktor resiko. 6
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis, skor apgar dipakai untuk menentukan derajat
berat ringannya asfiksia 6
Klinis
Warna
Kulit
(Appearance)
Frekuensi Jantung
(Pulse)
Biru Pucat
1
Tubuh
2
merah, Merah
seluruh
ekstremitas biru
tubuh
Tidak Ada
<100x/ menit
>100x/menit
Tidak Ada
Gerakan sedikit
Batuk/ Bersin
Lunglai
Fleksi ekstremitas
Gerakan aktif
Rangsangan
Refleks
(Grimace)
Tonus Otot
(Activity)
Menangis lemah/
Pernafasan
(Respiratory)
Tidak Ada
terdengar
seperti
meringis
atau
Menangis kuat
mendengkur
Tabel. Skor Apgar (dikutip dari kepustakaan 2)
Berdasarkan penilaian apgar dapat diketahui derajat vitalitas bayi adalah
kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat esensial dan kompleks untuk
kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan
refleks-refleks primitif seperti mengisap dan mencari puting susu, salah satu cara
menetapkan vitalitas bayi yaitu dengan nilai apgar. (IDAI, 1998) 2
1. Skor apgar 7-10 ( Vigorous Baby). Dalam hal ini bayi di anggap sehat dan
tidak memerlukan tindakan istimewa. 5
VI.
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah mempertahankan kelangsungan
hidup bayi dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul dikemudian
hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi, lazim disebut resusitasi bayi baru
lahir.5
a. Resusitasi
Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 4 pertanyaan:4
a. apakah bayi cukup bulan?
10
harus
mendapat
perlakuan
khusus.23
Beberapa
kepustakaan
dapat menyebabkan
11
Cara yang tepat untuk membersihkan jalan napas adalah bergantung pada
keaktifan bayi dan ada/tidaknya mekonium. 4
Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar (bayi
mengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung kurang
dari 100x/menit) segera dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan
untuk mencegah sindrom aspirasi mekonium. Penghisapan trakea meliputi
langkah-langkah pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakea,
kemudian dengan kateter penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut, faring
dan trakea sampai glotis. 4
Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar,
pembersihan sekret
bayi tanpa
mekoneum.4
(d) mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi
yang benar4
Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan mengeringkan
akan memberi rangsang yang cukup pada bayi untuk memulai pernapasan. Bila
setelah posisi yang benar, penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum
bernapas adekuat, maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk
atau menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok punggung, tubuh atau
ekstremitas bayi. 4
Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir semua
rangsangan, sementara bayi yang berada dalam apnu sekunder, rangsangan
apapun tidak akan menimbulkan reaksi pernapasan. Karenanya cukup satu atau
dua tepukan pada telapak kaki atau gosokan pada punggung. Jangan membuang
waktu yang berharga dengan terus menerus memberikan rangsangan taktil. 4
(2) ventilasi tekanan positif4
Ventilasi tekanan positif (VTP) dilakukan sebagai langkah resusitasi
lanjutan bila semua tindakan diatas tidak menyebabkan bayi bernapas atau
frekuensi jantungnya tetap kurang dari 100x/menit. Sebelum melakukan VTP
harus dipastikan tidak ada kelainan congenital seperti hernia diafragmatika,
karena bayi dengan hernia diafragmatika harus diintubasi terlebih dahulu sebelum
mendapat VTP. Bila bayi diperkirakan akan mendapat VTP dalam waktu yang
12
13
positif
langkah
14
b. Pemberian obat-obatan
(1) Epinefrin
Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari
60x/menit setelah dilakukan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama
30 detik. Epinefrin tidak boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat
karena epinefrin akan meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot jantung.
Dosis yang diberikan 0,1-0,3 ml/kgBB larutan1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03
mg/kgBB) intravena atau melalui selang endotrakeal. Dosis dapat diulang 3-5
menit secara intravena bila frekuensi jantung tidak meningkat. Dosis maksimal
diberikan jika pemberian dilakukan melalui selang endotrakeal. 4
(2) Volume Ekspander
Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi baru
lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon
dengan resusitasi, hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok.
Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada
resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat. Dosis awal 10 ml/kg BB IV
pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. Jenis
cairan yang diberikan dapat berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl 0,9%, Ringer
Laktat) atau tranfusi golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darah
banyak. 4
(3) Bikarbonat
Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada bayi baru
lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah
baik. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia
harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang
digunakan adalah 2 mEq/kg BB atau 4 ml/kg BB BicNat yang konsentrasinya 4,2
%. Bila hanya terdapat BicNat dengan konsetrasi 7,4 % maka diencerkan dengan
aquabides atau dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara intra vena dengan
kecepatan tidak melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit. 4
(4) Nalokson
Nalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik diberikan dengan
indikasi depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan
15
Hindari forceps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit, serta
pemberian pituitarin dalam dosis tinggi.7
Bila ibu anemis, perbaiki keadaan ini dan bila ada perdarahan berikan O
dan darah segar.
Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan jangan
menunggu lama pada kala II. 7
16
VIII. KOMPLIKASI
Asfiksia neonatorum dapat menyebabkan berbagai macam gangguan organ.
Sistem
Pengaruh
Ensefalopati hipoksik-iskemik, infark,
Kardiovaskular
Pulmonal
Ginjal
Adrenal
Perdarahan adrenal
Saluran Cerna
Metabolik
hiponatremia, hipoglikemia,
hipokalsemia, mioglobinuria
Kulit
Hematologi
Komplikasi yang
mungkin terjadi
Apnu
Pemantauan apnu
Kejang
Paru-paru
Hipertensi Pulmoner
Pertahankan
ventilasi
Pneumonia
oksigenasi
Pneumotoraks
Pertimbangkan antibiotika
dan
17
Takipnu transien
Sindrom
mekonium
Defisiensi surfaktan
Pertimbangkan
pemberian
surfaktan
Kardiovaskuler
Hipotensi
dan
atau
cairan
vaskuler
adekuat
Pemantauan kadar elektrolit
Gastrointestinal
Ileus
Enterokolitis
Nekrotikans
nutrisi parenteral
Metabolik/
Hipoglikemia
hematologik
Hipokalsemia
Pemantauan elektrolit
Hiponatremia
Pemantauan hematokrit
Anemia
Pemantauan trombosit
Trombositopenia
Tabel 3. Komplikasi yang mungkin terjadi dan perawatan pasca resusitasi yang
dilakukan (dikutip dari kepustakaan 4)
IX.
PROGNOSIS
Hasil akhir asfiksia perinatal bergantung pada apakah komplikasi
18
19
DAFTAR PUSTAKA
1. David. K, William E, Benitz, and Philip Sunshine. Fetal and Neonatal Brain
Injury : Mechanisms, Management and the Risks of Practice, Third Edition. 2012
2. Desfauza, Evi. Faktor faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Asphyxia
Neonatorum Pada bayi Baru Lahir yang Dirawat di RSU Dr. Pirngadi Medan.
2007. Medan :Universitas Sumatera Utara.
3. Hidayat, A. Aziz Alimul. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. 2008. Jakarta : Salemba Medika.
4. Departemen kesehatan republik Indonesia. 2008. Pencegahan dan penatalaksanaan
Asfiksia Neonatorum.
5. Dr. Rusepno Hassan,dkk. 1985. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Info
Medika Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.
6. Utomo, Martono Tri. Asfiksia Neonatorum. Cited on : December 28 . th2011.
Updated on : 2006. Available on http://www.pediatrik.com
7. Prof. Dr. Hanifa Winkjosastro, Sp.OG. 2008. Ilmu Kebidanan Edisi Ke 4. Jakarta
: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.
8. Behrman, Kliergman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Vol. 1.
Jakarta : EGC.
20